OLEH :
NURUL ANNSA SAM
N 111 20 067
PEMBIMBING :
dr. Agung Kurniawan Sp.B., Subsp. BD (K)., M.Kes Nurul Annisa Sam S.Ked
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Penyakit Hirschsprung (HD) pertama kali dijelaskan pada tahun 1691 oleh
Frederik Ruysch, seorang ahli anatomi dan ahli bedah Belanda, sebagai fenomena
yang terkait dengan gangguan usus yang sangat melebar 10. Namun, penyakit ini
dinamai Harald Hirschsprung pada konferensi German Pediatric Society di Berlin
(1886), di mana Hirschsprung mempresentasikan kasus dua bayi yang meninggal
karena komplikasi karena obstruksi usus. Hirschsprung, nama lain untuk
megakolon aganglionik kongenital, adalah kelainan yang ditandai dengan tidak
adanya sel ganglion di pleksus submukosa dan mienterikus di segmen usus, yang
menghasilkan obstruksi fungsional dan dilatasi proksimal segmen yang terkena.
Sebagian besar kasus Hirschsprung dikenali pada bayi baru lahir, tetapi beberapa
kasus dengan bentuk yang lebih ringan hanya dapat diidentifikasi pada remaja dan
dewasa 11.
Insidens penyakit Hirschsprung adalah 1 dalam 5.000 kelahiran hidup. Dengan
jumlah penduduk Indonesia 200 juta, maka diprediksikan setiap tahun akan lahir
1.400 bayi dengan penyakit Hirschsprung. Mayoritas pasien dengan HCSR adalah
pria, dengan rasio pria-wanita 1,5-2:1. Factor genetik telah terlibat dalam etiologi
HSCR. Diketahui bahwa HCSR terjadi dalam keluarga . insiden kasus keluarga
dalam rektosigmoid HSCR bervariasi dari 3,6% hingga 7,8% dalam seri yang
berbeda2.
Penyakit hirschsprung dianggap sebagai kasus kegawatdaruratan bedah yang
perlu penanganan segera. Jika tanpa penanganan segera, maka mortalitas dapat
mencapai 80% pada bulan-bulan pertama kehidupan. Dengan penanganan yang
tepat angka kematian dapat di tekan. Menurut Swenson (2002) jika dilakukan
tindakan bedah angka kematian bisa ditekan hingga 2,5%. Di Indonesia,
pemahaman mengenai penyakit hirschsprung masih kurang sehingga pasien sering
terlambat diberikan tatalaksana yang adekuat, yang berdampak pada peningkatan
morbiditas dan mortalitas dan serta biaya pengobatan. Keterlambatan diagnosis dan
terapi akan mengakibatkan pasien yang seharusnya bisa dilakukan operasi definitif
satu tahap menjadi beberapa tahap. Hal ini akan mengakibatkan perawatan yang
lebih lama dan biaya yang lebih besar4.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. ANATOMI EMBRIOLOGI
Embriogenesis
Selama perkembangan awal embrio yang normal, sel-sel saraf menginvasi usus
primer ke arah kraniokaudal. Ganglia enterik saling berhubungan untuk
membentuk dua pleksus yang memanjang di sepanjang usus pleksus mienterikus
luar (Auerbach) berjalan melalui seluruh usus, dan pleksus submukosa dalam
(Meissner), hanya ditemukan di usus kecil dan usus besar. Pleksus mienterikus
berkembang pertama kali dan terletak di antara lapisan otot polos longitudinal dan
sirkular. Ini terlibat dalam motilitas usus, sedangkan pleksus submukosa, yang
terbentuk kemudian, mengatur motilitas, aliran darah, dan pengangkutan ion
melintasi epitel usus.18
Anatomi
Usus besar dibagi menjadi sekum, kolon dan rektum. Pada sekum terdapat
katup ileosekal dan apendiks yang melekat pada ujung sekum. Sekum menempati
sekitar dua atau 3 inchi pertama dari usus besar. Katup ileosekal mengontrol aliran
kimus dari ileum ke sekum. Kolon dibagi lagi menjadi kolon ascemdens,
tranversum, descendens, dan sigmoid. Rektum memiliki 3 buah valvula: superior
kiri, medial kanan dan inferior kiri. 2/3 bagian distal rektum terletak di rongga
pelvik dan terfiksir, sedangkan 1/3 bagian proksimal terletak dirongga abdomen
dan relatif mobile. Kedua bagian ini dipisahkan oleh peritoneum reflektum dimana
bagian anterior lebih panjang dibanding bagian posterior19.
