Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN PBL

MODUL GATAL
SISTEM INTEGUMEN

Disusun oleh:
Kelompok 1

Ketua Kelompok 70600122012 Fadhillah Nasywa Azzahra


Anggota Kelompok 70600122002 Shafira Aulia Nasution (Scriber)
70600122004 A. Diah Putri Kemal
70600122006 Malun Maulani Fahidin
70600122008 Muflihah Sa’adah
70600122010 Ghaidah Mutmainnah
70600122014 Alifah Nur Fakhriyyah
70600122016 Nayla Khanaya
70600122018 Andi Dhiya Syahra Amanda Lukman
70600122020 Nurwana Anhufi
70600122022 Mutia Hanifa

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UIN ALAUDDIN MAKASSAR
TAHUN 2023
KATA PENGANTAR
ِ ‫ْــــــــــــــــــم هللاِ الرَّحْ َم ِن الر‬
‫َّحي ِْم‬ ِ ‫بِس‬

Segala puji dan syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah Subhanahu Wa
Ta’ala, yang telah melimpahkan rahmat dan anugerah-Nya kepada kita semua,
sehingga meski dengan segala keterbatasan yang penulis miliki, pada akhirnya
penulis dapat menyelesaikan laporan Problem Based Learning (PBL) modul
“GATAL” blok integumen.
Adapun laporan modul PBL ini telah kami usahakan semaksimal mungkin
dan tentunya dengan bantuan berbagai pihak, sehingga dapat memperlancar
pembuatan laporan ini. Tidak lupa kami menyampaikan banyak terima kasih
kepada semua pihak yang telah membantu kami dalam pembuatan laporan ini.
Namun tidak lepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa tentu
tidak ada yang sempurna di dunia ini, sehingga tidak dapat dipungkiri adanya
kesalahan baik dari segi penyusunan bahasa maupun yang lainnya. Oleh karena
itu, kami menerima saran dan kritik dari pembaca, agar kami dapat memperbaiki
laporan ini.
Kami ucapkan terima kasih dan berharapkan laporan PBL ini dapat
bermanfaat bagi kita semua.

Makassar, 28 Mei 2023

Kelompok 1

II
DAFTAR ISI

JUDUL........................................................................................................................... i
KATA PENGANTAR.................................................................................................... ii
DAFTAR ISI..................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Skenario............................................................................................................. 1
1.2 Kata Kunci.......................................................................................................... 1
1.3 Daftar Pertanyaan............................................................................................... 1
1.4 Problem Tree....................................................................................................... 2
1.5 tabel diagnosa banding....................................................................................... 3
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Definisi Gatal.................................................................................................... 4
2.2 Struktur Anatomi, Histologi, dan Fisiologi Terkait Skenario............................. 4
2.3 Etiologi Gatal.....................................................................................................10
2.4 Patomekanisme Gatal.........................................................................................12
2.5 Effloresensi terkait skenario...............................................................................13
2.6 Diagnosa banding terkait skenario.....................................................................13
2.7 Diagnosa utama terkait skenario........................................................................16
2.8 Epidemiologi diagnosa terkait skenario.............................................................18
2.9 Tata Laksana Terkait Skenario...........................................................................19
2.10 Integrasi Keislaman Terkait Skenario...............................................................19
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan........................................................................................................21
3.2 Saran...................................................................................................................21
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................22

III
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Skenario

Seorang anak laki-laki berusia 9 tahun datang dibawa oleh ibunya ke Puskesmas
dengan keluhan gatal pada seluruh tubuh sejak 3 minggu, keluhan awalnya
dirasakan di selangkangan, menyebar ke paha, badan, dan tangan. Pada sela jari
tangan tampak benjolan kecil berisi air. Riwayat alergi disangkal. Riwayat adik
pasien mengeluhkan hal yang sama

1.2 Kata kunci

1. Seorang anak laki laki


2. Usia 9 tahun
3. Keluhan gatal sejak 3 minggu lalu
4. Sela jari tangan terdapat benjolan kecil berisi air
5. Tidak ada riwayat alergi
6. Adik pasien mengeluhkan hal yang sama
7. Keluhan awalnya dirasakan di selangkangan menyebar ke paha, badan dan
tangan

1.3 Daftar pertanyaan

1. Definisi dari gatal ?


2. Apa histologi dan anatomi dari skenario ?
3. Apa fisiologi dari skenario diatas ?
4. Bagaimana etiologi dari gatal ?
5. Bagaimana mekanisme dari gatal ?
6. Bagaimana effloresensi dari skenario terkait ?

