Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH Al-ISLAM

IBADAH HAJI

DISUSUN OLEH :

MUHAMMAD ALKHAS ALMUIZZUDIEN

(22020100190)

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA


1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT. Yang telah memberikan
nikmat dan karunianya kepada kita semua sehingga kita dapat
menyelesaikan tugas makalah bahasa hukum Indonesia tepat pada
waktunya. Adapun tema dari makalah ini adalah pembahasan tentang haji.

Pada kesempatan ini saya ucapkan terimakasih sebesar-besarnya kepada


dosen pengampu telah membimbing dan memberikan banyak arahan dan
wawasan yang begitu mulia sehingga kami dapat menambah waawasan
serta mehami bidang studi yang kami tekuni.

Serta ucapan terimakasih kepada teman-teman penyusun makalah ini telah


memberikan kesempatan waktu, tenaga, dan fikiran yang kita susun serta
kami tuangkan menjadi makalah ini.

makalah yang kami susun ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena
itu, keterbatasan waktu dan kemampuan kami, maka kritik dan saran yang
membangun senantiasa kami harapkan semoga makalah ini dapat berguna
bagi kami pada khususnya dan pihak lain yang berkepentingan pada
umumnya.

Jakarta, 25 Mei 2023

Penulis
(Muhammad Alkhas Almuizzudien)
2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .....................................................................................2


BAB I PENDAHULUAN ................................................................................4
1.1 Latar Belakang .................................................................................4
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................5
BAB II PEMBAHASAN..................................................................................6
2.1 Pengertian Ibadah Haji ....................................................................6
2.2 Rukun Haji......................................................................................11
2.3 Syarat-Syarat Haji ..........................................................................13
2.4 Wajib Haji .......................................................................................18
BAB III PENUTUP........................................................................................20
3.1 Kesimpulan .....................................................................................20
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………….21

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Ibadah haji merupakan salah satu kewajiban penting dalam agama


Islam yang dilakukan oleh umat Muslim di seluruh dunia. Setiap
tahun, jutaan Muslim dari berbagai negara melakukan perjalanan ke
Kota Mekah, Arab Saudi, untuk menjalankan ibadah haji. Ibadah ini
memiliki makna spiritual yang mendalam bagi umat Muslim, serta
mengikuti jejak Nabi Ibrahim (Abraham) dan Nabi Ismail (Ishmael)
dalam melaksanakan ibadah kepada Allah.
Sejarah haji memiliki akar yang kuat dan berasal dari peristiwa-
peristiwa yang terjadi pada masa Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail.
Dalam cerita dalam agama Islam, Nabi Ibrahim diperintahkan oleh
Allah untuk membangun Ka'bah di Mekah, yang kemudian menjadi
pusat ibadah haji. Perintah ini menjadi awal mula ibadah haji, yang
seiring berjalannya waktu mengalami perkembangan dan transformasi
dalam praktiknya.
Selain memiliki nilai spiritual, ibadah haji juga memiliki aspek
sejarah yang signifikan. Ibadah haji telah menjadi simbol persatuan
umat Muslim di seluruh dunia, di mana umat Muslim dari berbagai
latar belakang budaya, etnis, dan bahasa berkumpul di Mekah untuk
menjalankan ibadah yang sama. Selama perjalanan haji, jamaah saling
bertemu, berinteraksi, dan memperkuat ikatan persaudaraan serta
membangun jaringan sosial yang luas.

4
Melalui ibadah haji, umat Muslim juga menghormati dan
memuliakan tempat-tempat suci seperti Ka'bah dan Masjidil Haram.
Mekah, sebagai kota suci, memiliki sejarah yang kaya dan merupakan
tempat yang penuh dengan makna bagi umat Muslim. Ibadah haji juga
memberikan kesempatan bagi jamaah untuk merenungkan nilai-nilai
kehidupan, memperdalam keimanan, dan melakukan introspeksi diri.
Dengan pemahaman yang mendalam tentang latar belakang
sejarah dan nilai-nilai yang terkandung dalam ibadah haji, kita dapat
mengapresiasi kepentingan dan keutamaan ibadah ini serta menjaga
keaslian dan kemurnian pelaksanaannya. Ibadah haji bukan hanya
sekadar perjalanan fisik, tetapi juga perjalanan spiritual dan
pengabdian kepada Allah.

