Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN HISPRUNG POST OPERASI PADA

ANAK
RUMAH SAKIT RSUD Kabupaten Kediri
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Praktik Klinik 1

Disusun oleh:
Zean Nita Azzahra Hasan
NIM : 202101063
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
STIKES KARYA HUSADA KEDIRI
TAHUN 2023
LEMBAR PENGESAHAN
Laporan pendahuluan dengan kasus “Hisprung post operasi pada anak RSUD Kabupaten
Kediri” disusun untuk memenuhi tugas praktek klinik pada tanggal 29 Mei 2023-03 Juni
2023 oleh mahasiswa S1 Keperawatan STIKES Karya Husada Kediri.
Nama : Zean Nita Azzahra Hasan
NIM : 202101063
Judul : Laporan Pendahuluan Dengan Kasus Pasien Hisprung Post Operasi pada anak di
Ruang Perawatan Nusa Indah RSUD Kabupaten Kediri

Kediri,30 Mei 2023


Mengetahui,
Mahasiswa

Zean Nita Azzahra Hasan


Nim: 202101063
BAB 1
LAPORAN PENDAHULUAN
1. KONSEP HISPRUNG
1.1 Definisi
Hirschsprung's Disease merupakan suatu kelainan kongenital pada kolon yang
ditandai dengan tidak adanya sel ganglion parasimpatis pada pleksus submukosus
meissneri dan pleksus mienterikus aurbachi. Sembilan puluh persen kelainan ini
terdapat pada rektum dan sigmoid. Normalnya otot pada usus secara ritmis akan
mendorong feses hingga ke rectum, namun pada Hirschsprung's Disease, sel saraf
ganglion yang fungsinya untuk mengontrol otot usus tidak ditemukan sehingga
mengakibatkan feses menumpuk didalam colon (Henna, 2011). Penyakit ini
diakibatkan karena terhentinya migrasi kraniokaudal sel krista neuralis di daerah
kolon distal pada minggu kelima sampai minggu kedua belas kehamilan untuk
membentuk sistem saraf intestinal. Kelainan ini bersifat genetik yang berkaitan
dengan perkembangan sel ganglion usus dengan panjang yang bervariasi, mulai dari
anus, sfingter ani interna kearah proksimal, tetapi selalu termasuk anus dan setidak
tidaknya sebagian rektum dengan gejala klinis berupa gangguan pasase usus
fungsional (Rochadi, 2012).
Secara umum ada 2 tipe Hirschsprung berdasar letak segmen aganglionik pada rektum
dan kolon yaitu Tipe I disebut short segmen, aganglionik mulai dari anus sampai
kolon sigmoid. Tipe II disebut long segmen, aganglionik mengenai seluruh kolon atau
usus halus (Novtarina, 2020). Hirschsprung muncul dengan gejala sembelit, seperti
keterlambatan lebih dari 48 jam dalam menghilangkan meconium, perut kembung,
dan muntah (Silambi et al., 2020)
Hirschsprung’s Disease akan tampak seperti kondisi spektrum yang menghasilkan
obstruksi usus fungsional dan memiliki aganglionosis plexus intermienterik dalam
suatu segmen usus sebagai kondisi umum. Meskipun lebih dari 75% yang terlibat
hanya rectum dan kolon sigmoid, namun panjang segmen aganglionik dan segmen
panjang dari hirschsprung (L-HCR) juga terlibat. Segmen panjang atau long segment
Hirschsprung (L-HCR) diklasifikasikan menjadi colonic aganglionosis, total colonic
aganglionosis (TCA) dan 17 hirschsprung jangka panjang (Zuelzer’s Syndrome).
Total colonic aganglionosis (TCA) merupakan bentuk dari Hirschsprung yang jarang
terjadi. TCA merupakan aganglionosis yang memanjang dari anus setidaknya ke
katup ileocecal dengan panjang tidak melebihi 50cm proksimal ke katup ileocecal
(William, 2019).
Menurut Wibowo (2021) penderita Hirschsprung sering tidak terdiagnosis di awal
kehidupannya disebabkan usus besar bagian atas menebal karena penyumbatan di
bagian bawah rektum yang tidak berganglion. Penyempitan usus menyebabkan
kotoran tidak dapat keluar sampai bawah. Penderita mengalami konstipasi yang
sangat berat. Hirschsprung adalah penyakit kongenital dengan angka kejadian 1 dari
5000 kelahiran. Dua pertiga kasus terdiagnosis pada 3 bulan pertama kehidupan dan
hanya sedikit kasus yang terdeteksi setelah umur 5 tahun. Maka dari itu bpada pasien
dengan penyakit hisprung disease segera dilakukan Tindakan pembedahan.
1.2 Etiologi
