Anda di halaman 1dari 17

DISMISSAL PROSES (Pemeriksaan Pendahuluan) PTUN

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas dari mata kuliah Hukum Acara Peradilan Tata
Usaha Negara

Dosen Pengampu: Ahmad Faris Wijdan, S.H., M.H

Disusun Oleh :

Albadrudin Tamam (205102020001)

Devka Laila Rohmah D B (205102020013)

Novita Devi Safitri (205102020039)

PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARIAH

FAKULTAS SYARIAH

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI KH. ACHMAD SHIDDIQ JEMBER

2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayah-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan Makalah mata kuliah Hukum Acara Peradilan
Tata Usaha Negara yang berjudul “Proses Pemeriksaan Pendahuluan PTUN”.
Sholawat serta salam tetap tercurahkan kepada junjungan kita, yaitu Nabi besar
Muhammad SAW. Kepada keluarganya, serta pengikutnya yang selalu istiqomah
menjalankan amanah-amanah beliau.

Penulisan makalah ini dapat digunakan sebagai penambah pengetahuan dan


wawasan bagi pembaca. Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada semua pihak
yang telah membantu dalam terselesaikannya makalah ini.

Penulis juga sangat menyadari bahwa masih banyak kekurangan dan kelemahan
dalam penulisan makalah ini. Untuk itu penulis sangat mengharapakan adanya kritik dan
saran yang bersifat membangun guna menyempurnakan makalah selanjutnya.

Jember, 04 April 2022

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.........................................................................................................................II
DAFTAR ISI.......................................................................................................................................III
BAB I....................................................................................................................................................1
PENDAHULUAN................................................................................................................................1
A. Latar Belakang........................................................................................................................1
B. Rumusan Masalah...................................................................................................................1
C. Tujuan......................................................................................................................................2
BAB II..................................................................................................................................................3
PEMBAHASAN...................................................................................................................................3
A. Peran Penggugat dan Tergugat Pada Pemeriksaan di PTUN..............................................3
B. Proses Dismissal.......................................................................................................................6
C. Pemeriksaan Persiapan...........................................................................................................8
BAB III...............................................................................................................................................12
PENUTUPAN....................................................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................................13
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Salah satu kekhususan Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara (HAPTUN) bila
dibandingkan dengan Hukum Acara Pidana dan Perdata adalah adanya tahapan Pemeriksaan
Pendahuluan. Pengaturan mengenai tahapan pemeriksaan pendahulan ini dalam HAPTUN
merupakan salah satu bentuk implementasi asas dominus litis atau asas hakim aktif. Pada
proses pemeriksaan pendahuluan ini ada dua tahapan yang harus dilalui oleh para pihak, dua
tahapan itu terdiri dari tahap Rapat Permusyawaratan (dismissal process), diatur dalam Pasal
62 UndangUndang Nomor 9 Tahun 2004 tentang Peradilan Tata Usaha Negara (UU PTUN).
Dan tahap Pemeriksaan Persiapan, yang diatur dalam Pasal 63 UU PTUN.

Proses dissmisal pada dasarnya adalah suatu prosedur penelitian yuridis yang dilakukan
oleh ketua pengadilan terhadap gugatan yang didaftarkan untuk dipertimbangkan apakah
dapat diterima dan diproses lebih lanjut atau sebaliknya dinyatakan tidak dapat diterima oleh
karena tidak terpenuhinya beberapa prasyarat yang ditentukan Apabila suatu gugatan
dianggap layak, maka gugatan tersebut dinyatakan lolos dismissal. Sebaliknya, jika gugatan
ternyata tidak patut, Ketua Mahkamah Agung dinyatakan tidak berhasil atau ditolak, dengan
pertimbangan gugatan yang diajukan dinyatakan tidak dapat diterima atau tidak berdasar.