1
7. Apa diagnosis banding dari skenario diatas ?
8. Apa diagnosis utama dari skenario diatas ?
9. Apa epidemiologi penyakit di skenario ?
10. Bagaimana tatalaksana sesuai skenario ?
11. Bagaimana integrasi keislaman terkait skenario ?
1.4 Problem tree

2
1.5 Tabel diagnosa banding

Kata kunci Scabies Tinea manus varisela


Anak Laki laki
+ + +
Usia 9 tahun
+ + +
Gatal
+ + +/-
Sejak 3 minggu
+ + +
Predileksi seluruh
tubuh
+ - +
Predileksi
selangkangan
menyebar ke paha, + - +
tangan, dan badan
Sela jari tampak
benjolan kecil berisi
+ - +
air
Riwayat adik pasien
merasakan hal yang
+ + +
sama
Riwayat alergi
- - -

3
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi Gatal

Menurut dr.Asnawi Madjid ,Sp.KK (K) ,MARS ,FINSDV,FAADV dalam


artikel RSUP Wahidin yang berjudul Pruritus Gatal adalah sensasi yang tidak
menyenangkan pada kulit dan menimbulkan keinginan untuk menggaruk.Rasa
gatal patologis adalah rasa gatal yang sangat tidak menyenangkan,timbul dalam
berbagai jenis penyakit kulit serta berbagai jenis penyakit sistemik dan
menimbulkan keinginan kuat untuk menggaruk.

Gatal merupakan manifestasi yang disebabkan oleh factor multifactorial yang


etiologinya  seringkali sulit untuk didiagnosis dengan tepat. Pruritus merupakan
sensasi kulit yang iritatif dan menimbulkan rangasangan untuk
menggaruk.Pruritus merupakan gejala dari berbagai penyakit kulit.Bila tidak
disertai kelainan kulit maka disebut pruritus esensial.

2.2 Struktur Anatomi, Histologi, dan Fisiologi terkait skenario

A. Anatomi Kulit :
Kulit terdiri dari 3 lapisan yaitu

4
1. Epidermis
Merupakan lapisan kulit yang paling luar, yang terdiri dari beberapa lapis
sel yang akan terus mengalami proses regenerasi. Epidermis juga merupakan
lapisan avaskular (tanpa pembuluh darah) dan bergantung pada pembuluh darah
pada lapisan dermis untuk proses oksigenasi, penyediaan metabolit dan
pembuangan limbah metabolik. Epidermis terdiri dari beberapa lapisan yaitu
stratum korneum, lucidum, granulosum, spinosum, dan germinativum. Lapisan
epidermis ini sangat penting dalam kosmetika karena lapisan ini memberikan
tekstur, kelembaban serta warna kulit. Sel penyusun utama lapisan epidermis
adalah keratinosit. Apabila keratinosit matang akan bergerak ke lapisan di atasnya
yang disebut dengan proses keratinisasi. Sehingga sel-sel dalam epidermis terdiri
dari 4 sel, yaitu: sel langerhans, sel merkel, sel melanosit, dan sel keratinosit.

2. Dermis
Merupakan lapisan tengah kulit yang lebih tebal dari epidermis. Pada
lapisan dermis dua lapisan yaitu lapisan retikuler dan papiler. Lapisan papiler
berisi saraf dan pembuluh kapiler yang memelihara epidermis, sedangkan pada
lapisan retikuler terdiri dari jaringan ikat yang kuat yang mengandung kolagen
dan serat elastis Di dalam dermis mengandung folikel rambut, papila rambut,
kelenjar keringat, saluran keringat, kelenjar sebasea, otot penegak rambut,
pembuluh darah dan reseptor saraf untuk rasa, sentuhan, dan suhu. Selain itu,
lapisan Dermis juga merupakan srtuktur penyusun kulit yang menyediakan
kelenturan, elastisitas dan kekuatan regang kulit. Kemampuan tersebut melindungi
tubuh dari cedera mekanis, meretensi air, membantu dalam termoregulasi, dan
termasuk reseptor stimuli indrawi. Lapisan Dermis menerima suplai darah yang
sangat banyak, karena itu terdapat pleksus arteri superfisial pada dermis papiler
dan retikuler yang merupakan percabangan dari arteri subkutis. Dimana Cabang-
cabang dari pleksus ini membentuk loop kapiler di lapisam papiler dermis,
masing-masing terdiri atas loop tunggal kapiler, satu arteri dan satu vena. Vena
mengalir menuju pertengahan dermis dan jaringan vena subkutan

5
3. Lapisan Subkutan (Hipodermis)
Secara embriologi, menjelang akhir bulan kelima, sel-sel lemak mulai
berkembang dalam jaringan subkutan. Lobulus sel-sel lemak atau liposit
kemudian dipisahkan oleh septa fibrosa yang tersusun dari pembuluh darah besar
dan kolagen. lapisan hypodermis Merupakan lapisan terdalam dari kulit yang
terletak dibawah dermis yang berfungsi sebagai isolator termal dan penyimpanan
energy. Selain itu, Konversi hormon juga berlangsung dalam lapisan hypodermis
misalnya, pengubahan androstenedion menjadi estron oleh ensim aromatase.

