Anda di halaman 1dari 11

A.

Pendahuluan

Jamur adalah pangan nabati yang sangat populer di masyarakat karena

kandungan gizinya yang tinggi khususnya protein dan mineral. Jamur

mengandung 90% air dan 10% bahan kering. Jamur kaya akan protein, mineral (P,

Ca, Fe, K dan Na), vitamin (tiamin, riboflavin, asam folat dan niasin).

Keunggulan dari jamur adalah protein yang berkualitas tinggi karena mengandung

semua asam amino essensial (Widyastuti & Tjokrokusumo, 2021). Jamur

mengandung kalium tinggi yang membuat jamur merupakan makanan ideal untuk

pasien yang menderita hipertensi dan penyakit jantung . Beberapa spesies jamur

konsumsi sangat bermanfaat dalam bidang kedokteran (Laksono, 2019). Jamur

berdasarkan tempat tumbuhnya terbagi atas dua jenis yaitu jamur yang

dibudidayakan, ada juga jamur yang tumbuh secara liar dan jumlahnya mencapai

2000 spesies.

Jamur liar biasa tumbuh di hutan, di pepohonan, padang rumput atau

tumbuh bersama dengan jamur yang dibudidayakan. Jamur liar ada yang dapat

dikonsumsi, namun ada juga yang beracun. Jamur merupakan sekelompok

macrofungus dengan tubuh buah besar basidioma dan dapat dilihat dengan mata

telanjang tanpa alat khusus. Satu spesies memiliki banyak karakteristik seperti

ukuran, warna dan basidioma. Diantara 5.000 spesies jamur yang telah diketahui,

terdapat sekitar 100 spesies yang beracun apabila dikonsumsi manusia. Toksisitas

yang ditimbulkan seperti iritasi 3 gastrointestinal, efek mental, penyakit ginjal

akut dan gagal hati. Jamur liar merupakan salah satu dari jamur beracun yang

biasa tumbuh di hutan, di pepohonan, padang rumput, atau dapat tumbuh bersama
di area jamur yang dibudidayakan. Jamur beracun mengandung beberapa senyawa

toksin sehingga dapat berdampak buruk bagi kesehatan manusia apabila

dikonsumsi.

B. Jenis Jamur Beracun

1. Kelompok genus Amanita

Amatoxin merupakan intoksikasi yang terkandung dalam jamur

Amanita yang berperan dampak paling fatal yaitu kematian terutama

spesies Amanita phalloides. Amatoxin juga merupakan senyawa polar

sehingga dapat mudah larut dalam air (Allen et al., 2012). Amatoxin

sendiri dibagi kedalam sepuluh karakter, yaitu α-amanitin, β-amanitin, γ-

amanitin, e-amanitin, amanin, amaninamide, amanullin, amanullinic acid,

proammanullin, dan Ɵ-amanitin (Kaplale et al., 2022).

Berikut ini adalah spesies dalam genus amanita dan termasuk

kedalam jamur yang beracun.

1.1. Amanita phalloides

Sumber (Moor-smith et al., 2019)

Jamur Amanita phalloides yang belum dewasa terbungkus

dalam "selubung universal", membuatnya tampak seperti jamur

puffball jika tidak dipotong menjadi dua untuk memperlihatkan jamur


yang tumbuh di dalamnya. Saat jamur matang, tabir universal pecah

dan tertinggal di tanah sebagai kantung bermembran (volva). Zat toksin

yang paling banyak pada jamur ini adalah α-amanitin (Moor-smith et

al., 2019)

1.2. Amanita virosa

Sumber (Tavassoli et al., 2019)

Spesies Amanita virosa memiliki kandungan racun yang

hamper sma dengan spesies Amanita phalloides yang berbeda pada

jamur ini memiliki dua kandungan zat toksin yaitu amanitin jenis alfa

amanitin dan beta amaniti, dan dua racun phallot yaitu phalloidin dan

phallaccidin (Tavassoli et al., 2019)

1.3. Amanita muscaria

Amanita muscaria L. tumbuh di tanah, Jamur ini berwarna

putih apabila sudah tua akan berubah menjadi merah mencolok dengan

bintik putih pada tudungnya jamur ini tidak dikonsumsi, karena

mengandung racun yang berbahaya bagi kesehatan tubuh yang

menyebabkan muntah, diare, bahkan kematian apabila dikonsumsi

(Siagian et al., 2021).


