Anda di halaman 1dari 16

 

  BAB II

  TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

 
II.1 Serat Rayon
 
Serat sintetik adalah serat rayon yang terbuat dari selulosa yang berasal dari
 
pulp wood, serat ini memiliki panjang 3mm dan tidak dapat langsung di pintal
menjadi  benang. Di industri serat pendek dilarutkan secara kimiawi membentuk
larutan  viscose, serat selulosa ini kemudian di regenerasi kembali dari larutan viscose
  membentuk serat panjang secara kontinyu yang di sebut serat rayon, kemudian serat
rayon dipotong- potong seukuran dengan serat alam (staple fiber). (Khrisna Pangersa,
2013)

II.1.1 Klasifikasi serat


Serat-serat yang digunakan untuk pembuatan tekstil dapat digolongkan
menjadi dua golongan yaitu serat alam dan serat sintetik. Setiap golongan dapat
dibagi menjadi beberapa macam lagi menurut asalnya. Macam-macam serat dapat
dilihat pada Gambar II.1.
Serat tumbuhan
(Selulosa)
Serat alam
Serat Binatang
(Protein)

Rayon viscose

Rayon
Serat Tekstil
kupramonium
Polimer alam

Rayon asetat

Organik Rayon triasetat

Serat buatan
Polimer
Anorganik
kondensasi
Polimer buatan

Polimer adisi

Gambar II.1 Macam-macam serat


Sumber : Khrisna Pangersa, 2013

II-1
 
  II-2

 
II.1.2   Karakteristik serat
Berdasarkan Gambar II.1, karakteristik serat secara umum :
 

 
a. Panjang serat
 
Pada umumnya bentuk dan panjang serat dibedakan menjadi stafel, filamen,
  tow dan monofil. Stafel adalah serat serat yang panjangnya hanya beberapa inchi
  yang produksi dengan cara memotong filamen. Filamen sendiri adalah serat yang
sangat  panjang, misalnya sutera, semua serat buatan mula-mula di bentuk dalam
bentuk filamen. Filamen yang berjumlah puluhan atau ratusan ribu disebut tow.
 
Sedangkan monofil adalah benang yang terdiri dari satu helai filamen.
 

b. Kekuatan serat
Kekuatan serat merupakan faktor yang berpengaruh terhadap produksi akhir,
baik produksi itu berupa benang maupun kain, semakin kuat seratnya, makin kuat
pula benang atau kainnya.

c. Daya serap serat


Setiap serat memiliki kemampuan tertentu menyerap air, tergantung pada
sifatnya, serat yang mudah menyerap air disebut higroskopik.

d. Mulur dan Elastisitas


Elastisitas adalah kemampuan untuk kembali berbentuk semula setelah
mengalami tarikan apabila serat mendapat tarikan, maka akan mengakibatkan mulur.

e. Kehalusan serat
Pada umumnya serat-serat yang panjang cenderung halus dan serat yang pendek
cenderung kasar.

 
  II-3

 
f. Kedewasaan
 
serat
Kedewasaan serat adalah serat yang telah berkembang dengan sempurna,
 
sebaliknya serat muda adalah serat yang perkembangannya tidak sempurna atau
 
terhenti akibatnya pada saat dipintal tidak tahan terhadap gesekan.
 

  g. Warna serat
  Pada umumnya semakin putih warna serat maka serat akan semakin baik, serat
yang berwarna
  krem, cokelat, abu-abu, biru atau bintik-bintik dapat terjadi karena
gangguan iklim, hama, jamur, dan lainnya.
 