B. Histologi kulit

1. Lapisan Epidermis
Merupakan lapisan yang berepitel berlapis gepeng dan berkeratin. Dimana
epitel berlapis gepeng ini tersusun oleh banyak lapis sel, salah satunya yaitu
keratinosit yang merupakan sel yang paling dominan dimana keratinosit akan
membelah diri, tumbuh,  bermigrasi ke atas, mengalami keratinisasi atau
kornifikasi dan akan membentuk lapisan epidermis yang akan menjadi protektif
kulit. Lapisa epidermis terbagi atas 5 yaitu:
A. Stratum basal, yang merupakan lapisan terdalam atau dasar di epidermis
yang terletak pada membrane basal dan memisahkan dermis dan

6
epidermis. Dimana stratum basal ini terdiri dari satu lapisan epitel kuboid
atau silindris memiliki inti yang besar dan sitoplasmanya basofilik. Semua
sel pada stratum basal menghasilkan dan mengandung filament
intermediate keratin yang meningkat jumlahnya seiring dengan
bergeraknya sel keatas sehingga filament ini akan membentuk komponen
keratin dilapisa sel superfisial. Selain itu, sel melanosit juga berada pada
stratum basal  yang akan membentuk pigmen melanin yang akan
menimbulkan warna gelap pada kulit yang memiliki fungsi untuk
melindungi kulit dari efek radiasi ultraviolet yang merusak.
B. Stratum spinosum, merupakan Lapisan yang terdiri atas beberapa lapis sel
yang besar-besar berbentuk poligonal dengan inti lonjong serta memiliki
Sitoplasma yang kebiruan. Pembentukan filament keratin berlanjut pada
lapisan spinosum dan filamen ini akan tersususn membentuk berkas
tonofilamen yang akan mempertahaknkah kohesi diantara sel dan
menghasilkan resistensi terhadap abrasi epidermis. Pada stratum spinosum
terdapat sel Langerhans yang berasal dari sumsum tulang untuk
mengenali, memfagosit, dan memproses antigen asing atau biasa disebut
sebagai sel penyaji antigen (APC) yang merupakan pertahanan imunologik
kulit
C. Stratum granulosum, merupakan Lapisan yang terdiri atas 2-4 lapis sel
gepeng yang mengandung banyak granula basofilik yang disebut granula
keratohialin
D. Startum lucidum, merupakan lapisan yang hanya terdapat pada kulit tebal
dimana Lapisan ini dibentuk oleh 2-3 lapisan sel gepeng yang tembus
cahaya, dan agak eosinofilik.
E. Stratum korneum, merupakan Lapisan yang terdiri atas banyak lapisan sel-
sel mati, pipih dan tidak berinti serta sitoplasmanya digantikan oleh
keratin. Selsel yang paling permukaan merupakan sisik zat tanduk yang
terdehidrasi yang selalu terkelupas.

2. Lapisan Dermis

7
Lapisan dermis terdiri atas 2 yaitu
a. Stratum papilar, lapisan ini mengandung serat jaringan ikat longgar
ireguler, kapiler,pembuluh darahm fibroblast, makrofag, dan jaringan ikat
longgar lainnya. Pada lapisan stratum papilar terdapat badan meissner
yang berfungsi sebagai reseptor untuk mendeteksi sentuhan yang halus
dan persepsi getaran yang memiliki sensitivitas yang tinggi
b. Stratum Retikular, lapisan ini memiliki jaringan ikat ireguler yang sangat
padat bersifat sangat vascular,yang mengandung banyak pembuluh darah,
pembuluh limfe, dan saraf. Lapisan ini dapat menahan stress mekanis yang
lebih besar serta dapat menunjang saraf, pembuluh darah, folikel rambut,
dan semua lapisan kelenjar keringat. Pada lapisan ini terdapat badan
paccini yang merupakan reseptor untuk mendeteksi tekanan mekanis dan
getaran yang lebih dalam dan frekuensi yang sangat tinggi

3. Lapisan hypodermis (subkutis)


Merupakan lapisan subkutan yang menyatu dengan stratum reticular, lapisan ini
berupa jaringan ikat lebih longgar dengan serat kolagen halus terorientasi
terutama sejajar terhadap permukaan kulit, selain itu, lapisan ini juga mengandung
jaringan lemak dan fasia superfisial. Lapisan hipodermis ini memiliki fungsi
sebagai penahan terhadap benturan ke organ tubuh bagian dalam, memberi bentuk
pada tubuh, mempertahankan suhu tubuh dan sebagai tempat penyimpan
cadangan makanan.

3. Fisiologi kulit
Kulit mempunyai berbagai fungsi yaitu sebagai berikut : 
1. Pelindung atau proteksi Epidermis terutama lapisan tanduk berguna untuk
menutupi jaringan-jaringan tubuh di sebelah dalam dan melindungi tubuh
dari pengaruh-pengaruh luar seperti luka dan serangan kuman. Lapisan
paling luar dari kulit ari diselubungi dengan lapisan tipis lemak, yang
menjadikan kulit tahan air. Kulit dapat menahan suhu tubuh, menahan
luka-luka kecil, mencegah zat kimia dan bakteri masuk ke dalam tubuh