1.2 RUMUSAN MASALAH

1. Apa yang dimaksud dengan ibadah haji?


2. Apa saja syarat-syarat ibadah haji?
3. Bagaimana rukun ibadah haji?
4. Apa saja bagian dari wajib haji?

5
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 PENGERTIAN IBADAH HAJI

Haji, dalam konteks agama Islam, adalah ibadah yang


dilakukan oleh umat Muslim dengan melakukan perjalanan ke
Mekah, Arab Saudi, untuk menjalankan serangkaian ritual yang
telah ditentukan. Secara istilah, haji merujuk pada tindakan ziarah
ke tempat-tempat suci di Mekah, seperti Ka'bah, Mina, Arafah, dan
Muzdalifah, serta melaksanakan rangkaian tindakan ritual yang
meliputi tawaf, sa'i, wukuf, dan lempar jumrah.
Dalam bahasa, haji merujuk pada perjalanan yang
dilakukan oleh seorang Muslim ke Mekah untuk menjalankan
ibadah yang merupakan salah satu rukun Islam. Dalam perjalanan
haji, jamaah mengikuti prosedur yang telah ditetapkan, seperti
mengenakan pakaian ihram, berziarah ke tempat-tempat suci, dan
melaksanakan tindakan ritual yang memiliki makna simbolis dan
spiritual.
Haji merupakan ibadah yang dianggap suci dan penting
dalam agama Islam, yang diwajibkan bagi umat Muslim yang
memiliki kemampuan fisik dan finansial untuk melakukannya.
Selain menjalankan tindakan ritual, haji juga mencakup
pengorbanan hewan kurban sebagai bagian dari pengabdian
kepada Allah. Ibadah haji memiliki tujuan untuk mendekatkan diri
kepada Allah, membersihkan diri dari dosa, dan memperkuat
persaudaraan umat Muslim.

6
A. Pengertian

a. Bahasa

Secara bahasa, kata haji bermakna (‫ )ﺍﻟﹾﻘﹶﺼﺪ‬al-qashdu, yang

artinya menyengaja, atau menyengaja melakukan sesuatu yang


agung. Dikatakan hajja ilaina fulan (‫ )ﺣﺞ إﻟﯿﻨﺎ ﻓﻼن‬artinya fulan
mendatangi kita. Dan makna rajulun mahjuj (‫ )رﺟﻞ ﻣﺤﺠﻮج‬adalah
orang yang dimaksud.

b. Istilah

’Mendatangi Ka’bah untuk mengadakan ritual tertentu’. Dari


definisi di atas dapat diuraikan bahwa ibadah haji ‘tidak terlepas
dari hal-hal berikut ini :

▪ Ziarah :
Yang dimaksud dengan ziarah adalah mengadakan perjalanan
(safar) dengan menempuh jarak yang biasanya cukup jauh
hingga meninggalkan negeri atau kampung halaman, kecuali
buat penduduk Mekkah.

▪ Tempat tertentu :
Yang dimaksud dengan tempat tertentu antara lain adalah
Ka’bah di Baitullah Kota Makkah Al-Mukarramah, Padang
Arafah, Muzdalifah dan Mina,.

▪ Waktu tertentu :
Yang dimaksud dengan waktu tertentu adalah bahwa ibadah
haji hanya dikerjakan pada bulan-bulan haji, yaitu bulan
Syawal, Dzulqa’dah, Dzulhijjah dan sepuluh hari pertama
bulan Dzulhijjah.
7
▪ Amalan Tertentu :
Yang dimaksud dengan amalan tertentu adalah rukun haji,
wajib haji dan sunnah seperti thawaf, wuquf, sai, mabit di
Mina dan Muzdalifah dan amalan lainnya.