B. DEFINISI
Penyakit Hirschprung (HD) atau megakolon aganglionik kongenital adalah
gangguan motorik usus, yang disebabkan oleh kegagalan neuroblas yang berasal
dari neural crest (prekursor sel ganglion enterik) untuk bermigrasi sepenuhnya
selama perkembangan usus pada 12 minggu pertama kehamilan. Akibatnya,
menunjukkan tidak adanya sel ganglion di pleksus saraf submukosa dan mienterikus
di segmen usus variabel, terutama mempengaruhi segmen rektosigmoid atau rektal,
menyebabkan obstruksi fungsional dan terutama menghasilkan gejala sembelit.
Gejala lain yang mengarah pada kecurigaan awal hirschprung didefinisikan pada
bayi baru lahir sebagai keterlambatan lebih dari 48 jam dalam eliminasi mekonium
yang berhubungan dengan distensi abdomen dan muntah1.
C. EPIDEMIOLOGI
Insidens penyakit Hirschsprung adalah 1 dalam 5.000 kelahiran hidup. Dengan
jumlah penduduk Indonesia 200 juta, maka diprediksikan setiap tahun akan lahir
1.400 bayi dengan penyakit Hirschsprung. Mayoritas pasien dengan HCSR adalah
pria, dengan rasio pria-wanita 1,5-2:1. Factor genetik telah terlibat dalam etiologi
HSCR. Diketahui bahwa HCSR terjadi dalam keluarga . insiden kasus keluarga
dalam rektosigmoid HSCR bervariasi dari 3,6% hingga 7,8% dalam seri yang
berbeda2.
D. ETIOLOGI
Penyakit Hirschsprung disebabkan karena kegagalan migrasi sel-sel saraf
parasimpatis myentericus dari cephalo ke caudal. Sehingga sel ganglion selalu tidak
ditemukan dimulai dari anus dan panjangnya bervariasi keproksimal3.
E. PATOFISIOLOGI
Megakolon aganglionik merupakan istilah yang menggambarkan adanya
kerusakan primer dengan tidak adanya sel-sel ganglion parasimpatik otonom pada
pleksus submucosa (Meissner) dan myenteric (Auerbach) pada satu segmen kolon
atau lebih. Keadaan ini menimbulkan keabnormalan atau tidak adanya gerakan
peristaltik yang menyebabkan penumpukkan isi usus dan distensi usus yang
berdekatan dengan kerusakan (megacolon). Selain itu, kegagalan sfingter anus
internal untuk berelaksasi berkontribusi terhadap gejala klinis adanya obstruksi,
karena dapat mempersulit evakuasi zat padat (feses), cairan dan gas7.
Kegagalan migrasi kraniokaudal pada precursor sel ganglion sepanjang saluran
gastrointestinal antara usia kehamilan minggu ke-5 dan ke-12 merupakan penyebab
penyakit hirschprung. Distensi dan iskemia pada usus bisa terjadi sebagai akibat
distensi pada dinding usus, yang berkontribusi menyebabkan enterokolitis
(inflamasi pada usus halus dan kolon), yang merupakan penyebab kematian pada
bayi atau anak dengan penyakit hirschsprung7.
