BAB II
II.1 Serat Rayon
Serat sintetik adalah serat rayon yang terbuat dari selulosa yang berasal dari
pulp wood, serat ini memiliki panjang 3mm dan tidak dapat langsung di pintal
menjadi benang. Di industri serat pendek dilarutkan secara kimiawi membentuk
larutan viscose, serat selulosa ini kemudian di regenerasi kembali dari larutan viscose
membentuk serat panjang secara kontinyu yang di sebut serat rayon, kemudian serat
rayon dipotong- potong seukuran dengan serat alam (staple fiber). (Khrisna Pangersa,
2013)
Rayon viscose
Rayon
Serat Tekstil
kupramonium
Polimer alam
Rayon asetat
Serat buatan
Polimer
Anorganik
kondensasi
Polimer buatan
Polimer adisi
II-1
II-2
II.1.2 Karakteristik serat
Berdasarkan Gambar II.1, karakteristik serat secara umum :
a. Panjang serat
Pada umumnya bentuk dan panjang serat dibedakan menjadi stafel, filamen,
tow dan monofil. Stafel adalah serat serat yang panjangnya hanya beberapa inchi
yang produksi dengan cara memotong filamen. Filamen sendiri adalah serat yang
sangat panjang, misalnya sutera, semua serat buatan mula-mula di bentuk dalam
bentuk filamen. Filamen yang berjumlah puluhan atau ratusan ribu disebut tow.
Sedangkan monofil adalah benang yang terdiri dari satu helai filamen.
b. Kekuatan serat
Kekuatan serat merupakan faktor yang berpengaruh terhadap produksi akhir,
baik produksi itu berupa benang maupun kain, semakin kuat seratnya, makin kuat
pula benang atau kainnya.
e. Kehalusan serat
Pada umumnya serat-serat yang panjang cenderung halus dan serat yang pendek
cenderung kasar.
II-3
f. Kedewasaan
serat
Kedewasaan serat adalah serat yang telah berkembang dengan sempurna,
sebaliknya serat muda adalah serat yang perkembangannya tidak sempurna atau
terhenti akibatnya pada saat dipintal tidak tahan terhadap gesekan.
g. Warna serat
Pada umumnya semakin putih warna serat maka serat akan semakin baik, serat
yang berwarna
krem, cokelat, abu-abu, biru atau bintik-bintik dapat terjadi karena
gangguan iklim, hama, jamur, dan lainnya.
II.1.3 Sifat Serat Rayon Viscose
Rayon viscose biasanya memiliki kekuatan berkisar 2,6 gr/denier dalam
keadaan kering dan kekuatan basahnya berkisar 1,4 gr/denier. Mulurnya sekitar 15%
dalam keadaan kering dan 25% dalam keadaan basah berat jenis rayon viscose adalah
1,52 gr/cm3. Dalam keadaan kering sifat listriknya merupakan isolator.
Rayon viscose tahan terhadap penyetrikaan tetapi pemanasan dalam waktu yang lama
menyebabkan rayon berubah menjadi kering.
Sifat kimia rayon viscose lebih cepat rusak oleh asam di bandingkan dengan kapas,
terutama dalam keadaan panas.
Sifat biologi rayon viscose akan berkurang kekuatannya serta berwarna jamur ini
biasanya tumbuh pada kanji yang menempel pada benang. Jika kanji di hilangkan
kemungkinan pengrusakan oleh jamur akan berkurang. (Khrisna Pangersa, 2013)
II-4
sebagai basa dalam proses produksi. Selain itu, pada proses pembuatan serat, terdapat
proses pembentukan selulosa xanthat. Pembentukan selulosa xhantat ini
menggunakan Karbon disulfida (CS2) sebagai bahan bakunya. Dalam pembuatan
serat dibutuhkan larutan spinbath sebagai garam glauber yang memiliki bahan baku
berupa Asam sulfat (H2SO4). Larutan H2SO4 ini digunakan untuk menetralkan NaOH
yang terkandung di larutan viscose. Selain larutan H2SO4, Zinc Sulfate (ZnSO4) juga
digunakan pada campuran larutan spinbath yang berfungsi sebagai inhibitor reaksi
antara SO
4 dengan Na dari larutan viscose sehingga reaksi berjalan lambat. Selain
bahan baku utama terdapat beberapa bahan baku penunjang produksi serat,
diantaranya MGR dan GA yang digunakan sebagai pelembut serat serta untuk
mengurangi gaya elektrostatik fiber, Natrium hipochlorit (NaOCl) dan Hidrogen
peroksida (H2O2) sebagai pemutih fiber, Berol 637 dan 370 yang digunakan untuk
mengikat sulfur bebas sebagai kotoran, Titanium dioxide (TiO2) yang digunakan
untuk memberikan warna suram pada jenis fiber semi dull, Leomin digunakan untuk
membuat fiber jenis bright, Mangan sulfat yang berfungsi sebagai katalis untuk
mempercepat pemutusan rantai molekul pulp (depolimerisasi) dan Vanadium
Pentoksida (V2O5) yang berfungsi sebagai katalis untuk mengkonversi SO2 menjadi
SO3 dalam konverter pada saat pembuatan H2SO4.