Melakukan tahap persiapan ujian tidak semudah yang kita inginkan. Hal ini terjadi
karena tergugat dalam Sengketa Tata Usaha Negara (TUN) adalah pegawai TUN. Tentu
kesaksiannya sangat diperlukan, namun menghadirkan petugas TUN dalam ujian tidaklah
mudah. Dalam hal ini, kelancaran pemeriksaan menjadi masalah. Selain itu, yurisdiksi PTUN
saat ini luas, artinya setiap negara bagian hanya memiliki satu PTUN dan lokasinya berada di
ibu kota negara. Situasi ini umumnya dapat mencegah pengujian dilakukan. Tidak dapat
disangkal bahwa setelah melalui prosedur pemeriksaan sebagai persiapan bagi penggugat
atau kuasanya, dapat diputuskan lebih awal apakah proses yang diajukan akan dikuatkan oleh
pengadilan.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana peran dari penggugat dan tergugat pada pemeriksaan dismissal dalam
hukum acara di PTUN ?
2. Bagaimana proses pemeriksaan dismissal di Pengadilan TUN?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui peran dari penggugat dan tergugat pada pemeriksaan dismissal
dalam hukum acara di PTUN
2. Untuk mengetahui proses pemeriksaan dismissal di Pengadilan TUN
BAB II

PEMBAHASAN

A. Peran Penggugat dan Tergugat Pada Pemeriksaan di PTUN


1. Peran Penggugat Pada Pemeriksaan Dismissal
Untuk dapat dikatakan sebagai penggugat maka seseorang harus menjalankan
suatu peran sebagai penggugat, peran yang akan dijalani tersebut merupakan hak dan
kewajiban dari penggugat. Saat orang atau badan hukum perdata melaksanakan hak
dan kewajiban sebagai penggugat, maka dapat dikatakan orang atau badan hukum
perdata tersebut menjalani perannya sebagai penggugat.
Adapun hak dan kewajiban yang harus dilaksanakan oleh penggugat pada
pemeriksaan dismissal yaitu dengan memperhatikan tahaptahap yang ada pada
pemeriksaan dismissal. Dengan demikian maka dapat diartikan bahwa orang atau
badan hukum perdata tersebut menjalankan peran sebagai penggugat pada
pemeriksaan dismissal. Adapun tahap-tahap yang dimaksud harus diperhatikan oleh
penggugat pada pemeriksaan dismissal yaitu sebagaimana yang akan di bahas penulis
pada pembahasan ini. Seperti yang telah dibahas oleh penulis pada bagian latar
belakang yaitu dimana dalam Peradilan TUN dikenal adanya upaya administratif.
Dalam upaya administratif ini mengharuskan penggugat yaitu orang atau badan
hukum perdata yang merasa dirugikan oleh suatu Keputusan/Tindakan dari pejabat
TUN terlebih dahulu mengajukan upaya administratif, sebelum mengajukan gugatan
ke Pengadilan TUN.
Penjelasan pasal 48 Undang-undang Peradilan TUN mengartikan upaya
administratif sebagai prosedur yang ditempuh oleh seseorang atau badan hukum
perdata yang tidak puas terhadap keputusan TUN, dimana penyelesaiannya dilakukan
dilingkungan pemerintahan itu sendiri sebelum diajukan gugatan, yang terdiri atas
keberatan dan banding administratif. Mengenai upaya administratif ini juga tertera
dalam pasal 2 ayat (1) PERMA Nomor 6 Tahun 2018 yang menjelaskan bahwa
“pengadilan berwenang menerima, memeriksa, memutus dan menyelesaikan sengketa
administrasi pemerintahan setelah menempuh upaya administratif”. Dengan
dikeluarkan PERMA tersebut lebih memperjelas bagaimana pentingnya melakukan
upaya administratif sebelum mengajukan perlindungan hukum ke Peradilan TUN.
2. Peran Tergugat Pada Pemeriksaan Dismissal
Setelah membahas mengenai apa saja halhal yang perlu di perhatikan oleh
penggugat, pada pembahasan kali ini penulis akan membahas tentang lawan dari
penggugat yaitu tergugat. Faktanya sama seperti penggugat yang tidak melakukan
banyak hal dalam pemeriksaan dismissal demikian juga dengan tergugat, walaupun
tidak melakukan banyak hal tetapi pihak tergugat harus memperhatikan beberapa hal
tentunya untuk kelancaran dari pemeriksaan dismissal tersebut. Tergugat yang
merupakan subjek dalam sengketa TUN ini ialah badan/pejabat pemerintahan yang
mengeluarkan suatu KTUN (Keputusan Tata Usaha Negara) dimana KTUN yang
dikeluarkan ini di nilai merugikan seseorang atau badan hukum perdata, yang
dimaksud dengan pihak yang dirugikan dalam hal ini ialah penggugat yang
mengajukan gugatanya ke Pengadilan Tata Usaha Negara.
Keputusan Tata Usaha Negara (KTUN) adalah suatu penetapan tertulis yang
dikeluarkan oleh badan atau pejabat tata usaha negara yang berisi tindakan hukum tata
usaha negara yang berdasarkan peraturan perundangundangan yang berlaku, yang
bersifat konkret, individual, dan final, yang menimbulkan akibat hukum bagi
seseorang atau badan hukum perdata.7 Berdasarkan pengertian KTUN diatas dapat
disimpulkan bahwa Keputusan Tata Usaha Negara mengandung unsur-unsur yaitu,
sebagai berikut :
1. Penetapan tertulis
2. Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara
3. Tindakan hukum tata usaha negara
4. Peraturan perundang-undangan yang berlaku
5. Konkret (nyata, benar-benar ada)
6. Individual
7. Final
8. Akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata.

