Laporan Praktikum Formulasi Dan Teknolog
Laporan Praktikum Formulasi Dan Teknolog
Kelompok C-2
Anggota :
Annisa Diyan M. (K100130059)
SUSPENSI
A. TUJUAN
Memberikan pengalaman kepada mahasiswa dalam memformulasi
sediaan suspensi dan melakukan kontrol kualitas (evaluasi) sediaan
suspensi meliputi: menghitung derajat flokulasi, perbedaan metode
pembuatan suspensi dan pengaruh tipe alat terhadap stabilitas suspensi.
B. DASAR TEORI
Suspensi adalah sediaan cair yang mengandung partikel tidak larut
dalam bentuk halus yang terdispersi ke dalam fase cair.
Suspensi oral adalah sediaan cair yang mengandung partikel padat
dalam bentuk halus yang terdispersi dalam fase cair dengan bahan
pengaroma yang sesuai yang ditujukan untuk penggunaan oral.
(Syamsuni, 2006)
Rute pemberi obat melalui oral merupakan cara pemberian yang
umum dilakukan, dimana selama satu dekade formulasi liquid sangat
disarankan untuk penggunaan pada pasien pediatric dan geriatric karena
flexibilitasnya yang meliputi dosis yang besar, keamanan, dan
kenyamanyan pemberian.
Suspensi memiliki kelebihan dalam hal disintegrasi dan kelarutan
yang lebih baik dibandingkan sediaan tablet. Umumnya suspensi yang
tersedia di pasaran antara lain: antibiotik, antasida dan analgesik. Sebagian
besar obat yang diformulasi dalam bentuk suspensi oral telah
diperkenalkan di pasaran, untuk menanggulangi masalah pengenceran
yang kurang tepat, terkait dengan kekeliruan ketika pelabelan.
(Ahmed,2010)
Ada sifat lain yang lebih spesifik untuk suspensi farmasi:
1. Suatu suspensi farmasi yang dibuat dengan tepat mengendap
secaralambat dan harus rata kembali bila dikocok.
2. Zat yang tersuspensi (disuspensikan) tidak boleh cepat mengendap.
3. Partikel-partikel tersebut walaupun mengendap pada dasar wadahtidak
boleh membentuk suatu gumpalan padattapi harus dengancepat
terdispersi kembali menjadi suatu campuran homogen bilawadahnya
dikocok.
4. Karakteristik suspensi harus sedemikian rupa sehingga ukuranpartikel
dari suspensoid tetap agak konstan untuk yang lama
padapenyimpanan.
5. Suspensi harus bisa dituang dari wadah dengan cepat dan homogen.
(Ansel, 2005)
Sistem pembentukan suspensi
Sistem flokulasi
Dalam sistem flokulasi, partikel flokulasi terikat lemah, cepat
mengendap dan pada penyimpanan tidak terjadi cake dan mudah
tersuspensi kembali.
Sistem deflokulasi
Partikel deflokulasi mengendap perlahan dan akhirnya membentuk
sedimen, akan terjadi agregasi, dan akhirnya terbentuk cake yang keras
dan sukar tersuspensi kembali.
Formulasi suspensi
Untuk membuat suspensi stabil secara fisik ada dua cara, yaitu:
1. Penggunaan “structured vehicle” untuk menjaga partikel deflokulasi
dalam suspensi. Structured vehicle adalah larutan hidrokoloid seperti
tilose, gom, bentonit, dan lain-lain.
2. Penggunaan prinsip-prinsip flokulasi untuk membentuk flok, meskipun
cepat terjadi pengendapan, tetapi dengan pengocokan ringan mudah
disuspensikan kembali.
(Syamsuni, 2006)
Evaluasi stabilitas fisik
1. Organoleptis
Pemeriksaan organoleptik yang dilakukan meliputi bau, warna, dan rasa.
2. Massa jenis
Piknometer kosong yang bersih ditimbang (a). kemudian aquadest dimasukkan
ke dalam piknometer dan ditimbang beratnya (b). Piknometer
dibersihkan dan dikeringkan. Suspensi dimasukkan ke dalam
piknometer, kemudian ditimbang beratnya (c). Massa jenis suspensi
ditentukan menggunakan persamaan.
c−a
ρ= xρ
b−a
3. Distribusi ukuran partikel
4. Viskositas
5. Volume sedimentasi
Volume sedimentasi dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan.
Vu
F=
Vo
6. Redispersi
Uji redispersi dilakukan setelah evaluasi volume sedimentasi selesai
dilakukan. Tabung reaksi berisi suspensi yang telah dievaluasi volume
sedimentasinya diputar 180 derajat dan dibalikan ke posisi semula.
