Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PRAKTIKUM

TETAPAN FISIS SIMPLISIA

KHAERUNNISA
N011 22 1104
KELOMPOK III
GOLONGAN JUMAT SIANG

LABORATORIUM FARMAKOGNOSI-FITOKIMIA
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2023
BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Berbagai tanaman obat dan ribuan tanaman berpotensi obat di

Indonesia mengandung beraneka ragam jenis senyawa kimia alami

menunjukkan bahwa tanaman tersebut memiliki berbagai efek farmakologis

dan bioaktivitas yang berbeda. Namun mayoritas penggunaan obat

berbasis herbal di Indonesia masih bersifat tidak terukur baik kepastian

tanaman, takaran, cara penyiapan sehingga tidak menjamin konsistensi

khasiat obat tradisional (Mukhriani, 2014).

Oleh karena itu perlu dilakukan upaya penetapan standar mutu dan

keamanan ekstrak tanaman obat sehingga menghasilkan produk yang

bermutu dan aman untuk digunakan. Pentingnya standarisasi tanaman obat

dalam menjamin aspek keamanan dan keseragaman khasiat, sehingga

dilakukan berbagai penelitian ilmiah dibidang farmasi khususnya ilmu

Farmakognosi untuk penentuan kadar, sifat karakteristik simplisia, dan

mengidentifikasi suatu senyawa kimia (Mukhriani, 2014).

Suatu simplisia tidak dapat dikatakan bermutu jika tidak memenuhi

persyaratan mutu yang tertera dalam monografi simplisia. Persyaratan

mutu yang tertera dalam monografi simplisia antara lain susut pengeringan,

kadar abu total, kadar abu tidak larut asam, kadar sari larut etanol, kadar

sari larut air dan kandungan kimia simplisia meliputi kadar minyak atsiri.
Persyaratan mutu ini berlaku bagi simplisia yang digunakan dengan tujuan

pengobatan dan pemeliharaan kesehatan (Azizah dan Nina, 2013).

Mengingat obat herbal dan berbagai tanaman memiliki peran penting

dalam bidang kesehatan bahkan bisa menjadi produk andalan Indonesia

maka perlu dilakukan upaya penetapan standar mutu dan keamanan

ekstrak tanaman obat yang meliputi penetapan kadar abu, maupun

penetapan kadar sari larut air dan etanol

I.2 Tujuan

Tujuan praktikum yaitu untuk mengetahui prinsip dasar dan cara

menentukan tetapan fisis suatu simplisia berupa penetapan kadar sari larut

dan kadar abu dan untuk mengetahui bagaimana cara menentukan

persentase kadar sari larut dan kadar abu simplisia.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Uraian Tanaman

II.1.1 Klasifikasi tanaman

Kingdom : Plantae

Super Divisi : Spermatophyta

Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Magnolipsida
Gambar 1. Tanaman lada
Ordo : Piperales (Piper nigrum L. )
(Nurhayati dan Yusoff,
2022)
Famili : Piperaceae

Genus : Piper

Spesies : Piper nigrum L. (Nurhayati dan Yusoff, 2022 )

II.1.2 Morfologi tanaman

Tanaman lada merupakan tanaman dengan batang berkayu,

beruas-ruas dan tumbuh merambat dengan akar pelekat atau menjalar di

atas permukaan tanah. Tanaman lada memiliki akar tunggang, akar yang

terdapat di atas tanah disebut akar utama. Panjang akar lada bisa mencapai

2-4 m. Tetapi pada umumnya sistem perakaran lada cukup dangkal, hanya

mencapai kedalaman antara 30-60 cm. Batang lada berbentuk silinder,

beruas-ruas serta mempunyai akar lekat. Warna batang bervariasi antara

hijau muda, hijau tua, atau hijau keabu-abuan. Batang yang sudah tua

berwarna kehitaman dengan diameter 4-6 cm. Batang berbentuk agak


pipih, dan setelah berdiameter 4-6 cm, berbenjol-benjol, berwarna abu-abu

tua, beruas-ruas dan lekas berkayu serta berakar lekat (Mustikarini, 2019).

Daun tanaman lada pada pucuknya berbentuk sederhana, tunggal,

bulat telur yang meruncing pada pucuknya, bertangkai panjang, tidak

berpasangan serta bertangkai. Bentuk bulat telur, tetapi pada pucuknya

meruncing. Daun belahan atas berwarna hijau tua mengkilat, sedangkan

pada berlahan bawah berwarna hijau pucat dan tak mengkilat. Panjang

tangkai 2-4 cm, panjang daun 12-18 cm, dan lebarnya 5-10 cm serta berurat

daun 5-9. Bunga lada merupakan bunga majemuk berbentuk malai.

