Anda di halaman 1dari 5

No.

Soal
1. Jelaskan secara ringkas perbedaan gaya penulisan kutipan/daftar pustaka menurut
format APA (American Psychological Association) dan format Chicago!
Jawab:
a. Format APA (American Psychological Association) adalah langgam penulisan dengan system
langsung (parenthetical reference) mengacu pada aturan dan konvensi yang diperkenalkan
oleh The American Psychological Association untuk mendokumentasikan sumber yang
digunakan pada laporan penelitian. Format ini digunakan pada “kutipan”, “daftar referensi”,
dan “cara pengetikan”.
b. Format Chicago termasuk dalam system catatan (note bibliograohy) yang dikembangkan oleh
The University of Chicago. Gaya penulisan ini mengacu pada system catatan, yaitu
mencantumkan nomor (angka Arab) di belakang setiap kutipan.
c. Yang membedakan gaya penulisan APA dan Chicago ialah APA menjadi acuan untuk cara
penulisan dan biasanya gaya penulisan ini digunakan untuk menulis kutipan atau daftar
referensi. Sedangkan gaya penulisan Chicago mencantumkan nomor angka untuk
menunjukkan urutan disetiap kutipan. Format penulisan Chicago memerlukan catatan untuk
menempatkan dan menjelaskan seluruh kutipan.
2. Carilah sebuah contoh artikel ilmiah popular yang beredar di masyarakat!
Buatlah ulasan Saudara terhadap isi artikelnya, jelaskanlah fungsi dari artikel popular
yang Saudara pilih. Apakah tujuan dari penulisan artikel tersebut.
Uraikan pendapat Saudara dalam ulasan artikel yang Anda tulis! Dalam ulasan yang
Saudara tulis, analisislah dengan menggunakan 5W +1H (why, who, what, when,
where, dan how)!
Dalam ulasan harus dapat menjelaskan:
a. Mengapa latar belakang (why) perlu dituliskan sebagai artikel, di dalamnya
dijelaskan fungsi artikelnya untuk apa? (to inform/to improve/to educate/to
persuade/ to entertain/atau kombinasinya).
b. Siapa subyek/obyek/ orang yang terlibat di dalamnya (who)?
c. Tentang apa artikel yang ditulis (what)?
d. Kapan kejadiannya (when)?
e. Dimana kejadiannya (where)?
f. Bagaimana terjadinya (how)?
g. Serta berikanlah masukan untuk perbaikan ataupun artikel selanjutnya!
Jawab:
DIMANA INTEGRITASMU ....

Drs. Tresno, M.Si.


Penyuluh Hukum Madya, pada Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HAM
photo google.com

Kita masih sering mendengar berita-berita tentang tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh
oknum Aparatur Sipil Negara dan Pejabat Negara yang nilainya bahkan mencapai trilyunan
rupiah. Mencermati berita tersebut miris rasanya hati ini, dapatkah negara dan bangsa Indonesia
terbebas dari tindak pidana korupsi dan kapan?

Di satu sisi kita ketahui sudah banyak upaya yang dilakukan untuk mencegah dan
memberantasnya. Kehadiran sebuah lembaga anti korupsi yaitu Komisi Pemberantasan Korupsi
(KPK) melalui Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 merupakan harapan baru bagi bangsa
Indonesia untuk mencegah dan memberantas tindak pidana korupsi yang dapat menghancurkan
pilar-pilar demokrasi yang sedang dibangun.

Upaya untuk mencegah dan memberantas secara masif sudah dilakukan sejak lahirnya KPK
namun sampai saat ini belum membuahkan hasil yang menggembirakan. Tentu tidak dapat
dikatakan bahwa korupsi di tanah air kita ini sudah menjadi budaya. Jangan katakan itu……
karena ini dilakukan oleh oknum, kita yakini bahwa masih banyak Aparatur Sipil Negara dan
pejabat Negara yang bersih dari korupsi.

Salah satu program pemerintahan Presiden Jokowi-JK melalui Nawacita adalah : memperkuat
kehadiran Negara dalam melaksanakan reformasi sistem dan penegakan hukum yang bebas
korupsi, bermartabat, dan terpercaya. Kemudian dijabarkan ke dalam sasaran pembangunan
bidang hukum dengan: Meningkatkan kualitas penegakan hukum dalam rangka penanganan
berbagai tindak pidana, mewujudkan sistem hukum pidana dan perdata yang efisien, efektif,
transparan, dan akuntabel bagi pencari keadilan dan kelompok rentan, dengan didukung oleh
aparat penegak hukum yang profesional dan berintegritas.

Menjadi jelas bahwa bangsa ini bertekad untuk terbebas dari korupsi dan para aparat tidak
hanya penegak hukum harus profesional dan berintegritas. Artinya bahwa manusia merupakan
faktor kunci dalam rangka pencegahan dan pemberantasan korupsi. Yang diperlukan adalah
individu-individu memiliki integritas yang anti korupsi, jadi bangsa ini memerlukan orang-orang
sebagai penyelenggaran pemerintahan dan penyelenggara Negara yang memiliki akhlak dan
moral baik.

Dari berbagi literatur yang ditemukan bahwa salah satu penyebab tindak pidana korupsi ini
adalah kurangnya budaya integritas para penyelenggara Pemerintahan dan penyelenggaran
Negara. Integritas dapat diartikan sebagi konsep yang menunjuk konsistensi antara tindakan
dengan nilai dan prinsip. Dalam etika, integritas diartikan sebagai kejujuran, kemandirian,
kedisiplinan dari tindakan seseoang. Lawan dari integritas adalah hipocrisy (hipokrit atau
munafik). Seseorang dikatakan mempunyai integritas apabila tindakannya sesuai dengan nilai,
keyakinan, dan prinsip yang benar (Wikipedia).