Sumber (Taylor et al., 2019)

Jamur Amanita muscaria mengandung asam ibotenat dan

muscimol, yang secara struktural mirip dengan glutamat dan asam

gamma-aminobutyric, masing-masing; asam ibotenat mampu

menghasilkan eksitasi sistem saraf pusat (misalnya halusinasi, agitasi,

atau kejang), dan muscimol menyebabkan depresi sistem saraf pusat.

Menelan Amanita muscaria juga dapat menyebabkan gejala

gastrointestinal (Taylor et al., 2019).

2. Cortinarius orellanus

Sumber (Beug, 2009)

Cortinarius orellanus umumnya dikenal sebagai webcap bodoh

atau webcap bodoh, adalah spesies jamur mematikan dalam famili


Cortinariaceae yang berasal dari Eropa. Jamur ini bersifat toxic yaitu

orellanine. Orellanine merupakan alkaloid yang tidak larut air dan bersifat

termostabil, yaitu tidak mengalami degradasi saat direbus ataupun

digoreng. Dari segi struktur kimia, orellanine menyerupai herbisida piridin

paraquat dan diquat yang terdeoksidasi dalam sinar ultraviolet menjadi

metabolit tidak toksin yaitu orellin.

Keracunan senyawa ini dapat menimbulkan gejala seperti

kerusakan ginjal (ditandai dengan kesulitan pencernaan, haus, sakit kepala,

nyeri otot, nyeri pinggang) selama beberapa hari atau dalam 2 minggu

setelah keracunan. Keracunan senyawa ini hanya dapat diatasi dengan

transplantasi ginjal, dikarenakan senyawa ini lebih sering menyerang

ginjal (Brondz, 2013)

3. Podostroma cf. cornu-damae

Sumber (Putra, 2020b)

Jamur ini tumbuh secara berkelompok dalam jumlah terbatas di

tanah dekat perakaran tumbuhan. Tubuh buah jamur ini (stromata)

sederhana, tumbuh dari basal yang sama, cabang pada bagian basal dengan

ukuran yang seragam, stromata di bagian atas basal berbentuk silindris,

mengerucut di bagian ujung, lurus atau bercabang dikotom. Warna


stromata dominan jingga pada bagian basal hingga hampir ke ujung tubuh

buah, namun pada bagian ujungnya berwarna jingga kemerahan.

Permukaan tubuh buah dengan lekukan kecil hingga halus. Racun pada

jamur bias bekerja pada saat bersentuhan dengan tubuh manusia (Putra,

2020b).

4. Pycnoporus sanguines

Sumber (Hasanuddin, 2014)

Pycnoporus sanguines memiliki warna kuning kemerah-merahan

bercampur jingga, mempunyai tubuh buah yang duduk atau tidak memiliki

batang, bentuknya hampir seperti lingkaran yang sempurna dengan

permukaan yang agak rata dan pinggirannya mengeriting. Daging buahnya

agak keras, makin ke tepi daging buahnya makin tipis, serta permukaannya

mengkilat. Diameter tubuhnya berkisar antara 4-5 cm dan tumbuh pada

batang kayu hidup yang lembab. Jamur Pycnoporus merupakan jamur

beracun, sehingga tidak dapat dimakan. Jamur ini memiliki warna yang

mencolok seperti kuning kemerah-merahan hingga merah tua membuatnya

mudah diidentifikasi (Hasanuddin, 2014).

