Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Mewujudkan masyarakat yang berbudaya sehat tentu merupakan salah satu cita-cita
pembangunan nasional yang telah terpatri sejak bangsa ini mendeklarasikan kemerdekaannya.
Negara sudah sepatutnya menjamin setiap sendi-sendi kehidupan masyarakat tak terkecuali
kesehatan setiap orang. Menciptakan masyarakat yang sehat artinya pemerintah juga
mempersiapkan sumber daya manusia yang berkompeten dan mampu bersaing dari segi
intelektualitas.
Salah satu langkah nyata yang telah dilakukan oleh pemerintah adalah dengan
menyediakan pusat pelayanan kesehatan masyarakat (puskesmas) sebagai wadah untuk
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Puskesmas memiliki banyak peranan vital, mulai
dari peran preventif, promotif, kuratif, hingga rehabilitatif, sehingga dianggap sebagai unit
pelayanan kesehatan tingkat pertama yang paling banyak digunakan oleh masyarakat. Maka
perlu kiranya bagi pemerintah untuk melestarikan keberadaan puskesmas dan terus melakukan
perbaikan bukan hanya pada sumber daya yang ada di puskesmas itu sendiri melainkan pula
sumber daya manusia yang ada di puskesmas secara berkesinambungan.
Puskesmas secara detail juga memiliki fungsi untuk mencatat bagaimana penyebaran
penyakit yang terjadi di suatu wilayah. Itulah kenapa kemudian peranan tenaga epidemiologi di
puskesmas menjadi sangat penting. Secara menyeluruh, tenaga epidemiologi bertanggung jawab
dalam mengelola prevalensi dan insidensi penyakit dan memperhatikan betul bagaimana bentuk
evaluasi dari temuan penyakit tersebut. Belum lagi kegiatan surveilans epidemiologi di
puskesmas yang secara umum bertugas untuk mengumpulkan, mengelola, interpretasi, hingga
evaluasi nyata dengan memperhatikan beberapa faktor risiko seperti lingkungan, perilaku, dan
hal lainnya.
Pola pencatatan penyakit terbanyak di puskesmas setiap tahunnya perlu menjadi perhatian
setiap petugas puskesmas. Dengan adanya tampilan data terkait jumlah kejadian penyakit, maka
pemerintah dapat lebih efektif dalam menentukan prioritas permasalahan apa yang harus segera
ditanggulangi. Pengamatan yang detail disertai data-data yang real mendorong semua oknum
kesehatan untuk melakukan evaluasi terkait kinerja dan kebutuhan apa yang harus segera
dipenuhi. Jadi penting adanya untuk terus melakukan interpretasi data terhadap penyakit
terbanyak yang terjadi di wilayah tertentu mulai dari catatan harian, mingguan, bulanan, hingga
tahunan, agar kontrol lebih mudah dilakukan.

B.     Tujuan
1.      Mengetahui gambaran umum puskesmas kassi-kassi.
2.      Meninjau statistik pasien berdasarkan umur dan pendidikan.
3.      Mengetahui data 10 penyakit terbanyak yang terjadi di puskesmas kassi-kassi selama tahun
2014.
4.      Menganalisis deskriptif tentang penyakit nasofaringitis akut yang terjadi di puskesmas kassi-
kassi tahun 2014.
5.      Mengetahui bentuk evaluasi dari tenaga surveilans terhadap terjadinya penyakit nasofaringitis
akut di puskesmas kassi-kassi.

C.     Manfaat
1.      Bagi Dinas Kesehatan
Sebagai masukan dalam perencanaan program kesehatan masyarakat agar dapat melakukan
pemberantasan penyakit secara terarah.
2.      Bagi Masyarakat
Memberikan informasi tentang penyakit yang paling riskan terjadi dan dampaknya terhadap
kesehatan.