Beberapa unsur tersebut harus terpenuhi untuk dapat disebut sebagai Keputusan Tata
Usaha Negara dan dapat digugat di Peradilan TUN. Dalam melakukan berbagai hal
tentunya seseorang mempunyai alasan mengapa mereka melakukan hal tersebut,
demikian juga dengan Badan/Pejabat TUN yang mengeluarkan Keputusan Tata Usaha
Negara. Sebelum membuat KTUN tentunya mereka mempunyai alasan mengapa
Badan/Pejabat TUN mengeluarkan keputusan tersebut. Dalam penetapan dismissal
hakim ketua juga berwenang untuk memanggil dan mendengarkan para pihak sebelum
menentukan penetapan dismissal apabila dianggap perlu.

Walaupun dalam pengadilan TUN dikenal dengan adanya Dismissal


Procedure yang artinya prosedur penolakan, dimana dalam proses ini gugatan dari
penggugat dapat di dismissal oleh Ketua PTUN, meski demikian tergugat masih belum
bisa merasa lega atau merasa biasa-biasa saja karena di zaman sekarang ini para kuasa
hukum bahkan pun para penggugat mulai makin berkembang dan semakin ingin
mengasah atau mempunyai keinginan lebih untuk menambah pengatahuan mereka
mengenai bagaimana cara untuk beracara yang benar di pengadilan. Sebagaimana yang
kita saksikan sendiri bahwa faktanya pola pikir dari manusia saat ini sudah sangat
berbeda dengan pola pikir manusia pada zaman dulu. Di zaman sekarang perubahan
makin terlihat, setiap orang semakin mempunyai keinginan untuk berkembang
agarsupaya tidak mudah untuk di peralat atau di bodohi oleh oknum-oknum yang tidak
bertanggung jawab.

Bahkan karena adanya perkembangan yang demikian sehingga mereka yang


lebih dulu mewujudkan keinginannya untuk berkembang telah mempengaruhi
masyarakat lain yang masih ragu ataupun takut untuk berkembang menjadi lebih berani
dan lebih percaya diri. Melalui kepercayaan diri dari seseorang inilah yang
mendatangkan rasa ingin mengatahui lebih banyak hal. Sehingga keinginan semacam
itulah yang sudah membawa perubahan pada zaman sekarang ini dan menjadikan
mereka-mereka yang telah menyalahgunakan wewenangnya tidak akan merasakan
ketenangan walaupun terdapat prosedur penolakan dalam Peradilan TUN karena
penggugat maupun kuasa hukumnya telah berani untuk belajar bagaimana caranya
agarsupaya dapat lolos dari prosedur penolakan.