Penyakit Hirschsprung disebabkan oleh kegagalan migrasi sel ganglion saraf ke
segmen usus (Saidah, 2019). Secara umum hirschsprung’s disease merupakan kondisi
genetik yang dihasilkan dari penyimpangan kolonisasi dari sistem saraf enterik atau
enteric nervous system (ENS) selama perkembangan di neuroblast (William, 2019).
Tabung neural terbentuk dan bermigrasi ke arah craniocaudal dan mencapai rektum
pada minggu ke-12. Plexus mientericus aurbach terbentuk lebih dahulu diikuti dengan
terbentuknya plexus submukosa meissner’s. Beberapa 18 kondisi abnormal pada
proses penurunan neural tube menuju distal rektum diantaranya terjadi perubahan
matrix protein ekstraseluler, interaksi intra sel yang abnormal (tidak adanya molekul
adhesi sel neural) dan tidak adanya faktor neurotropik menyebabkan terjadinya
kondisi aganglionik kolon (Kemenkes RI, 2017).
1.3 Manifestasi klinis
Tanda klinis dari TCA tidak jauh berbeda dengan HCR, meskipun TCA merupakan
bentuk panjang dari HCR, namun masih terdapat perbedaan klinis dari TCA dan
HCR. Perbedaan tanda klinis dari TCA dan juga HCR yaitu pertama, TCA memiliki
waktu yang lebih lambat dari HCR untuk menampilkan perpanjangan dari segmen
aganglionik. Kedua, gangguan sistem saraf enterik atau Enteric Nervous System
(ENS) memiliki perbedaan yang signifikan pada TCA dengan mengalami
perpendekan segment Hirschsprung atau Short segments Hirschsprung (S-HCR)
(William, 2019).
Gejala yang biasanya timbul pada anak-anak yaitu :
a. Konstipasi kronis.
b. Malnutrisi.
c. Anemia.
d. Perut membuncit (abdomen distention).
e. Pemeriksaan rectal touche (colok dubur) menunjukkan sfingter anal yang
padat/ketat, dan biasanya feses akan langsung menyemprot keluar dengan bau feses
dan gas yang busuk. 20
f. Terdapat tanda-tanda edema, bercak-bercak kemerahan khususnya di sekitar
umbilicus, punggung dan di sekitar genitalia ditemukan bila telah terdapat komplikasi
peritonitis.
g. Infeksi serius dengan diare, demam dan muntah dan kadang-kadang dilatasi kolon
yang berbahaya
1.4 Pathofisologi/Woc
1.5 Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan diagnostic
Laboratorium : Hb : 11,4, leukosit : 21,3,Trombosit : 409,Hematokrit (PCV)
: 33,0,Albumin : 4.0,Natrium : 126,Kalium : 36
b. Radiologi
Thorax
c. Pemeriksaan penunjang lainya
_
1.6 Penatalaksanaan hisprung disease
Tatalaksana penyakit hirschsprung (Kemenkes RI, 2017):
1. Dekompresi Dekompresi dilakukan bila terdapat perut kembung dan muntah
berwarna hijau dengan pemasangan pipa orogaster/nasogaster dan pipa rektum serta
dilakukan irigasi feces dengan menggunakan NaCl 0.9% 10-20 cc/kgBB, bila irigasi
efektif dapat dilanjutkan sampai cairan yang keluar relatif bersih.
2. Perbaikan keadaan umum
a. Resusitasi cairan dan koreksi elektrolit Resusitasi cairan melalui melalui rehidrasi
dilakukan dengan menggunakan cairan isotonik. Koreksi terhadap gangguan elektrolit
diberikan setelah dipastikan fungsi ginjal baik.
b. Antibiotik spektrum luas untuk mencegah sepsis. Pemberian antibiotik profilaksis
untuk mencegah episode berulang penyakit hirschsprung tidak terbukti mempunyai
dampak yang baik dan dapat meningkatkan risiko terjadinya resistensi. Antibiotik
digunakan untuk menekan overgrowth dan translokasi bakteri-bakteri di usus ke
mpembuluh darah melalui dinding usus. Adanya demam dan lekositosis dapat
menjadi dasar untuk memulai pemberian antibiotik. Pasien dengan Penyakit
hirschsprung berat yang dihubungkan dengan enterokolitis atau HAEC dan sepsis ini
membutuhkan penanganan di unit perawatan intensif untuk mengontrol kondisi
hemodinamik, perlu mendapat antibiotik spektrum luas yang dimulai dengan
ampisilin, gentamisin dan metronidazole.
Sampai pada saat ini, penyembuhan penyakit Hirschsprung hanya dapat dilakukan
dengan pembedahan. Tindakan-tindakan medis dapat dilakukan tetapi untuk
menangani distensi abdomen dengan pemasangan pipa anus atau pemasangan pipa