8
serta menghalau rangsang-rangsang fisik seperti sinar ultraviolet dari
matahari. 
2. Penerima rangsang Kulit sangat peka terhadap berbagai rangsang sensorik
yang berhubungan dengan sakit, suhu panas atau dingin, tekanan, rabaan,
dan getaran. Kulit sebagai alat perasa dirasakan melalui ujung-ujung saraf
sensasi. 
3. Pengatur panas atau thermoregulasi Kulit mengatur suhu tubuh melalui
dilatasi dan konstruksi pembuluh kapiler serta melalui respirasi yang
keduanya dipengaruhi saraf otonom. Tubuh yang sehat memiliki suhu
tetap kira-kira 98,6 derajat Farenheit atau sekitar 36,50 C. Ketika terjadi
perubahan pada suhu luar, darah dan kelenjar keringat kulit mengadakan
penyesuaian seperlunya dalam fungsinya masing-masing. Pengatur panas
adalah salah satu fungsi kulit sebagai organ antara tubuh dan lingkungan.
Panas akan hilang dengan penguapan keringat. 
4. Pengeluaran (ekskresi) Kulit mengeluarkan zat-zat tertentu yaitu keringat
dari kelenjar-kelenjar keringat yang dikeluarkan melalui pori-pori keringat
dengan membawa garam, yodium dan zat kimia lainnya. Air yang
dikeluarkan melalui kulit tidak saja disalurkan melalui keringat tetapi juga
melalui penguapan air transepidermis sebagai pembentukan keringat yang
tidak disadari. 
5. Penyimpanan Kulit dapat menyimpan lemak di dalam kelenjar lemak. 
6. Penyerapan terbatas 15 Kulit dapat menyerap zat-zat tertentu, terutama
zat-zat yang larut dalam lemak dapat diserap ke dalam kulit. Hormon yang
terdapat pada krim muka dapat masuk melalui kulit dan mempengaruhi
lapisan kulit pada tingkatan yang sangat tipis. Penyerapan terjadi melalui
muara kandung rambut dan masuk ke dalam saluran kelenjar palit,
merembes melalui dinding pembuluh darah ke dalam peredaran darah
kemudian ke berbagai organ tubuh lainnya. 
7. Penunjang penampilan Fungsi yang terkait dengan kecantikan yaitu
keadaan kulit yang tampakt halus, putih dan bersih akan dapat menunjang
penampilan Fungsi lain dari kulit yaitu kulit dapat mengekspresikan emosi

9
seseorang seperti kulit memerah, pucat maupun konstraksi otot penegak
rambut.

2.3 Etiologi Gatal


Gatal atau pruritus sendiri dikategorikan menjadi 4 tipe berdasarkan penyebabnya,
yaitu pruritus neuropatik, psikogenik, neurogenik, dan pruriroseptif. 
A. Pruritus neuropatik disebabkan oleh adanya kerusakan pada neuron
sensorik sentral atau perifer yang menyebabkan rangsangan pada neuron
pruritus tanpa adanya rangsangan pada kulit yang bersifat pruritogenik.
Rasa gatal tipe ini disebabkan oleh lesi primer atau disfungsi pada titik
tertentu sepanjang jalur aferen dari sistem saraf. Karena lokasi kerusakan
saraf terjadi jauh dari lokasi gatal yang sebenarnya, menggaruk rasa gatal
neuropatik dinilai tidak efektif.
B. Pruritus psikogenik dihubungkan dengan gangguan psikologis. Rasa gatal
ini biasanya muncul dengan rangsangan berlebihan untuk menggaruk kulit
yang sebenarnya normal, melibatkan gangguan otak atau psikiatrik yang
masih belum bisa didefinisikan dengan jelas. Diagnosis psikiatrik seperti
depresi, gangguan obsesif kompulsif, cemas, gangguan somatoform,
mania, psikosis, dan penyalahgunaan obat dihubungkan dengan
manifestasi fisik berupa rasa gatal.
C. Pruritus neurogenik dan sistemik muncul dari gangguan yang terjadi pada
sistem organ selain kulit. Beberapa penyakit yang dapat menyebabkan
pruritus ini antara lain gagal ginjal kronik, penyakit hati, hematologi,
kondisi limfoproliferatif, dan keganasan.
D. Pruritus pruritoseptif adalah tipe gatal yang paling banyak ditemukan oleh
dokter kulit. Rasa gatal ini dihasilkan di kulit melalui inflamasi atau
kerusakan pada kulit, dan dapat terlihat melalui pemeriksaan klinis. Faktor
penyebabnya dapat berupa mediator endogen ataupun alergen eksogen
yang berkontak dengan kulit dan menginduksi terjadinya rasa gatal
pruritoseptif.

10
2. 4 Patomekanisme Gatal

Mekanisme gatal mempunyai jalur yang sama dengan mekanisme nyeri, hal ini
dibuktikan dengan pada saat pemberiaan anestesi saat dilakukan sensasi gatal
ternyata tidak ada sensasi tersebut. Pada anatomi kulit, terdapat daerah junction
ducto-epidermal dimana disitulah letak saraf-saraf bebas nosiseptor (reseptor
nyeri). Dimana saraf-saraf tersebut terdiri dari 2 serabut saraf yaitu tipe A dan tipe
C. Tipe A terdapat myelin tipis sedangkan tipe C tidak bermielin, Serabut saraf C
sekitar 80% dirangsang oleh stimulant seperti panas, mekanik, fisik dan kimiawi
sedangkan 20% hanya dirangsang melalui stimulant kimiawi dimana 15% tidak
memiliki reseptor gatal sedangkan 5% mempunyai reseptor gatal (prurireseptor).
Serabut tipe A berdiameter 2–5 m dan memiliki kecepatan konduksi hingga 8
m/dtk. Sedangkan C-fiber berdiameter rata-rata 0,2–1,5 m dan memiliki kecepatan
konduksi kurang dari 2 m/dtk. Inilah yang membuktikan bahwa gatal berjalan
pada saraf C terjadi tidak langsung begitu saja, melainkan butuh waktu untuk
mempersepsikan gatal tersebut.