II-5
Larutan viscose disimpan kemudian disaring untuk menghilangkan kotoran
lalu melalui proses spinning dan dibentuk menjadi helaian benang halus yang disebut
rayon. Secara keseluruhan, Proses pembuatan Staple Fiber Rayon dapat dilihat dalam
Gambar II.2.
MATURING
SODA STATION MIXING SLURRY PRESS
DRUM
RIPENING DISSOLVER
DOPE ROOM SIMPLEX ROOM
ROOM DAN BLENDER
SPINNING RECOVERY AFTER
CUTTER
MACHINE THROUGH TREATMENT
II-6
mengalami
pemisahan dari pengotor seperti fibre. Overflow dari tangki steep lye
ditampung dalam Press Lye Overflow Tank (PLOF Tank). Dari PLOF Tank larutan
NaOH dialirkan ke sharpless dan kircket untuk mengalami penyaringan sehingga
fibre akan terpisahkan. Larutan NaOH digunakan dalam proses pembuatan larutan
viscous pada seksi simplex.
Larutan dari seksi soda station selanjutnya dialirkan ke dalam slurry mixer
tank dan dicampurkan dengan katalis. Katalis ditambahkan untuk mempercepat
proses pemutusan derajat polimerisasi pada saat pemeraman. Setelah NaOH dan
katalis dicampurkan selanjutnya lembaran-lembaran pulp dimasukan dan
dihancurkan.
Selanjutnya keluaran dari pulper masuk kedalam homogenizer. Homogenizer
digunakan untuk mencampurkan slurry yang berasal dari mixer tank (pulper) agar
terbentuk larutan yang homogen karena bubur alkali selulosa (alksell) yang berasal
slurry mixer tank belum homogen atau masih terdapat gumpalan-gumpalan. Alkali
selulosa dialirkan ke homogenizer dengan menggunakan pompa sentrifugal yang
dilengkapi dengan mixer untuk pengadukan alkali selulosa.
Dari homogenizer, slurry dialirkan ke dalam slurry press untuk mengalami
pressing dengan menggunakan dua buah roll dengan putaran yang berlawanan arah
sehingga alakali selullosa akan terpisah dari larutan NaOH. Konsentrasi slurry yang
masuk akan mempengaruhi setting tekanan yang akan digunakan. Banyaknya alksell
yang dihasilkan tergantung atas kecepatan putar rol. Semakin sedikit slurry yang
masuk mengakibatkan vat pressure akan semakin tinggi sehingga kecepatan putar
roll press harus dikurangi agar pemisahan NaOH berlangsung sempurna. Begitu juga
sebaliknya, slurry yang terlalu tebal menyebabkan vat pressurenya semakin kecil.
Dari slurry press akan dihasilkan mat yang kemudian masuk ke dalam
preshredder untuk dicabik-cabik agar diperoleh butiran-butiran yang lebih halus
untuk mencegah terjadinya chooking didalam shredder roll sehingga tidak akan
menyumbat saluran yang menuju ke maturing drum. Lickering wir merupakan alat
yang digunakan dalam proses pencabikan. Larutan NaOH yang terpisah setelah
pengepressan akan melewati wagner filter untuk memisahkan kotoran-kotoran yang
II-7
terbawa dalam larutan NaOH. NaOH hasil penyaringan wagner filter dialirkan ke
press lye tank di unit soda station, sedangkan kotoran-kotorannya langsung dibuang.