Klasifikasi
Pemeriksaan patologi anatomi dari penyakit hirschprung, sel ganglion
Auerbach dan Meissner tidak ditemukan serabut saraf menebal dan serabut otot
hipertofik. Aganglionis ini mulai dari anus kearah oral. Berdasarkan (Tang & Li,
2018) Panjang segmen yang terkena, penyakit hirschprung dapat diklasifikasikan
dalam tiga kategori8:
• Penyakit hirschprung segmen pendek / short-segment HSCR (80%) segmen
aganglionosis dari anus sampai sigmoid. Merupakan 80% dari kasus penyakit
hirschprung dan sering ditemukan pada anak laki-laki dibandingkan anak
perempuan.
• Penyakit hirschprung segmen panjang / long-segment HSCR (15%) daerah
aganglionosis dapat melebihi sigmoid bahkan dapat mengenai seluruh kolon
dan sampai usus halus. Ditemukan sama banyak pada anak laki-laki dan
perempuan.
• Total colonic aganglionosis (5%) bila segmen mengenai seluruh kolon.
F. DIAGNOSIS
Diagnosis penyakit Hirschsprung harus ditegakkan sedini mungkin.
Keterlambatan diagnosis dapat menyebabkan berbagai komplikasi seperti
enterocolitis, perforasi usus, dan sepsis, yang merupakan penyebab kematian
tersering. Penyakit Hirschsprung menekankan bahwa diagnosis penyakit
Hirschsprung dapat ditegakkan pada masa neonatal. Berbagai teknologi tersedia
untuk penegakan diagnosis penyakit Hirschsprung, Namun demikian dengan
melakukan anamnesis yang cermat, pemeriksaan fisis yang teliti, pemeriksaan
radiografik, serta pemeriksaan patologi anatomic biopsi isap rektum, diagnosis
penyakit Hirschsprung pada seba besar kasus dapat ditegakkan4.
a. Anamnesis
Pada heteroanamnesis, sering didapatkan adanya keterlambatan pengeluaran
mekonium yang pertama, mekonium keluar >24 jam; adanya muntah bilious
(berwarna hijau); perut kembung; gangguan defekasi/ konstipasi kronis;
konsistensi feses yg encer; gagal tumbuh (pada anak-anak); berat badan tidak
berubah; bahkan cenderung menurun; nafsu makan menurun; ibu mengalami
polyhidramnion; adanya riwayat keluarga5.
b. Pemeriksaan fisik
Pada inspeksi, perut kembung atau membuncit di seluruh lapang pandang.
Apabila keadaan sudah parah, akan terlihat pergerakan usus pada dinding
abdomen. Saat dilakukan pemeriksaan auskultasi, terdengar bising usus
melemah atau jarang. Untuk menentukan diagnosis penyakit Hirschsprung dapat
pula dilakukan pemeriksaan rectal touche dapat dirasakan sfingter anal yang
kaku dan sempit, saat jari ditarik terdapat explosive stool5.
G. MENIFESTASI KLINIS
Berdasarkan usia penderita gejala penyakit Hirschsprung dapat dibedakan
menjadi 2, yaitu5:
1. Periode neonates
Ada trias gejala klinis yang sering dijumpai, yakni pengeluaran
mekonium yang terlambat, muntah bilious (hijau) dan distensi abdomen.
Terdapat 90% lebih kasus bayi dengan penyakit Hirchsprung tidak dapat
mengeluarkan mekonium pada 24 jam pertama, kebanyakan bayi akan
mengeluarkan mekonium setelah 24 jam pertama (24-48 jam). Muntah bilious
(hijau) dan distensi abdomen biasanya dapat berkurang apabila mekonium
dapat dikeluarkan segera. Bayi yang mengonsumsi ASI lebih jarang mengalami
konstipasi, atau masih dalam derajat yang ringan karena tingginya kadar laktosa
pada payudara, yang akan mengakibatkan feses jadi berair dan dapat
dikeluarkan dengan mudah.