5. Chlorophyllum cf. molybdites


Sumber (Putra, 2021)

Chlorophyllum cf. molybdites buah umumnya berkelompok dengan

jumlah tertentu ataupun soliter. Jamur terdiri atas tudung (pileus),

memiliki lamela, dan memiliki tangkai (stipe). Tudung berwarna putih

hingga krem saat muda, menghitam saat tua/kering, dan memiliki umbo

(tonjolan) di posisi tengah tudungnya. Pileus berbentuk setengah mangkuk

terbalik pada saat muda dan hampir rata (flat) saat telah merekah. Tudung

dengan ornamen atau sedikit lukaan (sclae) pada beberapa bagiannya

(Putra, 2021)

Gejala seperti sakit kepala, mual, muntah, diare, dan sesak

napasmerupakan respon yang terjadi ketika jamur ini dikonsumsi. Respon

keracunan terjadi pada rentang waktu beberapa jam setelah korban

mengkonsumsi jamur beracun. Chandrasekharan et al., (2017) mengatakan

bahwa jamur ini diketahui mengandung toksin protein polimerik.

6. Psilocybe cubensis
Magic mushroom (Psilocybe cubensis) tergolong dalam genus

psilocybin yang dalam etiomologinya yaitu psilocybin berasal dari bahasa

Yunani, psilo yang artinya botak, dan cybe yang artinya kepala, yang

artinya jamur tahi sapi ini berbentuk bulat yang menyerupai kepala yang

diatasnya berpola polkadot. Psilocybe cubensis adalah jenis dari spesies

jamur psychedelic yang mempunyai dua senyawa aktif utama yaitu

psilocybin dan psilocin (Aryani, 2016).

Senyawa psilocybin dan psilocin terkandung secara alami di dalam

jamur spesies Psilocybe. Ciri jamur ini ditandai dengan adanya noda

kebiruan dipangkal stipe, dan apabila jaringan tersebut rusak akan menjadi

warna yang lebih tua. Penggunaan jamur ini bisa berbeda-beda pada setiap

orangnya, tetapi secara umum efeknya dapat berlangsung selama 3-5,5 jam

tergantung dosis pemakaian. Halusinasi yang dirasakan tergantung dari

setting tempat dan waktu apabila dikonsumsi pada tempat dan situasi yang

jelek maka halusinasinya pun akan buruk, akan tetapi bila dilakukan di

tempat yang nyaman akan menghasilkan halusinasi yang menyenangkan.

7. Inocybe fastigiated
Sumber (Putra, 2020)

Tubuh buah dewasa dari jamur ini sangat mirip dengan jamur

Termitomyces (jamur barat/supa bulan/jamur rayap) yakni jamur pangan

liar yang umum dicari oleh masyarakat Indonesia. Hal ini dikarenakan

kesamaan karakter tudung dari kedua jamur ini terutama pada struktur

umbo walaupun sebagian besar Inocybe memiliki tubuh buah yang lebih

kecil. Perbedaan mendasar antara Inocybe dengan Termitomyces adalah

karakter permukaan tudung dan juga bagian basal dari tangkai. Permukaan

tudung Inocybe dicirikan dengan guratan benang fibril halus yang

terkadang memiliki tingkat kebasahan sedang (Putra, 2020).


DAFTAR PUSTAKA

Allen, B., Desai, B., & Lisenbee, N. 2012. Amatoxin : A Review. ISRN
Emergency Medicine, 2012, 1–4. https://doi.org/10.5402/2012/190869

Aryani, L. N. A. 2016. Penyalahgunaan Magic Mushroom (Psilocybe cubensis).


Program Pendidikan Dokter Spesialis I Bagian/Smf Ilmu Kedokteran Jiwa
Fk Unud.

Beug, M. W. 2009. Succumbing to Cortinarius. Fungi, 2(2), 12–15.