 
II.1.3 Sifat Serat Rayon Viscose
Rayon viscose biasanya memiliki kekuatan berkisar 2,6 gr/denier dalam
keadaan kering dan kekuatan basahnya berkisar 1,4 gr/denier. Mulurnya sekitar 15%
dalam keadaan kering dan 25% dalam keadaan basah berat jenis rayon viscose adalah
1,52 gr/cm3. Dalam keadaan kering sifat listriknya merupakan isolator.
Rayon viscose tahan terhadap penyetrikaan tetapi pemanasan dalam waktu yang lama
menyebabkan rayon berubah menjadi kering.
Sifat kimia rayon viscose lebih cepat rusak oleh asam di bandingkan dengan kapas,
terutama dalam keadaan panas.
Sifat biologi rayon viscose akan berkurang kekuatannya serta berwarna jamur ini
biasanya tumbuh pada kanji yang menempel pada benang. Jika kanji di hilangkan
kemungkinan pengrusakan oleh jamur akan berkurang. (Khrisna Pangersa, 2013)

II.2 Bahan Baku Pembuatan Rayon


Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan staple fiber rayon meliputi
bahan baku utama dan bahan penunjang. Bahan-bahan yang dibutuhkan selama
proses produksi berbeda jenisnya namun sangat menunjang keberhasilan proses
lainnya. Untuk keseluruhan proses produksi bahan-bahan yang digunakan antara lain
pulp yang merupakan bahan baku utama, Natrium Hidroksida (NaOH) yang
membentuk larutan alkalin yang kuat ketika dilarutkan ke dalam air dan digunakan

 
  II-4

 
sebagai  basa dalam proses produksi. Selain itu, pada proses pembuatan serat, terdapat
proses pembentukan selulosa xanthat. Pembentukan selulosa xhantat ini
 
menggunakan Karbon disulfida (CS2) sebagai bahan bakunya. Dalam pembuatan
 
serat dibutuhkan larutan spinbath sebagai garam glauber yang memiliki bahan baku
berupa  Asam sulfat (H2SO4). Larutan H2SO4 ini digunakan untuk menetralkan NaOH
  yang terkandung di larutan viscose. Selain larutan H2SO4, Zinc Sulfate (ZnSO4) juga
  digunakan pada campuran larutan spinbath yang berfungsi sebagai inhibitor reaksi
antara SO
  4 dengan Na dari larutan viscose sehingga reaksi berjalan lambat. Selain
bahan baku utama terdapat beberapa bahan baku penunjang produksi serat,
 
diantaranya MGR dan GA yang digunakan sebagai pelembut serat serta untuk
 
mengurangi gaya elektrostatik fiber, Natrium hipochlorit (NaOCl) dan Hidrogen
peroksida (H2O2) sebagai pemutih fiber, Berol 637 dan 370 yang digunakan untuk
mengikat sulfur bebas sebagai kotoran, Titanium dioxide (TiO2) yang digunakan
untuk memberikan warna suram pada jenis fiber semi dull, Leomin digunakan untuk
membuat fiber jenis bright, Mangan sulfat yang berfungsi sebagai katalis untuk
mempercepat pemutusan rantai molekul pulp (depolimerisasi) dan Vanadium
Pentoksida (V2O5) yang berfungsi sebagai katalis untuk mengkonversi SO2 menjadi
SO3 dalam konverter pada saat pembuatan H2SO4.

II.3 Proses Produksi Rayon di PT Indo Bharat Rayon


Pembuatan rayon dimulai dengan selulosa yang diekstrak dari pulp kayu.
Selulosa direndam dalam soda kaustik berkonsentrasi menjadi selulosa soda,
kemudian digulung atau ditekan untuk menghilangkan larutan soda berlebih. Setelah
ditekan, selulosa tersebut diparut menjadi zat yang disebut crumb putih.
Crumb putih yang beroksidasi membentuk rantai molekul pendek, dan
direaksikan dengan karbon disulfida membentuk crumb kuning karena senyawa
anorganik yang muncul selama proses kimia. Crumb kuning Ini dilarutkan dalam
larutan kaustik yang merenggangkan ikatan hidrogen di selulosa, menghasilkan zat
yang sangat kental yang disebut dengan larutan viscose.

 
  II-5

 
Larutan viscose disimpan kemudian disaring untuk menghilangkan kotoran
lalu melalui proses spinning dan dibentuk menjadi helaian benang halus yang disebut
 
rayon. Secara keseluruhan, Proses pembuatan Staple Fiber Rayon dapat dilihat dalam
 
Gambar II.2.
 