Meskipun demikian kita tidak bisa mengabaikan fakta dimana masih ada saja
perkara-perkara yang di dismissal oleh ketua pengadilan. Sehingga masih memberikan
secercah harapan bagi para pejabat TUN yang mungkin ada yang telah
menyalahgunakan wewenangnya, ataupun bagi badan/ pejabat TUN yang telah
menjalankan tugas dan tanggung jawab sebagaimana mestinya tetapi di salah artikan
oleh pihak penggugat, dapat lolos pada tahap dismissal ini. Dan tidak dinyatakan lagi
sebagai tergugat. Pada proses dismissal ini tergugat kiranya dapat memperhatikan
mengenai tuntutan yang diberikan oleh penggugat, agarsupaya tergugat dapat menilai
apakah posisi tergugat saat itu dapat menguntungkan penggugat dalam artian gugatan
tersebut dapat di dismissal oleh ketua pengadilan. Atau sebaliknya posisi tergugat saat
itu dapat merugikan penggugat dikarenakan gugatan tersebut lolos pada tahap dismissal
dan berlanjut pada persidangan.

B. Proses Dismissal
Proses dismissal merupakan proses penelitian terhadap gugatan yang masuk di
Pengadilan Tata Usaha Negara oleh Ketua Pengadilan. Dalam proses penelitian itu, Ketua
Pengadilan dalam rapat permusyawaratan memutuskan dengan suatu penetapan yang
dilengkapi dengan pertimbangan-pertimbangan bahwa gugatan yang diajukan itu
dinyatakan tidak diterima atau tidak berdasar.
Dismissal proses ( prosedur penolokan) merupakan suatu proses penelitian
terhadap gugatan yang masuk di Pengadilan Tata Usaha Negara tahap ke-II yang
dilakukan oleh Ketua Pengadilan Tata Usaha Negara, prosedur dismissal juga dikenal
sebagai penyaringan dari gugatan yang masuk ke Pengadilan Tata Usaha Negara yang
meneliti dari segi administratif gugatan, sehingga menentukan gugatan diterima atau
ditolak.1 Proses ini dapat diartikan sebagai suatu proses dalam menyelesaikan sengketa
Tata Usaha Negara dalam rangka memeriksa dan menentukan dapat atau tidaknya suatu
gugatan.
Dalam hal ini peranan dan kedudukan proses dismissal ini adalah sangat penting
dan sangat diperlukan guna kelancaran proses peradilan sehingga proses dismissal ini
pihak pengadilan tata usaha negara merasakan dampak positif yang luar biasa dimana
dalam menyelesaikan setiap gugatan tidak membutuhkan waktu yang lama dan tidak
berbelit-belit.
Menurut Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 sebagaimana telah diubah dan
ditambah dalam Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 tentang Peradilan Tata Usaha
Negara (selanjutnya disebut UU PERATUN), dan juga di dalam penjelasannya, istilah
proses dismissal tidak dikenal, akan tetapi substansi dari makna tersebut diatur dalam
Pasal 62 UU PERATUN. Dalam rapat permusyarawatan tersebut, Ketua pengadilan
memutuskan dengan suatu penetapan yang dilengkapi dengan pertimbangan-

1
Jurnal Ilmu Hukum PRAEVIA Vol. 5 No. 2 Juli-Desember 2011 hal 162
pertimbangan bahwa gugatan yang diajukan dinyatakan tidak di terima atau tidak
berdasar sesuai yang ditentukan dalam Pasal 62 ayat (1) huruf a sampai dengan huruf e
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986, yaitu :
a. Pokok gugatan tersebut nyata-nyata tidak termasuk dalam wewenang Pengadilan.
Yang dimaksud dengan “pokok gugatan”, menurut penjelasannya adalah fakta
yang dijadikan dasar gugatan. Atas dasar fakta tersebut Penggugat mendalilkan
adanya suatu hubungan hukum tertentu, dan oleh karenanya mangajukan tuntutan.
b. Syarat-syarat gugatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 tidak dipenuhi oleh
Penggugat sekalipun ia telah diberitahu dan diperingatkan.
c. Gugatan tersebut tidak didasarkan pada alasan-alasan yang layak.
d. Apa yang dituntut dalam gugatan sebenarnya sudah terpenuhi oleh Keputusan
TUN yang digugat.
e. Gugatan diajukan sebelum waktunya, atau telah lewat waktunya.2