3.      Bagi Peneliti
Memberikan pengalaman nyata yang sangat berharga tentang mekanisme pengambilan data
surveilans di puskesmas dan dapat memperkaya pengetahuan kita akan penyebaran penyakit di
daerah tersebut.
4.      Bagi Ilmu Pengetahuan
Memberikan tambahan referensi bagi pembaca.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A.    Gambaran Umum Puskesmas Kassi-Kassi


Puskesmas kassi-kassi merupakan salah satu Puskesmas Pemerintah Kota Makassar dan
merupakan unit pelaksana teknis Dinas Kesehatan Kota Makassar. Berdiri sejak tahun
1978/1979, dan merupakan puskesmas perawatan ke-VI di Makassar. Puskesmas ini terletak di
jalan Tamalate I no.43 Kelurahan Kassi-Kassi Kecamatan Rappocini Kota Makassar, dengan
luas wilayah kerja kurang lebih 7,32 Ha. Dari 9 kelurahan terdapat 79 RW dan 496 RT.
Dari data sekunder yang diperoleh, jumlah penduduk di wilayah kerja puskesmas kassi-
kassi disajikan pada tabel berikut :

JUMLAH PERJENIS KELAMIN


NO. KELURAHAN Laki-laki Perempuan JUMLAH
1. Ballaparang 5.596 6.285 11.881
2. Rappocini 4.479 4.321 8.800
3. Buakana 5.222 5.686 10.908
4. Tidung 7.145 7.668 14.813
5. Bontomakkio 3.664 3.564 7.228
6. Kassi Kassi 7.923 8.812 16.735
7. Mappala 6.202 6.072 12.274
8. Banta-Bantaeng 9.510 10.293 19.803
9. Karunrung 5.912 6.342 12.254
JUMLAH 55.653 59.043 114.696
Sumber: Kantor Kecamatan Rappocini 2014.

Jumlah penduduk terpadat ditemukan pada kelurahan banta-bantaeng berdasarkan jenis


kelamin juga terbanyak pada kelurahan tersebut dengan perbandingan hampir sama. Jumlah
penduduk terbanyak ditemukan pada kelompok umur 20-24 tahun sebanyak 17.703 jiwa sedang
jumlah penduduk terendah pada kelompok umur 70-74 tahun sebanyak 1.079 jiwa.
Sarana kesehatan yang terdapat di wilayah kerja puskesmas kassi-kassi terdiri dari :
1.      Rumah sakit umum                 :  2 buah
2.      Rumah Sakit Bersalin              :  1 buah
3.      Puskesmas                               :  1 buah
4.      Puskesmas Pembantu              :  2 buah
5.      Balai/Klinik Pengobatan         :  2 buah
6.      Dokter Praktek                        :  30 orang
7.      Bidan Praktek Swasta (BPS)  :  20 orang
8.      Apotik                                     :  10 buah
9.      Posyandu                                 :  78 buah
Di puskesmas tersebut terdapat dua orang tenaga sarjana kesehatan masyarakat yaitu
tenaga epidemiologi 1 orang dan tenaga kesling 1 orang. Struktur organisasi Puskesmas terdiri
atas :
1.      Kepala Puskesmas
2.      Kepala Subag Tata Usaha
3.      Unit Pelayanan Teknis Fungsional Puskesmas
a.       Unit Kesehatan Masyarakat
b.      Unit Kesehatan Perorangan
4.      Unit Jaringan Pelayanan Puskesmas
a.       Unit Puskesmas Pembantu (Pustu)
b.      Unit Puskesmas Keliling (Puskel)
c.       Unit Bidan Komunitas

