Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH

Teknologi Pembelajaran
TREN DAN ISU TEKNOLOGI PENDIDIKAN

Disusun oleh :

YUSANTI EKA OKTAVIASARI


221A10142

TEKHNOLOGI PEMBELAJARAN
PROGRAM PASCA SARJANA
UNIVERSITAS PGRI ARGOPURO
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat,
taufik, dan hidayah-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik.
Makalah ini diharapkan mampu membantu saya dalam memperdalam mata kuliah TREN dan
ISU dalam TEKHNOLOGI PEMBELAJARAN untuk kegiatan belajar. Selain itu, makalah
ini diharapkan agar dapat menjadi referensi para pembaca agar bisa mengetahui dan
mendalami tentang unsur-unsur pendidikan.
Oleh karena itu, makalah ini diharapkan agar pembaca dapat menyikapi bahwa seiring
perkembangan jaman, tekhnologi dalam pendidikan pun ikut berkembang sehingga dapat
mempermudah kita untuk dapat mengembangkan apa yang kita ingin peroleh melalui belajar,
berupa pengetahuan, nilai-nilai, dan keterampilan-keterampilan. Akhir kata, saya ucapkan
terima kasih kepada para pembaca yang sudah berkenan membaca makalah ini dengan tulus
dan ikhlas. Semoga makalah ini dapat bermanfaat, khususnya bagi saya dan pembaca. Amin.
Akhirnya saya sebagai penulis mengharapkan kritikan dan saran yang bersifat
membangun dari para pembaca sekalian, demi kesempurnaan makalah ini dan demi
kesempurnaan penulisan selanjutnya.

Jember, 13 Januari 2023

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah


Pendidikan dihadapkan kepada tantangan peningkatan layanan dan mutu pendidikan,
tantangan ini memunculkan masalah isu-isu aktual dalam masyarakat, antara lain pro dan
kontra masalah penyelenggaraan sekolah unggul, rendahnya mutu dilihat dari perolehan nilai
hasil ujian nasional yang dulu kerap dikenal dengan istilah NEM, angka partisipasi
pendidikan, tingginya angka putus sekolah, terbatasnya dana pendidikan di daerah terpencil
dan masalah lainnya.
Tuntutan akan peningkatan layanan dan mutu pendidikan adalah merupakan salah
satu dampak keberhasilan pembangunan dalam perubahan sosial, antara lain meningkatkan
apresiasi masyarakat terhadap pendidikan. Cepatnya tuntutan ini tidak seimbang dengan daya
dukung berbagai fasilitas dan upaya kerap melahirkan isu-isu aktual seperti tersebut di atas.
Diantisipasi bahwa tuntutan ini cenderung semakin menguat selaras dengan pencapaian dari
keberhasilan pembangunan itu sendiri. Isu-isu aktual pendidikan memerlukan perhatian dari
berbagai pihak, sesuai dengan lingkup tanggung jawab pendidikan.

B. Rumusan Masalah
Jelaskan mengenai:
1.      Masalah Keutuhan Pencapaian Sasaran
2.      Masalah Peranan Guru
3.      Ujian Nasional
4.      Kekerasan di Sekola
5.      Dana Pendidikan
BAB II
PEMBAHASAN

A.    Masalah Keutuhan Pencapaian Sasaran


Di dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional
Bab II Pasal 4 telah dinyatakan bahwa tujuan pendidikan nasional ialah mengembangkan
manusia Indonesia seutuhnya. Kemudian dipertegas lagi secara rinci di dalam GBHN butir 2a
dan b, tentang arah dan tujuan pendidikan bahwa yang dimaksud dengan manusia utuh itu
adalah manusia yang sehat jasmani dan rohani, manusia yang memiliki hubungan secara
vertical (dengan Tuhan) dan Horizontal (dengan lingkungan dan masyarakat), dan konsentris
(dengan diri sendiri), yang berimbang antara duniawi dan ukhrawi.
Konsepnya sudah cukup baik. Tetapi di dalam pelaksanaannya pendidikan afektif
belum ditangani semestinya. Kecenderungan mengarah kepada pengutamaan pengembangan
aspek kognitif. Pendidikan agama dan Pendidikan Moral Pancasila misalnya yang semestinya
mengutamakan penanaman nilai-nilai bergeser kepada pengetahuan agama dan Pancasila.
Keberhasilan pendidikan dinilai dari kemampuan kognitif atau penguasaan pengetahuan.
Pengembangan daya pikir dinomorsatukan, sedangkan pengembangan perasaan dan
pengamalan terabaikan. Padahal untuk pengembangan perasaan dan hati agar memahami
nilai-nilai tidak cukup hanya berkenalan dengan nilai-nilai melainkan harus mengalaminya.
Dengan mengalami peserta didik dibuka kemungkinannya untuk menghayati hal-hal seperti
kepercayaan diri, kemandirian, keyakinan dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa,
penghargaan terhadap waktu dan kerja, kegairahan belajar, kedisiplinan, kesetiakawanan
sosial, dan semangat kebangsaan.