Penjelasan Pasal 62 Ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986


menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan pokok gugatan adalah fakta yang dijadikan dasar
gugatan, atas dasar fakta tersebut, penggugat mendalilkan adanya suatu hubungan hukum
tertentu dan oleh karenanya mengajukan tuntutan.3

Dalam pasal 62 UU PERATUN tidak mengatur secara terperinci bagaimana


mekanisme pemeriksaan terhadap gugatan yang masuk dalam proses ini. Untuk mengisi
kekosongan hukum acaranya, Mahkamah Agung dalam SEMA No.2 Tahun 1991 Tentang
Petunjuk Pelaksanaan Beberapa Ketentuan Di Dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986
Tentang Peradilan Tata Usaha Negara, Romawi II, antara lain mengatur sebagai berikut :

a. Prosedur dismissal dilaksanakan oleh Ketua dan dapat juga menunjuk seorang Hakim
sebagai reporteur (raportir).
b. Pemeriksaan dilaksanakan dalam rapat permusyawaratan (di dalam kamar Ketua) atau
dilaksanakan secara singkat.
c. Ketua Pengadilan berwenang memanggil dan mendengarkan keterangan para pihak
sebelum menentukan Penetapan Dismissal apabila dianggap perlu.
d. Penetapan Dismissal berisi gugatan dinyatakan tidak diterima atau tidak berdasar, dan
Penetapan tersebut ditandatangani oleh Ketua dan Panitera Kepala/Wakil Panitera. Wakil

2
Undang-undang Negara Republik Indonesia Nomoor 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara
3
R. Wiyono, Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara, Sinar Grafika, Jakarta: 2013, hlm.148
Ketua Pengadilan dapat pula menandatangani Penetapan Dismissal dalam hal Ketua
Pengadilan berhalangan.
e. Penetapan Dismissal diucapkan dalam rapat permusyawaratan sebelum hari persidangan
ditentukan, dengan memanggil kedua belah pihak untuk mendengarkan.
f. Dalam hal ada petitum gugatan yang nyata-nyata tidak dapat dikabulkan, maka
dimungkinkan ditetapkan dismissal terhadap bagian petitum gugatan tersebut (dismissal
parsial).
g. Dalam hal ditetapkan dismissal parsial, ketentuan perlawanan terhadap Penetapan
Dismissal berlaku juga dalam hal ini.
h. Di dalam “mendismissal gugatan” hendaknya Ketua Pengadilan tidak terlalu mudah
menggunakan Pasal 62 tersebut, kecuali mengenai Pasal 62 ayat (1) butir a dan e.