Serabut saraf C diklasifikasikan menjadi dua subgrup yaitu C mechano-insensitive


afferences (CMIA) dan C mechano-heat sensitive (CMH). Jalur sinyal pruritus

11
histaminergik diperankan oleh CMIA dan diaktivasi oleh histamin. Sedangkan
jalur sinyal pruritus non-histaminergik terdapat pada CMH dan diaktivasi oleh
protease, sitokin, kemokin, dan amin. Berbagai sitokin yang berperan pada
pruritus contohnya interleukin (IL)- 4, IL-13, IL-31, IL-17, serta thymic stromal
lymphopoietin (TSLP). Reseptor histamin-1 diekspresikan pada CMIA,
sedangkan pada CMH terdapat berbagai reseptor lain.

Pruritus timbul akibat interaksi kompleks antara kulit, sistem imunitas, dan sistem
saraf. Pruritogen akan berikatan dengan reseptor di ujung bebas serabut saraf C
tidak bermielin di kulit. Sensasi gatal diinduksi melalui aktivasi oleh pruritogen
pada G protein-coupled receptors (GPCR). Berbagai GPCR yang diketahui
berkontribusi pada pruritus adalah reseptor histamin-1, protease-activated
receptors (PAR)-2 dan PAR-4, mas-related G protein-coupled receptor (mrgpR),
dan sebagainya. Ikatan antara pruritogen dan GPCR dapat mengaktivasi berbagai
kanal ion yaitu transient receptor potential vanilloid 1 (TRPV1), transient receptor
potential ankyrin 1 (TRPA1), serta voltage-gated sodium channels (Nav).

Pada pruritus akut, histamin berperan penting sebagai mediator gatal. Histamin
dilepaskan secara utama oleh sel mast, namun juga dapat dilepaskan oleh sel
basofil. Pelepasannya dirangsang oleh kompleks antigen-antibodi (IgE) yang
sebelumnya diproduksi oleh sel B.  Histamin berikatan dengan reseptor histamin
di saraf dan mengaktivasi TRPV1 sehingga terjadi potensial aksi. Potensial aksi
menyebabkan pelepasan neuropeptida (substansi P dan calcitonin gene-related
protein), kemudian mencetuskan inflamasi neurogenik. Substansi P, termasuk
dalam famili tachykinin, merupakan neuropeptida yang dilepaskan oleh neuron
peptidergik dan memiliki afinitas tinggi pada reseptor neurokinin-1 (NK-1).9 Pada
pruritus kronik, aktivasi GPCR oleh pruritogen non histamin memicu terbukanya
kanal ion TRPV1 dan TRPA1 melalui sistem fosfolipase atau kinase. Selanjutnya,
terjadi aktivasi Nav1.7 dan memicu potensial aksi.

Ketika potensial aksi terjadi informasi atau data dari zat yang mengalami
inflamasi akan dibawa ke ujung saraf C yang terletak di dekat junction

12
dermoepidermal. Pada ujung serabut saraf C terdapat sel mast yang selalu
berdekatan dengan serabut tersebut lalu akan berikatan dan akan menghasilkan
substansi P yang berfungsi sebagai neurotransmitter (jembatan penghubung
neuron). Karena adanya substansi P, signal yang dibawa dari saraf perifer akan
masuk menuju sistem saraf pusat melalui serabut akar dorsalis lalu akan masuk ke
traktus spinotalamikus yang nantinya akan bermuara di thalamus. Dari thalamus
signal akan diteruskan ke pusat otak yang lebih tinggi yaitu korteks serebri yang
nantinya akan memberikan persepsi gatal.

Ada yang mengatakan bahwa Proyeksi neuron dari nukleus medial ventral di
thalamus berakhir di korteks sensorimotor, sedangkan neuron dari nukleus dorsal
medial di thalamus berakhir di korteks cingulate.

2.5 Effloresensi terkait skenario

Effloresensi pada kasus yaitu effloresensi primer dengan bentuk vesikel.


Effloresensi primer yaitu timbul pada kulit normal. Dan bentuk vesikel
merupakan peninggian kulit berbatas tegas berosi cairan dengan < 1 cm, dapat
pecah menjadi erosi, dan dapat bergabung menjadi bula.

