Anda di halaman 1dari 15

INTEGRITASI KEILMUAN DALAM PENDIDIKAN

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Isu-isu Aktual Pendidikan

Dosen Pengampu: Al Muftiyah, M.Pd.I

Disusun Oleh:
Kelompok 8 / PAI 6D
1. Layinatul Magfiroh (2020390101166)
2. Lailatul Istiqomah (2020390101229)
3. Ali Masrukhin (2020390101219)
4. Urbach Fina Fadliliyah (2020390101294)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM IBRAHIMY GENTENG – BANYUWANGI
Mei 2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan
rahmat-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah “Integritas Keilmuan
Dalam Pendidikan” yang merupakan salah satu aspek penilaian dalam kegiatan
perkuliahan di IAI Ibrahimy Genteng-Banyuwangi, Fakultas Ilmu Tarbiyah, Prodi
Pendidikan Agama Islam. Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam
menambah wawasan dan pengetahuan kita tentang Mata Kuliah Isu-isu Aktual
Pendidikan.

Kami mengucapkan terimakasih kepada Ibu Al Muftiyah, M.Pd.I selaku


dosen Isu-isu Aktual Pendidikan yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat
menambah pengetahuan dan wawasan. Makalah ini disusun sistematis melalui
beberapa tahap sesuai dengan prosedur. Terselesaikannya makalah ini didasari
kerjasama dengan pihak-pihak terkait. Kami menyadari bahwa dalam pembuatan
makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu kami mengharapkan
kritik dan saran pembaca yang bersifat membangun guna kesempurnaan makalah
ini. Kami mohon maaf apabila makalah ini masih terdapat kekurangan. Semoga
kekurangan tersebut tidak mengurangi maksud dan arti dalam penyusunan
makalah ini. Akhir kata dari kami sampaikan terimakasih.

Banyuwangi, 09 Mei 2023

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ……………………………………………………... i

KATA PENGANTAR ................................................................................. ii

DAFTAR ISI ................................................................................................ iii

BAB I PENDAHULUAN ………………………………………………… 1

A. Latar Belakang ………………………………………………………….. 1


B. Rumusan Masalah ……………………………………………………… 2
C. Tujuan Penulisan ………………………………………………………. 3

BAB II PEMBAHASAN ………………………………………………… 4

A. Integritas Keilmuan Dalam Pendidikan Islam ………………………… 4


B. Landasan Filosofis Konsep Integrasi Ilmu dan Agama Dalam Pendidikan
Islam .......................................................................................................... 6
C. Implementasi Konsep Integrasi Ilmu dan Agama Dalam Pendidikan
Agama Islam ............................................................................................. 8

BAB III PENUTUP ………………………………………………………10

A. Kesimpulan ……………………………………………………………. 10
B. Saran …………………………………………………………………... 10
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………….11

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Integrasi keilmuan lahir dari pemikiran tentang adanya fakta pemisahan


(dikotomi) antara ilmu-ilmu agama dan ilmu-ilmu umum. Banyak faktor yang
menyebabkan ilmu-ilmu tersebut dikotomis atau tidak harmonis, antara lain
karena adanya perbedaan pada tataran ontologis, epistemologis dan aksiologis
kedua bidang ilmu pengetahuan tersebut. Sebagaimana diketahui bahwa Ilmu
agama Islam bertolak dari wahyu yang mutlak benar dan dibantu dengan
penalaran yang dalam proses penggunaannya tidak boleh bertentangan dengan
wahyu (revealed knowledge).

Sementara itu, ilmu pengetahuan umum yang nota bene merupakan


hasil olah rasio (penelitian) dan pengamatan yang dilakukan oleh manusia
sehingga kemudian menjadi suatu ilmu. Sebagian besar ilmu-ilmu tersebut
berasal dari Barat yang sebagian besar masyarakatnya menganut pemahaman
filsafat yang ateistik, materialistik, sekuleristik, empiristik, rasionalistik, bahkan
hedonistik. Sehingga menjadikan kedua ilmu tersebut memiliki karakter yang
berbeda, yang pada akhirnya memunculkan adanya dikotomisasi antara ke dua
ilmu tersebut (Faishal, 2018: 104).