▪ Dengan Niat Ibadah :


Semua itu tidak bernilai haji kalau pelakunya tidak
meniatkannya sebagai ritual ibadah kepada Allah SWT
B. Perbedaan Haji dan Umrah
Setidak-tidaknya ada empat perbedaan utama antara ibadah
haji dan ibadah umrah. Dan untuk lebih detail tentang perbedaan
haji dan umrah, bisa kita rinci menjadi :

HAJI UMRAH

Waktu Tanggal 10-13 Dzulhijjah Setiap saat

Tempat Miqat - Mekkah (Masjid Al-


Haram) - Arafah - Muzdalifah - Miqat - Mekkah (Masjid Al-Haram)

Mina

Hukum Wajib : Hanafi Maliki


Wajib Secara Ijma’ Sunnah : Syafi’i Hambali

Durasi 4-5 hari 2-3 jam

8
▪ Wuquf di Arafah
Praktek
▪ Mabid di Muzdalifah

▪ Melontar Jumrah Aqabah di

Mina
▪ Tawaf Ifadhah, Sa’i di Tawaf dan Sa’i di Masjid Al-Haram
Masjid Al-Haram
▪ Melontar Jumrah di Mina di

hari Tasyrik
▪ Mabid di Mina di hari

Tasyrik

C. Tujuan
Tujuan utama dari ibadah haji adalah mendekatkan diri kepada Allah,
mencari ridha-Nya, dan menghapus dosa-dosa. Ibadah haji
merupakan salah satu rukun Islam yang wajib dilaksanakan sekali
seumur hidup oleh setiap Muslim yang mampu. Berikut adalah
beberapa tujuan dan manfaat ibadah haji:
1. Mendekatkan diri kepada Allah
Ibadah haji merupakan bentuk pengabdian dan ibadah yang
mendalam kepada Allah. Melalui pelaksanaan rukun-rukun haji,
jamaah berusaha untuk mendekatkan diri kepada Allah dan
memperkuat hubungan spiritual dengan-Nya.
2. Mengikuti jejak para nabi dan rasul
Ibadah haji memiliki akar sejarah yang kuat, terkait dengan
perjalanan dan tindakan Nabi Ibrahim (Abraham), Nabi Ismail
(Ishmael), serta Nabi Muhammad. Melalui ibadah haji, jamaah
mengikuti jejak-jejak kehidupan para nabi dan rasul, dan
9
menghidupkan kembali nilai-nilai keimanan yang mereka
sampaikan.
3. Menggali makna kesederhanaan
Ibadah haji melibatkan tindakan-tindakan yang sederhana dan
bersahaja, seperti mengenakan ihram, bermalam di Mina, dan
melempar jumrah. Ibadah haji mengajarkan nilai-nilai
kesederhanaan, mengingatkan jamaah untuk menjauhkan diri dari
kesombongan dan materialisme, serta memperkuat kesadaran akan
kebesaran Allah.
4. Menjalin persaudaraan umat Muslim
Ibadah haji menjadi momen di mana umat Muslim dari berbagai
negara dan budaya berkumpul di satu tempat. Ini menciptakan
kesempatan unik untuk menjalin hubungan, memperkuat
persaudaraan, dan memperluas pemahaman antarumat Muslim
dari berbagai latar belakang.
5. Penghapusan dosa dan pengampunan Allah
Melalui pelaksanaan ibadah haji dengan ikhlas, penuh
kesungguhan, dan mengikuti tuntunan yang benar, diharapkan
bahwa dosa-dosa masa lalu jamaah akan diampuni oleh Allah.
Ibadah haji memberikan kesempatan untuk memulai hidup baru
dengan hati yang suci dan terbebas dari dosa.
6. Peningkatan kesabaran dan ketekunan
Ibadah haji melibatkan berbagai kegiatan yang menguji kesabaran
dan ketekunan jamaah, seperti wukuf di Arafah, berjalan antara
bukit Safa dan Marwah, dan menghadapi kerumunan jamaah
lainnya. Melalui pengalaman ini, jamaah belajar untuk bersabar,

10
bertahan dalam menghadapi tantangan, dan menumbuhkan
ketekunan dalam ibadah.