B.     Statistik Pasien Berdasarkan Umur dan Pendidikan


Dua variabel yang selalu menjadi penentu dalam mendeskripsikan pasien dalam sebuah
puskesmas tak dapat dilepaskan dari umur dan pendidikannya. Kedua variabel ini menjadi
indikator yang kuat untuk menganalisis lebih jauh kenapa sebuah penyakit dapat terjadi. Umur
menentukan interval waktu yang paling riskan bagi seseorang mengidap suatu penyakit,
sedangkan pendidikan menjadi penentu tingkat kematangan berpikir seseorang yang akan
mempengaruhi gaya hidup orang tersebut nantinya.
Berdasarkan data yang kami peroleh, statistik berdasarkan tingkat umur digambarkan
sebagai berikut :
Dari data di atas, kita dapat menyimpulkan bahwa umur masyarakat yang paling rentan
mengalami sakit adalah di umur 15-19 tahun dengan jumlah kejadian 5093 atau dengan
persentase 35,8%. Diikuti oleh umur 1 bulan > 1 tahun dan umur 55-59 tahun dengan masing-
masing berjumlah 1478 (10,4%) dan 1305 (9,2%). Jadi yang harus menjadi perhatian serius
pihak puskesmas adalah kelompok masyarakat di umur 15-19 tahun atau kelompok remaja yang
memang merupakan umur yang sangat labil dan merupakan proses pencarian jati diri. Wajar jika
mereka masih sangat akrab dengan penyakit.
Adapun statistik pasien berdasarkan latar belakang pendidikannya digambarkan di bawah
ini :
 
Dari data sekunder yang didapat, maka kita dapat menyimpulkan bahwa masyarakat yang
paling sering menderita suatu penyakit adalah masyarakat yang tingkat pendidikannya
SMA/SLTA/MA berjumlah 5606 atau 39,4%. Disusul oleh tingkat masyarakat yang
Tidak/Belum Sekolah dengan jumlah 4494 atau 31,6%, dan SD/MI melengkapi 3 besar tingkat
pendidikan masyarakat yang rentan terkena penyakit dengan jumlah 1565 atau berkisar 11%. Hal
ini selaras dengan hasil statistik berdasarkan tingkat umur yang menunjukkan bahwa umur
remaja atau umur anak SMA paling rentan mengalami penyakit di daerah kassi-kassi.
Alhasil, dari dua variabel yang telah disajikan, maka kita dapat mengetahui bahwa program
intervensi terbesar harusnya dilakukan pada umur 15-19 tahun untuk mengurangi angka
penderita penyakit dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.

C.     Data 10 Penyakit Terbanyak yang Terjadi di Puskesmas Kassi-Kassi Selama Tahun 2014
Penyebaran penyakit di puskesmas kassi-kassi begitu kompleks. Terdapat temuan beberapa
penyakit yang menjangkit masyarakat selama kurung waktu 2014. Hal ini tentu saja mendorong
perlunya ada penggolongan data penyakit terbanyak yang diderita oleh masyarakat sebagai
nantinya bahan acuan atau landasan dalam melakukan upaya penanggulangan dan
pemberantasan penyakit.
Keadaan demografi dan pola hidup masyarakat sekitar sering kali menjadi faktor penentu
terjadinya suatu penyakit. Dari pemaparan data yang disajikan dalam bentuk online, terdapat ada
10 penyakit terbanyak yang terjadi di tahun 2014 sebagai berikut :
Dari data di atas, maka diperoleh bahwa nasofaringitis akut merupakan penyakit yang
paling banyak terjadi dengan persentase 22,9 % atau berjumlah 1607 penderita dari total 7011
masyarakat yang menderita penyakit. Sedangkan penyakit terbanyak kedua adalah hipertensi
dengan persentase 18,5 % atau berjumlah 1299 penderita, dan Infeksi Saluran Pernapasan Atas
(ISPA) menduduki peringkat ketiga dengan jumlah kejadian 1116 atau 15,9 %. Secara
keseluruhan urutan 10 penyakit terbanyak di puskesmas kassi-kassi selama tahun 2014 adalah
nasofaringitis akut, hipertensi, ISPA, dispepsia, diare dan gastroenteritis, batuk, necrosis of pulp,
diabetes melitus, sakit kepala, serta disorders of tooth development and eruption.
Peningkatan tiap bulannya juga terbilang signifikan. Dari data yang diperoleh misalnya
pada kejadian nasofaringitis akut, bulan agustus jumlah penderita adalah 139 meningkat menjadi
630 di bulan september, dari bulan september ke oktober meningkat menjadi 1.034, dan
meningkat lagi di bulan november menjadi 1341, dan akhirnya setelah di total di bulan desember
mencapai 1607. Artinya hampir setiap bulannya terjadi peningkatan penderita penyakit dengan
rata-rata 400-an.
Fakta bahwa nasofaringitis akut merupakan penyakit terbanyak yang diderita mendorong
untuk dilakukan peninjauan lebih jauh terkait apa sebenarnya yang melatarbelakangi seringnya
terjadi penyakit tersebut di sekitaran wilayah kassi-kassi serta gambaran umum tentang penyakit
tersebut, meliputi pula pencegahan, pengobatan, manifestasi klinis, dan lain-lain.