Dampak dari dikotomi seperti ini akhirnya melahirkan out put


pendidikan yang tidak utuh dan memiliki ketimpangan antara sains dan moral
etik, padahal dalam suatu statement yang dikatakan oleh Albert Einstein “ilmu
tanpa agama buta, agama tanpa ilmu lumpuh” yang menunjukkan betapa
pentingnya agama untuk mengawal ilmu pengetahuan dan betapa pentingnya
ilmu pengetahuan dalam mengamalkan agama (Faishal, 2018: 105). Sehingga
banyak perbuatan amoral yang dilakukan baik oleh kalangan pelajar maupun
keluaran dari lembaga pendidikan tinggi, mulai dari tawuran, pergaulan bebas,
narkoba, penyalahgunaan kekuasaan sampai dengan korupsi yang dilakukan

1
secara kolektif oleh sebagian anggota dewan. Berita tentang ini senantiasa
menghiasi televisi, radio, media sosal dan koran kita setiap hari.

Oleh karenanya, mengingat Ilmu-ilmu yang dikembangkan Barat lebih


cendrung melakukan pemisahan antara sains dan ajaran moral (etika) apalagi
agama (spiritual). Yang didasari pemikiran independensi ilmu dan
pengembangan ilmu itu sendiri yang tidak dipengaruhi oleh sesuatu yang sudah
absolut kebenarannya. sehingga, ilmu-ilmu produk Barat sesungguhnya
mengantarkan manusia dalam bahaya kemanusiaan, yakni terancamnya
kehidupan manusia itu sendiri (Berghout, 2012).

Sains Barat terbukti mendorong manusia untuk mengeksploitasi alam.


Tingkat kerusakan alam dalam 200 tahun terakhir, sejak sains modern
ditemukan, terbukti jauh lebih parah dari 2000 tahun sebelumnya. Global
warming dan ketidakteraturan cuaca menjadi bukti nyata atas dampak dari sains
sekuler itu. Jika ini dibiarkan, maka sains yang mestinya membantu kehidupan
justru akan membahayakan kehidupan. Untuk itu, sains harus diberi landasan
spiritual agar berfungsi sebagaimana mestinya (Faishal, 2018: 106).

Dalam rangka memberikan sentuhan spiritual terhadap sains ini maka


diperlukan adanya integrasi ilmu. Integrasi yang dimaksud adalah memasukkan
nilai-nilai substantif dari Islam ke dalam bangunan keilmuan baik pada level
epistemologi, ontologi, maupun aksiologi. Dalam perspektif integrasi ilmu,
kesadaran utama yang dikembangkan adalah ilmu apapun baik yang berbasis
pada alam maupun ayat qauliah merupakan tanda-tanda Allah (ayat Allah).

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan diatas, maka dapat
diambil rumusan masalah sebagai berikut:
1. Apa Yang Dimaksud Dengan Integritas Keilmuan Dalam Pendidikan Islam?
2. Apa Landasan Filosofis Konsep Integrasi Ilmu dan Agama Dalam
Pendidikan Islam?

2
3. Bagaimana Implementasi Konsep Integrasi Ilmu dan Agama Dalam
Pendidikan Agama Islam?

C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan penelitian ini adalah
sebagai berikut:

1. Untuk Mengetahui Integritas Keilmuan Dalam Pendidikan Islam

2. Untuk Mengetahui Landasan Filosofis Konsep Integrasi Ilmu dan Agama


Dalam Pendidikan Islam

3. Untuk Mengetahui Bagaimana Implementasi Konsep Integrasi Ilmu dan


Agama Dalam Pendidikan Agama Islam

3
BAB II

PEMBAHASAN

A. Integritas Keilmuan Dalam Pendidikan Islam

Integrasi berasal dari bahasa Inggris "integration" yang berarti


kesempurnaan atau keseluruhan. Integrasi ilmu dimaknai sebagai sebuah proses
menyempurnakan atau menyatukan ilmu-ilmu yang selama ini dianggap
dikotomis sehingga menghasilkan satu pola pemahaman integrative tentang
konsep ilmu pengetahuan.