B.     Masalah Peranan Guru


Dahulu pada sekolah sudah dapat beroperasi jika ada murid, guru, dan ruangan tempat
belajar dengan beberapa sarana seperlunya, guru merupakan satu-satunya sumber belajar, ia
menjadi pusat tempat bertanya. Tugas guru memberikan ilmu pengetahuan kepadamurid.
Cara demikian dipandang sudah memadai karena ilmu pengetahuan guru belum berkembang,
cakupannya masih terbatas.
Dengan singkat dikatakan tugas guru adalah “membelajarkan pelajar”. Guru
mendudukkan dirinya hanya sebagai bagian dari sumber belajar. Beraneka ragam sumber
belajar yang hanya justru dapat ditemukan di luar diri guru seperti perpustakaan, taman
bacaan, museum, orang-orang pintar, kebun binatang, toko buku dll. Sebagaimana Comenius
pernah mengingatkan bahwa alam ini adalah buku besar yang sangat lengkap isinya.
Dari sisi kebutuhan murid, guru tidak mungkin seorang diri melayaninya. Untuk
memandu proses pembelajaran murid ia dibantu oleh sejumlah petugas lainnya seperti
konselor (guru BP), pustakawan, laboran, dan teknik sumber belajar. Dengan hadirnya
petugas lain tersebut guru kini memiliki cukup waktu untuk mengajarkan hal-hal yang
semestinya ia lakukan, tetapi selama itu tertelantarkan lantaran ketiadaan waktu karena
terpaksa menanggulangi kegiatan-kegiatan yang semestinya dilakukan oleh tenaga-tenaga
lainnya.
Melakukan kontak dan pendekatan manusiawi yang lebih intensif dengan murid-
muridnya. Pelayanan kelompok dan individual dalam bentuk memperhatikan kebutuhan,
mendorong semangat untuk maju berkreativitas, dan bekerja sama, menumbuhkan rasa
percaya diri, harga diri, dan tanggung jawab, menghargai waktu, dan kedisiplinan,
menghargai orang lain, dan menemukan jati diri. Inilah sisi pendidikan dari tugas seorang
guru yang telah lama terabaikan. Dari sini pembelajaran ia diharapkan mampu mengelola
proses pembelajaran (sebagai manajer), menunjukkan tujuan pembelajaran (director),
mengorganisasikan kegiatan pembelajaran (coordinator), mengkomunikasikan murid dengan
berbagai sumber belajar (komunikator), menyediakan dan memberikan kemudahan belajar
(fasilitator), dan memberikan dorongan belajar (stimulator).