2.2 RUKUN HAJI

Rukun Haji adalah prinsip-prinsip dasar yang harus dipenuhi oleh


setiap Muslim yang ingin melaksanakan ibadah haji. Terdapat delapan
rukun haji yang harus dilakukan secara berurutan dan tidak boleh
dilewatkan. Setiap rukun memiliki makna dan simbolisme yang
mendalam, mengingatkan jamaah akan ketaatan, ketekunan, dan
pengabdian kepada Allah. Melalui pemahaman yang mendalam tentang
rukun haji, jamaah dapat menghayati dan menjalankan ibadah haji dengan
kesungguhan dan keikhlasan.

Rukun pertama adalah Niat. Niat merupakan landasan utama


dalam menjalankan ibadah haji. Jamaah harus memiliki niat yang ikhlas
dan jelas untuk menjalankan ibadah haji semata-mata untuk mendapatkan
keridhaan Allah dan tidak terpengaruh oleh motif atau kepentingan
lainnya. Niat yang tulus merupakan pondasi yang kuat untuk memulai
perjalanan ibadah haji.

Rukun kedua adalah Ihram. Ihram adalah pakaian khusus yang


harus dikenakan oleh jamaah haji. Ihram terdiri dari dua helai kain putih
yang sederhana. Mengenakan ihram menandakan memasuki keadaan
ihram, di mana jamaah mengikuti aturan dan larangan tertentu selama
menjalankan ibadah haji. Ihram menggambarkan kesederhanaan,
kesucian, dan persamaan di antara jamaah yang berhaji.

Rukun ketiga adalah Wukuf di Arafah. Pada tanggal 9 Dzulhijjah,


jamaah berada di Arafah dan berdiri di sana dari waktu Dzuhur hingga

11
Matahari terbenam. Wukuf di Arafah merupakan salah satu bagian
terpenting dari ibadah haji. Dalam momen tersebut, jamaah berdoa,
berintrospeksi, dan memohon ampunan kepada Allah. Wukuf di Arafah
merupakan kesempatan untuk memperbaiki diri, mendekatkan diri kepada
Allah, dan merenungkan tujuan hidup serta keimanan kita sebagai hamba-
Nya.

Rukun keempat adalah Thawaf. Setelah wukuf di Arafah, jamaah


kembali ke Masjidil Haram untuk melakukan thawaf. Thawaf adalah
mengelilingi Ka'bah sebanyak tujuh kali dalam arah searah jarum jam.
Thawaf dimulai dan diakhiri di Hajar Aswad (batu hitam) yang terletak di
salah satu sudut Ka'bah. Thawaf merupakan bentuk penghormatan,
pengabdian, dan mengikuti jejak Nabi Muhammad dalam melaksanakan
ibadah haji. Saat melakukan thawaf, jamaah mengucapkan dzikir dan doa,
menghayati kebesaran Allah, serta menunjukkan rasa syukur dan ketaatan
kepada-Nya.

Rukun kelima adalah Sa'i. Setelah thawaf, jamaah melakukan sa'i


antara bukit Safa dan Marwah sebanyak tujuh kali. Sa'i mengenang
perjalanan Hajar, ibu Nabi Ismail, yang mencari air di sekitar bukit-bukit
tersebut. Sa'i mengajarkan kesabaran, ketekunan, dan kepasrahan kepada
Allah dalam menghadapi cobaan dan perjuangan hidup. Sa'i juga
mengandung makna perjuangan dan usaha yang tidak boleh menyerah
dalam mencapai tujuan hidup serta keimanan kita.

Rukun-rukun haji ini mengikat jamaah dalam ikatan spiritual dan


ibadah yang sama. Melalui pemahaman mendalam tentang setiap rukun,
jamaah dapat menjalankan ibadah haji dengan kesadaran penuh dan
menghayati setiap momen dengan hati yang khusyu'. Ibadah haji bukan

12
hanya sekadar perjalanan fisik, tetapi juga perjalanan spiritual yang
mengubah dan memperdalam hubungan antara hamba dan Tuhannya.