MATURING
SODA STATION MIXING SLURRY PRESS
DRUM
 

 
RIPENING DISSOLVER
DOPE ROOM SIMPLEX ROOM
ROOM DAN BLENDER
 

 
SPINNING RECOVERY AFTER
CUTTER
  MACHINE THROUGH TREATMENT

BALLING PRESS DRYING

Gambar II.2 Diagram Alir Proses Pembuatan Staple Fiber Rayon


Sumber : PT. Indo Bharat Rayon, 2018

Unit Soda station berfungsi untuk mempersiapkan larutan soda caustic


(NaOH) yang dibutuhkan untuk membuat larutan viscous. Pengolahan soda caustic
pada unit ini meliputi proses pengenceran, penyaringan, dan pengendapan.
Dari caustic unloading larutan NaOH dipompakan kedalam storage tank yang
berfungsi sebagai tempat penampungan larutan NaOH dan sebagai tangki persediaan
NaOH. Dari storage tank larutan NaOH dipompakan secara continue ke dalam ABS
tank. Di dalam ABS system larutan NaOH akan menyerap uap air yang menyebabkan
penurunan konsentrasi. Dari ABS tank, caustic dipompakan ke dalam caustic
dissolver. Didalam caustic dissolver terjadi pengenceran. Dari caustic dissolver,
caustic dipompakan ke dalam tangki settler yang berfungsi mengendapkan kotoran-
kotoran terutama Fe. Larutan NaOH dari settler tank dialirkan ke top tank. Dari top
tank larutan NaOH dialirkan ke tangki steep lye 1 untuk diumpankan ke pulper.
Tangki steep lye berfungsi menampung larutan NaOH hasil pressing pada
slurry press. Larutan NaOH tersebut kemudian dilewatkan pada wagner Filter untuk

 
  II-6

 
mengalami
 
pemisahan dari pengotor seperti fibre. Overflow dari tangki steep lye
ditampung dalam Press Lye Overflow Tank (PLOF Tank). Dari PLOF Tank larutan
 
NaOH dialirkan ke sharpless dan kircket untuk mengalami penyaringan sehingga
 
fibre akan terpisahkan. Larutan NaOH digunakan dalam proses pembuatan larutan
viscous  pada seksi simplex.
  Larutan dari seksi soda station selanjutnya dialirkan ke dalam slurry mixer
  tank dan dicampurkan dengan katalis. Katalis ditambahkan untuk mempercepat
proses  pemutusan derajat polimerisasi pada saat pemeraman. Setelah NaOH dan
katalis dicampurkan selanjutnya lembaran-lembaran pulp dimasukan dan
 
dihancurkan.
 
Selanjutnya keluaran dari pulper masuk kedalam homogenizer. Homogenizer
digunakan untuk mencampurkan slurry yang berasal dari mixer tank (pulper) agar
terbentuk larutan yang homogen karena bubur alkali selulosa (alksell) yang berasal
slurry mixer tank belum homogen atau masih terdapat gumpalan-gumpalan. Alkali
selulosa dialirkan ke homogenizer dengan menggunakan pompa sentrifugal yang
dilengkapi dengan mixer untuk pengadukan alkali selulosa.
Dari homogenizer, slurry dialirkan ke dalam slurry press untuk mengalami
pressing dengan menggunakan dua buah roll dengan putaran yang berlawanan arah
sehingga alakali selullosa akan terpisah dari larutan NaOH. Konsentrasi slurry yang
masuk akan mempengaruhi setting tekanan yang akan digunakan. Banyaknya alksell
yang dihasilkan tergantung atas kecepatan putar rol. Semakin sedikit slurry yang
masuk mengakibatkan vat pressure akan semakin tinggi sehingga kecepatan putar
roll press harus dikurangi agar pemisahan NaOH berlangsung sempurna. Begitu juga
sebaliknya, slurry yang terlalu tebal menyebabkan vat pressurenya semakin kecil.
Dari slurry press akan dihasilkan mat yang kemudian masuk ke dalam
preshredder untuk dicabik-cabik agar diperoleh butiran-butiran yang lebih halus
untuk mencegah terjadinya chooking didalam shredder roll sehingga tidak akan
menyumbat saluran yang menuju ke maturing drum. Lickering wir merupakan alat
yang digunakan dalam proses pencabikan. Larutan NaOH yang terpisah setelah
pengepressan akan melewati wagner filter untuk memisahkan kotoran-kotoran yang

 
  II-7

 
terbawa  dalam larutan NaOH. NaOH hasil penyaringan wagner filter dialirkan ke
press lye tank di unit soda station, sedangkan kotoran-kotorannya langsung dibuang.
 
