Anda di halaman 1dari 24

BAB III

PEMBAHASAN
3.1 Flowchart Teknik Pembentukan Material

3.1.1 Flowchart Proses Peleburan Logam

Mulai

Alumunium
Alloy ADC 12

Pembuatan Pola

Pembuatan Sand Casting

Peleburan Logam

Pouring

Pendinginan Logam

Pembongkaran Cetakan

Output
Pengecoran

Selesai

Gambar 3.1 Flowchart Klasifikasi Material

35
36

3.1.2 Penjelasan Flowchart Proses Peleburan Logam


Berikut ini adalah penjelasan dalam proses pengecoran logam diantaranya
adalah:
1. Mulai
Untuk memulai praktikum Teknik Pembentukan Material diharuskan
mempersiapkan peralatan, bahan dan juga kelengkapan yang akan
digunakan dalam praktikum. Seperti pada alat membutuhkan gergaji kayu,
penggaris, jangka sorong, timbangan, cope dan drag, melting furnance,
blower, tangki bahan bakar, ladel, wadah sisa aluminium, sendok flux,
timbangan digital, benang, dan gelas ukur. Sedangkan bahan membutuhkan
kayu, aluminium alloy ADC12, pasir silika, flux, dempul dan hardener,
water glass, grafit dan spirtus, dan aquades. Dan pada kelengkapan yaitu
mengetahui peraturan praktikum sesuai standar keselamatan.
2. Alumunium Alloy ADC12
Material yang digunakan pada proses pengecoran logam yaitu Aluminium
Alloy ADC12 yang merupakan paduan aluminium dan silikon dengan
penambah unsur berupa Fe (Besi), Cu (Tembaga), Zn (Zink), Mg
(Magnesium), Mn (Mangan), Ni (Nikel), Sn (Timah). Digunakan
aluminium jenis ini karena memiliki sifat ringan, kuat, sifat mampu tuang
yang baik, harga ekonomis, dan cocok digunakan untuk pengecoran.
3. Pembuatan Pola
Pada pembuatan pola ini menggunakan bahan baku triplek dengan dimensi
awal sekitar 25 x 10 x 3 cm. Kayu tersebut dipotong menjadi beberapa
bagian sesuai pola yang sudah ditentukan. Setelah itu pola dipasang pada
base pola yang sudah disediakan.
4. Pembuatan Sand Casting
Proses pembuatan sand casting dengan tipe CO2 dengan bahan baku pasir
silika yang dicampur dengan waterglass sebagai bahan pengikatnya.
Kemudian pasir dituangkan ke cope and drag dan dipadatkan serta diberi
garis dengan ukuran 5 x 5 cm untuk lubang sebagai tempat penembakan
37

gas CO2 pada cetakan yang telah dipasang pola dari produk yang akan
dibuat. Setelah mengering lalu pola cetakan dilepas secara perlahan.
5. Peleburan logam
Material logam yang akan dilebur pada proses pengecoran logam ini yaitu
aluminium alloy ADC12. Proses peleburan dilakukan di dalam melting
furnance hingga aluminium mencair dengan suhu lebur alumunium.
Setelah logam berubah wujud menjadi cair, selanjutnya masukkan flux
untuk menjaga logam cair dari kotoran dan juga porositas. Flux yang
digunakan pada proses ini yaitu covering flux dan degassing flux.
6. Pouring
Proses pouring atau penuangan logam cair ini dilakukan dalam 2 tahap,
pertama logam cair dari tungku dituang ke dalam ladel (Tapping) dan yang
kedua logam cair dituangkan dari ladel ke dalam cetakan (Pouring).
7. Pendinginan logam
Proses pendingingan ini dilakukan dengan mendiamkan logam cair
mengeras didalam cetakan.
8. Pembongkaran cetakan
Setelah logam dalam cetakan mengeras, langkah selanjutnya yaitu
melepaskan produk dari cetakan dengan cara menghancurkan cetakan pasir
menggunakan palu secara hati-hati dan perlahan-lahan. Lalu menghasilkan
output pengecoran logam.
9. Output Pengecoran
Setelah dilakukan pengecoran maka hasil outputnya yaitu logam
alumunium alloy ADC12 yang bentuknya mengikuti pola yang sudah
dibuat.
10. Selesai
Setelah selesai melaksanakan praktikum rapihkan kembali alat dan bahan
yang telah digunakan dan ikuti arahan dari asisten laboratorium.
38