2.6 Diagnosa banding terkait scenario


a. Skabies

13
Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan sensitisasi
Sarcoptes scabiei var. hominis. Penularan skabies dapat terjadi melalui kontak
dengan obyek terinfestasi seperti handuk, selimut, atau lapisan furnitur dan dapat
pula melalui hubungan langsung kulit ke kulit. Lesi primer yang terbentuk akibat
infeksi skabies pada umumnya berupa terowongan yang berisi tungau, telur, dan
hasil metabolisme. Di ujung terowongan dapat ditemukan vesikel atau papul kecil.
Terowongan dapat ditemukan bila belum terdapat infeksi sekunder. Ketika
menggali terowongan, tungau mengeluarkan sekret yang dapat melisiskan stratum
korneum. Sekret dan eksret tersebut akan menyebabkan sensitisasi sehingga
menimbulkan lesi sekunder. Lesi sekunder berupa papul, vesikel, pustul, dan
terkadang bula. Selain itu dapat pula terbentuk lesi tersier berupa ekskoriasi,
eksematisasi, dan pioderma. Tanda utamanya adalah rasa gatal yang terasa. lebih
hebat pada malam hari karena meningkatnya aktivitas tungau akibat suhu yang
lebih lembab dan panas. Sensasi gatal yang hebat seringkali mengganggu tidur
dan penderita menjadi gelisah. Pada infeksi inisial, gatal timbul setelah 3 sampai 4
minggu, tetapi paparan ulang menimbulkan rasa gatal hanya dalam waktu
beberapa jam. 

b. Varisela

14
Varisela adalah suatu penyakit infeksi akut primer menular, disebabkan oleh
Varicella Zooster Virus (VZV), yang menyerang kulit dan mukosa, dan ditandai
dengan adanya vesikel-vesikel. Varisela menular melalui sekret saluran
pernapasan, percikan ludah, terjadi kontak dengan lesi cairan vesikel, pustula, dan
secara transplasental. Individu dengan zoster juga dapat menyebarkan varisela.
Masa inkubasi 11-21 hari. Pasien menjadi sangat infektif sekitar 24 – 48 jam
sebelum lesi kulit timbul sampai lesi menjadi krusta biasanya sekitar 5 hari.
Manifestasi klinis varisela terdiri atas 2 stadium yaitu stadium prodormal, stadium
erupsi. Pada stadium prodormal, individu akan merasakan demam yang tidak
terlalu tinggi selama 1-3 hari, mengigil, nyeri kepala anoreksia, dan malaise.
Kemudian menyusul stadium erupsi, timbul ruam-ruam kulit “ dew drops on rose
petals” tersebar pada wajah, leher, kulit kepala dan secara cepat akan terdapat
badan dan ekstremitas. Penyebarannya bersifat sentrifugal (dari pusat). Makula
kemudian berubah menjadi papula, vesikel, pustula, dan krusta. Erupsi ini disertai
rasa gatal. Perubahan ini hanya berlangsung dalam 8-12 jam, sehingga varisela
secara khas dalam perjalanan penyakitnya didapatkan bentuk papula, vesikel, dan
krusta dalam waktu yang bersamaan, ini disebut polimorf.

c. Tinea manus

15
Tinea manus merupakan infeksi   kulit   yang   disebabkan   oleh   jamur
superfisial yang  menginfeksi    permukaan tubuh  yang mengandung  zat  tanduk 
(keratin) dan terlokalisasi  pada  stratum  korneum  kulit. Tinea manus menyerang
daerah tangan, telapak tangan serta sela-sela jari tangan. Tinea manum terjadi
diakibatkan oleh jamur Trichophyton mentagrophytes dan juga jamur
Trichophyton rubrum. Selain itu keadaan yang panas dan lembab akan
mempermudah jamur untuk masuk ke kulit, selain dari itu kebersihan yang
kurang, kemudian keadaan basah serta lingkungan rawa yang selalu basah juga
dapat untuk mempermudah terjangkitnya penyakit ini. Gejala dari penyakit tinea
manum yaitu antara lain dapat berupa, Munculnya gelembung-gelembung berisi
cairan, Kulit menjadi bersisik, Terdapat ruam kulit yang berwarna merah, Terdapat
rasa gatal.

2.7 Diagnosa utama terkait skenario

Berdasarkan diagnosis banding dan melalui tabel diagnosis banding, diagnosis


utama pada pasien kemungkinan adalah skabies. Skabies merupakan penyakit

16
kulit yang disebabkan oleh infestasi dan sensitisasi dari parasit sarcoptes scabiei.
Adapun gejala klinis yang khas dari penyakit ini yaitu rasa gatal pada malam hari
karena adanya aktivitas tungau yang lebih tinggi saat suhu menjadi lebih lembab
dan panas. Lesi kulit umumnya berada pada daerah-daerah lipatan seperti sela jari,
selangkangan, daerah ketiak, siku, bokong dan lipatan payudara, Kemudian
Ketika mengamati lesi menggunakan loop akan terlihat terowongan berwarna
putih keabuan berbentuk garis lurus atau berkelok kelok dengan rata-rata Panjang
1 cm. pada ujung terowongan akan terlihat vesikel atau papul. Pada saat infeksi
akan ditemukan ruam polimorf. Terkadang dapat juga ditemukan kunikulus,
namun kunikulus biasanya tidak terlihat lagi dikarenakan rasa gatal yang
membuat pasien selalu menggaruk dan mengakibatkan kunikulus menjadi rusak.

Pemeriksaan penunjang yang akan memperkuat penegakan diagnosis yaitu dengan


mengamati adanya sarcoptes scabiei baik yang masih hidup, telurnya, atau skibala
(kotoran) menggunakan pengamatan dengan loop atau pengambilan sampel irisan
atau sampel biopsi kulit yang kemudian diamati dibawah mikroskop. Scabies
sendiri merupakan penyakit kulit yang dapat menular dan biasanya terjadi pada
keluarga, asrama/pondokan, dan perkampungan dengan penduduk yang padat.
Penularannya terjadi dengan cara kontak kulit langsung dengan penderita seperti
berjabat tangan atau tidur Bersama. Dan dapat juga melalui kontak tak langsung
seperti lewat pakaian, handuk, sprei, Kasur, bantal, dan lain sebagainya. 