Kata integrasi dalam kamus populer memiliki makna “penyatuan”,


“penggabungan” dan “penyatuan menjadi satu kesatuan yang utuh” (Ernawati,
2018). Jadi pada hakikatnya paradigma integrasi interkoneksi menunjukkan
bahwa setiap bidang keilmuan memiliki keterkaitan, dengan objek yang sama
yakni alam semesta. Secara makro alam memberikan bekal kepada manusia
untuk terus berpikir dengan agama sebagai landasannya walaupun fokus kajian
keilmuannya berbeda-beda. Pendekatan kontak mengemukakan bahwa
pengetahuan ilmiah dapat menambah cakrawala keyakinan religius (teologi) dan
bahwa keyakinan religius dapat memperdalam pemahaman kita tentang alam
semesta (kosmologi) (Fiah, 2011: 323).

Bagi Kuntowijoyo, inti dari integrasi adalah upaya menyatukan (bukan


sekedar menggabungkan) wahyu Tuhan dan temuan manusia (ilmu-ilmu
integralistik), tidak mengucilkan Tuhan (sekularisme) atau mengucilkan
manusia (other worldly asceticisme) (Kuntowijoyo, 2005: 57-58). Integrasi
adalah menjadikan AlQuran dan Sunnah sebagai grand theory pengetahuan,
sehingga ayat-ayat qauliyah dan kauniyah dapat dipakai (Suprayogo, 2005: 49-
50).

Menurut Imam Suprayogo Integrasi keilmuan adalah bentuk keterpaduan


antara agama dengan sains secara kontekstual, sehingga agama dapat

4
menegaskan posisinya sebagai basis pembangunan sekaligus agama sebagai
basis pendidikan dan perkembangan ilmu pengetahuan (Suprayogo, 2012).

Ide pengintegrasian ilmu dikembangkan pertama kali oleh Muhammad


Natsir. Beliau melihat bahwa mereka yang hanya mempelajari ilmu agama
danyang hanya mempelajari ilmu dunia sama-sama jauh dari agamanya.
Sebabdidalam Al Qur’an surat Al Qashashayat 77,Allah memerintahkan kita
agarhidup seimbang.Dengan demikian Integrasi adalah keterpaduan antara nilai-
nilai agama (dalam hal ini Islam), dengan ilmu pengetahuan pada umumnya
(Fahri, 2016).

Integrasi Ilmu adalah keterpaduan secara nyata antara nilai-nilai agama


(dalam hal ini Islam) dengan Ilmu Pengetahuan Umum atau Sains. Jika dipelajari
secara seksama, sesungguhnya ilmu pengetahuan di dunia ini dapat di
klafifikasikan menjadi tiga golongan, yaitu ilmu alam (natural science), ilmu
social (social science), dan ilmu humaniora (humanities). Ketiga jenis ilmu (ilmu
alam, ilmu social dan ilmu humaniora) berlaku secara universal, di mana saja.
Hanya saja, dikalangan umat islam merumuskan ilmu tersendiri yang
bersumberkan pada al-Qur’an dan Hadits (Suprayono, 2006: 5).