Selanjutnya mat dari slurry press dialirkan kedalam maturing drum merupakan alat
yang digunakan untuk pematangan alkali selullosa yang bertujuan untuk
mengkondisikan alksell agar dapat bereaksi dengan CS2 pada proses pembentukan
alkali selullosa xanthat didalam simplex, dan proses depolimerisasi yaitu
menurunkan derajat polimerisasi alkali selulosa. Dari maturing drum alksell dialirkan
ke unit silo untuk ditampung. Selanjutnya Alkali selulosa yang berasal dari silo
dialirkan kedalam xantator. Didalam xantator Alkali selulosa dirubah ke bentuk lain
agar dapat dilarutkan untuk dipintal dengan cara mereaksiakannya dengan Karbon
disulfide.
Selanjutnya larutan viscous yang keluar dari xanthator dihaluskan dan
dihomogenkan setelahnya dialirkan kembali ke proses selanjutnya untuk disiapkan
larutan viscous yang bebas udara dan impurities lain karena akan berpengaruh pada
pembentukan fibre. Udara yang masih terkandung dalam larutan viscous dapat
menyebabkan serat terputus pada pembentukan serat di mesin spinning. Larutan
viscose yang bebas dari udara kemudian ditambahkan zat additive lalu dilakukan
proses regenerasi larutan viscous menjadi selulosa dalam bentuk filamen.
Selanjutnya filamen dilakukan peregangan dan pembersihan untuk
menghilangkan kandungan asam sulfat. Selain terjadi reaksi regenerasi terjadi
penentuan denier (ukuran filamen), tenacity (kekuatan tarik), dan stretching
(kelenturan). Setelah mengalami peregangan, tow dipotong menjadi staple kemudian
dilakukan recovery through untuk mengambil kembali CS2 yang ada pada staple
fibre. Serat rayon yang keluar dari recovery through kemudian didorong keluar
dibawa oleh conveyor secara perlahan-lahan menuju unti after treatment untuk
dilakukan pencucian dan menghilangkan sisa-sisa larutan koagulan dan sulfida yang
masih menempel pada serat rayon viskosa. Tahap selanjutnya dilakukan pengeringan.
Pengeringan ini dimaksudkan untuk menghilangkan kandungan air yang masih
terdapat dalam fiber. Setelah melalui proses drying, staple fibre rayon mengalami
pengepresan dan siap dipasarkan dalam bentuk bale.
II-8
II.4 Sistem CS2 Recovery Through
Sistem CS2 Recovery Through berfungsi untuk mengambil kembali CS2 yang ada
pada staple fiber. Unit ini terdiri dari beberapa alat seperti scrubber, kondensor,
separator dan sebagainya. Tahapan proses pada Unit Recovery Through dapat dilihat
pada Gambar II.3.
Proses pemisahan CS2 yang terkandung dalam staple dilakukan dengan cara
mengalirkan tow yang telah dipotong ke recovery through dengan bantuan funnel
water. Selanjutnya steam diinjeksi dari bagian bawah recovery through dengan laju
steam yang telah ditetapkan. Jika laju steam yang masuk ke recovery through terlalu
kecil, maka kandungan CS2 yang terdapat pada tow tidak teruapkan secara sempurna.
Tow yang sudah bebas dari CS2 disebut mat.
Uap CS2 beserta uap air kemudian masuk ke scrubber yang dialiri soft water
untuk menghilangkan kandungan belerang. Soft water kemudian dialirkan ke seal pot
yang nantinya berfungsi sebagai ventury water yang dipakai lagi dalam proses first
II-9
wash di
Unit After Treatment. Sedangkan campuran uap kemudian dialirkan ke
sistem kondensor.
Proses kondensasi uap CS2 terdiri dari tiga buah kondensor yang dipasang
seri. Tujuan dipasang seri adalah untuk menurunkan suhu secara bertahap hingga
mencapai suhu yang diinginkan. Suhu dikendalikan di dalam kondensor
menggunakan soft water. Pada kondensor satu terjadi penurunan suhu. CS2
selanjutnya dialirkan ke kondensor dua dan terjadi penurunan suhu. Kondensor dua
posisinya
tegak lurus dengan kondensor satu dengan tujuan CS2 yang akan
dipisahkan turun ke dalam separator.