C. Pemeriksaan Persiapan
Acara Pemeriksaan Persiapan adalah pemeriksaan pendahuluan terhadap surat
gugatan yang dilakukan dalam sidang yang tertutup untuk umum sebelum memasuki
pemeriksaan terhadap pokok perkara pada sidang acara biasa yang terbuka untuk umun.
Pemeriksaan persiapan adalah lanjutan dari dismissal proses jika gugatan lolos dismissal
maka tahap selanjutnya adalah acara Pemeriksaan Persiapan, begitu juga jika perlawanan
yang diajukan Penggugat dikabulkan oleh Majelis Hakim maka acara selanjutnya akan
dilanjutkan dengan Pemeriksaan Persiapan. Dapat disimpulkan bahwa arti pentingnya
pemeriksaan persiapan itu perelu dilakukan oleh Peradilan Tata Usaha Negara dalam
pemeriksaan gugatan yang diajukan oleh Penggugat supaya nantinya pada saat putusan
oleh Hakim Majelis apa yang dijadikan obyek sengketa dapat diputus sampai pokok
perkara.
Pemeriksaan persiapan merupakan suatu kekhususan Peradilan Tata Usaha Negara dalam
proses pemeriksaan terhadap sengketa Tata Usaha Negara,yaitu adanya tahap
Pemeriksaan Persiapan.
Pemeriksaan Persiapan diadakan, mengingat Penggugat pada Pengadilan Tata
Usaha Negara, pada umumnya adalah warga masyarakat yang mempunyai kedudukan
yang lemah, bila dibandingkan dengan Tergugat sebagai Pejabat Tata Usaha Negara.
Dalan posisi yang lemah tersebut sangatlah sulit bagi Penggugat untuk mrndapatkan
informasi dan data yang diperlukan, dari Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang
digugat. Oleh karena itu, maka dalam acara Pemeriksaan Persiapan Majelis Hakim
diharapkan akan berperan aktif (dominus litis) dalam memeriksa sengketa, antara lain
dengan meminta Bdan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang bersangkutan untuk
memberikan informasi data yang diperlukan oleh Pengadilan Tata Usaha Negara. UU
peratun tidak menyebutkan adanya satu sanksi yang dadijatuhkan kepada Badan atau
Pejabat Tata Usaha Negara yang bersangkutan, apabila tidak memberikan data dan
informasi yang dimintakan tersebut. Akan tetapi hal ini oleh Pengadilan dapat dijadikan
sebagai bukti yang merugikan Pejabat Tata Usaha Negara itu sendiri. Karena
ketidakbersediaan memberikan penjelasan dan informasi tersebut, dapat dijadikan sebagai
suatu petunjuk keridakbenaran pejabat yang bersangkutan.
Acara Pemeriksaan Persiapan menurut Pasal 63 UU Peratun adalah suatu acara
khusus, dimana Majelis Hakim diberi wewenang untuk memanggil kedua belah pihak
yang berperkara untuk hadir pada acara pemeriksaan persiapan agar bagi pihak Penggugat
dapat diberj petunjuk menyempurnakan surat gugatan yang belum sempurna, serta
memberikan data sehubungan dengan hal-hal yang diuraikan didalam surat gugatan
Penggugat, sebelum memberikan jawabanatas surat gugatan Penggugat didalam sidang
acra biasa terhadap perkara yang bersangkutanyaitu dimuka sidang yang terbuka untuk
umum. Hal ini dimaksud untuk memberikan kejelasan kepada Majelis Hakim terhadap
perkara yang menjadi sengketa antara para pihak sehingga saat memasuki acara biasa
terhadap pokok perkara dipersidangan yang terbuka untuk umum Majelis Hakim telah
mempunyai suatu gambaran yang jelas tentang pokok-pokok penting dari gugatan
Penggugat yang harus dibuktikan, serta hal lain sebagaimana dan juga kepada Tergugat
sebagai Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara, dapat dimintai dasar-dasar hukum yang
menjadi pertimbangannya dalam mengeluarkan Surat Keputusan Tata Usaha Negara yang
menjadi objek sengketa. Adapun tujuan pemeriksaan persiapan adalah untuk
mematangkan gugatan. Oleh karena itu, dirasakan sangat perlu dan penting diadakannya
pemeriksaan persiapan, terhadap setiap sengketa Tara Usaha Negara pada Pengadilan Tata
Usaha Negara pada Pengadilan Tatat Usaha Negara dengan memanggil Penggugat untuk
menyempurnakan surat gugatannya yang belum sempurna atau belum jelas dan pada
Tergugat dapat dimintai keterangan atau berkenaan tentang surat keputusan yang digugat
a. Pemeriksaan Persiapan tersebut dilakukan di ruang musyawarah sidang tertutup
untuk umum. Majelis Hakim dengan tanpa memakai toga dan paniteranya pun tidak
memakai jas sidang
b. Pemeriksaan Pesiapan dapat pula dilakukan oleh Hakim Anggota yang ditunjuk oleh
Hakim Ketua Majelis tersebut
c. Maksud dari Pasal 63 ayat (2) huruf b UU Peratun, tidak terbatas hanya kepada Badan
atau Pejabat Tata Usaha Negara yang digugat saja akan tetapi dapat pula terhadap
siapa saja yang bersangkutan dengan data-data yang diperlukan untuk mematangkan
perkara itu.