3.2 Alat dan Bahan Teknik Pembentukan Material


Dalam praktikum Teknik Pembentukan Material, alat dan bahan sangat
diperlukan sebagai benda kerja yang akan dibuat dengan sempurna. Alat dan bahan
yang digunakan tidak sembarangan melainkan harus mengetahui terlebih dahulu
untuk mengetahui karakteristik yang diinginkan pada praktikum Teknik
Pembentukan Material proses pengecoran logam.

3.2.1 Bahan – Bahan Proses Peleburan Logam


Dalam proses pengecoran adapun bahan-bahan yang di perlukan ,
diantaranya:
1. Triplek
Triplek berbentuk persegi Panjang akan digunakan untuk material
pembuatan pola. Ukuran yang digunakan berdimensi 25 x 10 x 3 cm.

Gambar 3.2 Triplek

2. Dempul dan hardener


Dempul adalah bahan yang digunakan pada proses terakhir dari pembuatan
pola yang berfungsi untuk meratakan pola yang telah dibuat menggunakan
kayu. Dempul tersebut dicampur dengan hardener untuk mempermudah
dempul cepat mengering dan mengeras dengan perbandingan dempul dan
hardener yaitu 50:1.

Gambar 3.3 Dempul dan Hardener


39

3. Waterglass
Bahan ini adalah senyawa alkali kuat berbentuk cairan kental yang tidak
berwarna. Bahan ini digunakan untuk pencampuran dengan pasir silika
pada proses pembuatan cetakan. Waterglass berfungsi sebagai pengikat
pasir silika pada pembuatan cetakan sand casting.

Gambar 3.4 Water Glass


4. Pasir Silika
Silika merupakan nama yang diberikan oleh sebuah kelompok mineral
yang terdiri dari silikon dan oksigen. Kedua komponen ini di antaranya
silika yang dapat ditemukan di dalam lapisan perut bumi. Selain itu oksigen
yang merupakan komponen terpenting ketiga dalam kehidupan yang juga
bisa ditemukan dalam perut bumi. Dua komponen ini umumnya ditemukan
dalam bentuk kristal dan amorf. Silika terdiri dari satu atom silika dan dua
atom oksigen (SiO2). Silikon dioksida atau asam silikat merupakan bahan
utama untuk membentuk cetakan yang akan digunakan untuk cetakan
dalam pembentukan aluminium yang nantinya dicairkan. Titik leleh silika
yaitu 10610oC lebih tinggi dari besi cor, tembaga, dan aluminium. Memiliki
sifat yang sesuai dengan ketentuan pasir yang mampu digunakan dalam
pengecoran. Pasir silika yang digunakan dalam praktikum ini sebayak 15
kg untuk cope dan 30 kg untuk drag.

Gambar 3.5 Pasir Silika


40

5. Alumunium Alloy ADC12


Aluminium ini memiliki beberapa kandungan komposisi material
diantaranya seperti pada tabel 3.1.

Tabel 3.1 Komposisi Kimia Aluminium Alloy ADC12

JIS Standart ADC12

Cu (Tembaga) 1.5-3.5

Si ( Silikon) 9.6-12.0

Mg (Magnesium) < 0.3

Zn ( Zink) < 1.0

Fe (Besi) < 1.3

Mn (Mangan) < 0.5

Ni (Nikel) < 0.5

Sn (Timah) ≤ 0.2

Al (Aluminium) Remain
Penggunaan aluminum alloy biasa digunakan untuk penutup kepala silinder,
sensor, braket, blok silinder, dan lain-lain.