2. Periode anak-anak
Walaupun kebanyakan gejala akan muncul pada bayi, namun ada
beberapa kasus dimana gejala-gejala tersebut tidak muncul hingga usia kanak-
kanak. Gejala yang biasanya timbul pada anak-anak yakni, konstipasi kronis,
gagal tumbuh, dan malnutrisi. Pergerakan peristaltik usus dapat terlihat pada
dinding abdomen disebabkan oleh obstruksi fungsional kolon yang
berkepanjangan. Selain obstruksi usus yang komplit, perforasi sekum, fecal
impaction atau enterocolitis akut yang dapat mengancam jiwa dan sepsis juga
dapat terjadi.
Tanda- tandanya yaitu :
1. Anemia dan tanda-tanda malnutrisi
2. Perut membuncit (abdomen distention) mungkin karena retensi kotoran.
3. Terlihat gelombang peristaltic pada dinding abdomen
4. Pemeriksaan rectal touche (colok dubur) menunjukkan sfingter anal yang
padat/ketat, dan biasanya feses akan langsung menyemprot keluar dengan
bau feses dan gas yang busuk.
5. Tanda-tanda edema, bercak-bercak kemerahan khususnya di sekitar
umbilicus, punggung dan di sekitar genitalia ditemukan bila telah terdapat
komplikasi peritonitis
H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Diagnostik utama pada penyakit hirschprung adalah dengan pemeriksaan4 :
Pemeriksaan Radiologis
4. Foto CT Scan
Pemeriksaan Histopatologi
2. Biopsi Isap
4. Pemeriksaan Imunohistokimia
I. TATALAKSANA
1. Dekompresi.
3. Tindakan Bedah
Hirschsprung terkait enterokolitis dapat terjadi sebelum dan kapan saja setelah
koreksi bedah. Enterokolitis dapat berkembang sangat cepat dan dapat menjadi
sangat berat, dan merupakan penyebab kematian paling sering pada anak-anak
dengan penyakit Hirschsprung. Keluarga dan dokter perawatan primer perlu
memiliki pengetahuan tentang gejala enterokolitis, yang meliputi demam, distensi
abdomen, diare, dan muntah. Anak harus mendapat perhatian medis segera jika ada
kecurigaan enterokolitis. Dalam banyak kasus, gejala akhirnya berubah menjadi
gastroenteritis sederhana, tetapi lebih baik berhati-hati daripada membiarkan anak
menjadi septik dari enterokolitis yang tidak diobati.20
Gejala obstruktifpascaoperasi
Kotoran pascaoperasi
K. PROGNOSIS
Pasien Hirschsprung yang ditatalaksana dengan tepat dapat hidup sebagai
anggota masyarakat yang produktif dengan kualitas hidup yang baik. Pertumbuhan
dan perkembangan pasien Hirschsprung sebagian besar berada dalam parameter
populasi normal dengan fungsi intelektual mendekati normal. Outcome yang buruk
dilaporkan pada sekitar 15-30% kasus, terutama pada mereka yang memiliki
ekspresi fenotipe sindrom lainnya. Outcome fungsional tergantung pada sejumlah
faktor, termasuk panjang segmen aganglionik, prosedur bedah yang dilakukan, ada
atau tidaknya komplikasi bedah, serta keadaan sosial, dukungan keluarga, dan
anomali terkait. Masalah psikologis diperberat pada mereka dengan dukungan
keluarga yang buruk6
BAB III
LAPORAN KASUS
INFORMASI PASIEN :
Seorang laki-laki berusia 25 tahun datang ke unit gawat darurat dengan riwayat
distensi abdomen selama tiga hari. Ia juga mengeluhkan flatus dan tidak bisa buang air
besar selama tiga hari
TEMUAN KLINIS :
Pada hasil pemeriksaan klinis didapatkan tanda vital dalam batas normal. Pada
pemeriksaan fisik abdomen didapatkan, inspeksi Regio abdomen tampak distensi (+),
kontur usus terlihat, auskultasi bising usus berkurang, dan perkusi didapatkan bunyi
hiperresonansi positif, palpasi didapatkan nyeri perut (+). Pemeriksaan colok dubur
didapatkan menemukan kolong yang kosong.