Ketika kita mendengar kata "sains" dan "agama, serta merta orang akan
berpikir akan sejarah hubungan seru di antara keduanya. Dalam catatan sejarah
perjumpaan agama dengan sains tidak hanya berupa pertentangan belaka, tetapi
juga orang berusaha untuk mencari hubungannya antara keduanya pada posisi
yaitu sains tidak mengarahkan agama kepada jalan yang dikehendakinya dan
agama juga tidak memaksanakan sains untuk tunduk pada kehendaknya.
Memang, science and religion merupakan wacana yang selalu menarik perhatian
di kalangan intelektual. Hingga kini, masih saja ada anggapan yang kuat dalam
masyarakat luas yang mengatakan bahwa "agama"dan "ilmu" adalah dua entitas
yang tidak dapat dipertemukan. Keduanya mempunyai wilayah masing-masing,
terpisah antara satu dan lainnya, baik dari segi objek formal material, metode
penelitian, kriteria kebenaran, peran yang dimainkan oleh ilmuwan. Ungkapan
lain, ilmu tidak memperdulikan agama dan agamapun tidak memperdulikan ilmu

5
(Abdulloh, 2004: 3). Apabila seseorang bertanya tentang sains, maka niscaya ia
akan menyebutkan Matematika,Geografi,Biologi, Antropologi, dansebaliknya
apabila ia ditanya tentang macam dari Ilmu Agama maka ia akan menyebutkan
Fiqh, Tasawuf, Ilmu Tafsir, Ilmu Hadist dsb. Fenomena ini umum terjadi dalam
masyarakat, dimana pemisahan atau sering disebut dengan dikotomi ilmu sudah
mempengaruhi sebagian besar mereka, karena selama ini kedua ilmu tersebut
seakan berbeda dan tidak akan pernah disatukan.

B. Landasan Filosofis Konsep Integrasi Ilmu dan Agama Dalam Pendidikan


Islam

Dalam penyelenggaraan pendidikan diperlukan adanya landasan filosofis


yang kokoh. Dalam perspektif keilmuan Islam posisi filsafat Islam adalah
sebagai landasan integrasi berbagai disiplin ilmu, karena dalam konstruk
epistemologi Islam, filsafat Islam dengan metode rasional-transendentalnya
dapat menjadi dasarnya.

Menurut al- Kindi bahwa agama dan filsafat adalah dua hal yang berbeda
baik dari aspek sumber maupun metodenya. Agama berasal dari wahyu Ilahi,
sedangkan filsafat berasal dari pengetahuan diskursif. Meski demikian, tujuan
tertinggi (ultimate goal) yang ingin dicapai keduanya adalah kebenaran dalam
persoalan ketuhanan atau metafisika, sehingga tujuan agama dan filsafat adalah
sama. Dengan demikian, al-Kindi mempertemukan agama dan filsafat pada
bentuk substansinya yang pada kajian puncaknya yakni kebenaran tertinggi atau
kebenaran tunggal yang sama-sama dicari oleh filsafat dan agama (Istiqomah,
dalam buku Harun Nasution, 1978).

Dalam konteks pendidikan Islam pengembangan ilmu pengetahuan dan


teknologi akan bertolak dari konsep teosentris, oleh karena itu pengembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi tidak bersifat value free, tetapi value bound,
sehingga proses penemuan, pencarian dan penelitian dalam bidang ilmu
pengetahuan dan teknologi merupakan realisasi dari misi kekhalifahan dan
pengabdian manusia kepada Allah untuk mencari ridha-Nya di akhirat kelak.

6
Kehidupan yang Islami diperlukan adanya bangunan ontology,
epistimologi dan aksiologi ilmu pengetahuan yang tidak hanya meyakini
kebenaran sensual indrawi dan rasional logic, namun juga harus meyakini
adanya kebenaran transedental. Secara antropologi ilmu pengetahuan bersifat
netral, maksudnya tidak bersifat Islami, sosialis, komunis, kapitalis dan
sebagainya. Bangunan keilmuan di tanah air kita hingga kini masih kuat adannya
anggapan bahwa agama dan ilmu adalah dua entitas yang tidak bisa
dipertemukan, keduanya mempunyai wilayah sendiri-sendiri, terpisah antara
satu dan lainya, baik dari segi obyek formal-material, metode penelitian, kriteria
kebenaran sampai peran para ilmuwan yang menyusun teori tersebut. Oleh sebab
itu anggapan yang demikian ini perlu dikoreksi dan diluruskan (Abdulloh, 2003:
3).