lambung dan irigasi rektum. Pemberian antibiotik dimaksudkan untuk pencegahan
infeksi terutama untuk enterokolitis dan mencegah terjadinya sepsis. Cairan infus
dapat diberikan untuk menjaga keseimbangan cairan, elektrolit, dan asam basa tubuh.
Penanganan bedah terdiri atas dua tahap yaitu tahap pertama dengan pembuatan
kolostomi dan tahap kedua dengan melakukan operasi definitif. Tahap pertama
sebagai tindakan darurat untuk mencegah komplikasi dan kematian. Tahapan ini
dilakukan kolostomi sehingga akan menghilangkan distensi abdomen dan akan
memperbaiki kondisi pasien. Tahapan kedua melakukan operasi definitif dengan
membuang segmen yang ganglionik dengan bagian bawah rektum. Setelah diagnosis
Hirschsprung ditegakkan maka sejumlah tindakan praoperasi harus dikerjakan terlebih
dahulu. Apabila penderita dalam keadaan dehidrasi atau sepsis maka harus dilakukan
stabilisasi dan resusitasi dengan pemberian cairan intravena, antibiotik, dan
pemasangan pipa lambung. Apabila sebelum operasi ternyata telah mengalami
enterokolitis maka cairan resusitasi cairan dilakukan secara agresif, pemberian
antibiotik broad spektrum secara ketat kemudian (Radeanty et al., 2020).
Tindakan Bedah Pada dasarnya penyembuhan penyakit hisprung hanya dapat dicapai
dengan pembedahan,berupa pengangkatan segmen usus aganglion, diikuti dengan
pengambilan kontinuitas usus. Prosedur operasi 1 tahap memungkinkan jika diagnosis
dapat ditegakkan lebih awal sebelum terjadi dilatasi kolon pada hirsc hsprung’s
disease short segment, sedangkan untuk penyakit hirschsprung long segment dan total
kolon aganglionosis sebaiknya dilakukan dalam 2 tahap.
a. Tindakan Bedah Sementara (pembuatan stoma) Tindakan bedah sementara dapat
merupakan tindakan emergensi atau elektif. Tindakan emergensi diperlukan bila
dekompresi rektum tidak berhasil Sedangkan tindakan bedah sementara elektif
dilakukan bila tindakan dekomprei berhasil untuk persiapan operasi definitive
b. Tindakan Bedah Definitif Tindakan bedah definitif dapat dikerjakan dengan atau
tanpa melalui tindakan bedah sementara. Tindakan bedah definitif yang dikerjakan
tanpa bedah sementara dilakukan pada penderita yang berhasil didekompresi dengan
menggunakan pipa rektum dengan penilaian kaliber kolon normal. Irigasi rektum
reguler selama waktu tertentu dapat mengembalikan kaliber kolon yang distensi dan
hipertrofi ke kaliber yang normal sehingga dapat menghindari tindakan pembuatan
stoma dan pasien mempunyai kesempatan mendapatkan operasi satu tahap. Prosedur
operasi saat ini yang dilakukan dapat berupa operasi terbuka atau operasi dengan
bantuan laparaskopi.
 Prosedur Duhamel ini diperkenalkan Duhamel tahun 1956 untuk mengatasi
kesulitan diseksi pelvik pada prosedur Swenson. Prinsip dasar prosedur ini
adalah menarik kolon proksimal yang ganglionik ke arah anal melalui bagian
posterior rektum yang aganglionik, menyatukan dinding posterior rektum yang
aganglionik dengan dinding anterior kolon proksimal yang ganglionik
sehingga membentuk rongga baru dengan anastomose end to side.
1.7 komplikasi hisprung
Komplikasi pasca tindakan bedah penyakit Hirschsprung dapat digolongkan
atas kebocoran anastome, stenosis, enterokolitis dan gangguan fungsi sfingter.
Enterokolitis telah dilaporkan sampai 58% kasus pada penderita penyakit
Hirschsprung yang diakibatkan oleh karena iskemia mukosa dengan invasi
bakteri dan translokasi. Terjadi invasi kuman dari lumen usus, ke mukosa, sub
mukosa, lapisan muscular, dan akhirnya ke rongga peritoneal atau terjadi
sepsis. Keadaan iskemia dinding usus dapat berlanjut yang akhirnya
menyebabkan nekrosis dan perforasi. Proses kerusakan dinding usus mulai
dari mukosa, dan dapat menyebabkan enterokilitis. Kualitas hidup pada pasien
dengan Hirschsprung tergantung pada derajat kontinensia fekal (Radeanty et
al., 2020).