D.    Deskriptif tentang Penyakit Nasofaringitis Akut di Puskesmas Kassi-Kassi


Jumlah penderita nasofaringitis akut yang sangat tinggi di puskesmas kassi-kassi tentu saja
sangat mengkhawatirkan. Diperlukan adanya upaya penanggulangan untuk mengurangi angka
penderita penyakit ini. Untuk mewujudkan hal itu, maka dibutuhkan pengetahuan dasar terkait
penyakit ini. Maka perlu kiranya melakukan penjelasan secara deskriptif tentang penyakit yang
sering menderita anak ini. Berikut beberapa penjelasannya :
1.      Definisi Nasofaringitis Akut
Nasofaringitis akut merupakan keadaan infeksi anak yang paling lazim, tetapi kemaknaannya
terutama tergantung pada frekuensi relatif dari komplikasi yang terjadi. Pada anak-anak sindrom
ini lebih luas daripada orang dewasa, sering melibatkan sinus paranasal dan telinga tengah serta
nasofaring.
2.      Etiologi
Penyakit disebabkan oleh lebih dari 200 agen virus yang berbeda secara serologis. Agen
utamanya adalah rhinovirus, yang menyebabkan lebih dari sepertiga dari semua kasus cold;
koronavirus menyebabkan sekitar 10%. Masa infektivitas berakhir dari beberapa jam sebelum
munculnya gejala sampai 1-2 hari sesudah penyakit nampak. Streptokokus grup A adalah bakteri
utama yang menyebabkan nasofaringitis akut.
3.      Epidemiologi
Kerentanan terhadap agen yang menyebabkan nasofaringitis akut adalah universal, tetapi karena
alasan yang kurang dimengerti kerentanan ini bervariasi pada orang yang sama dari waktu ke
waktu. Walaupun infeksi terjadi di sepanjang tahun, di Belahan Bumi Utara ada puncak kejadian
pada bulan September kira-kira pada saat sekolah di mulai, pada akhir Januari, dan mendekati
akhir bulan April. Kerentanan dapat bertambah karena nutrisi jelek; komplikasi purulen
bertambah pada malnutrisi.
4.      Patologi
Perubahan yang pertama adalah edema dan vasodilatasi pada submukosa. Infiltrat sel
mononuklear menyertai, yang dalam 1-2 hari, menjadi polimorfonuklear. Perubahan struktural
dan fungsional silia mengakibatkan pembersihan mukus terganggu.
5.      Manifestasi Klinis
Cold lebih berat pada anak kecil daripada anak yang lebih tua dan dewasa. Pada umumnya, anak
yang berumur 3 bulan sampai 3 tahun menderita demam pada awal perjalanan infeksi, kadang-
kadang beberapa jam sebelum tanda-tanda yang berlokalisasi muncul. Bayi yang lebih muda
biasanya tidak demam, dan anak yang lebih tua dapat menderita demam ringan. Komplikasi
purulen terjadi lebih sering dan lebih parah pada umur-umur yang lebih muda. Sinusitis persisten
dapat terjadi pada semua umur.
Manifestasi awal pada bayi yang umurnya lebih dari 3 bulan adalah demam yang timbul
mendadak, iritabilitas, gelisah, dan bersin. Ingus hidung mulai keluar dalam beberapa jam,
segera menyebabkan obstruksi hidung, yang dapat mengganggu pada saat menyusu; pada bayi
kecil yang mempunyai ketergantungan lebih besar padapernapasan hidung, tanda-tanda
kegawatan pernapasan sedang dapat terjadi. Selama 2-3 hari pertama membran timpani biasanya
mengalami kongesti, dan cairan dapat ditemukan di belakng membrana tersebut, yang
selanjutnya dapat terjadi otitis media purulenta atau tidak. Sebagian kecil bayi mungkin muntah ,
dan beberapa penderita menderita diare. Fase demam berakhir dari beberapa jam sampai 3 hari;
demam dapat berulang dengan komplikasi purulrn. Pada anak yang lebih tua dan gejala awalnya
adalah kekeringan dan iritasi dalam hidung dan tidak jarang, di dalam faring. Gejala ini dalam