Kegunaan adanya acara Pemeriksaan Pesiapan menurut ketentuan Pasal 63 UU


peratun tersebut, adalah agar pemeriksaan mengenai pokok perkara atau pokok dari sudut
gugatan Penggugat, pada acara biasa dimuka persidangan yang terbuka untuk umum dapat
berjalan dengan lancar sebab pada akhir acara Pemerikaaan Persiapan tersebut, diharapkan
Majelis Hakim telah memperoleh gambaran yang jelas, mengenai aspek-aspek yang
bersangkutan dengan obyek sensketa atau problem hukum yang terdapat dalam sengketa
yang bersangkutan. Dengan demikian maka, apabila pada saat mulai dilakukannya acara
biasa di muka sidang yang terbuka untuk umum, mengenai pokok perkara, sudah dapat
ditentukan arah pemeriksaan yang akan dilaksanakan.

Pemberian kesempatan kepada Penggugat untuk melengkapi data-data gugatannya itu


harus dilakukan dalam waktu 30 hari. Jika kesempatan tersebut disia-siakannya maka akan
berakibat gugatannya dinyatakan tidak di terima oleh Majelis Hakim (Pasal 63 ayat 3 dan 4).
Maka dari itu pemeriksaan persiapan dilaksanakan oleh Majelis Hakim sebelum di
periksanya pokok perkara dan dilakukan tidak dimuka sidang yang terbuka untuk umum.

Sebagaimana contoh kasus perkara No 4/ G/2017/PTUN.DPS. Seperti yang diketahui


sesuai Pasal 63 ayat 2 huruf a UU PTUN , dalam hal ini kewenangan untuk mentukan 30 hari
itu ditentukan berdasarkan kebijaksanaan hakim yang artinya tidak boleh hanya memberikan
satu kali kesempatan kepada penggugat untuk memperbaiki gugatannya Sedangkan dalam
kasus ini Majelis Hakim telah memberikan nasihat dan memberikan kesempatan sebanyak 5
(lima) kali kepada Penggugat untuk memperbaiki gugatannya, terhitung tanggal 9 Februari
2017, 16 Februari 2017, 21 Februari 2017, 1 Maret 2017, dan 8 Maret 2017 namun
kenyataannya kesempatan tersebut tidak digunakan sebaik-baiknya oleh Penggugat untuk
memperbaiki gugatannya sebagaimana saran Majelis Hakim. Berdasarkan kasus tersebut
maka sesuai aturannya yang terdapat dalam Pasal 63 Undang -Undang No 5 Tahun 1986
bahwa tenggang waktu penggugat untuk memperbaiki gugatan dan melengkapinya, dengan
data-data yang diperlukan adalah dalam jangka waktu tiga puluh (30) hari.

Sedangkan dalam kasus ini menurut analisis penulis berdasarkan wawancara dengan
Hakim Pengadilan Tata Usaha Negara Denpasar yang bersangkutan syarat formal tersebut
tidak dipenuhi oleh penggugat , antara lain: Penulisan obyek sengketa tidak sesuai dengan
obyek sengketa yang sebenarnya yaitu obyek sengketa tertulis keputusan tergugat no
0226/pbt/Bpn.61/2016 sedangkan faktanya penggugat menulis nya dengan 0226/pbt/bpn
yang faktanya dua surat keputusan tersebut berlainan. Bahwa redaksional penulisan obyek
sengketa seharusnya sesuai dengan surat keputusan obyek sengketa tersebut apa adanya atau
sesuai aslinya walaupun penulisan dalam obyek sengketa tersebut ada kekeliruan atau
penggunaan bahasa yang tidak baku karena apabila penulisan obyek sengketa tidak sesuai
maka konsekuensi nya apabila nantinya gugatan dikabulkan dan telah berkekuatan hukum
tetap maka akan mempersulit pelaksanaan eksekusi tetapi dalam kasus ini redaksional obyek
sengketa tidak sesuai dengan fakta sebenarnya