C.     Ujian Nasional
Ujian Nasional merupakan salah satu jenis penilaian yang diselenggarakan
pemerintah guna mengukur keberhasilan belajar siswa. Dalam beberapa tahun ini,
kehadirannya menjadi perdebatan dan kontroversi di masyarakat. Di satu pihak ada yang
setuju, karena dianggap dapat meningkatkan mutu pendidikan. Dengan adanya ujian nasional,
sekolah dan guru akan dipacu untuk dapat memberikan pelayanan sebaik-baiknya agar para
siswa dapat mengikuti ujian dan memperoleh hasil ujian yang sebaik-baiknya. Demikian juga
siswa didorong untuk belajar secara sungguh-sungguh agar dia bisa lulus dengan hasil yang
sebaik-baiknya.Sementara, di pihak lain juga tidak sedikit yang merasa tidak setuju karena
menganggap bahwa Ujian Nasional sebagai sesuatu yang sangat kontradiktif dan
kontraproduktif dengan semangat reformasi pembelajaran yang sedang kita kembangkan.
Sebagaimana dimaklumi, bahwa saat ini ada kecenderungan untuk menggeser paradigma
model pembelajaran kita dari pembelajaran yang lebih berorientasi pada pencapaian
kemampuan kognitif ke arah pembelajaran yang lebih berorientasi pada pencapaian
kemampuan afektif dan psikomotor, melalui strategi dan pendekatan pembelajaran yang jauh
lebih menyenangkan dan kontekstual, dengan berangkat dari teori belajar konstruktivisme.
Kita maklumi pula bahwa Ujian Nasional yang dikembangkan saat ini dilaksanakan
melalui tes tertulis. Soal-soal yang dikembangkan cenderung mengukur kemampuan aspek
kognitif. Hal ini akan berdampak terhadap proses pembelajaran yang dikembangkan di
sekolah. Sangat mungkin, para guru akan terjebak lagi pada model-model pembelajaran gaya
lama yang lebih menekankan usaha untuk pencapaian kemampuan kognitif siswa, melalui
gaya pembelajaran tekstual dan behavioristik.
Selain itu, Ujian Nasional sering dimanfaatkan untuk kepentingan diluar pendidikan,
seperti kepentingan politik dari para pemegang kebijakan pendidikan atau kepentingan
ekonomi bagi segelintir orang. Oleh karena itu, tidak heran dalam pelaksanaannya banyak
ditemukan kejanggalan-kejanggalan, seperti kasus kebocoran soal, nyontek yang sistemik dan
disengaja, merekayasa hasil pekerjaan siswa dan bentuk-bentuk kecurangan lainnya.
Terlepas dari kontroversi yang ada bahwa sampai saat ini belum ada pola baku sistem
ujian akhir untuk siswa. Perubahan sering terjadi seiring dengan pergantian pejabat. Hampir
setiap pejabat ganti, kebijakan sistem juga ikut berganti rupa.
Pelaksanaan UN mendapat berbagai kecaman dari berbagai pihak, terutama dari
komunitas pendidikan di Tanah Air. Apa UN relevan menjadi senjata peningkat mutu dan
membentuk standarisasi pendidikan nasional? Kalangan pendidikan pun malah menganggap
bahwa UN justru tidak sesuai dengan UU No 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
(Sisdiknas) dan berbagai program pemerintah lainnya. Kalangan aktivis pendidikan dari
Koalisi Pendidikan pun berpendapat serupa. "Penambahan mata pelajaran yang di-UN-kan
semakin mencerminkan betapa pemerintah semakin besar kuasanya dalam menentukan
kelulusan," ujarnya. Dia berpandangan, terjadi kekeliruan berpikir. Pemerintah berkeinginan
keras untuk menerapkan UN dengan harapan dapat mengangkat kualitas pendidikan di Tanah
Air. Peningkatan kualitas dianggap cukup lewat tes. Padahal, kualitas hanya dapat diperoleh
lewat proses. Pemerintah justru harus melihat faktor-faktor penentu berjalannya proses dan
sejauh mana itu sudah terpenuhi di sekolah.
Penerapan standard tunggal evaluasi hasil belajar dalam bentuk ujian nasional saat ini
tampaknya masih sulit diterapkan di Indonesia. Sulitnya penerapan standar tunggal hasil
belajar itu berkaitan erat dengan masih tingginya tingkat disparitas kualitas antarsekolah di
Indonesia. ”Mengacu pada PP No 28/1990 tentang Pendidikan Dasar, penilaian pendidikan
tidak hanya dilakukan dengan mengevaluasi hasil belajar, tetapi juga mencakup proses
belajar-mengajar dan upaya pencapaian tujuan yang dilakukan. Kalau sekarang proses
belajar-mengajarnya saja masih sangat berbeda satu sama lain kualitasnya, hasilnya tentu
juga akan sangat berbeda. Arena pendidikan dari wilayah yang berbeda (desa-kota, misalnya)
pun menyebabkan perbedaan kualitas pendidikan.

D.    Kekerasan di Sekolah
Kekerasan di dunia pendidikan kembali terjadi. Beberapa kali kasus selalu terjadi,
baik sekolah kota maupun disekolah yang ada di desa. Ketua Komisi Nasional Perlindungan
Anak (Komnas PA) Arist Merdeka Sirait mengatakan kekerasan terhadap anak di lingkungan
sekolah kembali terjadi karena belum ada tindakan tegas dari pemerintah terhadap pelaku
kekerasan di sekolah. "Guru yang melakukan kekerasan, setahu saya belum ada yang sampai
dipecat karena Menteri menganggap ini hal biasa untuk mendisiplinkan anak. Padahal itu
salah," katanya saat berbincang dengan okezone, Rabu (28/9/2011). Dampaknya, psikologis
anak akan menjadi tertekan. "Itu salah satu proses radikalisme terjadi. Kalau sekolah sudah
mengajarkan kekerasan itu bagian dari menumbuhkan sikap radikal," ujarnya.
Padahal Undang-Udang perlindungan anak tahun 2002 pasal 59 jelas menyebutkan
sekolah wajib menjadi zona anti kekerasan. Guru yang melakukan kekerasan terhadap anak
tidak memenuhi syarat psikologis untuk menjadi tenaga pengajar.