beberapa jam disertai bersin, rasa menggigil, nyeri otot, ingus hidung yang encer, dan kadang-
kadang batuk. Nyeri kepala, lesu, anoreksia, dan demam ringan, mungkin ada.
6.      Komplikasi
Komplikasi merupakan akibat dari invasi bakteri sinus paranasal dan bagian-bagian lain saluran
pernapasan. Limfonodi servikalis dapat juga menjadi terlibat dan kadang-kadang bernanah.
Mastoiditis, selulitis peritonsiler, sinusitis, atau selulitis periorbital dapat terjadi. Komplikasi
yang paling sering terjadi adalah otitis media, yang ditemukan pada bayi-bayi kecil sampai
sebanyak 25 persennya.
7.      Pengobatan
Tidak ada terapi spesifik. Antibiotik tidak memengaruhi perjalanan penyakit atau mengurangi
insidens komplikasi bakteri. Tirah baring biasanya dianjurkan, tetapi tidak terdapat bukti bahwa
cara ini memperpendek perjalanan penyakit. Asetaminofen atau ibu protein biasanya membantu
dalam mengurangi iritabilitas, nyeri, dan malaise selama hari pertama dan hari kedua infeksi,
tetapi penggunaan yang berlebihan harus dihindari.
Sebagian besar kegawatan adalah karena obstruksi hidung dan harus dilakukan upaya untuk
melegakannya jka keadaan tersebut mengganggu pada saat tidur atau pada saat minum atau
makan. Pemasukan obat-obatan melalui hidung merupakan metode efektif untuk melegakan
obstruksi hidung. Pada bayi, pemasukan salin steril dapat membantu mengeluarkan fisik mukus
yang berlebihan.
Tetes hidung palin baik diberikan 15-20 menit sebelum makan dan pada waktu sebelum tidur.
Sementara anak pada posisi terlentang dengan leher ekstensi, 1-2 tetes dimasukkan pada setiap
lubang hidung. Karena cara ini sering menimbulkan pengerutan membrana mukosa anterior saja,
1-2 ttes dapat dimasukkan 5-10 menit kemudian. Pemasukan dekongestan hidung dengan
aplikator berujung kapas tidak dianjurkan. Anak yang lebih tua dapat menggunakan semprot
hidung tetapi hanya dengan pengawasan, karena aplikasi demikian cenderung digunakan
berlebihan.
Obstruksi hidung sukar diobati pada bayi. Pengisapan dengan sedotan lunak kadang-kadang
sangat penting untuk membersihkan saluran hidung secara adekuat untuk memungkinkan bayi
muda menyusu. Drainase yang terbaik biasanya dapat dicapai dengan menempatkan bayi pada
posisi menelungkup, jika hal ini tidak mengganggu pernapasan lebih lanjut.
8.      Pencegahan
Sebagai tenaga kesehatan masyarakat, diperlukan peran yang lebih aktif dalam melaukan upaya
pencegahan terhadap penyakit ini. Penempatan tenaga kesmas dalam puskesmas harus sesuai
dengan proporsi dan disiplin ilmunya. Dari penjelasan secara klinis di atas, kita dapat
mengetahui beberapa upaya yang dapat dilakukan oleh tenaga kesmas dalam melukakan upaya
pencegahan terhadap penyakit ini, diantaranya :
-          Memperhatikan pemberian nutrisi kepada masyarakat, khususnya pada anak-anak.
-          Memperbaiki drainase tempat penampungan bayi.
-          Memperhatikan sistem sanitasi lingkungan, dan hygiene individu.
-          Memberikan penyuluhan atau sosialisasi tentang bahaya penyakit ini serta faktor risiko yang
mendorong terjadinya penyakit ini.
-          Melakukan pembersihan hidung dan pengecekan kondisi tubuh anak secara rutin dan
berkesinambungan.
-          Melakukan deteksi dini apabila terjadi gejala awal pada penyakit ini.
-          Usahakan untuk beristirahat dan selalu dalam keadaan hangat dan nyaman.
-          Perbanyak minum air dan mengonsumsi makanan yang bergizi.