Apabila anggapan ini tidak segera ditepis akan membawa akibat yang
tidak nyaman bagi kehidupan dan kesejahteraan umat manusia. Pola pikir yang
dikotomis ini akan menjadikan manusia terasing dari nilai-nilai spiritual-moral,
lingkungan alam dan ragam hayati yang menopang kehidupnya, dan terasing
dari denyut nadi lingkungan sosial budaya sekitar. Dengan kata lain, terjadi
proses dehumanisasi secara massif dalam tataran kehidupan keilmuan maupun
keagamaan.

Ilmu pengetahuan tidak hanya mengajarkan yang ada (existence) yang


dalam hal ini disebut netral, namun juga mengarahkan yang akan ada (willexist).
Dengan demikian bagaimana mempergunakan hakekat alam semesta ini dan
hukum-hukumnya serta temuan ilmu pengetahuan kearah kemaslahatan umat
manusia. Oleh sebab itu integrasi ilmu dan agama tidak dapat dilakukan secara
formalitas dengan memberikan justifikasi ayat-ayat Al-Qur‟an pada setiap
penemuan ilmu pengetahuan, atau hanya dengan menghubungkan ayat-ayat
Allah dengan ilmu pengetahuan yang sudah lama dikaji dan diterapkan manusia
dalam tatanan kehidupan di alam jagad raya ini. Namun yang terpenting adalah
adanya perubahan paradigma pada basis keilmuan Barat agar sesuai dengan

7
khazanah keilmuan Islam yang berkaitan dengan realitas metafisik, religious dan
teks suci.

Begitu juga sebuah epistimologi akan bersifat eksploratif dan merusak jika
tidak didasarkan pada ontologi yang Islami. Sebaliknya bangunan ilmu yang
sudah terintegrasi tidak banyak berarti jika dipegang oleh orang yang tidak
bertanggung jawab, untuk itulah aspek ontologi suatu ilmu harus ditata dan
dirumuskan secara tepat agar bermanfaat dalam tatanan kehidupan manusia
(Sholeh, 2006). Dengan demikian pengembangan pendidikan Islam harus
bertolak pada kontruk pemikiran atau epistimologi bahwa ajaran dan nilai-nilai
Ilahi merupakan sumber konsultasi dan didudukkan sebagai furqon, hudan dan
rahmah. Sedang yang bersifat horizontal (konsep, teori, temuan, pendapat dan
sebagainya) dalam posisi sejajar, selanjutnya dikonsultasikan pada ajaran dan
nilai-nilai Ilahi utamanya yang menyangkut dimensi aksiologi (Muhaimin, 2013:
247).

C. Implementasi Konsep Integrasi Ilmu dan Agama Dalam Pendidikan Agama


Islam

Dikotomi ilmu dalam Islam terkait erat dengan pembagian kelompok ilmu,
ada ilmu agama atau ilmu Islam dan ilmu non Islam atau ilmu umum, yang
akhirnya memunculkan dikotomi dalam lembaga pendidikan. Munculnya nama
sekolah identik dengan lembaga yang mengkaji ilmu pengetahuan umum,
sementara madrasah serta pesantren yang mewakili sekolah agama. Pembedaan
itulah merupakan wujud kongkrit dikotomi pendidikan Islam. Untuk itulah
dikotomi dalam lembaga pendidikan di Indonesia harus segera kita akhiri dengan
membentuk pola baru, yakni adanya integrasi antar lembaga pendidikan,
diantaranya pesantren dengan madrasah atau sekolah dalam berbagai bentuk.