Di dalam separator CS2 yang berbentuk uap dan cair dipisahkan. CS2 yang
berbentuk cair masuk ke CS2 storage tank lalu dialirkan ke Ancillary Department
untuk proses refinery. Sedangkan CS2 yang berbentuk uap dialirkan ke kondensor
tiga yang dialiri chilled water untuk mempercepat penurunan suhu. CS2 yang
terkondensasi dialirkan ke CS2 storage tank, sedangkan uap CS2 yang tidak
terkondensasi dibuang ke udara melalui vent dengan kondisi limbah gas yang sudah
sesuai standar baku mutu. Recovery Through ini dapat merecovery CS2 liquid
sebanyak 45-50 %.
II-10
dilakukan
pegawai dalam menyelesaikan pekerjaan juga diharapkan dapat
mengurangi tingkat kesalahan dan kelalaian yang mungkin dilakukan oleh seorang
pegawai dalam melaksanakan tugas. Selain itu, adanya standar operasional prosedur
juga dapat meningkatkan efisiensi dan efektivitas pelaksanaan tugas dan tanggung
jawab individual pegawai dan organisasi secara keseluruhan dan membantu pegawai
menjadi lebih mandiri dan tidak bergantung pada intervensi manajemen, sehingga
akan mengurangi keterlibatan pimpinan dalam pelaksanaan proses sehari-hari juga
meningkatkan
akuntibilitas pelaksanaan tugas.
Dengan adanya SOP, pelaksanaan tugas penyelenggaraan pemerintahan dapat
dipastikan berlangsung dalam berbagai situasi juga memberikan informasi dalam
upaya peningkatan kompetensi pegawai.
SOP juga bermanfaat sebagai instrument yang dapat melindungi pegawai dari
kemungkinan tuntutan hukum karena tuduhan melakukan penyimpangan, dapat
menghindari tumpang tindih pelaksanaan tugas, membantu penelusuran terhadap
kesalahan-kesalahan procedural.
II-11
prinsip yang nantinya penyusunan SOP akan berorientasi pada prinsip tersebut.
Prinsip penyusunan SOP dapat dilihat pada Gambar II.4.
Efisiensi
dan
efektivitas
Berorientas
Kepastian
i pada
hukum
pelanggan
Prinsip Kejelasan
Kepatuhan
Penyusunan dan
hukum
SOP kemudahan
Dinamis Keselarasan
Keterukura
n
II-12
4. Keselarasan.
Prosedur-prosedur yang distandarkan harus selaras dengan
prosedur-prosedur standar lain yang terkait.
5. Keterukuran. Output dari prosedur-prosedur yang distandarkan mengandung
standar kualitas atau mutu baku tertentu yang dapat diukur pencapaian
keberhasilannya.
6. Dinamis. Prosedur-prosedur yang distandarkan harus dengan cepat dapat
disesuaikan dengan kebutuhan peningkatan kualitas pelayanan yang
berkembang
dalam penyelenggaraan administrasi pemerintahan.
7. Kepatuhan hukum. Prosedur-prosedur yang distandarkan harus memenuhi
ketentuan peraturan perundang-undangan.
8. Kepastian hukum. Prosedur-prosedur yang distandarkan harus ditetapkan oleh
pimpinan sebagai sebuah produk hukum yang ditaati, dilaksanaka n, dan
menjadi instrumen untuk melindungi aparatur atau Pelaksana dari kemungkinan
tuntutan hukum.
II-13
sebagai lampiran dan atau sebagai referensi dalam pembuatan SOP. Dalam
penyusunan SOP, penulisan sangat penting. SOP harus dapat dimengerti oleh setiap
orang. Maka, jika ada istilah-istilah yang akan digunakan sebaiknya didefinisikan
terlebih dahulu. Untuk lebih mempermudah pembacaan atau pemahaman terhadap
SOP yang dirancangan sertakan pula diagram alir (flowchart) menyangkut proses
atau aktivitas yang akan dibuatkan SOP.
Sebelum merancangan SOP, penyusun harus mengerti betul proses atau
aktivitas yang akan dibuatkan SOP. Untuk memahami itu semua, maka sebaiknya
dilakukan wawancara para pihak yang terlibat dalam proses atau aktivitas yang akan
dibuatkan SOP. Wawancara dilakukan untuk mengetahui informasi mengenai
pelaksanaan proses atau aktivitas yang sebenarnya secara lebih rinci. Setelah kegiatan
wawancara selesai, SOP dalam bentuk diagram alir yang telah dirancang dapat
dilengkapi sesuai dengan hasil wawancara. Jika dibutuhkan, selain SOP dalam format
Flowchart, buat juga SOP dalam format Narasi berdasarkan Flowchart yang telah
disempurnakan.