E.     Bentuk Evaluasi dari Tenaga Surveilans Terhadap Terjadinya Penyakit Nasofaringitis Akut Di
Puskesmas Kassi-Kassi
Sebagaimana diketahui, surveilans adalah kegiatan pengamatan secara sistematis dan terus-
menerus terhadap suatu penyakit dengan cara pengumpulan (host, agent, environment, dan
determinan) pengolahan, analisis, interpretasi, sampai dengan desiminasi informasi kepada unit
terkait yang membutuhkan untuk mengambil tindakan. Tujuan surveilans epidemiologi nantinya
adalah tersedianya data dan informasi epidemiologi sebagai dasar pengambilan keputusan dalam
perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, evaluasi program dan peningkatan Sistem Kewaspadaan
Dini (SKD)
Dalam menilai efektivitas kinerja petugas surveilans, kita dapat melihat apakah ciri-ciri
surveilans telah dijalankan dengan baik. Ada 5 garis besar ciri-ciri surveilans yaitu :
1.      Adanya keteraturan dalam pengumpulan dan interpretasi data
2.      Adanya upaya terus-menerus
3.      Kesederhanaan, artinya mudah didapat dan dikerjakan
4.      Harus mudah dimengerti
5.      Ada indikator yang dapat mengukur keberhasilan kegiatan surveilans.
Tingginya insiden penyakit nasofaringitis akut tentu saja mendorong perlunya ada upaya
evaluasi dari seluruh petugas puskesmas, khususnya petugas surveilans di puskesmas kassi-kassi
sebagai komponen penting. Untuk mewujudkan keberhasilan petugas surveilans, keteraturan data
dan hasil penelitian perlu dipaparkan secara jelas.
Angka yang menunjukkan jumlah penderita 10 penyakit terbanyak yang mencapai 14.244
orang tentu saja menjadi hal yang miris. Oleh karenanya, beberapa hal yang harus dievaluasi
tenaga surveilans di puskesmas kassi-kassi sebagai upaya perbaikan ke depannya adalah :
1.      Transparansi data
Puskesmas kassi-kassi harus lebih transparan dalam mengungkap temuan-temuan yang didapat
agar memberikan kemudahan dalam melakukan evaluasi bersama-sama.
2.      Pembuatan Program Kesehatan yang Sesuai Keadaan Masyarakat
Kebijakan pihak puskesmas untuk menerapkan suatu program kesehatan yang sesuai dengan
kebutuhan masyarakat sekitar agar program yang dibuat dapat efektif dan berjalan baik.
3.      Pencatatan Angka Kejadian Penyakit Secara Rutin
Pencatatan secara rutin memang harus dilakukan oleh petugas surveilans. Mulai dari catatan
harian, mingguan, bulanan, hingga tahunan, dan terus berkesinambungan agar data yang
diperoleh benar-benar valid dan sesuai fakta yang terjadi di lapangan. Kekacauan data akan
mempengaruhi pula upaya penanggulangan nantinya.
4.      Evaluasi Menyeluruh Terhadap Struktur Pengurus Surveilans Puskesmas
Jika memang dalam struktur kepengurusan surveilans ada pihak yang tidak mampu menjalankan
tugasnya dengan baik, maka alangkah baiknya dilakukan evaluasi kinerja yang nyata. Bahkan
jika dibutuhkan harus ada sanksi yang tegas dan aturan yang ketat agar semua pihak surveilans
dapat menjalankan fungsinya dengan maksimal.

BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Dari pembahasan data yang ada, maka dapat disimpulkan bahwa :
Total masyarakat yang menderita penyakit selama tahun 2014 adalah 14.244 dan dibagi
dalam 10 penyakit terbanyak di puskesmas kassi-kassi. Adapun 10 penyakit terbanyak yang
diderita masyarakat di daerah kassi-kassi yaitu nasofaringitis akut, hipertensi, ISPA, dispepsia,
diare dan gastroenteritis, batuk, necrosis of pulp, diabetes melitus, sakit kepala, serta disorders of
tooth development and eruption. Penyakit yang tertinggi adalah nasofaringitis akut dengan
jumlah 1.607 atau dengan persentase 22,9%.Nasofaringitis akut merupakan keadaan infeksi anak
yang paling lazim, tetapi kemaknaannya terutama tergantung pada frekuensi relatif dari
komplikasi yang terjadi.
Umur 15-19 tahun adalah umur pemduduk yang paling banyak menderita penyakit, dan
latar belakang pendidikan SMA/SLTA/MTS menjadi kelompok masyarakat yang paling riskan
mengalami penyakit dikarenakan keterbatasan tingkat pengetahuan.
Bentuk evaluasi yang dapat dilakukan adalah transparansi data, pembuatan program
kesehatan yang sesuai keadaan masyarakat, pencatatan angka kejadian penyakit secara rutin,
dan evaluasi menyeluruh terhadap struktur pengurus surveilans puskesmas.

B.     Saran
Semoga adanya laporan ini dapat memberikan gambaran tentang temuan kejadian penyakit di
puskesmas kassi-kassi sehingga bentuk tindak lanjut berupa evaluasi kinerja dan program
kesehatan dapat diterapkan lebih baik lagi.
DAFTAR PUSTAKA

·         Amalia, Riezkhy. “Nasofarngitis


Akut”. Online. https://riezkhyamalia.wordpress.com/2014/09/10/nasofaringitis-akut/ . Diakses:
23 januari 2015.
·         Data Sekunder Puskesmas Kassi-Kassi tahun 2014.
·         Imron, Muhammad. “Praktik Surveilans Penyakit Kusta
Mb”. Online.http://imronskm.blogspot.com/2013/05/laporan-praktik-surveilans-penyakit.html.
Diakses: 04 desember 2014.
·         Kesehatan Complementer. “Pengobatan
Nasofaringitis”. Online.http://kesehatancomplementer.blogspot.com/2011/11/pengobatan-
nasofaringitis.html . Diakses: 23 januari 2015.
·         Laporan Tahunan Puskesmas Kassi-Kassi tahun 2014.
·         Riri. “Nasofaringitis Akut”. Online. http://santai-sukses.blogspot.com/2011/11/nasofaringitis-
akut.html . Diakses: 23 januari 2015

Anda mungkin juga menyukai