2.3 SYARAT HAJI

Agar ibadah haji diterima Allah Swt, ada beberapa syarat


yang harus dipenuhi. Tidak terpenuhinya salah satu dari syarat-
syarat itu, maka ibadah haji itu menjadi tidak sah, hampa dan tidak
bermakna.
Diantara syarat-syarat itu ada yang sifatnya umum, berlaku
untuk semua orang. Dan ada yang sifatnya merupakan syarat
khusus buat para wanita, yang menjadi syarat tambahan.

A. Syarat Umum

Syarat umum adalah syarat yang berlaku untuk setiap orang


yang ingin mengerjakan haji dan berharap ibadahnya itu punya
nilai serta diterima di sisi Allah Swt. Maka syarat umum itu antara
lain :

1. Islam

Islam adalah syarat utama diterimanya ibadah ritual


seseorang, termasuk juga ibadah haji. Seorang yang statusnya
bukan muslim, maka walaupun dia mengerjakan semua bentuk
ritual haji, tetap saja tidak sah ibadahnya. Dan tentunya, apa yang
dikerjakannya itu juga tidak akan diterima Allah Swt sebagai
bentuk kebaikan.
Di dalam Al-Quran ditegaskan bahwa amal-amal yang
dilakukan oleh orang yang statusnya bukan muslim adalah amal-
13
amal yang terhapus dengan sendirinya.

َ‫ْﺍﻟ ٰخس ِِريْن‬ َ‫ِﻣن‬ ْٰ


ِ‫ﺍْل ِخ َرة‬ ‫ﻓِى‬ ‫ع َملُهٗ َۖوه َُﻮ‬
َ َ ‫َﺣ ِب‬
‫ط‬ ‫ﻓَﻘَ ْﺪ‬ ‫ﺎن‬ ِ ْ ‫ِب‬
ِ ‫ﺎْل ْي َم‬ ‫يَّ ْكفُ ْر‬ ‫َو َﻣ ْن‬

“…barangsiapa yang kafir sesudah beriman, maka hapuslah


amalannya…(QS. Al-Maidah : 5)

2. Aqil

Di antara sekian banyak jenis makhluk Allah di dunia ini,


manusia adalah satu-satunya (selain jin) yang diberi akal. Maka
dengan akalnya itu manusia diberi taklif (beban) untuk
menjalankan perintah-perintah Allah dan meninggalkan larangan-
larangan-Nya.
Ketika akal manusia tidak berfungsi, entah karena gila atau
cacat bawaan sejak lahir, otomatis taklif itu diangkat, sehingga dia
tidak dimintai pertanggung-jawaban lagi.
Seandainya ada seorang yang menderita kerusakan pada
akalnya, entah gila atau jenis penyakit syaraf lainnya, berangkat
menunaikan ibadah haji, maka sesungguhnya hajinya itu tidak
sah. Karena bagi orang gila, bukan sekedar tidak wajib
mengerjakan haji, bahkan kalau pun dia melakukannya, hukunya
tetap tidak sah dalam pandangan syariat Islam.
Maka orang yang pergi haji sewaktu masih gila, dia harus
mengulangi lagi suatu ketika dia sembuh dari penyakit gilanya itu.

3. Baligh

Syarat baligh ini merupakan syarat wajib dan bukan syarat


sah. Maksudnya, anak kecil yang belum baligh tidak dituntut
14
untuk mengerjakan haji, meski dia punya harta yang cukup untuk
membiayai perjalanan ibadah haji ke Mekkah.

4. Merdeka
Budak tidak mendapat taklif dari Allah untuk menunaikan
ibadah haji, sebagaimana dia juga tidak diwajibkan untuk pergi
berjihad di jalan Allah.
Seorang budak yang diberangkat haji oleh tuannya, maka
hukum hajinya sah, namun statusnya haji sunnah, bukan haji
wajib. Maka bila suatu ketika budak itu mendapatkan
kebebasannya, dia terhitung belum lagi melaksanakan ibadah haji.
Hal itu karena ibadah haji yang pernah dilakukannya bukan haji
wajib melainkan haji sunnah.

