0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
2 tayangan2 halaman
Pengolahan hasil perikanan memegang peranan penting dalam kegiatan pascapanen, mengingat hasil perikanan merupakan komoditi yang sifatnya mudah rusak (perishable goods). Pembusukan ikan disebabkan oleh degradasi daging ikan karena aktivitas enzim, perubahan biokimia dan pertumbuhan mikroorganisme. Setelah ikan mati, enzim yang terdapat pada ikan mulai aktif mendegradasi daging ikan menjadi substansi yang lebih sederhana dan mikroorganisme yang terdapat pada isi perut, insang dan kulit berkembang
Pengolahan hasil perikanan memegang peranan penting dalam kegiatan pascapanen, mengingat hasil perikanan merupakan komoditi yang sifatnya mudah rusak (perishable goods). Pembusukan ikan disebabkan oleh degradasi daging ikan karena aktivitas enzim, perubahan biokimia dan pertumbuhan mikroorganisme. Setelah ikan mati, enzim yang terdapat pada ikan mulai aktif mendegradasi daging ikan menjadi substansi yang lebih sederhana dan mikroorganisme yang terdapat pada isi perut, insang dan kulit berkembang
Pengolahan hasil perikanan memegang peranan penting dalam kegiatan pascapanen, mengingat hasil perikanan merupakan komoditi yang sifatnya mudah rusak (perishable goods). Pembusukan ikan disebabkan oleh degradasi daging ikan karena aktivitas enzim, perubahan biokimia dan pertumbuhan mikroorganisme. Setelah ikan mati, enzim yang terdapat pada ikan mulai aktif mendegradasi daging ikan menjadi substansi yang lebih sederhana dan mikroorganisme yang terdapat pada isi perut, insang dan kulit berkembang
Penanganan Pencegahan Kehilangan Protein Pada Ikan Kurisi
Oleh: Muhammad Farid_4443190034_6C
Pengolahan hasil perikanan memegang peranan penting dalam kegiatan
pascapanen, mengingat hasil perikanan merupakan komoditi yang sifatnya mudah rusak (perishable goods). Pembusukan ikan disebabkan oleh degradasi daging ikan karena aktivitas enzim, perubahan biokimia dan pertumbuhan mikroorganisme. Setelah ikan mati, enzim yang terdapat pada ikan mulai aktif mendegradasi daging ikan menjadi substansi yang lebih sederhana dan mikroorganisme yang terdapat pada isi perut, insang dan kulit berkembang biak secara cepat. Bakteri pembusuk mulai memproduksi produk yang mengandung sulfur yang menimbulkan bau yang tidak enak dan toksin/racun. Bakteri pembusuk juga mengubah penampakan dan sifat fisik beberapa komponen. Oleh karena itu diperlukan penanganan cepat dan tepat untuk menjaga mutunya hingga produk sampai ke tangan konsumen. Salah satu penanganan yang bisa dilakukan ialah menjadikan ikan menjadi suatu olahan seperti surimi. Surimi adalah lumatan daging ikan yang telah mengalami proses penyiangan, pencucian, dan penambahan bahan bioprotektan seperti garam, cryoprotectant, dan bawang putih untuk mendapatkan mutu yang baik, hilang bau amis, dan awet dalam penyimpanan beku. Bahan dasar surimi salah satunya ialah ikan Kurisi (Nemipterus hexodon). Ikan Kurisi tergolong jenis ikan yang berdaging putih dengan hasil tangkapan relatif melimpah, harga ikan tersebut lebih murah apabila dibanding dengan ikan-ikan yang berdaging putih lainnya. Selain itu, bau ikan tidak terlalu amis karena kandungan urea di dalam ikan tersebut tidak terlalu tinggi. Ikan Kurisi tergolong ikan dengan protein tinggi serta rendah lemak. Ikan Kurisi memiliki kandungan protein kurang lebih 15%, dan kandungan lemaknya kurang dari 5%. Surimi ikan kurisi diproduksi dengan memisahkan daging ikan dari tulang dan kulit atau disebut pemfiletan serta pencucian sebanyak 3 – 4 kali dengan menggunakan air dingin. Kemudian dilakukan penyaringan menggunakan kain saring dan pencampuran bahan bioprotektan seperti garam dan cryoprotectant untuk mencegah penurunan protein yang berlebihan dan kehilangan fungsinya selama disimpan beku. Perlakuan melawan kerusakan mikrobiologis antara lain dilakukan dengan pembekuan. Suhu pada kondisi beku merupakan penghambat metabolisme sel mikroba yang menggunakan protein sebagai nutrisi untuk energinya, bahkan tidak terjadi sama sekali sehingga surimi awet. Penyimpanan beku adalah salah satu usaha yang dilakukan untuk mengawetkan surimi ikan kurisi (Nemipterus hexodon) agar tidak mengalami penurunan kandungan protein serta dapat memperpanjang masa simpan surimi ikan kurisi dengan tingkat kesegaran yang tinggi. Surimi ikan kurisi dapat mengalami perubahan atau kerusakan selama penyimpanan beku, diantaranya adalah perubahan rasa, bau, dehidrasi, ketengikan (rancidity), dan denaturasi protein. Perlakuan fisik untuk mempertahankan kualitas ditujukan kepada konsumen agar dapat memberikan sumbangan terhadap kecukupan protein. Pasca panen pada ikan kurisi dalam mengatasi loss protein dapat dilakukan dengan membuat suatu olahan seperti surimi yang kemudian dilanjutkan dengan penyimpan surimi kedalam freezer atau lemari es. Pada perlakuan ini tentu sangat menguntungkan masyarakat khususnya masyarakat pesisir dikarenakan dalam pasca panen masyarakat dapat menghasilkan produk yang berkualitas tinggi. Jika dibandingkan dengan menjual ikan kurisi secara langsung kepada konsumen, produk surimi dengan keadaan beku lebih dapat tahan lama dan menjaga nutrisi pada daging ikan kurisi. Pada ikan kurisi yang dijual secara langsung masi terdapat insang, isi perut, kulit, dan tulang ikan yang kemungkinan besar dari bagian organ ikan tersebut dapat membuat ikan mudah membusuk dan menghilangkan kandungan protein pada ikan serta kandungan nutrisi lainnya.
Sumber: Setyawan F, Santoso H, Syauqi A. 2017. Protein surimi ikan kurisi (Nemipterus hexodon) karena pengaruh penyimpanan beku dan kontribusinya di dalam pemenuhan kecukupan protein. Jurnal Ilmiah Biosaintropis.3(1). 31-38.