Selanjutnya mat dari slurry press dialirkan kedalam maturing drum merupakan alat
 
yang digunakan untuk pematangan alkali selullosa yang bertujuan untuk
 
mengkondisikan alksell agar dapat bereaksi dengan CS2 pada proses pembentukan
  alkali selullosa xanthat didalam simplex, dan proses depolimerisasi yaitu
  menurunkan derajat polimerisasi alkali selulosa. Dari maturing drum alksell dialirkan
ke unit  silo untuk ditampung. Selanjutnya Alkali selulosa yang berasal dari silo
dialirkan kedalam xantator. Didalam xantator Alkali selulosa dirubah ke bentuk lain
 
agar dapat dilarutkan untuk dipintal dengan cara mereaksiakannya dengan Karbon
 
disulfide.
Selanjutnya larutan viscous yang keluar dari xanthator dihaluskan dan
dihomogenkan setelahnya dialirkan kembali ke proses selanjutnya untuk disiapkan
larutan viscous yang bebas udara dan impurities lain karena akan berpengaruh pada
pembentukan fibre. Udara yang masih terkandung dalam larutan viscous dapat
menyebabkan serat terputus pada pembentukan serat di mesin spinning. Larutan
viscose yang bebas dari udara kemudian ditambahkan zat additive lalu dilakukan
proses regenerasi larutan viscous menjadi selulosa dalam bentuk filamen.
Selanjutnya filamen dilakukan peregangan dan pembersihan untuk
menghilangkan kandungan asam sulfat. Selain terjadi reaksi regenerasi terjadi
penentuan denier (ukuran filamen), tenacity (kekuatan tarik), dan stretching
(kelenturan). Setelah mengalami peregangan, tow dipotong menjadi staple kemudian
dilakukan recovery through untuk mengambil kembali CS2 yang ada pada staple
fibre. Serat rayon yang keluar dari recovery through kemudian didorong keluar
dibawa oleh conveyor secara perlahan-lahan menuju unti after treatment untuk
dilakukan pencucian dan menghilangkan sisa-sisa larutan koagulan dan sulfida yang
masih menempel pada serat rayon viskosa. Tahap selanjutnya dilakukan pengeringan.
Pengeringan ini dimaksudkan untuk menghilangkan kandungan air yang masih
terdapat dalam fiber. Setelah melalui proses drying, staple fibre rayon mengalami
pengepresan dan siap dipasarkan dalam bentuk bale.

 
  II-8

 
II.4 Sistem CS2 Recovery Through
 
Sistem CS2 Recovery Through berfungsi untuk mengambil kembali CS2 yang ada
 
pada staple fiber. Unit ini terdiri dari beberapa alat seperti scrubber, kondensor,
 
separator dan sebagainya. Tahapan proses pada Unit Recovery Through dapat dilihat
 
pada Gambar II.3.
 

Gambar II.3 Diagram Alir CS2 Recovery Through


Sumber : PT Indo Bharat Rayon, 2018

Proses pemisahan CS2 yang terkandung dalam staple dilakukan dengan cara
mengalirkan tow yang telah dipotong ke recovery through dengan bantuan funnel
water. Selanjutnya steam diinjeksi dari bagian bawah recovery through dengan laju
steam yang telah ditetapkan. Jika laju steam yang masuk ke recovery through terlalu
kecil, maka kandungan CS2 yang terdapat pada tow tidak teruapkan secara sempurna.
Tow yang sudah bebas dari CS2 disebut mat.
Uap CS2 beserta uap air kemudian masuk ke scrubber yang dialiri soft water
untuk menghilangkan kandungan belerang. Soft water kemudian dialirkan ke seal pot
yang nantinya berfungsi sebagai ventury water yang dipakai lagi dalam proses first

 
  II-9

 
wash di
 
Unit After Treatment. Sedangkan campuran uap kemudian dialirkan ke
sistem kondensor.
 