Mahkota bunga berwarna kuning kehijau-hijauan dan tumbuh pada dasar

bunga. Bunga lada masuk kategori hermafrodit. Tiap tanaman terdapat satu

bunga jantan dan satu bunga betina, kedua bagian tersebut saling

berdekatan dalm satu malai bunga. Susunan bunga terdiri atas tajuk,

mahkota, benang sari dan putik dalam satu kesatuan (Mustikarini, 2019).

Buah lada berbentuk bulat dengan biji keras dan berkulit lunak,

berwarna hijau tua pada waktu muda dan beransur-ansur kekuningan lalu

berwarna kemerahan bila buah tersebut telah masak. Diameter biji 3-4 mm

dan dilindungi oleh daging buah yang tebalnya 2 cm. Tipe buah lada yaitu

buah normal, berwarna hijau tua dan akan berubah menjadi merah

kehitaman. Buah yang masih muda kulitnya keras, sedangkan pada buah

masak kulitnya lunak berair, berwarna merah jingga dan mudah terkelupas

(Mustikarini, 2019).
II.1.3 Kandungan tanaman

Bahan kimia yang terkandung dalam lada di antaranya kamfena,

boron, calamene, calamenene, carvacrol chavicine, bisabolene, camphene,

B-caryophyllene, terpenes, sesquiterpenes, alkaloid (piperine; piperiline;

piperoleine a,b dan c; piperanine; serta piperonal), protein dan sejumlah

kecil mineral, saponin, flavonoid, minyak asiri, kavisin, resin, zat putih telur,

amilum, dihidrokarveol, kanyo-filene oksida, kriptone, tran pinocarrol, serta

minyak lada (Hariana,2008)

II.1.4 Manfaat tanaman

Tanaman lada memiliki banyak manfaat dan kegunaan terutama

pada buah dan minyak lada, beberapa penyakit yang dapat disembuhkan,

yaitu demam, masuk angin dan rematik dengan mengolah buah lada

menjadi air rebusan. Buah lada juga yang diolah dan diseduh menggunakan

air hangat dapat menyembuhkan impotensi, mengatasi hernia, frigiditas,

panas dalam, perut kembung, mengatasi dan mencegah sakit lambung,

sakit kepala, sakit perut, panas dalam serta mengatasi asam urat. Untuk

daun lada yang telah dikeringkan dapat dimanfaatkan untuk mengusir

serangga (Hariana, 2008)

II.2 Standarisasi

II.2.1 Parameter spesifik

Aspek parameter spesifik terdiri atas organoleptik berupa warna,

bau, rasa, dan bentuk, identitas simplisia, senyawa terlarut dalam pelarut

tertentu, dan uji kandungan kimia simplisia. Aspek ini digunakan dalam
pemberian efek farmakologis pada obat guna mengetahui adanya senyawa

aktif yang bertanggungjawab di dalamnya serta memiliki tujuan dalam

pengidentifikasian secara kualitatif dan kuantitatif pada senyawa aktif di

dalam bahan alam (Saifuddin dkk., 2011)

II.2.2 Parameter non spesifik

Aspek parameter non-spesifik terdiri atas susut pengeringan, kadar

air, bobot jenis, sisa pelarut organik, cemaran logam berat, dan cemaran

mikroba. Aspek ini digunakan untuk mengetahui aspek secara kimiawi, fisik,

dan mikrobiologi. Peranannya secara langsung pada keamanan konsumen

(Saifuddin dkk., 2011).


BAB III

METODE KERJA

III.1 Alat dan Bahan

III.1.1 Alat

Alat yang digunakan dalam praktikum ini antara lain, ayakan 4/18,

cawan porselen, desikalator, kurs silikat, labu bersumbat, oven, tan

penjepit, tanur, dan timbangan analitik.

III.1.2 Bahan

Bahan yang digunakan dalam praktikum ini antara lain, air jenuh

kloroform, air panas, etanol, HCl encer, kertas saring, dan simplisia berupa

lada (Piper nigrum L.)

III.2 Prosedur Kerja

III.2.1 Penetapan kadar abu

Pada penetapan kadar abu total ditimbang sampel simplisia

sebanyak 2-3 gram kemudian dimasukkan pada krus silikat yang

sebelumnya telah dipijarkan dan ditara lalu dimasukkan ke dalam tanur

pada suhu 500oC. Abu hasil pemijaran didinginkan dalam desikator hingga

suhu ruang kemudian ditimbangan hingga mencapai bobot konstan dan

dihitung kadar abu total pada sampel.