2. Konsep Asuhan Keperawatan

A. Pengkajian
1) Identitas pasien

Meiputi nama lengkap,tempat tinggal,jenis kelamin,tanggal lahir,umur,tempat


lahir,asal uku bnagsa,agama,pekerjaan oran tua penghasilan orang tua. Pada
pasien hisprung ini biasanya sering terjadi pada laki laki daripada perempuan.

2) Riwayat keluhan
a) Keluhan utama
Anak mengalami anemia dini (keturunan dari ibu), perut membesar
atau bengkak,pucat,lemas
b) Riwayat Kesehatan sekarang
Orang tua pasien mengatakan anaknya sering lemas,nafsu makan
berkurang,dan sering terlihat malas
c) Riwayat kesehatan
 Riwayat perkembangan anak : biasanya pada pasien hisprung
anak tidak memiliki keterlambatan pertumbuhan
 Riwayat imunisasi ; imunisasi anak lengkap
3) Riwayat nutrisi
Sebelum sakit pasien ini mengalami penurunan nafsu makan
4) Pemeriksaan fisik
a) Keadaan umum anak rewel dan compos mentis
b) TTV : pada pasien hisprung biasanya tekanan daranya normal TD
120/80 mmHg, suhu :36, N : 120x/menit,RR:22x/menit
c) BB :
Pada anak yang menderita hisprung biasanya tidak mengalami
penurunan berat badan jika makannya teratur
d) Kepala
Tampak simetris dan tidak ada kelainan yang tampak
e) Mata
Simestris antara mata kanan dan kiri,skelera ikterik,konjungtiva
anemis
f) Mulut dan lidah
biasanya mukosa bibir tampak kering,tonsil normal,lidah tampak
normal
g) Telinga
Bentunya simetris kanan dan kiri,normalnya pili sejajar dengan katus
mata,tidak terjadi gangguan pendengaran
h) Hidung
Penciuman baik,tidak ada pernafasan cuping hidung,bentuk
simetris,mukosa bibir berwarna merah muda
i) Leher
Tidak terjadi pembengkakan
j) Dada
 Thorax
I : Gerakan dada simetris tidak ada penggunaan otot bantu
pernafasan
P : biasanya vremitus kanan dan kiri sama
P : normal
A : tidak ditemukan nafas tambahan
 Jantung
Biasanya terjadi penurunan atau peningkatan denyut jantung
I : dadanya simetris,pada
P : terdapat pembengkakan seperti kembung
P : Normal
A: -
k) Abdomen
Terasa seperti kembung dan perut membengkak
l) Eksremitas
Akralnya terasa hangat atau normal
B. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah proses menganalisa data subjektif dan objektif yang
telah diperoleh pada tahap pengkajian untuk menegakkan diagnosis keperawatan.
Diagnosis keperawatan melibatkan proses berfikir kompleks tentang data yang
dikumpulkan dari klien,keluarga,rekam medik dan pemberi pelayanan Kesehatan
yang lain. Komponen komponen dalam pernyatan diagnosis keperawatan meliputi
masalah (problem),penyebab (etiologi),tanda dan gejala (sign and symptom).

Diagnosa keperawatan pre op yang didapatkan antara lain :

 Ansietas berhubungan dengan akan dilakukanya Tindakan pembedahan


 Ganguan rasa nyaman berhubungan dengan pembengkakan pada bagian
abdomen

Diagnosa keperawatan post op yang didapatkan antara lain :

 Nyeri akut berhubungan dengan insisi pembedahan


 Hipertermi berhubungan dengan peningkatan suhu tubuh
 Resiko infeksi berhubungan dengan imunitas yang menurun
C. Intervensi keperawatan
Pre operasi

No Diagnosa SLKI SIKI

1. Ansietas Setelah dilakukan asuhan Manajemen ansietas :


keperawatan 1x24 jam O: observasi bising usus dan periksa adanya distensi
abdomen pasien. Pantau dan catat frekuensi dan
maka diharapkan membaik karakteristik feses.
T : Catat asupan haluaran secara akurat .
dengan kriteria hasil :
E :- Dorong pasien untuk mengonsumsi cairan 2,5 L
 Verbalisasi setiap hari, bila tidak ada kontraindikasikan
kebingungan - Lakukan program defekasi. Letakkan pasien di atas
menurun pispot atau commode pada saat tertentu setiap hari,
sedekat mungkin kewaktu bisa defekasi (bila
 Perilaku gelisah diketahui).
menurun
K : Kolaborasi pemeberian laksatif, enema atau
 Pucat menurun
supositoria sesuai instruksi.