Gambar 3.6 Aluminium Alloy ADC12


6. Grafit dan Spirtus
Grafit adalah salah satu mineral alami yang secara kimia tersusun hanya
dari atom karbon, grafit juga sangat stabil dan tahan terhadap kerusakan
oleh paparan lingkungan. Grafit disusun berlapis-lapis, memiliki titik lebur
sekitar 4026oC, pada saat dipanaskan tidak mencair melainkan menjadi gas
dan disebut sebagai proses sublimasi. Memiliki warna seperti tanah dan
41

sentuhan logam grafit tidak larut dalam air dan pelarut organik lainnya
biasa digunakan dalam kandungan baterai dan pensil. Spirtus atau alkohol
terdenaturasi adalah etanol yang memiliki zat aditif yang beracun, berasa
tidak enak, berbau tajam, atau membuat muntah karena tidak dapat
dikonsumsi. Spirtus digunakan sebagai pelarut dan bahan bakar untuk
pembakaran alkohol.

Gambar 3.7 Grafit dan Spirtus


7. Flux
Flux yang digunakan pada praktikum ini yaitu covering flux yang berfungsi
untuk mencegah gas hidrogen yang masuk ke dalam aluminium cair dan
dituangkan ke dalam tungku sedangkan degassing flux berfungsi untuk
menghilangkan gas yang terjebak dalam aluminium cair yang dapat
menyebabkan porositas, degassing flux juga dituangkan kedalam tungku.

Gambar 3.8 Flux


8. Aquades
Aquades adalah air mineral yang telah diproses dengan cara distilasi
memiliki manfaat yang cukup banyak salah satunya yaitu sebagai bahan
pencuci alat-alat laboratorium. Pada praktikum pengujian ini aquades
bertujuan untuk bahan tambahan dari penimbangan di dalam air, selain
aquades bisa juga menggunakan air biasa.
42

Gambar 3.9 Aquades

3.2.2 Alat-Alat Proses Peleburan Logam


Dalam proses pengecoran adapun alat-alat yang di perlukan , diantaranya:
1. Gegaji kayu
Alat ini digunakan untuk memotong kayu yang akan digunakan untuk
membuat pola cetakan.

Gambar 3.10 Gergaji Kayu

2. Penggaris
Alat ini digunakan sebagai alat untuk mengukur dimensi yang diperlukan
pada saat pemotongan material.

Gambar 3.11 Penggaris


3. Jangka Sorong
Alat ini digunakan sebagai alat untuk mengukur kedalaman lubangan pada
cetakan.
43

Gambar 3.12 Jangka Sorong


4. Timbangan
Digunakan sebagai alat untuk mengukur berat pasir silika, waterglass, serta
flux yang akan digunakan pada proses pengecoran logam.

Gambar 3.13 Timbangan


5. Cope and Drag
Alat ini adalah bagian dari cetakan pasir, yang berfungsi menutup cetakan.
Cope dan drag yang sudah diisikan pasir nantinya akan diisikan aluminium
alloy ADC12 yang sudah dileburkan dengan cara dituangkan ke lubang
saluran tuang cetakan pasir.

Gambar 3.14 Cope dan Drag


6. Melting Furnance
Alat ini merupakan tungku yang digunakan untuk meleburkan aluminum
yang nantinya akan dituangkan ke dalam cetakan.
44

Gambar 3.15 Melting Furnance


7. Tangki Bahan Bakar
Alat ini merupakan tempat bahan bakar yang digunakan untuk menyalakan
api pada tungku yang berisikan solar atau dexlite.

Gambar 3.16 Tangki Bahan Bakar

8. Ladel
Alat ini digunakan untuk menuangkan hasil peleburan ke dalam cetakan
melalui saluran tuang yang sudah di olesi dengan campuran grafit dan
spirtus.

Gambar 3.17 Ladel


9. Wadah Sisa Alumunium
Alat ini digunakan untuk menuangkan sisa hasil peleburan yang
sebelumnya sudah dituangkan ke dalam cetakan, wadah ini juga diolesi
dengan campuran grafit dan spirtus.
45

Gambar 3.18 Wadah sisa alumunium


10. Sendok Flux
Alat ini digunakan untuk menuangkan covering flux dan degassing flux ke
aluminium alloy ADC12 yang sudah dileburkan di dalam tungku.

Gambar 3.19 Sendok Flux


11. Timbangan Digital
Timbangan digital pada proses pengujian hasil pengecoran digunakan
sebagai alat untuk menimbang spesimen yang nantinya akan dilakukan
pengujian. Proses penimbangan ini spesimen yang ditimbang berada di
udara atau di dalam timbangan dan juga spesimen berada di dalam air.