SOP yang telah dirancang tidak selalu berhasil, untuk itu harus dilakukan uji
coba atau uji lapangan terhadap SOP yang telah dirancang. Jika hasil uji coba
berhasil, SOP dapat digunakan untuk meningkatkan efektivitas implementasi SOP.
Setelah di uji dan terbukti dapat meningkatkan efektivitas suatu proses dan
dalam uji coba atau uji lapangan SOP sudah tidak ada permasalahan, dan SOP
dianggap sudah memenuhi persyaratan untuk diimplementasikan, SOP dapat
disahkan untuk selanjutnya didistribusikan dan disosialisasikan ke pihak-pihak yang
terkait.
II-14
a. Bagian Identitas
Bagian identitas dari unsur prosedur dalam SOP biasanya harus terdiri dari
logo kementerian dan nama Unit Organisasi, nomenklatur satuan/Unit Organisasi
pembuat. SOP juga harus mencantumkan nomor SOP, nomor prosedur yang di-SOP-
kan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Pada bagian identitas juga perlu adanya
tanggal pembuatan SOP. Jika diperlukan, cantumkan pula tanggal SOP direvisi atau
tanggal rencana ditinjau-ulangnya SOP yang bersangkutan serta pencantuman tanggal
mulai diberlakukannya
SOP. Dalam SOP juga harus terdapat pengesahan oleh pejabat
yang menduduki jabatan pimpinan tinggi. Judul SOP, judul prosedur yang di-SOP-
kan harus sesuai dengan kegiatan yang sesuai dengan tugas dan fungsi yang
dimilikinya. Bagian identitas juga diperlukan adanya dasar hukum, berupa peraturan
perundang-undangan yang mendasari prosedur yang di-SOP-kan beserta aturan
pelaksanaannya. Dalam SOP juga harus ada keterangan yang memberikan penjelasan
mengenai keterkaitan prosedur yang distandarkan dengan prosedur lain yang
distandarkan, juga memberikan penjelasan mengenai kemungkinan-kemungkinan
yang terjadi ketika prosedur dilaksanakan atau tidak dilaksanakan, serta memberikan
penjelasan mengenai kualifikasi Pelaksana yang dibutuhkan dalam melaksanakan
perannya pada prosedur yang distandarkan.
Untuk pelaksanaan SOP yang optimal, daftar peralatan utama (pokok) dan
perlengkapan yang dibutuhkan harus dijelaskan. Begitupun dengan berbagai hal yang
perlu didata dan dicatat. Pada bagian ini biasanya melampirkan form untuk merekam
data dan checklist untuk menerangkan kegiatan yang telah dilakukan.
b. Bagian Flowchart
Bagian flowchart merupakan uraian mengenai langkah-langkah (prosedur)
kegiatan beserta mutu baku dan keterangan yang diperlukan. Bagian flowchart ini
berupa diagram alir (flowcharts) yang menjelaskan langkah-langkah kegiatan secara
berurutan dan sistematis dari prosedur yang distandarkan yang berisi:
1) nomor kegiatan;
2) uraian kegiatan yang berisi langkah-langkah (prosedur);
II-15
3) Pelaksana yang merupakan pelaku kegiatan; dan
4) mutu baku yang berisi kelengkapan, waktu, output dan keterangan. (Peraturan
Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan tinggi Republik Indonesia Nomor 71 tahun
2017)
II-16
2.
Menggunakan hanya 5 (Lima) Simbol Diagram Alir (Flowcharts)
Simbol yang digunakan dalam SOP hanya terdiri dari 5 (lima) simbol, yaitu: 4
(empat) simbol dasar dan 1 (satu) simbol penghubung ganti halaman (off-page
conector). Simbol-simbol yang biasa digunakan ialah :
a. Terminal point
Simbol yang menunjukan awal (start) atau akhir (stop)
dari suatu kegiatan
b. Persegi panjang
Simbol yang menunjukan suatu kegiatan/operasi
c. Belah ketupat
Simbol yang menunjukan kegiatan yang membutuhkan
pengambilan keputusan
d. Anak Panah
Simbol yang merepresentasikan alur kerja
e. Segi lima
Sebagai titik konektor yang menghubungkan halaman
yang berbeda