--2. Gangguan rasa Setelah dilakukan asuhan Perawatan kenyamanan


nyaman keperawatan 1x24 jam O : - identifikasi gejala yang tidak menyenangkan
- Identifikasi pemahaman tentang
diharapkan hasil membaik
kondisi,situasi dan perasanya
dengan kriteria hasil : T : - berikan posisi yang nyaman
- Berikan kompres dingin atau hangat
- Ciptakan lingkungan yang nyaman
 Dukungan sosial
- Dukung keluarga dan pengasuh terlibat
dari keluarga dalam terapi atau pengobatan
- Diskusikam mengenai situasi dan pilihan
meningkat
terapi atau pengobatan yang diinginkan
 Kesejahteraan E : - jelaskan mengenai kondisi dan pilihan terapi
atau pengobatan
psikologis
- Ajarkan terapi relaksasi
meningkat - Ajarkan Latihan pernafasan
- Ajarkan Teknik distraksi dan imajinasi
 Menangis menurun terbimbing
 Gelisan menurun K : kolaborasi pembeian
analgesic,antipruritus,antihistamin,jika perlu
 Keluhan tidak
nyaman menurun

3. Nyeri akut Setelah dilakukan asuhan Manajemen nyeri


(post operasi ) keperawatan 1x 24 jam O : - identifikasi
lokasi,karakteristi,durasi,frekuensi,kualitas,intensitas
diharapkan hasil membaik
nyeri
dengan kriteria hasil : - Identifikasi skala nyeri
T : - kontrol lingkungan yang memperberat rasa
nyeri
 Melaporkan nyeri
- Fasilitasi istirahat dan tidur
terkontrol E : - jelaskan penyebab,periode dan pemicu nyeri
Jelaskan strategi meredakan nyeri
meningkat
- Ajarkan Teknik nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
 Kemampuan K : kolaborasi pemberian analgetik,jika perlu
mengenali
penyebab nyeri
meningkat
 Kemampuan
menggunakan
Teknik nn
farmakologis
meningkat
 Dukungan orang
terdekat menigkat
 Keluhan nyeri
menurun

Setelah dilakukan asuhan Manajemen hipertermi


4. Hipertermi keperawatan 1x 24 jam O : identifikais penyebab hipertermi
diharapkan membaik - Monitor suhu tubuh
dengan kriteria hasil : T : - sediakan lingkungan yang dingin
 Suhu tubuh - Longgarkan atau lepaskan pakaian
menurun - Lakukan pendinginan eksternal
 Suhu kulit menurun E : - anjurkan tirah baring
K : kolaborasi pemberian cairan dan elektrolit
intravena,jika perlu
5. Resiko infeksi Setelah dilakukan asuhan Edukasi pencegahan infeksi
keperawatan 1x24 jam O : - periksa kesiapan dan kemampuan menerima
informasi
diharapkan membaik
T : - siapkan materi,media tentang faktor faktor
dengan kriteria hasil : penyebab,cara identifikasi dan pencegahan resiko
infeksi dirumah sakit maupun dirumah
 Nafsu makan - Jadwalkan waktu yang tepat untuk
meningkat
memberikan Pendidikan Kesehatan sesuai
 Nyeri menurun kesepakatan dengan pasien dan keluarga
 Kultur feses - Berikan kesempatan untuk bertanya
membaik E : - anjurkan mengikuti Tindakan sesuai kondisi
Ajarkan merawat
- Jelaskan tanda dan gejala infeksi lokal dan
sistemik
- Ajarkan cara memeriksa kondisi luka atau
luka operasi
- Anjurkan kecukupan nutrisi,cairan dan
isirahat
DAFTAR PUSTAKA

http://repository.stikeshangtuah-
sby.ac.id/762/1/KIA_1930013_BRAHMAYDA%20WIJI%20LESTARI.pdf

https://repository.poltekkes-tjk.ac.id/id/eprint/2744/7/06%20BAB%20II.pdf

http://download.garuda.kemdikbud.go.id/article.php?article=572075&val=6633&title=
ANALISIS%20FAKTOR%20YANG%20MEMPENGARUHI%20HIRSCHSPRUNG%
20DI%20RUMAH%20SAKIT%20PROF%20DR%20MARGONO%20SOEKARJO%
20PURWOKERTO

Anda mungkin juga menyukai