Proses kondensasi uap CS2 terdiri dari tiga buah kondensor yang dipasang
 
seri. Tujuan dipasang seri adalah untuk menurunkan suhu secara bertahap hingga
 
mencapai suhu yang diinginkan. Suhu dikendalikan di dalam kondensor
  menggunakan soft water. Pada kondensor satu terjadi penurunan suhu. CS2
  selanjutnya dialirkan ke kondensor dua dan terjadi penurunan suhu. Kondensor dua
posisinya
  tegak lurus dengan kondensor satu dengan tujuan CS2 yang akan
dipisahkan turun ke dalam separator.
 
Di dalam separator CS2 yang berbentuk uap dan cair dipisahkan. CS2 yang
 
berbentuk cair masuk ke CS2 storage tank lalu dialirkan ke Ancillary Department
untuk proses refinery. Sedangkan CS2 yang berbentuk uap dialirkan ke kondensor
tiga yang dialiri chilled water untuk mempercepat penurunan suhu. CS2 yang
terkondensasi dialirkan ke CS2 storage tank, sedangkan uap CS2 yang tidak
terkondensasi dibuang ke udara melalui vent dengan kondisi limbah gas yang sudah
sesuai standar baku mutu. Recovery Through ini dapat merecovery CS2 liquid
sebanyak 45-50 %.

II.5 Standard Operating Procedure

II.5.1 Pengertian Standard Operating Procedure (SOP)


Standard Operating Procedure merupakan suatu pedoman atau acuan untuk
melaksanakan tugas pekerjaan sesuai dengan fungsi dan alat penilaian kinerja instansi
pemerintah berdasarkan indikator-indikator teknis, administratif dan prosedural
sesuai tata kerja, prosedur kerja dan sistem kerjapada unit kerja yang bersangkutan.
(Tjipto Atmoko, 2011)

II.5.2 Manfaat Standard Operating Procedure


Penerapan Standard Operating Procedure haruslah memiliki manfaat,
manfaat-manfaat dalam penerapan SOP antara lain sebagai acuan cara yang

 
  II-10

 
dilakukan
 
pegawai dalam menyelesaikan pekerjaan juga diharapkan dapat
mengurangi tingkat kesalahan dan kelalaian yang mungkin dilakukan oleh seorang
 
pegawai dalam melaksanakan tugas. Selain itu, adanya standar operasional prosedur
 
juga dapat meningkatkan efisiensi dan efektivitas pelaksanaan tugas dan tanggung
 
jawab individual pegawai dan organisasi secara keseluruhan dan membantu pegawai
  menjadi lebih mandiri dan tidak bergantung pada intervensi manajemen, sehingga
  akan mengurangi keterlibatan pimpinan dalam pelaksanaan proses sehari-hari juga
meningkatkan
  akuntibilitas pelaksanaan tugas.
Dengan adanya SOP, pelaksanaan tugas penyelenggaraan pemerintahan dapat
 
dipastikan berlangsung dalam berbagai situasi juga memberikan informasi dalam
 
upaya peningkatan kompetensi pegawai.
SOP juga bermanfaat sebagai instrument yang dapat melindungi pegawai dari
kemungkinan tuntutan hukum karena tuduhan melakukan penyimpangan, dapat
menghindari tumpang tindih pelaksanaan tugas, membantu penelusuran terhadap
kesalahan-kesalahan procedural.