Dalam petitumnya, penggugat mencantumkan permohonan diluar dari kewenangan


majelis hakim PTUN dalam hal pengembalian status tanah milik penggugat dan pencoretan
dari buku register tanah (buku tanah) sedangkan hal tersebut merupakan kewenangan dari
lembaga eksekutif atau lembaga pembuat kebijakan (Decision Maker) dalam hal ini adalah
kewenangan tergugat. Namun saran Majelis Hakim tersebut tidak diindahkan oleh Penggugat
maka akibat hukumnya terhadap gugatan tersebut dinyatakan tidak diterima.Dalam hal ini
merupakan langkah Majelis Hakim dalam peranannya sebagai Hakim aktif (dominus litis),
karena Majelis Hakim wajib memberikan saran perbaikan untuk menyempurnakan gugatan
Penggugat. Apabila hakim membiarkan bahwa gugatan tersebut tidak memenuhi formalitas
gugatan di Pengadilan Tata Usaha Negara (tidak disempurnakan), maka bisa dikatakan bahwa
Majelis Hakim tidak mematuhi ketentuan hukum acara atau tidak professional dan bisa
dikenakan sanksi apabila terbukti ada pelanggaran hukum acara dalam melakukan
pemeriksaan perkara tersebut. Oleh karenanya itu betapa pentingnya ketentuan yang
mengatur syarat dan formalitas gugatan yang harus dipatuhi oleh Penggugat pada saat
Pemeriksaan Persiapan tersebut, karena konsekuensi hukumnya jika Penggugat tidak
mematuhi saran daripada Majelis Hakim akibat hukumnya gugatan Penggugat tersebut tidak
diterima.
BAB III

PENUTUPAN
A. Kesimpulan
Peran penggugat pada pemeriksaan dismissal bahwa untuk dapat dikatakan sebagai
penggugat maka seseorang harus menjalankan suatu peran sebagai penggugat, peran yang
akan dijalani tersebut merupakan hak dan kewajiban dari penggugat. Saat orang atau
badan hukum perdata melaksanakan hak dan kewajiban sebagai penggugat, maka dapat
dikatakan orang atau badan hukum perdata tersebut menjalani perannya sebagai
penggugat.
Adapun hak dan kewajiban yang harus dilaksanakan oleh penggugat pada
pemeriksaan dismissal yaitu dengan memperhatikan tahaptahap yang ada pada
pemeriksaan dismissal. Dengan demikian maka dapat diartikan bahwa orang atau badan
hukum perdata tersebut menjalankan peran sebagai penggugat pada pemeriksaan
dismissal.
Proses dismissal merupakan proses penelitian terhadap gugatan yang masuk di
Pengadilan Tata Usaha Negara oleh Ketua Pengadilan. Dalam proses penelitian itu, Ketua
Pengadilan dalam rapat permusyawaratan memutuskan dengan suatu penetapan yang
dilengkapi dengan pertimbangan-pertimbangan bahwa gugatan yang diajukan itu
dinyatakan tidak diterima atau tidak berdasar.
Dismissal proses ( prosedur penolokan) merupakan suatu proses penelitian terhadap
gugatan yang masuk di Pengadilan Tata Usaha Negara tahap ke-II yang dilakukan oleh
Ketua Pengadilan Tata Usaha Negara, prosedur dismissal juga dikenal sebagai
penyaringan dari gugatan yang masuk ke Pengadilan Tata Usaha Negara yang meneliti
dari segi administratif gugatan, sehingga menentukan gugatan diterima atau ditolak.
Proses ini dapat diartikan sebagai suatu proses dalam menyelesaikan sengketa Tata
Usaha Negara dalam rangka memeriksa dan menentukan dapat atau tidaknya suatu
gugatan.
Maka dari itu dalam hal ini peranan dan kedudukan proses dismissal ini adalah sangat
penting dan sangat diperlukan guna kelancaran proses peradilan sehingga proses
dismissal ini pihak pengadilan tata usaha negara merasakan dampak positif yang luar
biasa dimana dalam menyelesaikan setiap gugatan tidak membutuhkan waktu yang lama
dan tidak berbelit-belit.
B.
DAFTAR PUSTAKA

Jurnal Ilmu Hukum PRAEVIA Vol. 5 No. 2 Juli-Desember 2011 hal 162
Undang-undang Negara Republik Indonesia Nomoor 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata
Usaha Negara
R. Wiyono, Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara, Sinar Grafika, Jakarta: 2013,
hlm.148

Anda mungkin juga menyukai