Kemampuan redispersi baik bila suspensi telah terdispersi sempurna
dan diberi nilai 100%. Setiap pengulangan uji redispersi pada sampel
yang sama, maka akan menurunkan nilai redispersi sebesar 5%.
7. Pengukuran pH
(Emilia dkk, 2013)
D. PERHITUNGAN BAHAN
1. Menghitung derajat flokulasi
Formula A B C D E
Sulfadiazina 6g 6g 6g 6g 6g
60 mg 60 mg 60 mg 60 mg 60 mg
3 - 6 mg 12 mg 18 mg 30 mg
Akuadest ad 60 mL 60 mL 60 mL 60 mL 60 mL
Formula A B C D E
Sulfadiazina 6g 6g 6g 6g 6g
60 mg 60 mg 60 mg 60 mg 60 mg
3 - 6 mg 12 mg 18 mg 30 mg
Akuadest ad 60 mL 60 mL 60 mL 60 mL 60 mL
Cara pembuatan:
Dilarutkan SLS ke dalam sebagian aquadest.
↓
Serbuk sulfadiazina didispersikan dalam larutan yang mengandung SLS,
diaduk sampai semua serbuk terbasahi, jika perlu ditambahkan sedikit
akuadest.
↓
Ditambahkan larutan AlCl3 secara seksama pada formula-formula B, C, D, E.
Diaduk sampai homogen dan terjadi suatu dispersi terflokulasi.
↓
Dispersi kemudian dituang ke dalam tabung reaksi berskala (sekitar 10-12
mL), ditambah akuadest sampai 60 mL, digojok homogen.
↓
Ditempatkan tabung dalam rak. Dicatat tinggi pengenapan pada waktu
tertentu: 0, 5, 10,15, 20, 25, 30, 60 menit. Diamati pula supernatannya.
↓
Ditentukan suspensi yang deflokulasi dan suspensi yang terflokulasi serta
dibuat grafik waktu vs harga F untuk kelima formula tersebut.
↓
Dihitung derajat flokulasi suspensi denga rumus.
b. Cara dispersi
Dicampur ketiga sulfa sampai homogen dalam mortir.
↓
Dibuat gel Na-CMC dengan cara menambahkan sedikit air panas diaduk
sampai mengembang semua kemudian ditambahkan sisa air sampai
terbentuk gel Na-CMC yang jernih dan homogen.
↓
Ditambahkan larutan Na-CMC sedikit demi sedikit ke dalam campuran
sulfa sambil diaduk hingga homogen.
↓
Ditambahkan larutan metil paraben, sirup simpleks, larutan asam sitrat dan
larutan NaOH diaduk sampai homogen.
↓
Ditambahkan air hingga volume akhir 300 mL.
↓
Ditempatkan suspensi dalam tabung reaksi yang telah diberi skala untuk
pengamatan.
c. Evaluasi suspensi
1) Organoleptis (warna, bau, rasa)
2) Volume sedimentasi, dihitung endapan atau tinggi
supernatannya.
3) Diameter partikel
Diamati diameter rata-rata partikel dengan sebanyak 500 partikel,
dengan menggunakan metode mikroskopik dengan alat
mikromiretik, dibuat range pengukuran ke dalam beberapa
ukuran, misal 1-10 µm, 10-20 µm, dst.
4) Digambarkan bentuk kristal partikel suspensi, dibandingkan
bentuk dan ukuran dari kedua metode pembuatan tersebut.
5) Pengamatan dilakukan pada hari ke: 0, 1, 2, dan 3 dan
dibandingkan hasil yang diperoleh dari cara presipitasi dan
cara dispersi.
6) Redispersibilitas
Suspensi yang dibuat dengan cara presipitasi dan dispersi dimasukkan
dalam tabung kemudian diletakkan pada alat uji, diputar 360 0
pada 20 rpm sampai semua endapan suspensi terdispersi
kembali. Dicatat waktu yang diperlukan untuk semua endapan
terdispersi kembali. Diulangi sebanyak 3 kali. Dilakukan
percobaan pada hari ke 1 dan 3. Dibandingkan keduanya.
7) Diukur viskositas dengan viskosimeter yang sesuai.
8) Diukur pH dengan pH meter.