Pada penetapan kadar abu tidak larut asam, abu hasil pemijaran

dimasukkan ke dalam labu bersumbat lalu dicampur dengan 25 mL HCl

encer kemudian dididihkan selama 5 menit. Kemudian dikumpulkan bagian

yang tidak larut asam dan disaring melalui kertas saring bebas abu. Abu
hasil saring dimasukkan ke dalam tanur pada suhu 500 oC. Setelah

dipijarkan maka ditimbang hingga mencapai bobot tetap lalu dihitung kadar

abu tidak larut asam.

III.2.2 Penetapan kadar sari larut air dan etanol

Pada penetapan kadar sari larut air, serbuk simplisia kering diayak

dengan nomor ayakan 4/18 lalu sampel ditimbang sebanyak 5 gram

kemudian dimasukkan ke dalam labu bersumbat lalu ditambahkan dengan

kloroform dan air sebanyak 100 ml. Gojok labu bersumbat selama beberapa

menit. Diambil dan disaring filtrat sebanyak 20 ml kemudian diupkan hingga

kering dalam cawan yang telah ditara lalu dipanaskan sisanya pada suhu

105oC hingga bobot tetap. Kemudian dihitung persen kadar sari larut air.

Pada penetapan kadar sari larut etanol, serbuk simplisia kering

diayak dengan nomor ayakan 4/18 lalu sampel ditimbang sebanyak 5 gram

kemudian dimasukkan ke dalam labu bersumbat lalu ditambahkan dengan

etanol sebanyak 100 ml. Gojok labu bersumbat selama beberapa menit.

Diambil dan disaring filtrat sebanyak 20 ml kemudian diupkan hingga kering

dalam cawan yang telah ditara lalu dipanaskan sisanya pada suhu 105oC

hingga bobot tetap. Kemudian dihitung persen kadar sari larut air.
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV.1 Hasil Praktikum

Tabel 1. Hasil penetapan kadar abu total

Bobot Cawan Bobot C+S Kadar Abu


Jenis Sampel Bobot Sampel
Kosong Konstan Total
5,0081 47,3448 48,5600

Piper nigrum 5,0074 47,3441 48,4777 22,63%

5,0073 47,3442 48,4772

Tabel 2. Hasil penetapan kadar abu tidak larut asam


Kadar Abu
Bobot Cawan Bobot C+S
Jenis Sampel Bobot Sampel Tidak Larut
Kosong Konstan
Asam
5,0081 47,3448 47,5121

Piper nigrum 5,0074 47,3441 47,4562 2,24%

5,0073 47,3442 47,4562

IV.2 Pembahasan

Tanaman lada memiliki banyak manfaat dan kegunaan terutama

pada buah dan minyak lada, beberapa penyakit yang dapat disembuhkan,

yaitu demam, masuk angin dan rematik (Hariana, 2008). Sehingga perlu

dilakukannya standarisasi bahan baku simplisia dari tanaman lada tersebut.

Standarisasi itu sendiri merupakan proses penjaminan produk akhir

(obat) agar mempunyai nilai parameter tertentu yang konstan dan

ditetapkan terlebih dahulu. Untuk menjamin mutu dari simplisia tanaman

obat, perlu dilakukan penetapan standar mutu spesifik dan non spesifik agar

nantinya simplisia terstandar dapat digunakan sebagai obat yang


mengandung kadar senyawa aktif yang konstan dan dapat

dipertanggungjawabkan (Depkes RI, 2000).

Pemeriksaan ini bertujuan untuk menentukan besarnya kandungan

bahan anorganik yang terdapat pada simplisia tersebut, dan dapat

digunakan untuk mengidentifikasi suatu simplisia karena tiap simplisia

mempunyai kandungan atau kadar abu yang berbeda-beda. Atas dasar

tersebut dapat ditentukan besarnya cemaran bahan-bahan anorganik yang

terdapat dalam simplisia yang terjadi pada saat pengolahan ataupun dalam

pengemasan simplisia. Pelarut asam klorida digunakan untuk melarutkan

logam-logam organik, sedangkan yang tidak larut dalam asam biasanya

mengandung silikat yang berasal dari tanah atau pasir (Handayani dkk.,

2018).