Berdasarkan variannya, skabies terbagi atas 2 yaitu, skabies norwegia (skabies


berkusta) dan skabies nodular. 

 Skabies norwegia ditandai dengan adanya dermatosis kusta pada daerah


kaki, kuku, dan skuama yang generalisata. Jenis skabies norwegia
biasanya tidak terlalu gatal namun memiliki sifat yang sangat menular.
jenis scabies ini biasanya menyerang orang dengan gangguan imunologi,
psikis, retardasi mental, dan kelemahan fisis.

17
 skabies nodular merupakan skabies yang akan membentuk nodular ketika
penanganan yang dilakukan terlambat. Skabies ini biasanya gatal dan
sering terjadi pada bayi, anak-anak, dan pasien imunokompromais. 

2.8 Epidemiologi diagnosa terkait scenario

a. Skabies

Data epidemiologi menunjukkan scabies atau skabies lebih banyak terjadi di


negara berkembang dengan iklim tropis, seperti Indonesia. Prevalensi scabies di
seluruh dunia berkisar antara 0,2% hingga 71%, dimana prevalensi lebih tinggi
berkaitan dengan kemiskinan, status gizi buruk, tunawisma, dan higienitas yang
tidak memadai.[1-3]

Pada negara-negara, epidemiologi scabies terjadi secara primer pada


institusi seperti penjara, dan pada fasilitas perawatan jangka panjang termasuk
rumah sakit, panti jompo, atau rumah singgah.

b. Varisela

Secara epidemiologi, varicella atau cacar air (chickenpox) sering terjadi pada
anak. Namun, penyakit ini juga dapat terjadi pada orang dewasa. Sejak
diperkenalkannya vaksinasi varicella di tahun 1995, jumlah kasus telah menurun
sebanyak 79% di tahun 2000–2010 dan menurun 93% di tahun 2012.
Terdapat perbedaan epidemiologi infeksi VZV di negara tropis dan di negara
beriklim sedang. Negara tropis memiliki insidensi varicella usia dewasa yang
lebih tinggi daripada negara beriklim sedang. Di negara beriklim sedang, infeksi
VZV meningkat di musim dingin dan di awal musim semi.

c. Tinea manus
Menurut data epidemiologi, tinea manus lebih banyak terjadi di negara
beriklim tropis karena lingkungan yang hangat dan lembab. Prevalensinya

18
meningkat pada populasi yang mempunyai status social ekonomi rendah dan pada
jenis kelamin laki-laki.
Secara global, sekitar 10–25% populasi dilaporkan mengalami infeksi
dermatofita. Dari jumlah ini, tinea pedis dan tinea manus adalah manifestasi yang
paling banyak. Data epidemiologi terkait tinea pedis telah banyak dilaporkan,
tetapi data mengenai tinea manus masih terbatas. Angka kejadian tinea manus
diperkirakan sekitar 0,3–13% tergantung pada lokasi geografis.

2.9 Tata laksana gatal


A. Obat Topikal

1. Menggunakan krim pelembab


2. Menggunakan krim kortikosteroid-emolien
3. Hidrokortison
4. Betametason dipropionat
5. Klobetasol dipropionat
6. Imunosupresan

B. Obat Sistemik
1. Antihistamin : Hidroksizin dan difenhidramin
2. Antikonvulsan : Gabapentin dan Pregabalin
3. Modulator Opioid : Butorfanol dan Naltrekson
4. Antidepresan : Sertraline dan Paroksetin

C. Non-Farmakologi
1. Tidak menggunakan sampo dan sabun yang memiliki kandungan deterjen kuat
2. Menghindari alat mandi yang menyebabkan sensasi bakar
3. Menghindari Penggunaan barang berbahan nilon
4. Suhu ruang dipastikan lembab
5. Menjaga kebersihan tubuh

19
2.10 Integrasi keislaman terkait skenario

‫ب ا ِۡذ َن ٰادى َرب َّٗۤه اَ ِّن ۡى َم َّسن َِى الضُّرُّ َواَ ۡنتَ اَ ۡر َح ُم ال ٰ ّر ِحم ِۡي َن‬
َ ‫َ‌واَي ُّۡو‬
Wa Ayyuuba iz naadaa Rabbahuuu annii massaniyad durru wa Anta arhamur
raahimiin
Dan (ingatlah kisah) Ayub, ketika dia berdoa kepada Tuhannya, “(Ya Tuhanku),
sungguh, aku telah ditimpa penyakit, padahal Engkau Tuhan Yang Maha
Penyayang dari semua yang penyayang.”
Dari ayat tersebut dapat kita ketahui bahkan dari zaman nabi dan rasul sudah
ditemykan adanya penyakit kulit. Juga kita dapatkan hikmah bahwa apabila
diberikan suatu penyakit maka kita harus menerimanya dengan ikhlas juga ias a
ikhtiar untuk mendapatkan kesembuhan dengan mencari layanan kesehatan.
Dengan adanya penyakit ini ias akit meyakini kebesaran dan kekuasaan Allah
SWT.
 