Gambar 3.20 Timbangan Digital


12. Gelas Ukur
Alat ini digunakan sebagai wadah untuk aquades yang digunakan pada
proses penimbangan spesimen dalam air.
46

Gambar 3.21 Gelas Ukur

3.3 Proses Pembentukan Cetakan Pasir dengan CO2


Proses ini dilakukan dengan tahap awal pembuatan pola dan pembuatan
cetakan pola dengan ketentuan yag diberikan.

3.3.1 Perancangan dan Pembuatan Pola

Dalam pembuatan pola cetakan dapat menggunakan berbagai macam


bahan seperti kayu, lilin, logam, dan lain-lain. Pada proses ini akan menggunakan
pola dari bahan kayu dengan ukuran 25 x 10 x 3 cm. Berikut tahap-tahap proses
perancangan dan pembuatan pola.

1. Pemotongan
Kayu yang sebelumnya sudah disiapkan untuk membuat suatu pola
cetakan, selanjutnya dilakukan pemotongan dengan ukuran yang sudah
ditentukan kemudian potong pola sesuai yang diinginkan.

Gambar 3.22 Pemotongan Pola Cetakan

Setelah proses pemotongan pada kayu untuk base pada pola dan bagian-
bagian yang lain sesuai dengan ukuran yang ditentukan. Selanjutnya
memotong kayu berbentuk bulat dengan spesifikasi yang tidak diketahui
namun hasil akhir kayu tersebut berukuran kecil dengan ukuran awal
47

panjang seperti tabung. Proses pemotongan dilakukan dengan cara


menjepit kayu pada ragum dan memotongnya secara manual dengan
menggunakan alat yaitu gergaji kayu.

Gambar 3.23 Pemotongan Pola Cetakan


2. Perakitan
Pada proses ini yang dilakukan yaitu memasang paku-paku ke base pola
cetakan dengan jarak pemasangan yang sulit ditentukan, hingga terpasang
dengan baik dan sempurna.

Gambar 3.24 Perakitan Pola


3. Pendempulan
Proses ini dilakukan untuk meratakan permukaan bola cetakan hal pertama
yang dilakukan yaitu mencampur dempul dan hardener dengan
perbandingan 50:1.

Gambar 3.25 Pencampuran Dempul dan Hardener


48

Selanjutnya campuran dempul dan hardener diaplikasikan ke permukaan


pola hingga rata. Namun sebelum dilakukan pengaplikasian buat
kemiringan ± 2o untuk mempermudah dalam pemisahan pola dan cetakan
nantinya.

Gambar 3.26 Pengaplikasian Dempul


4. Pengamplasan Pola
Setelah dempul mengering dan terjadi solidifikasi pada bahan dempul tadi
lalu dilakukan pengamplasan yang bertujuan untuk meratakan permukaan
yang terlihat tidak merata.

Gambar 3.27 Pengamplasan Pola


5. Ouput Pola
Hasil yang diperoleh dari proses pembuatan pola yaitu pola cetakan yang
terbuat dari kayu yang telah di dempul dan dicat, serta memiliki
bagianbagian yang ditempatkan yaitu terdapat untuk bagian core dan
gatting system.

Gambar 3.28 Output Pola


49

3.3.2 Pembuatan Cetakan


Pembuatan cetakan adalah membuat bentuk produk dengan mengikuti pola
yang sudah dibuat sebelumnya. Berikut tahap-tahap proses pembuatan cetakan:

1. Pencampuran
Sebelum dilakukan pencampuran antara water glass dengan pasir yaitu
melakukan penimbangan water glass sesuai yang dibutuhkan yaitu 8% dari
berat pasir.

Gambar 3.29 Penimbangan Waterglass


Setelah dilakukan penimbangan ukuran yang sudah ditentukan yaitu
mencampurkan water glass dengan perbandingan air 7% dari berat pasir.

Gambar 3.30 Pencampuran Waterglass dengan Air


Kemudian setelah waterglass dan air tercampur dengan rata langkah
selanjutnya yaitu mencampurkan waterglass sebagai bahan pengikat ke
pasir secara perlahan dan diaduk menggunakan tangan hingga pasir
menjadi sedikit basah dan campuran merata dengan baik.