Dalam mewujudkan integrasi keilmuan tentulah tidak mudah, berbagai


upaya telah dilakukan oleh beberapa perguruan tinggi Islam di Indonesia
diantaranya dengan cara memasukkan beberapa program studi umum di
dalamnya untuk memberikan pemahaman yang memadai tentang konsep

8
integrasi ilmu. Konsep pertama yang perlu dilakukan adalah memahami konteks
munculnya ide integrasi keilmuan tersebut, bahwa selama ini dikalangan umat
Islam terjadi suatu pandangan dan sikap yang membedakan antara ilmu-ilmu
keislaman di satu sisi dengan ilmu-ilmu umum di sisi lain. Adanya perlakukan
diskriminatif terhadap dua jenis ilmu tersebut. Umat Islam seolah terbelah antara
mereka yang berpandangan positif terhadap ilmu-ilmu keislaman sambil
memandang negatif yang lainnya, dan mereka yang berpandangan positif
terhadap disiplin ilmu-ilmu umum dan memandang negatif terhadap ilmu-ilmu
keislaman. Kenyataan itu telah melahirkan pandangan dan perlakuan yang
berbeda terhadap kedua ilmu tersebut.

Menghargai perilaku jujur sebagai implementasi dari pemahaman Q.S. Al-


Baqarah (2): 42 dan hadits terkait, Menghargai perilaku hormat dan patuh
kepada orang tua dan guru sebagai implementasi dari Q.S. AlBaqarah (2): 83
dan hadits terkait, Menghargai perilaku empati terhadap sesama sebagai
implementasi dari Q.S. AnNisa (4): 8 dan hadits terkait, Menghargai perilaku
ikhlas, sabar, dan pemaaf sebagai implementasi dari pemahaman Q.S.An-Nisa
(4):146, Q.S. Al Baqarah (2):153, dan Q.S. Ali Imran (3):134, dan hadits terkait,
Menghargai perilaku amanah sebagai implementasi dari Q.S. Al-Anfal (8): 27
dan hadits terkait. (Aziz dkk, 2019).

Sementara itu implikasinya yang lain dalam aspek pendidikan sosial


keagamaan, dengan paradigma integratif, para peserta didik akan diajak untuk
berfikir holistik dan tidak parsial dalam menghayati majemuknya keyakinan dan
keberagamaan. Misalnya, dengan melakukan kunjungan secara rutin ke tempat
ibadah dari agama yang berbeda, dan mendapatkan penjelasan tentang prinsip-
prinsip etik yang dimiliki oleh semua agama. Dengan itu juga siswa diberikan
pemahaman, bahwa ada satu hal yang menyatukan semua agama dalam suatu
ikatan yang disebut dengan “pengalaman ke-Esa-an” yang mana setiap agama
punya tafsir berbeda sesuai dengan perspektif kitab suci masing-masing. Selain
itu diajarkan bahwa perdamaian di dunia dapat dicapai dengan pengalaman ke-
Esa-an oleh setiap individu (Arifudin, 2016: 175).

9
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Integrasi Ilmu adalah keterpaduan secara nyata antara nilai-nilai agama (dalam
hal ini Islam) dengan Ilmu Pengetahuan Umum atau Sains.

2. Dalam penyelenggaraan pendidikan diperlukan adanya landasan filosofis


yang kokoh. Dalam perspektif keilmuan Islam posisi filsafat Islam adalah
sebagai landasan integrasi berbagai disiplin ilmu, karena dalam konstruk
epistemologi Islam, filsafat Islam dengan metode rasional-transendentalnya
dapat menjadi dasarnya.

3. Menghargai perilaku jujur sebagai implementasi dari pemahaman Q.S. Al-


Baqarah (2): 42 dan hadits terkait, Menghargai perilaku hormat dan patuh
kepada orang tua dan guru sebagai implementasi dari Q.S. AlBaqarah (2): 83
dan hadits terkait, Menghargai perilaku empati terhadap sesama sebagai
implementasi dari Q.S. AnNisa (4): 8 dan hadits terkait, Menghargai perilaku
ikhlas, sabar, dan pemaaf sebagai implementasi dari pemahaman Q.S.An-
Nisa (4):146, Q.S. Al Baqarah (2):153, dan Q.S. Ali Imran (3):134, dan hadits
terkait, Menghargai perilaku amanah sebagai implementasi dari Q.S. Al-
Anfal (8): 27 dan hadits terkait.