Berdasarkan perhitungan yang telah dilakukan pada simplisia

tanaman lada diperoleh kadar abu total sebesar 22,63%. Berdasarkan

parameter standar yang berlaku terkait kadar abu total adalah tidak lebih

dari 16,6% (Depkes RI, 2008). Ini menunjukkan bahwa kadar abu pada

simplisia yang diperoleh tidak memenuhi syarat standar kadar abu total.

Kandungan abu total yang tinggi dalam bahan dan produk pangan

merupakan indikator yang sangat kuat bahwa produk tersebut potensi

bahayanya sangat tinggi untuk dikonsumsi. Tingginya kandungan abu

berarti tinggi pula kandungan unsur-unsur logam dalam bahan atau produk

pangan (Endra, 2009).


Kadar abu tidak larut asam mencerminkan adanya kontaminasi

mineral atau logam yang tidak larut asam dalam suatu produk (Utami dkk.,

2017). Berdasarkan perhitungan pada simplisia diperoleh kadar abu tidak

larut asam sebesar 2,24%. Berdasarkan persyaratan standar umum yang

dijelaskan Farmakope Herbal Indonesia, kadar abu tidak larut asam tidak

boleh lebih dari 0,7%. Dari hasil yang didapatkan tersebut menunjukkan

bahwa simplisia tanaman lada tidak memenuhi persyaratan umum.

Tingginya kadar abu tidak larut dalam asam menunjukkan adanya

kandungan silikat yang berasal dari tanah atau pasir, tanah dan unsur

logam perak, timbal dan merkuri (Guntarti dkk., 2015). Namun, bisa saja

besarnya kadar abu tidak larut asam, mungkin disebabkan oleh adanya

pasir atau pengotor lain yang masih ada, kemungkinan karena proses

pencucian yang tidak bersih (Rahmaniati dkk., 2018).


BAB V

PENUTUP

V.1 Kesimpulan

Berdasarkan praktikum ini, dapat disimpulkan bahwa standarisasi

simplisia ditujukan untuk menjamin standar mutu dan kemanan tanaman

obat. Penetapan standar mutu yang dilakukan pada praktikum yang

dilakukan berupa penetapan kadar abu total, dan kadar abu tidak larut

asam. Adapun hasil yang diperoleh, untuk kadar abu total sebanyak 22,63%

yang tidak sesuai dengan parameter umum sebanyak 16,6 %. Serta untuk

kadar abu tidak larut asam diperoleh sebanyak 2,24 % yang juga tidak

sesuai dengan persyaratan umum sebesar 0,7%.

V.2 Saran

Saran untuk laboratorium yaitu diharapkan untuk ke depannya agar

alat dan bahan untuk proses praktikum dapat memadai sehingga dapat

mengefisienkan waktu dan praktikum bisa berjalan dengan lancar.

Saran untuk asisten laboratorium agar kedepannya asisten dapat

lebih mengarahkan praktikan dengan jelas pada saat pengerjaan agar tidak

terjadi kesalahan dalam melakukan pengerjaan

Saran untuk praktikan, sebelum memasuki laboratorium sebaiknya

terlebih dahulu mempelajari dan memahami materi yang berhubungan

dengan kegiatan laboratorium, serta pada saat berdiskusi bersikap pro-aktif

sehingga suasana diskusi lebih hidup.


DAFTAR PUSTAKA

Mukhriani. 2014. Farmakognosi Analisis. Makassar: Alauddin University


Press.

Azizah, B., dan Nina, S. 2013. Standarisasi Parameter Non Spesifik dan
Perbandingan Kadar Kurkumin Ekstrak Etanol dan Ekstrak
Terpurifikasi Rimpang Kunyit. Jurnal Ilmiah Kefarmasian, 3 (11): 1-22.

Nurhayati, D.R., dan Yusoff, S.F. 2022. Herbal dan Rempah. Surabaya:
Scopindo Media Pustaka.

Mustikarini, 2019. Tanaman Potensial di Bangka Belitung. Ponorogo: Uwais


Insipirasi Indonesia.

Saifuddin, A., Rahayu, V., dan Teruna, H. Y. 2011. Standardisasi Bahan


Obat Alam. Jakarta: Graha Ilmu.

Direktorat JendraI Pengawasan Obat dan Makanan. 2000. Parameter


Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. Jakarta: Departemen
Kesehatan RI.

Handayani, S., Kadir, A., dan Masdiana. 2018. Profil Fitokimia dan
Pemeriksaan Farmakognostik Daun Anting-Anting (Acalypha Indica.
L). Jurnal Fitofarmaka Indonesia, 5(1): 258-265.

Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan. 2008. Farmakope


Herbal Indonesia Edisi I. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.

Utami, Y.P., Umar, A.H., Syahruni, R., dan Kadullah, I. 2017. Standardisasi
Simplisia dan Ekstrak Etanol Daun Leilem (Clerodendrum
minahassae Teisjm. & Binn.). Journal of Pharmaceutical and Medical
Scienses, 2(1): 32-39.

Guntarti, A., Sholehah, K., Irna, N., dan Fistianingrum, W. 2015. Penentuan
Parameter Non Spesifik Ekstrak Etanol Kulit Buah Manggis (Garcinia
mangostana) Pada Variasi Asal Daerah. Yogyakarta: Ahmad Dahlan
Press.

Rahmaniati, M., Ulfah, M., dan Mulangsari, D.A. 2018. Standarisasi


Parameter Non Spesifik Ekstrak Etanol Daun Pegagan (Centella
Asiatica L.) di Dua Tempat Tumbuh. Inovasi Teknik Kimia, 3(1): 67-
71.
LAMPIRAN

Lampiran 1. Perhitungan penetapan kadar abu

Perhitungan penetapan kadar abu total

𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑘𝑜𝑛𝑠𝑡𝑎𝑛 (𝑐𝑎𝑤𝑎𝑛 + 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 ) − (𝑐𝑎𝑤𝑎𝑛 𝑘𝑜𝑠𝑜𝑛𝑔)


%𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 = 𝑥 100%
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙

(48,5600) − (47,3448)
%𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟1 = 𝑥 100% = 24,264%
5,0081

(48,4777) − (47,3441)
%𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟2 = 𝑥 100% = 22,638%
5,0074

(48,4772) − (47,3442)
%𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟3 = 𝑥 100% = 22,626%
5,0073

Maka, nilai rata-rata dari penetapan kadar abu total yaitu:

24,264% + 22,638% + 22,626%


𝑥= = 22,63%
3

Perhitungan penetapan kadar abu tidak larut asam

𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑘𝑜𝑛𝑠𝑡𝑎𝑛 (𝑐𝑎𝑤𝑎𝑛 + 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 ) − (𝑐𝑎𝑤𝑎𝑛 𝑘𝑜𝑠𝑜𝑛𝑔)


%𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 = 𝑥 100%
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙

(47,5121) − (47,3448)
%𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟1 = 𝑥 100% = 3,340%
5,0081

(47,4562) − (47,3441)
%𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟1 = 𝑥 100% = 2,238%
5,0074

(47,4562) − (47,3442)
%𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟1 = 𝑥 100% = 2,236%
5,0073

Maka, nilai rata-rata dari penetapan kadar abu tidak larut asam yaitu:

3,340% + 2,238% + 2,236%


𝑥= = 2,24%
3
Lampiran 2. Skema kerja praktikum

Penetapan kadar abu total

Timbang simplisia 2-3 gram

Masukkan pada krus silikat yang


sebelumnya telah dipijarkan

Masukkan kedalam tanur 500oC

Abu hasil pemijaran didingankan dalam


desikator hingga suhu ruang dan ditimbang
hingga mencapai bobot konstan

Hitung kadar abu sampel

Penetapan kadar abu tidak larut asam

Abu hasil pemijaran dimasukkan ke labu


bersumbat dan tambahkan HCl encer 25 ml

Kumpulkan yang tidak larut asam dan disaring


dengan kertas saring

Masukkan ke tanur pada suhu 500oC dan


ditimbang serta dihitung kadarnya

Hitung kadar abu sampel


Penetapan kadar sari larut etanol dan air
Serbuk simplisia kering diayak dengan
nomor ayakan 4/18 dan di timbang
sebanyak 5 g

Masukkan ke dalam labu bersumbat dan


ditambahkan klorofom+ air (kadar sari larut
air) atau etanol (kadar sari larut etanol)

Gojok laju selama beberapa menit

Diambil dan disaring sebanyak 20 ml

Uapkan hingga kering dalam cawan

Panaskan sisanya pada suhu 105oC hinnga


bobot konstan

Hitung persen kadar sari larut


Lampiran 3. Dokumentasi praktikum

Gambar 2. Penimbangan Gambar 3. Penimbangan


wadah pada timbangan simplisia pada timbangan
analitik analitik

Gambar 4. Penambahan Gambar 5. Penyaringan


etano/kloroform pada sampel menggunakan
sampel kertas saring

Gambar 6. Sampel yang


siap diuapkan

Anda mungkin juga menyukai