0 12 12 12 12 12
25 11 11 9 10,8 11
Ho
F=
Hu
a. Formula A
0 12 12 1
5 12 11,5 1,04
10 12 11,3 1,06
15 12 11,2 1,07
20 12 11,1 1,08
25 12 11 1,09
30 12 11 1,09
60 12 10,7 1,12
b. Formula B
0 12 12 1
5 12 11,6 1,03
10 12 11,3 1,06
15 12 11,2 1,07
20 12 11,2 1,07
25 12 11 1,09
30 12 10,8 1,11
60 12 10 1,20
c. Formula C
0 12 12 1
5 12 11,5 1,04
10 12 10,5 1,14
15 12 10 1,20
20 12 9,5 1,26
25 12 9 1,33
30 12 8,3 1,45
60 12 6,7 1,79
d. Formula D
0 12 12 1
5 12 11,5 1.04
10 12 11,2 1,07
15 12 11,1 1,08
20 12 11 1,09
25 12 10,8 1,11
30 12 10,5 1,14
60 12 10 1,20
e. Formula E
Menit ke- Ho (cm) Hu (cm) F
0 12 12 1
5 12 11,5 1,04
10 12 11,5 1,04
15 12 11,2 1,07
20 12 11 1,09
25 12 11 1,09
30 12 10,9 1,10
60 12 10,5 1,14
F pada t 60 menit
β=
F pada deflokulasi
Formula F60 F0 β
A 1,12 1,12 1
grafik F vs t
2
1.8
1.6
1.4 Formula A
1.2 Formula B
1 Formula C
F
0.8 Formula D
0.6 Formula E
0.4
0.2
0
0 10 20 30 40 50 60 70
t (menit)
0 12 12
1 10,5 12
2 10,5 12
3 8,5 12
b. Diameter partikel
Hasil Kalibrasi skala okuler: Satu (1) skala okuler = 10 skala objektif
(catatan: 1 skala objektif = 0,01 mm), Jadi 1 skala okuler
= 0,1 mm = 100 µm.
0-10
1. 90 109 65 140 225 227
µm
11-20
2. 80 90 65 122 59 113
µm
21-30
3. 70 52 74 93 87 60
µm
31-40
4. 65 70 79 85 86 43
µm
41-50
5. 60 67 63 53 25 37
µm
51-60
6. 55 50 60 7 10 20
µm
61-70
7. 47 30 29 - 5 -
µm
71-80
8. 15 13 37 - 2 -
µm
9. 81-90 10 8 25 - - -
µm
91-100
10. 3 4 10 - - -
µm
>100
11. 5 7 3 - 1 -
µm
Rata-rata
Presipitasi Dispersi
c. Redispersibilitas
1 23 20
1
2 21 18
3 1 19 20
d. pH
hari ke pH suspensi
presipitasi dispersi
0 4 6
1 4 6
3 4 6
0 6 3
3 6,5 3
prediksi stabilitas
H. PEMBAHASAN
Suspensi merupakan sediaan cair yang mengandung bahan obat
padat dalam bentuk halus dan tidak larut yang terdispersi pada fase cair.
Sediaan suspensi dapat diberikan secara oral dan parenteral. Pada
percobaan kali ini dibuat suspensi oral dengan dua metode, yaitu metode
presipitasi dan dispersi. Selain itu, dilakukan juga evaluasi suspensi atau
kontrol kualitas dan menghitung derajat flokulasi. Kontrol kualitas yang
dilakukan meliputi, volume sedimentasi, redispersibilitas, pH, dan prediksi
stabilitas dengan cara sentrifugasi.
Pada pengukuran derajat flokulasi, dibuat 5 formula. Komposisi
formula A ialah sulfadiazina, SLS, dan aquadest, formula A ini termasuk
suspensi deflokulasi. Karena pada formula ini tidak ditambahkan AlCl 3
yang berfungsi sebagai pembentuk flokulasi atau floculating agent.
Suspensi deflokulasi mempunyai sifat mengendap secara perlahan namun
sulit untuk terdispersi kembali, sehingga mudah terjadi cake. Hal tersebut
dapat dilihat pada tinggi endapannya yang menurun dengan perlahan dari
waktu ke waktu. Nilai derajat flokulasi = 1 yang berarti tidak terjadi
flokulasi dalam sitem tersebut.
Pada formula B, C, D, E ditambahkan AlCl 3 dengan jumlah yang
berbeda-beda, sehingga termasuk dalam suspensi flokulasi. Sifat dari
suspensi terflokulasi ini mengendap secara cepat dan mudah terdispersi
kembali, sehingga tidak terjadi cake. Penambahan floculating agent
menyebabkan ikatan antar partikel lemah, hal ini yang membuat suspensi
terflokulasi mudah mengendap. Hal tersebut dapat dilihat pada hasil tinggi
endapan pada formula B, C, D, E yang mengalami penurunan tinggi
endapan dengan cepat dari waktu ke waktu. Pada hasil yang diperoleh,
formula C mengalami penurunan tinggi endapan paling cepat dibanding
suspensi terflokulasi lain.