Mengutip buku Naskah Deklarasi Integritas Nasional (Buku-07 Komisi Pemberantasan Korupsi
/KPK 2015 tentang Budaya Integritas Semakin Jauh dari Korupsi dikatakan bahwa kejahatan yang
didalamnya termasuk korupsi dikarenakan diamnya orang baik dan benar (integritas) dan kalah
pengaruhnya orang baik dan benar (integritas) dibandingkan dengan orang jahat (koruptor). Ini
artinya bahwa ternyata tidak cukup hanya orang yang berintegritas dalam mencegah dan
memberantas korupsi, yang diharapkan adalah orang yang berintegritas tersebut tidak diam
akan tetapi melakukan tindakan nyata melawan kejahatan.

Untuk menjadikan seseorang berintegritas, maka faktor kepemimpinan menjadi sangat


menentukan. Sebagaimana diketahui bahwa pemimpin adalah seseorang yang memiliki
kemampuan memimpin, artinya memiliki kemampuan untuk mempengaruhi orang lain atau
kelompok tanpa mengindahkan alasannya (Miftha Thoha dalam bukunya Prilaku Organisasi).
Disinilah diperlukan pemimpin yang baik (dalam Islam) yang antara lain ditandai dengan:
integrasinya antara kata dan perbuatan, kematangan pribadinya, mau mendengar dan
menerima kritikan serta masukan dari bawahan, menanggalkan pakaian kesombongan, dan yang
tidak kalah penting adalah menjadi contoh kebaikan/tauladan bagi orang yang dipimpinnya.
Bahwa masyarakat kita masih sangat kental dengan sifat paternalistiknya, maka faktor pemimpin
akan memberikan pengaruh yang besar. Jika pemimpin yang baik sama dengan pemimpin yang
berintegritas, maka jangan pernah seorang pemimpin menyuruh orang lain untuk berbuat baik
jika dirinya sendiri belum atau tidak melakukannya, itu adalah hipokrit/munafik.

Disamping faktor pemimpin yang berintegritas perlu adanya penguatan integritas mulai level
bawah sampai dengan tingkat paling tinggi. Di tataran Nasional upaya dalam rangka penguatan
intergritas tersebut adalah melakukan pembentukan Tunas Integritas di berbagai Kementerian
dan Lembaga Pemerintah yang didorong oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Termasuk di
dalamnya adalah Tunas Intergritas Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan Hak Asasi
Manusia, Kementerian Hukum dan HAM.

Pembangunan Tunas Integritas diarahkan untuk menumbhkan kesadaran kolektif anti korupsi.
Tunas Integritas ini adalah semacam proyek rintisan terdiri dari orang-orang yang akan menjadi
pelopor/ “cikal bakal”anti korup dan perbuatan tercela lainnya. Dalam menjalankan tugasnya
harus disertai dengan penuh ke-ikhlasan dan berbasis pada moral idealisme, bukan sekedar
idealisme. Artinya bahwa Tunas Integritas bekerja selalu pada tataran normatif dan tetap
berinteraksi dengan realita, maka diperlukan pegawai-pegawai yang bijak.

Tunas Integritas tidak mendorong pegawai lainnya untuk membangun budaya baru atau
mengambil budaya dari luar, akan tetapi melakukan reframing budaya yang ada, yaitu tindakan
menggeser budaya dari kutup negatif ke budaya kutup positif dengan tetap memelihara
kebiasaan dan dimulai dari hal-hal yang selama ini kita anggap sesuatu yang kecil/sepele.
Contohnya ucapan atau tindakan negatif yang sering dilakukan pada saat menyampaikan
pertanggungjawaban keuangan kita jumpai adanya pegawai yang melakukan ucapan atau
tindakan seperti :“ ah.. SPJ seperti ini dulu gak apa-apa kok, toh nanti kan masih dikoreksi oleh
Bagian Keuangan”. Dalam hal ini pegawai yang membuat SPJ tersebut mengetahui jika apa yang
dilakukannya menyimpang dari aturan.Contoh lainnya : “ya nyimpang-nyimpang dikit gak apa-
apalah ini kan bukan buat pribadi tapi untuk kebersamaan, coba lihat itu banyak pejabat yang
korupsi milyaran tapi tenang-tenang aja kok”. Nah sikap atau ucapan seperti ini tidak sejalan
dengan semangat pengabdian, semangat tanggungjawab, semangat ketakwaan kepada Tuhan
Yang Maha Esa, yang merupakan nilai-nilai dasar atau fitrah bangsa Indonesia ini.

Semestinya ucapan dan tindakan tersebut dapat diarahkan kepada kutup positif, dengan
mengatakan “ oya dulu SPJ kayak gini memang boleh tapi sekarang kan udah ada aturan yang
baru, biarpun SPJ ini akan dikoreksi oleh Bagian Keuangan apa salahnya kalo yang salah ini kita
benerin dulu, yang namanya curang buat pribadi ataupun buat rame-rame tetap aja tindakan
korup, soal banyak pejabat yang korup itu kan bukan urusan kita yang penting kita gak
melakukan kayak gitu.

Hanya dengan membangun budaya integritas di semua level dan dilakukan secara terus menerus
disertai semangat yang tinggi korupsi di negeri ini akan berhenti.

Mari kita tanyakan pada diri kita masing-masing: Sudah saya berintegritas…..?. Semoga……….
Sumber: https://www.balitbangham.go.id/detailpost/dimana-integritasmu

Anda mungkin juga menyukai