II.5.3 Tujuan Standard Operating Prosedure (SOP)


Dalam perancangan SOP, ada tujuan yang harus dicapai dalam
pelaksanaannya. Tujuan-tujuan tersebut antara lain menjaga konsistensi dan tingkat
kinerja petugas/pegawai atau tim dalam organisasi atau unit kerja, petugas/pegawai
mengetahui dengan jelas peran dan fungsi tiap-tiap posisi dalam organisasi, juga
dapat memperjelas alur tugas, wewenang dan tanggung jawab dari petugas/pegawai
terkait. SOP juga dirancang untuk melindungi organisasi/unit kerja dan
petugas/pegawai dari malpraktek atau kesalahan administrasi lainnya, serta
menghindari kegagalan/kesalahan, keraguan, duplikasi, dan inefisiensi yang mungkin
saja terjadi pada proses pelaksanaan produksi.

II.5.4 Metode Penyusunan Standard Operating Procedure (SOP)


Dalam Peraturan Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan tinggi Republik
Indonesia Nomor 71 tahun 2017, dalam menyusun SOP harus memiliki beberapa

 
  II-11

 
prinsip   yang nantinya penyusunan SOP akan berorientasi pada prinsip tersebut.
Prinsip penyusunan SOP dapat dilihat pada Gambar II.4.
 

  Efisiensi
dan
  efektivitas
Berorientas
Kepastian
  i pada
hukum
pelanggan
 

 
Prinsip Kejelasan
  Kepatuhan
Penyusunan dan
hukum
SOP kemudahan
 

Dinamis Keselarasan

Keterukura
n

Gambar II.4 Prinsip Penyusunan SOP


Sumber : Peraturan Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan tinggi Republik
Indonesia Nomor 71 tahun 2017

1. Efisiensi dan efektivitas. Prosedur-prosedur yang distandarkan harus


merupakan prosedur yang paling efisien dan efektif dalam proses pelaksanaan
tugas.
2. Berorientasi pada pelanggan. Prosedur-prosedur yang distandarkan harus
mempertimbangkan kebutuhan pengguna (customer’s needs), sehingga dapat
memberikan kepuasan kepada pengguna.
3. Kejelasan dan kemudahan. Prosedur-prosedur yang distandarkan harus dapat
dengan mudah dimengerti dan diterapkan oleh semua aparatur bahkan bagi
seseorang yang sama sekali baru dalam pelaksanaan tugasnya;

 
  II-12

 
4. Keselarasan.
 
Prosedur-prosedur yang distandarkan harus selaras dengan
prosedur-prosedur standar lain yang terkait.
 
5. Keterukuran. Output dari prosedur-prosedur yang distandarkan mengandung
 
standar kualitas atau mutu baku tertentu yang dapat diukur pencapaian
 
keberhasilannya.
  6. Dinamis. Prosedur-prosedur yang distandarkan harus dengan cepat dapat
  disesuaikan dengan kebutuhan peningkatan kualitas pelayanan yang
berkembang
  dalam penyelenggaraan administrasi pemerintahan.
7. Kepatuhan hukum. Prosedur-prosedur yang distandarkan harus memenuhi
 
ketentuan peraturan perundang-undangan.
 
8. Kepastian hukum. Prosedur-prosedur yang distandarkan harus ditetapkan oleh
pimpinan sebagai sebuah produk hukum yang ditaati, dilaksanaka n, dan
menjadi instrumen untuk melindungi aparatur atau Pelaksana dari kemungkinan
tuntutan hukum.

II.5.5 Penyusunan SOP


Langkah pertama dalam menyusun SOP adalah menentukan proses atau
aktivitas yang akan dibuatkan SOP. Setelah proses ditentukan, penyusun mulai
menentukan ruang lingkup proses atau aktivitas. Ruang lingkup proses disini adalah
memilih proses yang lebih spesifik dari serangkaian proses yang telah ditentukan.
Selanjutnya penyusun harus menentukan pihak mana saja yang terlibat dalam
penyusunan SOP, termasuk pihak yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan
SOP, pihak yang bekerja mengesahkan SOP dan pihak yang terlibat dalam
pelaksanaan SOP itu sendiri. Setelah menentukan proses dan menetukan pihak-pihak
terkait SOP maka langkah selanjutnya adalah menentukan input dan output pada
proses atau aktivitas yang akan dirancang dan menetukan tolak ukur atau indikator
tingkat keberhasilan SOP yang akan dirancang. Jika terdapat dokumen atau lampiran
baik kebijakan dan peraturan internal organisasi atau perusahaan, maupun kebijakan
dan peraturan pihak eksternal, termasuk kebijakan dan peraturan pemerintah, yang
terkait dengan proses atau aktivitas yang akan dibuatkan SOP, sebaiknya dilampirkan