Kemudian terdapat hadist yang terkait dengan gatal yaitu “Dari Abu Sa’id Al
Khudri RA. Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda “ apabila salah
seorang diantara kamu kamu mengalami gatal di bagian tubuhnya. Janganlah dia
menggaruknya dengan tangan kanannya, tetapi biarkanlah dia menggaruknya
dengan tangan kiri nya atau dengan benda lainnya. “ (HR. Muslim)
Jadi, dikatakan bahwa janganlah menggaruk dengan tangan kanan, mengingat
tangan kanan adalah tangan yang ias akita gunakan untuk makan sehingga
kemungkinan terdapat kuman dan mikroorganisme yang masuk ke dalam mulut
pada saat kita makan . Apabila hal itu terjadi maka dapat menyebabkan
munculnya penyakit penyakit yang lain. Adapun hadist lain mengatakan “Ketika
seorang hamba merasakan gatal pada tubuhnya lalu ia menggaruk, maka gatal itu
akan hilang, tetapi jika ia menahan diri dan tidak menggaruk, gatal itu akan hilang
lebih baik bagi dirinya.”
(HR. Muslim)

20
Pada hadist ini kita diajarkan untuk lebih baik tidak menggaruk pada saat
merasakan gatal agar keshatan kulit dapat tetap terjaga. Oleh sebab itu penting
bagi kita untuk memperhatikan kebersihan diri dan lingkungan sekitar agar
terhindar dari segala permasalahan kulit.

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Gatal adalah sensasi yang tidak menyenangkan pada kulit dan menimbulkan
keinginan untuk menggaruk. Rasa gatal dapat timbul dalam berbagai jenis
penyakit kulit serta berbagai jenis penyakit sistemik. Mekanisme gatal diawali
dengan adanya stimulus berupa infeksi, pruritogen atau alergen yang kemudian
akan memicu pelepasan mediator gatal yaitu
histamin,protease,prostaglandin,peptido dll lalu menstimulus ujung serabut saraf
C dan selanjutnya rangsangan stimulus akan diteruskan ke kornu dorsalis medulla
spinalis dan berlanjut ke thalamus melalui traktus spinothalamikus kemudian

21
disebarkan ke korteks somatosensori untuk persepsi gatal dan menimbulkan
rangsang motorik berupa keinginan menggaruk. Berdasarkan scenario yang kami
peroleh kemungkinan penyakit skabies. Skabies adalah penyakit kulit yang
disebabkan oleh Sarcoptes scabiei var. hominis. Penularan skabies dapat terjadi
melalui kontak dengan obyek terinfestasi seperti handuk, selimut, atau lapisan
furnitur dan dapat pula melalui hubungan langsung kulit ke kulit. Lesi primer
yang terbentuk akibat infeksi skabies pada umumnya berupa terowongan yang
berisi tungau, telur, dan hasil metabolisme. Di ujung terowongan dapat ditemukan
vesikel atau papul kecil. Terowongan dapat ditemukan bila belum terdapat infeksi
sekunder. Lesi sekunder pada skabies berupa papul,vesikel,pustul, juga bula.
Skabies memiliki tanda utama yang khas yaitu adanya gatal hebat pada malam
hari yang timbul setelah 3-4 minggu pasca infeksi

3.2 Saran
Sebaiknya mahasiswa lebih aktif lagi dalam room zoom pbl dan paham dengan
materi yang disampaikan. Diharapkan mahasiswa menyampaikan materi yang
berasal dari sumber yang terpecaya.

DAFTAR PUSTAKA

1. Rahayu T,Sulistyaningsih D.R.Pruritus.41(115).2009.Majalah Ilmiah Sultan


Agung;hal:72.

2. Snell, Richard S. 2006. Anatomi Klinik Untuk Mahasiswa Kedokteran. Ed-6.

3. Johnson ML, Feingold KR. Physiology of the Epidermis. Dermatol Clin. 2005
Oct;23(4):559-67.

4. Kligman AM. The anatomy and physiology of the skin. In: Bolognia JL,
Jorizzo JL, Schaffer JV, editors. Dermatology. 3rd ed.

22
5. Novena, Dea Odilia dan Ni Gusti Putu Raka Ariani. 2021. Pruritus dan
modalitas terapi terkini: Sebuah tinjauan pustaka. Intisari Sains Medis. Volume
12, Number 3: 694-698. 

6. Mustiastik, Dwi. Atlas Penyakit Kulit dan Kelamin. Ed 2. 2013.

7. Wallengren J. Neuroanatomy and neurophysiology of itch. Dermatol. Ther.


2005. 18(4). 292-303
8. Andardewi, Melody Febriana, et al. "Perkembangan Terapi Sistemik pada
Pruritus." Jurnal Kedokteran Meditek 28.1 (2022): 79-90.
9. Novena OD, Ariani NG. Pruritus dan modalitas terapi terkini: Sebuah tinjauan
pustaka. Intisari Sains Medis. 2021 Oct 5;12(3):694-8.

23

Anda mungkin juga menyukai