Gambar 3.31 Pecampuran Pasir dengan Waterglass


50

2. Pengisian Pasir
Setelah pencampuran antara water glass dengan pasir tercampur dengan
rata. Langkah selanjutnya yaitu menaruh pasir ke dalam kotak cetakan
untuk dilakukan pengisian yang telah terpasang pola sebelumnya yang
sudah dibuat. Namun sebelum diisi dengan pasir cetakan tersebut
ditaburkan tepung pada permukaan cetakan untuk memudahkan pelepasan
pola.

Gambar 3.32 Proses Penaburan Tepung Pada Cetakan


Setelah tepung dicampur kan dengan rata selanjutnya menaruh pasir yang
sudah diberikan water glass secara merata dengan cara dipadatkan dengan
menggunakan tangan.

Gambar 3.33 Pengisian Pasir


Setelah pasir dituangkan secara merata langkah selanjutnya pemasangan
cawan tuang pada gatting system dan 2 riser pada core.

Gambar 3.34 Pemasangan Cawan Tuang dan 2 Riser


51

3. Pembuatan Garis
Langkah ini diperlukan untuk menentukan jarak dari lubang lubang yang
nantinya diisi oleh CO2 masing-masing jarak garis sebesar 5 cm dengan
arah garis vertikal dan horizontal menggunakan penggaris besi.

Gambar 3.35 Pembuatan Garis


4. Pembuatan Lubang
Proses ini dilakukan untuk menentukan tempat yang nantinya akan
ditembakkan CO2. Lubang-lubang ini ada pada diantara pertemuan garis
yang telah dibuat sebelumnya.

Gambar 3.36 Pembuatan Lubang


5. Penembakan CO2
Proses penembakan CO2 dilakukan dengan menggunakan alat khusus pada
permukaan pasir yang tadi sudah diberi garis dan lubang dengan jarak
ukuran 5 x 5 cm lalu gas CO2 ditembakkan melalui lubang tersebut dengan
pressure 10 bar selama 15 detik disetiap lubangnya.

Gambar 3.37 Penembakan CO2


52

6. Pelepasan Pola
Setelah pasir cetakan ditambahkan CO2 dan pasir sudah sedikit mengering
dan itu berarti boleh dilepas dari polanya. Proses pelepasan yaitu dengan
cara mengangkat dan melepas saluran cawan tuang dan 2 risernya.

Gambar 3.38 Pelepasan Pola Cetakan


7. Output Cetakan
Jika semua proses pembuatan cetakan pasir sudah selesai. Maka hasil
produknya yaitu cetakan pasir dengan bentuk berongga dengan mengikuti
polanya dan cetakan tersebut siap digunakan dalam proses pengecoran.

Gambar 3.39 Output Cetakan


3.4 Proses Peleburan Logam
Peleburan logam merupakan aspek terpenting dalam operasi-operasi
pengecoran karena berpengaruh langsung pada kualitas produk cor. Proses
peleburan logam sendiri adalah proses mencairkan logam pada temperatur tertentu
untuk dibuat benda coran dengan menggunakan tungku. Pada proses peleburan
praktikum ini menggunakan material berupa aluminium alloy ADC12 yang
memiliki proses awal memasukannya ke dalam tungku yang sebelumnya sudah
dipanaskan selama ±30 menit. Proses ini membutuhkan waktu ±2-3 jam. Peleburan
material ini dilakukan sampai dengan mencapai titik lebur aluminium yaitu pada
suhu 660oC. Logam yang akan dilebur adalah logam alumunium. Kelebihan dari
logam ini ialah ringan, kuat, merupakan konduktor panas dan listrik yang baik
setelah emas dan tembaga.
53