B. Saran
Diharapkan makalah ini menambah khasanah keilmuan bagi khalayak
umum sekaligus dapat memberikan kontribusi keilmuan khususnya pada mata
kuliah PAI dan sumber referensi bagi pemakalah berikutnya.

10
DAFTAR PUSTAKA

Arifudin, Iis. 2016. Integrasi Sains dan Agama serta Implikasinya terhadap
Pendidikan Islam. Jurnal Edukasia Islamika : Volume 1, Nomor 1

Aziz, dkk. 2019. Implementasi Moderasi Beragama Dalam Pendidikan Islam.


Jakarta: Direktorat Jendral Pendidikan Islam

Berghout, Abdel Aziz. 2012. “Toward Islamic Framework for Worldview Studies:
Preliminary Theorization”, Makalah disampaikan dalam Workshop
Penyusunan Blueprint Pengembangan Akademik Proyek Pengembangan
Akademik (IAIN Sumatera Utara, IAIN Raden Fatah Palembang, IAIN
Walisongo Semarang, dan IAIN Mataram). Hotel Mikie Holiday, Berastagi

El Fiah, Fida. 2011. Integrasi Interkoneksi Keilmuan ala Abdul Malik Fadjar. UPI
Bandung: Bandung. Dalam Jurnal Analysis Volume XI, Nomor 2 Tahun
2011).

Faishal. 2018. Integritas Ilmu Dalam Pendidikan. Ta‟dibi: Jurnal Prodi


Manajemen Pendidikan Islam Volume VI Nomor 2

Kuntowijoyo. 2005. Islam Sebagai Ilmu. Jakarta: Penerbit: Teraju

Muhaimin. 2013. Wacana Pengembangan Pendidikan Islam. Surabaya: Pustaka


Pelajar

Sholeh, A. Khudlori. 2006. Pokok Pikiran Tentang Paradigma Integrasi Ilmu dan
Agama. Malang: Lembaga Kajian Al-Qur‟an dan Sains UIN Malang

Suprayogo, Imam . 2005. Membangun Integrasi Ilmu dan Agama: Pengalaman UIN
Malang. dalam Zainal Abidin Bagir (ed)., Integrasi Ilmu dan Agama:
Interpretasi dan Aksi, Bandung: Mizan

Suprayono, Imam. 2006. Paradigma Pengembangan Keilmuan Perspektif UIN


Malang. Malang: UIN Malang Press.

11
Abdullah, M. Amin. 2003. Menyatukan Kembali Ilmu-Ilmu Agama dan Umum
Upaya Mempersatukan Epistimologi Islam dan Umum. Yogyakarta: IAIN
Sunan Kalijaga

Ernawati, Nining. 2018. Integrasi keilmuan dalam paradigma pendidikan Islam.


Skripsi. Universitas Muhammadiyah Magelang

Istiqomah. Integrasi Ilmu Sebuah Konsep Pendidikan Islam Ideal. Annual


International conference on islamic studiens (AICIS). Universitas
Muhammadiyah Sidoarjo

Abdullah, M. Amin. 2004. Etika Tauhid Sebagai Dasar Kesatuan Epistemologi


Keilmuan Umum dan Agama. Yogyakarta: Pilar Relegia Press

Fahri, Muhammad. 2016. Sejarah dan Gagasannya terhadap Pendidikan Islam.


Bogor: Persatuan Islam

Suprayogo, Imam. 2006. Paradigma Pengembangan Keilmuan Islam Perspektif


UIN Malang. Malang: UIN Malang Press.

12

Anda mungkin juga menyukai