E. Dana Pendidikan
Muhammad Nuh sebagai menteri pendidikan nasional mengajukan tambahan dana
untuk anggaran pendidikan sebesar Rp 11,762 triliun dalam Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2011. Rencananya tambahan dana ini diajukan untuk
menambah anggaran beasiswa dan juga pendidikan di daerah timur Indonesia. Di satu sisi,
hal ini patut diapresiasi mengingat dana pendidikan di Indonesia akan ditambah. Tentu saja,
jika penyamapaiannya tepat, dana ini akan sangat membantu mereka yang tidak memiliki
akses terhadap pendidikan.
Namun di sisi lain, hal ini akan menimbulkan pertanyaan lebih jauh: akankah dana
pendidikan ini tepat sasaran seperti yang diharapkan?. Bahwa dengan anggaran pendidikan
sekarang yang dipatok sebesar 20% dari APBN, masih saja terjadi hal-hal yang tidak
diinginkan. Padahal, pemerintah mematok adanya program wajib belajar sembilan tahun. Dan
kejadian-kejadian di atas terjadi pada daerah pendidikan dasar tersebut. Oleh karena itu,
wajar jika masyarakat akan menilai tambahan dana yang sekalipun akan dikucurkan tersebut
tidak akan mampu memenuhi kebutuhan masyarakat kecil terkait akses pendidikan. Realitas
yang ada sekarang ini menyatakan hal sebaliknya. Malahan, yang akan timbul adalah
ketakutan akan penyelewengan dana tersebut.
Menambahkan dana pendidikan itu memang perlu namun, untuk apa penambahan
tersebut dilakukan jika harus mengalami kebocoran dimana-mana? Analoginya seperti
menambahkan debit air bersih. Jika debit ditambahkan namun kebocoran pada pipa tetap
terjadi, akhirnya penambahan itu akan sia-sia juga sebab yang membuat debit itu berkurang
sampai di pelanggan bukan hanya masalah besar atau kecilnya debit awal melainkan
kebocorannya. Oleh karena itu, yang seharusnya dilakukan sebelum penambahan dana adalah
dengan menanggulangi kebocoran itu terlebih dahulu. Dana bantuan operasional sekolah
(BOS) yang dialirkan ke daerah-daerah sudah sepatutnya diawasi pemakaiannya oleh
pemerintah daerah. Jangan sampai dana tersebut sampai pada tangan-tangan yang tidak
berhak mendapatkannya. Jika dana BOS ini sudah terealisasi dengan baik, maka seharusnya
masalah uang kursi dan seragam sekolah tidak lagi harus dipermasalahkan.
BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Di dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan
Nasional Bab II Pasal 4 telah dinyatakan bahwa tujuan pendidikan nasional ialah
mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya. Kemudian dipertegas lagi secara
rinci di dalam GBHN butir 2a dan b. Konsepnya sudah cukup baik. Tetapi di
dalam pelaksanaannya pendidikan afektif belum ditangani semestinya.
Kecenderungan mengarah kepada pengutamaan pengembangan aspek kognitif.
Berdasarkan data yang diperoleh dari Kemendiknas tahun 2009 mengenai
kondisi sekolah di Indonesia, masih banyak keprihatinan yang harus diperhatikan
oleh segenap bangsa dan tanah air.
Masalah kekerasan yang melanda dunia pendidikan juga menjadi isu hangat
yang sering diperbincangkan. Padahal Undang-Udang perlindungan anak tahun
2002 pasal 59 jelas menyebutkan sekolah wajib menjadi zona anti kekerasan.
B.     Saran
Demikianlah yang dapat kami uraikan tentang isu-isu aktual yang terjadi di
dunia pendidikan, kami menyarankan kepada teman-teman yang ingin mengetahui
lebih dalam lagi tentang hal tersebut di atas untuk mencari referensi melalui
berbagai media yang tersedia.
Daftar Pustaka

Anonim. 2011. Problem Aktual Pendidikan. dari


http://sancanation.blogspot.com pada tanggal 25 September 2014 pukul 12:16 Wib.
Deswantoro. 2010. Masalah Layanan Dan Mutu Pendidikan. dari
http://deslih101010.blogspot.com pada tanggal 25 September 2014 pukul 12:18
Wib.
Lutfi, Ahmad. 2012. Isu-Isu Pendidikan, dari http://lutfiyolutfi.blogspot.com
pada tanggal 25 September 2014 pukul 12:21 Wib.

Anda mungkin juga menyukai