 
  II-13

 
sebagai  lampiran dan atau sebagai referensi dalam pembuatan SOP. Dalam
penyusunan SOP, penulisan sangat penting. SOP harus dapat dimengerti oleh setiap
 
orang. Maka, jika ada istilah-istilah yang akan digunakan sebaiknya didefinisikan
 
terlebih dahulu. Untuk lebih mempermudah pembacaan atau pemahaman terhadap
 
SOP yang dirancangan sertakan pula diagram alir (flowchart) menyangkut proses
  atau aktivitas yang akan dibuatkan SOP.
  Sebelum merancangan SOP, penyusun harus mengerti betul proses atau
aktivitas  yang akan dibuatkan SOP. Untuk memahami itu semua, maka sebaiknya
dilakukan wawancara para pihak yang terlibat dalam proses atau aktivitas yang akan
 
dibuatkan SOP. Wawancara dilakukan untuk mengetahui informasi mengenai
 
pelaksanaan proses atau aktivitas yang sebenarnya secara lebih rinci. Setelah kegiatan
wawancara selesai, SOP dalam bentuk diagram alir yang telah dirancang dapat
dilengkapi sesuai dengan hasil wawancara. Jika dibutuhkan, selain SOP dalam format
Flowchart, buat juga SOP dalam format Narasi berdasarkan Flowchart yang telah
disempurnakan.
SOP yang telah dirancang tidak selalu berhasil, untuk itu harus dilakukan uji
coba atau uji lapangan terhadap SOP yang telah dirancang. Jika hasil uji coba
berhasil, SOP dapat digunakan untuk meningkatkan efektivitas implementasi SOP.
Setelah di uji dan terbukti dapat meningkatkan efektivitas suatu proses dan
dalam uji coba atau uji lapangan SOP sudah tidak ada permasalahan, dan SOP
dianggap sudah memenuhi persyaratan untuk diimplementasikan, SOP dapat
disahkan untuk selanjutnya didistribusikan dan disosialisasikan ke pihak-pihak yang
terkait.

II.5.6 Unsur SOP


Unsur SOP merupakan unsur inti dari SOP yang terdiri dari identitas SOP dan
prosedur SOP. Identitas SOP berisi data-data mengenai identitas SOP, sedangkan
Prosedur SOP berisi kegiatan, Pelaksana, mutu baku dan keterangan.
SOP tersusun atas bagian indentitas dan bagian flowchart.

 
  II-14

 
a. Bagian Identitas
 
Bagian identitas dari unsur prosedur dalam SOP biasanya harus terdiri dari
 
logo kementerian dan nama Unit Organisasi, nomenklatur satuan/Unit Organisasi
 
pembuat. SOP juga harus mencantumkan nomor SOP, nomor prosedur yang di-SOP-
 
kan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Pada bagian identitas juga perlu adanya
  tanggal pembuatan SOP. Jika diperlukan, cantumkan pula tanggal SOP direvisi atau
  tanggal rencana ditinjau-ulangnya SOP yang bersangkutan serta pencantuman tanggal
mulai diberlakukannya
  SOP. Dalam SOP juga harus terdapat pengesahan oleh pejabat
yang menduduki jabatan pimpinan tinggi. Judul SOP, judul prosedur yang di-SOP-
 
kan harus sesuai dengan kegiatan yang sesuai dengan tugas dan fungsi yang
 
dimilikinya. Bagian identitas juga diperlukan adanya dasar hukum, berupa peraturan
perundang-undangan yang mendasari prosedur yang di-SOP-kan beserta aturan
pelaksanaannya. Dalam SOP juga harus ada keterangan yang memberikan penjelasan
mengenai keterkaitan prosedur yang distandarkan dengan prosedur lain yang
distandarkan, juga memberikan penjelasan mengenai kemungkinan-kemungkinan
yang terjadi ketika prosedur dilaksanakan atau tidak dilaksanakan, serta memberikan
penjelasan mengenai kualifikasi Pelaksana yang dibutuhkan dalam melaksanakan
perannya pada prosedur yang distandarkan.
Untuk pelaksanaan SOP yang optimal, daftar peralatan utama (pokok) dan
perlengkapan yang dibutuhkan harus dijelaskan. Begitupun dengan berbagai hal yang
perlu didata dan dicatat. Pada bagian ini biasanya melampirkan form untuk merekam
data dan checklist untuk menerangkan kegiatan yang telah dilakukan.