PEMERIKSAAN PENUNJANG :
DIAGNOSA :
Kami mendiagnosis pasien dengn obstruksi usus, yang diduga karena volvulus.
INTERVENSI TERAPEUTIK :
PEMBAHASAN
Pada laporan kasus jurnal ini melaporkan seorang laki-laki berusia 25 tahun
datang ke UGD dengan distensi abdomen selama 3 hari. BAB tidak ada selama 3
hari. Flatus (+). Dan pada pemeriksaan fisik didapatkan tanda vital dalam batas
normal. Pada pemeriksaan fisik abdomen didapatkan, inspeksi Regio abdomen tampak
distensi (+), kontur usus terlihat, auskultasi bising usus berkurang, dan perkusi
didapatkan bunyi hiperresonansi positif, palpasi didapatkan nyeri perut (+).
Pemeriksaan colok dubur tidak didapatkan apa-apa. Dan Riwayat penyakit
sebelumnya, pasien pernah mengeluhkan sembelit yang dialami sejak 20 tahun ini dan
didiagnosis degan proctitis. Tidak ada keluarga pasien yang mengeluhkan hal yang
serupa. Dari hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik yang didapatkan para peneliti
mendiagnosis pasien sebagai pasien dengan obstruksi usus.
Obstruksi usus merupakan keadaan dimana isi lumen saluran cerna tidak bisa
di salurkan ke anus karena adanya sumbatan atau hambatan yang di sebabkan kelainan
dalam lumen usus, dinding usus atau bagian luar usus yang menekan segmen usus dan
menyebabkan adanya nekrosis pada usus. Beberapa penyebab obstruksi antara lain
henia, adhesi, invaginasi, volvulus, malformasi usus. Pada kasus ini didapatkan
gambaran volvulus kolon dari hasil foto rotgen12.
Pada jurnal ini melaporkan kasus orang dewasa dengan Hirschsprung yang
gejala klinis pertamanya melibatkan tanda-tanda obstruksi usus. Hirschsprung atau
megakolon aganglionik kongenital adalah suatu kondisi yang melibatkan obstruksi
usus fungsional sebagian atau seluruh kolon pada tingkat aganglionik 13. Seperti
yang kita ketahui Hirschsprung ini merupakan penyakit kongenital, tapi pada kasus
ini terjadi pada orang dewasa. Menurut teori insiden Hirschsprung, Insiden
Hirschsprung dewasa hanya 300 kasus sebelum tahun 2016 , dengan laki-laki
mendominasi dibandingkan perempuan (4:1) . Usia pasien Hirschsprung dewasa
berkisar antara 14 hingga 70 tahun, dengan usia rata-rata 23,9 tahun. Mayoritas
kasus melibatkan pasien di bawah usia 30 tahun14.
PENUTUPAN
Pasien Hirschsprung dewasa yang tidak diobati sebagian besar berisiko tinggi
mengalami kematian akibat komplikasi seperti perforasi, obstruksi usus, enterokolitis,
malnutrisi, dan dehidrasi. Komplikasi yang timbul pada orang dewasa yang telah
menjalani operasi Hirschsprung adalah dehiscence anastomosis, enterokolitis, fistula-
inano, retraksi kolon, abses panggul, impotensi, striktur anastomosis, anemia, abses
perianal, emboli paru, dan iskemia pada tempat anastomosis.