Gambar 3.40 Proses Peleburan Logam

3.4.1 Metal Melting dan Stirring


Metal melting merupakan titik cair dari suatu logam yang dilebur. Dalam
peleburan ini kita menggunakan bahan berupa alumunium yang memiliki titik cair
kurang lebih sekitar 660ºC. Sedangkan, stirring merupakan proses dimana logam
cair harus dijaga dari kotoran-kotoran dan juga kandungan gas yang dapat
menyebabkan porositas. Proses ini dilakukan dengan memasukkan flux ke dalam
tungku. Dalam proses ini menggunakan dua macam flux yaitu degassing flux yang
digunakan untuk menghilangkan gas yang terjebak didalam alumunium cair yang
dapat menyebabkan porositas, banyaknya sekitar 1.5% dari berat aluminium cair
dan covering flux yang digunakan untuk menghilangkan zat kontaminasi yang
nantinya akan menimbulkan oksidasi pada aluminium cair ini, banyaknya sekitar
1% dari berat aluminium cair.

Gambar 3.41 Pemberian Flux


3.4.2 Proses Tapping
Proses penuangan logam cair dari tungku ke dalam ladel yang dilakukan
setelah logam alumunium mencair dan telah ditaburi flux pada permukaan
alumunium agar gas hidrogen tidak dapat masuk ke dalam alumunium cair. Dalam
proses penuangan logam cair dari tungku ke dalam ladel harus berhati-hati dengan
menempatkan ladel pada corong tungku supaya logam cair yang dituang tidak
terbuang keluar dari tungku.
54

Gambar 3.42 Proses Tapping

3.4.3 Proses Pouring


Proses penuangan logam cair dari ladel ke dalam cetakan. Dalam proses
penuangan logam cair ke dalam cetakan ini tidak boleh terputus sampai cetakan
pasir tersebut benar-benar penuh oleh logam cair dan jika ada sisa, logam cair
tersebut dituang ke dalam wadah yang telah dipersiapkan dan sudah di couting.
Setelah selesai penuangan, logam cair tersebut kita tunggu sampai membeku
dengan waktu ± 30 menit.

Gambar 3.43 Proses Pouring

3.4.4 Pembongkaran Cetakan Pasir


Setelah logam cair membeku didalam cetekan, selanjutnya adalah
membongkar cetekan pasir dengan menyingkirkan pasir dari drag secara perlahan
menggunakan palu. Setelah terpisah, hasil coran kita angkat lalu cawan turun,
saluran turun, saluran masuk, saluran pengalir, dan penambah dipisahkan dari
coran dan permukaan coran dibersihkan. Dalam proses pembongkaran ini
dilakukan secara mekanis atau dengan tangan.
55

Gambar 3.44 Pembongkaran Cetakan Pasir

Pasir yang telah dipisahkan dikumpulkan dan dicuci untuk memisahkan


pasir dengan waterglass sehingga pasir dapat digunakan kembali untuk membuat
cetakan nantinya.

Gambar 3.45 Output Coran

3.5 Pengujian Densitas dan Porositas


Pengujian ini dilakuka untuk mengetahui sifat fisis yang menggambarkan
kerapatan ikatan material-material penyusun suatu bahan (densitas). Serta
mengetahui salah satu karakteristik fisis yang diperlukan terutama untuk
mengkarakterisasi bahan padatan hasil proses maupun yang akan diproses kembali.
Proses pengujian dilakukan dengan menimbang 3 spesimen di keadaan kering dan
keadaan berada dalam air. Setelah itu mencatat hasil pengujian yang telah
dilakukan.
Rumus densitas pengukuran spesimen sebagai berikut.

𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑘𝑒𝑟𝑖𝑛𝑔 (𝑔)


𝜌𝑚 = 𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑤𝑎𝑥 (𝑔)−𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝑎𝑖𝑟 (𝑔) × 𝜌𝑎𝑖𝑟 ........................(3.1)
........................(3.1)
56

Dimana:
𝜌𝑚 = Densitas pengukuran (gram/cm3 )
𝑊𝑢𝑑𝑎𝑟𝑎 = Berat spesimen di udara (gram)
𝑊𝑎𝑖𝑟 = Berat spesimen di air (gram)
𝜌𝑎𝑖𝑟 = Densitas air (1 gram/cm3 )

Rumus densitas teoritis sebagai berikut.