Brondz, I. 2013. Structure Elucidation of a New Toxin from the Mushroom


Cortinarius rubellus Using Gas Chromatography-Mass Spectrometry ( GC-
MS). International Journal of Analytical Mass Spectrometry and
Chromatography, 1(1), 109–118. https://doi.org/10.4236/ijamsc.2013.12014

Chandrasekharan, B., Vrinda, K. ., & C.K Pradeep. 2017. Mushroom poisoning


by Chlorophyllum molybdites in Kerala. Journal Mycopathol, 54(4), 477–
483.

Hasanuddin. 2014. Jenis Jamur Kayu Makroskopis Sebagai Media Pembelajaran


Biologi (Studi di TNGL Blangjerango Kabupaten Gayo Lues) Hasanuddin.
Jurnal Biotik, 2(1), 38–52.

Kaplale, A. H., Rumondor, M. J., Tangapo, A. M., Biologi, P. S., & Ratulangi, U.
S. 2022. Toksisitas Makrofungi Beracun dari Divisi Basidiomycota. Journal
of Biotechnologi and Conservation in Wallacea, 2(1), 1–15.

Laksono, R. A. 2019. Uji daya hasil jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) akibat
aplikasi jenis nutrisi alternatif dengan pendekatan bioklimatik di kabupaten
Karawang Yield potential evaluation of white oyster mushroom ( Pleurotus
ostreatus ) due to application of alternati. Jurnal Kultivasi Vol., 18(3), 942–
951.http://jurnal.usahid.ac.id/index.php/teknologi_pangan/article/download/
562/426

Moor smith, M., Li, R., & Ahmad, O. 2019. The world’s most poisonous
mushroom, Amanita phalloides, is growing in BC. Bc Medical Journal,
61(1), 20–24.

Putra, I. P. 2020. Kasus Keracunan Inocybe sp . di Indonesia. Prosiding Seminar


Nasional Biologi Di Era Pandemi COVID-19, 148–153.

Putra, I. P. 2020. Komunikasi Singkat : Laporan Keberadaan Jamur Beracun


Podostroma cf. cornu-damae Dari Luar Bogor Di Indonesia. Konservasi
Hayati, 16(2), 65–70.
Putra, I. P. 2021. Kasus-Kasus Keracunan Chlorophyllum cf . molybdites di
Indonesia Poisoning Cases of Chlorophyllum cf . molybdites in Indonesia.
Jurnal Pembelajaran Dan Biologi Nukleus, 7(1), 186–194.
https://doi.org/10.36987/jpbn.v7i1.1948

Siagian, S. M., Febriani, H., & Hutasuhut, M. A. 2021. Eksplorasi Jamur


Makroskopis Di Taman Nasional Batang Gadis Kawasan Resort 7
Kabupaten Mandailing Natal, Sumatera Utara. Jurnal Agroteknologi Dan
Perkebunan, 4(2), 139–151.

Tavassoli, M., Afshari, A., Arsene, A. L., Mégarbane, B., Dumanov, J., Maria,
M., Paoliello, B., Tsatsakis, A., Carvalho, F., & Hashemzaei, M. 2019.
Toxicological profile of Amanita virosa – A narrative review. Toxicology
Reports, 6(1), 143–150. https://doi.org/10.1016/j.toxrep.2019.01.002

Taylor, J., Holzbauer, S., Wanduragala, D., Ivaskovic, A., Spinosa, R., Smith, K.,
Corcoran, J., & Jensen, A. 2019. Acute Intoxications from Consumption of
Amanita muscaria Mushrooms. US Department of Health and Human
Services, 68(21), 483–484.

Widyastuti, N., & Tjokrokusumo, D. 2021. Manfaat Jamur Konsumsi (Edible


mushroom) Dilihat dari Kandungan Nutrisi Serta Perannya Dalam
Kesehatan. Jurnal Teknologi Pangan Dan Kesehatan (The Journal of Food
Technology and Health), 3(10), 92–100.
http://jurnal.usahid.ac.id/index.php/teknologi_pangan/article/download/
562/426

Anda mungkin juga menyukai