EKONOMI MANAJERIAL
KASUS – KASUS EKONOMI MANAJERIAL
Oleh:
MAGISTER MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
PONTIANAK
2023
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Organisasi harus memiliki nilai yang besar pada kualitas agar dapat
bertahan dalam persaingan di lingkungan bisnis. Manajer dalam suatu organisasi
harus memiliki nilai ini, agar dapat membuat keputusan yang tepat (Adnyana,
2021). Pengambilan keputusan menjadi salah satu kewenangan seorang manajer
dalam sebuah organisasi atau perusahaan. Simamora (2014) menjelaskan bahwa
manajer memiliki fungsi utama yaitu mengambil keputusan. Salah satu contoh
pengambilan keputusan bagi manajer yaitu mengenai tujuan perusahaannya.
Ekonomi manajerial menjadi sebuah ilmu teori ekonomi dan teknik
mengambil keputusan yang bermanfaat untuk mencapai tujuan secara efisien dan
efektif (Adnyana, 2021). Menurut Aryaningsih (2018), ekonomi manajerial
berkaitan dengan prinsip dalam ekonomi dan metodologi dalam proses
mengambil keputusan. Ekonomi manajerial memiliki keinginan untuk memenuhi
tujuan berdasarkan aturan dan prinsip – prinsip yang dibangun. Ekonomi
manajerial dalam mengambil keputusan perlu didasari dengan pemahaman
statistika, akuntansi, keuangan dan marketing.
Pengambilan keputusan dari seorang manajer sangatlah penting bagi
sebuah perusahaan. Keputusan yang diambil dapat mempengaruhi pada tingkat
kualitas dalam suatu perusahaan. Manajer mengambil keputusan yaitu dengan
cara untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi oleh perusahaan. Hal ini perlu
adanya kesiapan manajerial dalam menentukan keputusan yang tepat. Keputusan
yang tepat ini akan melibatkan karyawan melalui partisipasi yang berhubungan
dengan pekerjaannya (Sugiyanto dan Ruknan, 2020). Atmosudirjo (1982)
menjelaskan bahwa pengambilan keputusan akan menentukan keberhasilan dan
kegagalan suatu perusahaan.
Manajerial sebagai pengambil keputusan dalam suatu perusahaan dapat
menentukan kualitas perusahaan itu sendiri. Kualitas menjadi hal yang penting
bagi perusahaan manufaktur maupun perusahaan jasa, begitupun dengan pelaku
1
usaha kecil ataupun usaha besar. Profitabilitas bagi suatu perusahaan akan
meningkat jika manajer dapat memberikan perhatian lebih pada kualitas produk
pada perusahaan tersebut. Manajerial yang terburu – buru dalam mengambil
keputusan dapat memberikan dampak langsung pada perusahaan karena tidak
mempertimbangkan hasil yang didapat. Hal ini perlunya ketegasan manajerial
dalam mengambil keputusan dalam mengimbangi kualitas dan produktivitas
perusahaan (Syamsi dan Ibnu, 2010). Atmosudirjo (1982) menjelaskan bahwa
berhasil atau gagalnya seorang manajer dalam menjalankan tugasnya dapat dilihat
dari keputusan yang diambilnya.
B. Tujuan
2
BAB II
KASUS – KASUS MANAJEMEN MANAJERIAL
3
Di tahun 2015 itulah PT sariwangi AEA dan PT Maskapai Perkebunan Indorub
Sumber Wadung akhirnya mengajukan perdamaian. Perdamaiannya dengan
mengajukan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) kepada
krediturnya kepada Pengadilan Niaga Jakarta Pusat. Perkara PKPU tersebut
dengan Nomor 38/Pdt.Sus-PKPU/2015/PN Niaga.Jkt.Pst. Hal tersebut sesuai
dengan pasal 222 ayat 2 UU Nomor 37 Tahun 2004 yaitu :
“Debitor yang tidak dapat atau memperkirakan dapat melanjutkan membayar
utang-utangnya yang sudah jatuh waktu dan dapat ditagih, dapat memohon
penundaan kewajiban pembayaran utang dengan maksud untuk mengajukan
rencana perdamaian yang meliputi tawaran pembayaran sebagian atau seluruh
utang kepada kreditor.”
Lalu dalam putusan PKPU, restrukturisasi utang pokok Sariwangi dan
Indorub dibayar setelah waktu tenggang 6th pasca homologasi. Sementara utang
bunga akan langsung dibayar perbulan, selama delapan tahun pasca homologasi.
Namun hingga 2018, dua perusahaan tersebut masih belum melunasi utangnya
dan tidak menjalankan janjinya. Oleh karena itu, pada rabu, 17 Oktober 2018,
majelis hakim pengadilan negeri Jakarta pusat mengabulkan permohonan kreditur
(pemohon) yakni PT Bank ICBC Indonesia terkait pembatalan homologasi
terhadap PT Sariwangi AEA dan PT Maskapai Perkebunan Indorub Sumber
Wadung dengan pertimbangan bahwa dua perusahaan tersebut melakukan
wanprestasi karena terbukti lalai dalam menjalankan kewajibannya sesuai rencana
perdamaian dalam proses PKPU. Sehingga, dengan keputusan majelis hakim
Pengadilan Niaga Jakarta Pusat tersebut, di dalam amar putusan perkara nomor
06/Pdt.Sus-Pembatalan Perdamaian/2018/PN Niaga.Jkt.Pst,juncto Nomor
38/Pdt.Sus-PKPU/2015/PN Niaga.Jkt.Pst memutuskan beberapa hal diantaranya
yaitu:
a. Mengabulkan permohonan Pemohon untuk seluruhnya;
b. Menyatakan Termohon I (PT Sariwangi Agricultural Estate Agency) dan
Termohon II (PT Maskapai Perkebunan Indorub Sumber Wadung) telah lalai
dalam melaksanakan isi Perjanjian Perdamaian yang telah dihomologasi
4
berdasarkan Putusan Pengadilan Niaga Jakarta Pusat Nomor
38/Pdt.Sus.PKPU/2015/PN Niaga.Jkt.Pst, tanggal 9 Oktober 2015;
c. Menyatakan batal Perjanjian Perdamaian yang telah disahkan (dihomologasi)
dengan Putusan Pengadilan Niaga Jakarta Pusat Nomor
38/Pdt.Sus.PKPU/2015/PN Niaga.Jkt.Pst, tanggal 9 Oktober 2015;
d. Menyatakan Termohon I (PT Sariwangi Agricultural Estate Agency) dan
Termohon II (PT Maskapai Perkebunan Indorub Sumber Wadung) Pailit
dengan segala akibat hukumnya;[1]
Berdasarkan Pasal 1 angka (1) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004
atau dikenal UU Kepailitan, Kepailitan ialah sita umum atas semua kekayaan
Debitur Pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh kurator
dibawah pengawasan Hakim Pengawas. Berdasarkan pasal 21 UU Kepailitan,
akibat dari kepailitan adalah debitur demi hukum kehilangan haknya untuk
menguasai dan mengurus kekayaannya yang termasuk dalam harta pailit, sejak
tanggal putusan pernyataan pailit diucapkan. [2]Oleh sebab itu, dua perusahaan
tersebut berstatus pailit. Dengan status pailit itu, dua perusahaan tersebut juga
menjadi tidak cakap untuk melakukan perbuatan hukum. Seperti hibah, jual beli,
sewa menyewa dan lainnya. Selain itu tidak cakap hukum juga untuk menguasai,
dan mengurus harta kekayaannya sejak putusan pernyataan pailit diucapkan.
5
DAFTAR PUSTAKA