b. Bagian Flowchart
Bagian flowchart merupakan uraian mengenai langkah-langkah (prosedur)
kegiatan beserta mutu baku dan keterangan yang diperlukan. Bagian flowchart ini
berupa diagram alir (flowcharts) yang menjelaskan langkah-langkah kegiatan secara
berurutan dan sistematis dari prosedur yang distandarkan yang berisi:
1) nomor kegiatan;
2) uraian kegiatan yang berisi langkah-langkah (prosedur);

 
  II-15

 
3) Pelaksana yang merupakan pelaku kegiatan; dan
 
4) mutu baku yang berisi kelengkapan, waktu, output dan keterangan. (Peraturan
 
Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan tinggi Republik Indonesia Nomor 71 tahun
 
2017)
 

  II.5.7 Format SOP


  Dalam Peraturan Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan tinggi Republik
Indonesia
  Nomor 71 tahun 2017, terdapat 4 (empat) faktor yang dapat dijadikan dasar
dalam penentuan format penyusunan SOP yang dapat dipakai oleh suatu organisasi,
 
yaitu :
 
1. Berapa banyak keputusan yang akan dibuat dalam suatu prosedur;
2. Berapa banyak langkah dan sub langkah yang diperlukan dalam suatu prosedur;
3. Siapa yang dijadikan target sebagai Pelaksana;
4. Apa tujuan yang ingin dicapai dalam pembuatan SOP.
Format terbaik SOP adalah format yang sederhana dan dapat menyampaikan
informasi yang dibutuhkan secara tepat serta memfasilitasi implementasi SOP secara
konsisten sesuai dengan tujuan penyusunan SOP. Format SOP yang dipersyaratkan
dalam kebijakan reformasi birokrasi memiliki format yang telah distandarkan tidak
seperti Format SOP pada umumnya. Adapun Format SOP yang dipergunakan dalam
kebijakan reformasi birokrasi adalah sebagai berikut:

1. Format Diagram Alir Bercabang (Branching Flowcharts)


Format yang dipergunakan dalam SOP adalah format diagram alir bercabang
(branching flowcharts) dan tidak ada format lainnya yang dipakai. Hal ini
diasumsikan bahwa prosedur pelaksanaan tugas dan fungsi Unit Organisasi memuat
banyak kegiatan dan memerlukan pengambilan keputusan yang banyak. Oleh sebab
itu, untuk menyamakan format maka seluruh prosedur dibuat dalam bentuk diagram
alir bercabang (branching flowcharts) termasuk juga prosedur yang singkat tanpa
pengambilan keputusan.

 
  II-16

 
2.  
Menggunakan hanya 5 (Lima) Simbol Diagram Alir (Flowcharts)
Simbol yang digunakan dalam SOP hanya terdiri dari 5 (lima) simbol, yaitu: 4
 
(empat) simbol dasar dan 1 (satu) simbol penghubung ganti halaman (off-page
 
conector). Simbol-simbol yang biasa digunakan ialah :
 
a. Terminal point
  Simbol yang menunjukan awal (start) atau akhir (stop)
  dari suatu kegiatan
b.  Persegi panjang
Simbol yang menunjukan suatu kegiatan/operasi
 

 
c. Belah ketupat
Simbol yang menunjukan kegiatan yang membutuhkan
pengambilan keputusan

d. Anak Panah
Simbol yang merepresentasikan alur kerja
e. Segi lima
Sebagai titik konektor yang menghubungkan halaman
yang berbeda

Anda mungkin juga menyukai