Pembuatan suspensi ada dua metode, yaitu metode presipitasi dan
metode dispersi. Metode presipitasi dilakukan dengan melarutkan zat aktif
pada pelarut organik, pada percobaan ini digunakan NaOH yang terlebih
dahulu dilarutkan dalam aquadest. Sedangkan metode dispersi, suspensi
dibuat dengan cara menambahkan bahan aktif dalam mucilago yang telah
dibuat terlebih dahulu. Hasil dari uji organoleptis, didapat rasa manis,
berbau tidak menyengat, dan berwarna putih. Hasil dari uji volume
sedimentasi untuk suspensi dengan metode presipitasi pada hari ke 0
sampai ke 3 berturut-turut yaitu, 12; 10,5; 10,5; 8,5 cm, untuk metode
dispersi dari hari ke 0 sampai ke 3 tidak ada endapan atau tinggi endapan
sama seperti tinggi suspensi.
Evaluasi pada suspensi meliputi pengukuran diameter partikel
dengan bantuan mikroskop yang telah terkalibrasi. Hasil pada metode
presipitasi menunjukkan bahwa suspensi tersebut sebagian besar memiliki
ukuran partikel kisaran 0-10 µm, begitu pun pada metode dispersi juga
terletak pada kisaran 0-10 µm. Hal ini mencerminkan bahwa baik metode
presipitasi maupun dispersi, keduanya memiliki ukuran partikel terbanyak
pada kisaran ukuran yang sama.
Umumnya suspensi dikategorikan memiliki ukuran partikel yang
ideal jika berada dalam kisaran 10-50 µm. Apabila ukuran partikel terlalu
kecil (< 3µm) menyebabkan suspensi mengikuti sistem dispersi koloid,
dimana seharusnya adalah dispersi kasar. Hal ini berakibat terjadinya
interaksi antar partikel yang kemudian membentuk agegrat yang kompak
dan akhirnya terbentuk caking.
Uji pH pada suspensi presipitasi maupun dispersi menunjukkan
pH yang konstan dari hari pertama hingga hari kedua yaitu pH 4
(presipitasi) dan pH 6 (dispersi). pH sediaan yang ideal yaitu 6,5 – 7,5
karena rentang pH tersebut cocok dengan pH tubuh.
Pada suspensi dilakukan sentrifugasi terlebih dahulu sebelum
dilakukan uji redispersibilitas. Tinggi endapan setelah dilakukan
sentrifugasi untuk metode presipitasi pada hari ke-0 yaitu 6 cm sedangkan
pada hari ke-3 sebesar 6,5 cm. Untuk metode dispersi pada hari ke-0 dan
hari ke-3 sebesar 3 cm. Hasil uji redispersibilitas untuk metode presipitasi
pada hari pertama yaitu selama 23 dan 21 menit, pada hari ketiga 19 menit.
Untuk metode dispersi pada hari pertama yaitu selama 20 dan 18 menit,
pada hari ketiga 20 menit. Hasil dari uji redispersibilitas menunjukkan
bahwa suspensi yang dibuat dengan metode dispersi lebih cepat terdispersi
kembali dibanding suspensi yang dibuat dengan metode presipitasi.
I. KESIMPULAN
Pengukuran derajat flokulasi didapat hasil pada formula A
termasuk suspensi terdeflokulasi sedangkan formula B, C, D, E termasuk
suspensi terflokulasi. Pembuatan suspensi dengan metode dispersi tidak
mengendap dan lebih cepat terdispersi kembali. Suspensi yang dibuat
dengan metode presipitasi mengalami pengendapan dan lebih lama
terdispersi kembali dibanding metode dispersi. Kedua suspensi ini pH nya
konstan atau tidak mengalami perubahan.
J. DAFTAR PUSTAKA
Ahmed, Aejaz dan Asgar Ali. 2012. Formulation and In vitro Evaluation
of Readyuse Suspension of Ampicilin Trihydrate. International
Journal of Applied Pharmaceutics Vol 2, Issue 3, 2010
Ancha, Kumar dan Jackson. 2010. Formulation and Evaluation of
Pedriatic Azithromycin Suspension. International Journal of
Pharma and Bio Sciences V1(2)2010
Ansel, Howard. 2005. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, Edisi IV. UI
Press. Jakarta
Emilia, W. Taurina, dan A. Fahrurroji. 2013. Formulasi dan Evaluasi
Stabilitas Fisik Suspensi Ibuprofen dengan Menggunakan Natrosol
HBR sebagai Bahan Pensuspensi. Jurnal UNTAN. 1-12
Syamsuni, H. A. 2006. Ilmu Resep. EGC. Jakarta