DAFTAR PUSTAKA
1. Suleiman L., Philip O., Juseph B. Case Report Late Diagnosis Of Hirschsprung’s
Diseasa. 2017 :70-73. http://doi:10.4103/ssajm.ssajm
2. Puri P. Hirschsprung’s Disease And Allied Discorders. Cham : Springer
International Publishing. 2019. http://link.springer.com/10.1007/978-3-030-
3. Wibowo N, R. Hirschsprung’s Disease. Kedokteran Bedah. 2017.
http://id.scribd.com/94777316
4. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman Nasional Pelayanan
Kedokteran Tatalaksana Penyakit Hirschsprung. 2017.
5. Surya, P, A, I., Dharmajaya, I. Gejala dan Diagnosis Penyakit Hirschsprung. 2015.
https://ojs.unud.ac.id/index.php/eum/article/download/8099/6103/
6. Agustina. K., Margiani. N., Mahastuti. N. M. Constipation that needs attention :
Late Hirschsprung disease. http://isainsmedis.id
7. http://eprints.poltekkesjogja.ac.id/8702/4/Chapter%202.pdf
8. Tang and Li. Identification of Genes Associated With Hirschsprung Disease,
Based on Whole-Genome Sequence Analysis, and Potential Effects on Enteric
Nervous System Development. Gastroenterology. 2018 Dec.
https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/30217742/
9. De Jong. Buku Ajar Ilmu Bedah Ed 4 Vol (3). 2019. Jakarta : EGC
10. Skaba R. Historic milestones of Hirschsprung's disease (commemorating the 90th
anniversary of Professor Harald Hirschsprung's death). J Pediatr Surg. 2007;42(1):
249-251. PubMed| Google Scholar
11. Berger M, Muensterer O, Harmon CM. Tales from previous times: important
eponyms in pediatric surgery. Pediatr Surg Int. 2014 Jan;30(1): 1-10. PubMed|
Google Scholar
12. Pau, P. Simarmata, Y.Restiati, N. M. Penanganan Obstruksi Usus. Jurnal
Veteriner. 2021. Vol 9(1).
13. Mariana N, Asadul Isl A, Hatta M, Fransiscus H. IL23 mRNA expression in
Hirschsprungassociated enterocolitis. J Med Sci. 2020;20: 39- 43.
14. Miyamoto M, Egami K, Maeda S, Ohkawa K, Tanaka N, Uchida E et al.
Hirschsprung's disease in adults: report of a case and review of the literature. J
Nippon Med Sch. 2005 Apr;72(2): 113-20. PubMed| Google Scholar
15. Martins MR, dos Santos CHM, Falcão GR. Late diagnosis of Hirschsprung's
disease. J Coloproctology. 2015;35(3): 178-181. Google Scholar
16. Zhang M, Ding K. Adult congenital megacolon with acute fecal obstruction and
diabetic nephropathy: a case report. Exp Ther Med. 2019 Oct;18(4): 2726-2730.
PubMed| Google Scholar
17. Patandianan YT, Nurmantu F, Mariana N, Miskad UA, Zainuddin AA,
Ahmadwirawan et al. Relationship of nerve diameter using S-100
immunohistochemistry with Hirschsprungassociated enterocolitis degrees. Med
Clínica Práctica. 2021;4: 100227. Google Scholar
18. Lusine Ambartsumyan, Caitlin Smith Michael,dkk, 2020.Department of
Gastroenterology, Seattle Children’s Hospital andUniversity of Washington,
Seattle, Washington
19. Michael D. Levin, 2021. Diagnosis and pathophysiology of Hirschsprung’s
disease. Department of Pediatric Radiology of the 1st State Hospital, Minsk,
Belarus
20. Olga M. Gorbatyuk. current approaches to diagnosis and treatment of
hirschsprung disease in newborns and infants (literature review and first-hand
experience).Shupyk National Healthcare University Of Ukraine, Kyiv, Ukraine :
2022
21. Alvaro, M. A., Endoscopic Full-Thickness Resection For Diagnosis of
Hirschsprung Disease. 2018 ; 50. E281- 283.