5. Mampu

Pembahasan tentang syarat mampu adalah pembahasan yang


cukup banyak menghabiskan lembar-lembar kitab para ulama.
Tapi itu wajar mengingat memang syarat mampu itu secara
khusus Allah sebutkan dengan eksplisit tatkala mewajibkan
hamba-hamba-Nya menunaikan ibadah haji.Syarat Khusus Wanita

Khusus buat wanita, syarat istithaah (mampu) masih ada


tambahan lagi, yaitu adanya mahram dan izin dari suami atau
ayah :

6. Bersama Suami atau Mahram

Syarat bagi seorang wanita agar diwajibkan pergi haji adalah


adanya suami atau mahram yang menemani selama perjalanan
haji.

15
Mahram secara syar'i adalah orang yang hukumnya haram
untuk menikahinya, seperti ayah, kakek, paman, saudara, anak,
cucu, keponakan, bahkan termasuk mertua dan saudara sesusuan.

wajib berangkat haji asalkan ditemani oleh para wanita yang


terpercaya, atau para laki-laki yang terpercaya, atau campuran
dari rombongan laki-laki dan perempuan.
Sebab dalam pandangan kedua mazhab ini, 'illatnya bukan
adanya mahram atau tidak, tetapi illatnya adalah masalah
keamanan. Adapun adanya suami atau mahram, hanya salah satu
cara untuk memastikan keamanan saja. Tetapi meski tapa suami
atau mahram, asalkan perjalanan itu dipastikan aman, maka sudah
cukup syarat yang mewajibkan haji bagi para wanita.
Sebagian ulama mengatakan bahwa kebolehan wanita
bepergian tanpa mahram menurut mazhab As-Syafi'i dan Al-
Maliki hanya pada kasus haji yang wajib saja. Sedangkan haji
yang sunnah, yaitu haji yang kedua atau ketiga dan seterusnya,
tidak lagi diberi keringanan. Apalagi untuk perjalanan selain haji.
Dalilnya adalah bahwa para ummahatul mukminin yang
sepeninggal Rasulullah Saw mereka mengadakan perjalanan haji
dari Madinah ke Mekkah. Dan kita tahu persis bahwa tidak ada
mahram yang mendampingi mereka, juga tidak ada suami.
Mereka berjalan sepanjang 300-400 km bersama dengan
rombongan laki-laki dan perempuan.
Pemerintah Saudi Arabia di hari ini melaksanakan keduanya,
dan kadang agak membingungkan ketika dianggap ambigu. Di
satu sisi, pemerintah itu mewajibkan para wanita yang datang
berhaji untuk disertai mahram. Dan ada kartu khusus yang harus
16
diisi untuk menjelaskan siapa mahram dari tiap wanita ketika
pemeriksaan imigrasi di airpot. Bila ada seorang wanita yang
tidak bisa menunjukkan kartu mahram, maka dia tidak boleh
masuk ke negara itu.

7. Tidak Dalam Masa Iddah

Seorang wanita yang dicerai oleh suaminya, wajib


melaksanakan iddah selama 3 kali masa suci dari hadits, atau
3 kali masa haidh. Sedangkan wanita yang suaminya meninggal
dunia, masa iddahnya adalah 4 bulan 10 hari.
Selama masa iddah itu, seorang wanita diharamkan
menerima lamaran dari orang lain, dan tentunya diharamkan
meninkah.
Selain itu yang terkait dengan masalah haji ini adalah bahwa
wanita yang sedang menjalani masa iddah diharamkan keluar dari
rumah, apalagi pergi haji. Hukumnya haram dan meski semua
syarat telah terpenuhi, namun hukumya tidak wajib menunaikan
ibadah haji, bahkan meski sudah bernadar.
Dalilnya adalah firman Allah Swt.