𝜌𝑡ℎ = (𝜌𝐴𝑙 × 𝑉𝑓𝐴𝑙) + (𝜌𝑆𝑖 × 𝑉𝑓𝑆𝑖) ...........................(3.2)


..........................(3.2)
Dimana:
𝜌𝑡ℎ = Densitas teoritis (gram/cm3 )
𝜌 = Massa jenis (gram/cm3 )
volume per unsur
𝑉𝑓 = volume total material

Rumus porositas spesimen hasil percobaan sebagai berikut.

𝜌
𝑃0 = (1 − 𝜌𝑚) 𝑥 100% ............................... (3.3)
𝑚
.................................(3.3)
Dimana:
P = Porositas (%)
𝜌𝑚 = Densitas pengukuran (gram/cm3 )
𝜌𝑡ℎ = Densitas teoritis (gram/cm3 )

3.5.1 Data Pengujian


1. Perhitungan Densitas Pengukuran
Dik: 𝑊𝑢𝑑𝑎𝑟𝑎 = 3,119 gram
𝑊𝑎𝑖𝑟 = 0,983 gram
Dit: 𝜌𝑚 =?
𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑘𝑒𝑟𝑖𝑛𝑔 (𝑔)
𝜌𝑚 = × 𝜌𝑎𝑖𝑟
𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑤𝑎𝑥 (𝑔) − 𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝑎𝑖𝑟 (𝑔)

3,119 𝑔𝑟
=3,141−0,983 × 0,997 𝑔𝑟/𝑐𝑚3

3,119
=2,158 × 0,997 𝑔𝑟/𝑐𝑚3
57

=1,445×0,997 gr/𝑐𝑚3

=1,440 gr/𝑐𝑚3

2. Perhitungan Densitas Teoritis


Dik: 𝜌𝑎𝑖𝑟 =2,7 gr/𝑐𝑚3
99,7%
𝑉𝑓𝐴𝑙 =100 % = 0,997

𝜌𝑆𝑖 =2,332 gr/𝑐𝑚3


0,3%
𝑉𝑓𝑆𝑖 =100% = 0,003

Dit: 𝜌𝑡ℎ =?
𝜌𝑡ℎ = (𝜌𝐴𝑙 × 𝑉𝑓𝐴𝑙) + (𝜌𝑆𝑖 × 𝑉𝑓𝑆𝑖)
=(2,7×0,997)+(2,332×0,003)
=2,692+0,007
=2,699 gr/𝑐𝑚3
3. Perhitungan Nilai Porositas
Dik: 𝜌𝑚 =1,440 gr𝑐𝑚3
𝜌𝑡ℎ =2,699 gr𝑐𝑚3
Dit: 𝑃0 =?
𝜌
𝑃0 = (1 − 𝜌𝑚) 𝑥 100%
𝑚

1,440
= (1-2,699)×100%

=(1-0,533)×100%
=46,7%

3.5.2 Analisa Pengujian


Setelah dilakukan proses pengujian densitas dan porositas pada material
pengecoran alumunium alloy serta dilakukan perhitungan dengan rumus yang
tercantum maka didapatkan analisa sebagai berikut:
Pada saat proses pemotongan ukuran benda uji terlalu besar sehingga saat
proses pengkikiran membutuhkan waktu yang lebih lama dan juga proses
pengkikiran tidak terlalu presisi sehingga ukuran benda uji tidak sesuai ukuran
58

standar yaitu 1cm x 1cm. Kemudian pada proses pemotongan dengan gerinda
tangan benda uji tidak diberi pedingin sehingga ada kemungkinan terjadinya
perubahan sifat material karena panas yang dihasilkan (Quenching). Pada saat
benda uji direndam pada lilin (wax) cair tidak benar benar 20 menit sehingga
kemungkinan hasil pengujian tidak terlalu akurat.
Pada proses penimbangan, massa benda uji di udara lebih berat dibanding
dengan massa benda uji di air. Benda uji yang telah direndam dengan lilin (wax)
massanya bertambah sehingga lebih berat dibanding yang tanpa direndam lilin
(wax). Maka dapat dianalisa bahwa nilai presentase porositas lebih besar, maka
nilai densitas pengukuran lebih kecil. Begitu sebaliknya, yang berarti semakin
padat suatu spesimen maka semakin sedikit pula area yang kosong ataupun yang
berlubang pada material.

Anda mungkin juga menyukai