َ‫َْل ت ُ ْخ ِر ُﺟ ْﻮه َُّن ِﻣ ْۢ ْن بُﯿ ُْﻮتِ ِه َّن َو َْل يَ ْخ ُرﺟْ ن‬

Janganlah kamu keluarkan mereka dari rumah mereka dan


janganlah mereka ke luar. (QS. At-Thalaq : 1)

17
2.4 WAJIB HAJI

A. Pengertian

Yang dimaksud dengan wajib haji adalah segala pekerjaan


yang menjadi kewajiban bagi jamaah haji untuk mengerjakannya.
Dimana bila seseorang tidak mengerjakan wajib haji, dia berdosa
tetapi tidak merusak ibadah hajinya.
Wajib haji berbeda dengan rukun haji, dimana bila seseorang
meninggalkan dengan sengaja atau tanpa sengaja, salah satu rukun
di antara rukun-rukun haji, maka hajinya menjadi rusak dan tidak
sah.
Sedangkan bila yang ditinggalkan hanya wajib haji, maka
hajinya tidak rusak, kecuali orang yang meninggalkan wajib haji
itu berdosa bila meninggalkannya dengan sengaja. Adapun bila
seseorang mendapatkan udzur syar’i, sehingga tidak mampu
mengerjakan wajib haji, tentu hajinya sah dan dia tidak berdosa.
Dan untuk itu ada konsekuensi yang harus ditanggungnya.

B. Pembagian

Secara umum kita dapat membagi praktek wajib haji ini


menjadi dua macam. Pertama, yang termasuk kewajiban asli
ibdah haji. Kedua, yang termasuk kewajiban ikutan dari
kewajiban yang asli.

1. Kewajiban Asli

Yang termasuk ke dalam kewajiban haji yang asli di


antaranya adalah bermalam (mabit) di Muzdalifah, melontar
Jamarat, menggundulkan kepala (halq) atau mencukur sebagian
18
rambut (taqshir), bermalam (mabit) di Mina pada hari Tasyriq,
serta tawaf wada’ (perpisahan).

2. Kewajiban Ikutan

Yang termasuk kewajiban ikutan bisa kita bagi berdasarkan


kelompok, misalnya kewajiban-kewajiban yang terkait dengan
ibadah ihram, seperti kewajiban-kewajiban pada saat mengerjakan
masing-masing kewajiban itu, seperti kewajiban kewajiban pada
saat wuquf, tawaf, sa’i, bermalam di Musdalifah, melempar jamarat,
menyembelih hewan.

19
BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Dapat disimpulkan bahwa ibadah haji memiliki peran penting


dalam kehidupan seorang Muslim. Ibadah haji bukan hanya sekadar
perjalanan fisik ke Baitullah, tetapi juga merupakan perjalanan spiritual
dan pengabdian kepada Allah. Melalui ibadah haji, seorang Muslim dapat
mengalami transformasi dalam keimanan, kesadaran sosial, persaudaraan
umat, dan pemahaman akan nilai-nilai kesederhanaan.
Melalui ibadah haji, jamaah juga dapat merasakan manfaat sosial
yang besar. Pertemuan dengan umat Muslim dari berbagai negara dan
budaya menciptakan ikatan persaudaraan yang kuat. Hal ini menguatkan
kesadaran akan kebersamaan dalam umat Islam dan pentingnya menjaga
hubungan harmonis serta saling tolong-menolong dalam kehidupan
sehari-hari. Ibadah haji juga memberikan kesempatan bagi jamaah untuk
berbagi pengalaman, cerita, dan pengetahuan dengan sesama Muslim dari
berbagai belahan dunia.
Ibadah haji bukan hanya sekadar perjalanan fisik ke tanah suci,
tetapi juga merupakan perjalanan spiritual, penghapus dosa, dan
pembenaran diri. Ibadah haji membawa berbagai manfaat bagi individu
dan umat Muslim secara keseluruhan. Ibadah haji menguatkan hubungan
dengan Allah, memperdalam pengalaman keagamaan, memperkuat
persaudaraan umat Muslim, dan memberikan pelajaran berharga tentang
kesabaran, ketekunan, dan tawakal. Dengan menjaga nilai-nilai haji dalam
kehidupan sehari-hari, maka manfaat dan nilai-nilai ibadah haji dapat
terus terpancar dalam diri jamaah, masyarakat, dan umat Islam secara luas.

20
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Sarwat, Lc. Jakarta Selatan. 2011. Seri Fiqih Kehidupan (6) :
Haji

Dr. H. Johari, MA. Yogyakarta. 2019. Tuntunan Manasik Haji & Umrah.

21
22
23
24
25

Anda mungkin juga menyukai