ETIKA BISNIS
Kelompok 1
Nama : NPM :
Soal:
Masalahnya apa?
Jawab:
Badan Pemeriksa Keuangan menemukan beberapa pelanggaran kepatuhan PT. Jamsostek atas
laporan keungan 2011 dengan nilai di atas Rp. 7 Triliun. Hal tersebut terungkap dalam makalah
presentasi Bahrullah Akbar, Anggota VII Badan Pemeriksa Keuangan dalam diskusi Indonesia.
Menuju Era Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. Bahrullah mengatakan ada empat temuan BPK
atas laporan keuangan 2011 Jamsostek yang menyimpang dari aturan.
Pertama, Jamsostek membentuk Dana Pengembangan Program Jaminan Hari Tua (JHT) sebesar
Rp. 7,24 Triliun yang tidak sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 22 Tahun 2004 tentang
Pengelolaan Dana dan Investasi Dana, Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja.
SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI BALIKPAPAN
Kedua, Jamsostek kehilangan potensi iuran karena terdapat penerapan tarif program yang tidak
sesuai dengan ketentuan. Pada laporan keuangan 2011, potensi penerimaan Jamsostek yang
hilang mencapai Rp. 36,5 Miliar karena tidak menerapkan tarif Jaminan kecelakaan kerja sesuia
ketentuan.
Ketiga, BPK menemukan Jamsostek belum menyelesaikan aset eks investasi bermasalah, yakni
jaminan medium term notes (MTN). Adapun aset yang belum diselesaikan adalah tanah eks
jaminan MTN PT Sapta Prana Jaya senilai Rp. 72,25 Miliar dan aset eks jaminan MTB PT. Volgren
Indonesia.
Adapun temuan keempat BPK adalah masih terdapat beberapa kelemahan dalam pemantauan
piutang hasil investasi. Pengendalian dan monitoring PT Jamsostek atas piutang jatuh tempo dan
bunga deposito belum sepenuhnya memadai. Selain temuan tersebut, BPK juga menemukan
sejumlah ketidakefektifan dalam kinerja Jamsostek.
Pertama, Jamsostek belum efektif mengevaluasi kebutuhan pegawai dan beban kerja untuk
mendukung penyelenggaraan program JHT.
Ketiga, Jamsostek masih perlu membenahi sistem informasi dan teknologi informasi yang
mendukung kehandalan data.
Keempat, Jamsostek belum efektif melakukan perluasan dan pembinaan kepersertaan. Hal
tersebut terlihat bahwa Jamsostek belum menjangkau seluruh potensi kepersertaan dan amsih
terdapatnya peserta perusahaan yang tidak patuh, termasuk BUMN.
Adapun Kelima, Jamsostek tidak efektif memberikan perlindungan dengan membayarkan JHT
kepada 1,02 juta peserta tenaga kerja usia pensiun dengan total saldo Rp. 1,86 Triliun.
Analisis:
Dari contoh kasus di atas merupakan kasus penyimpangan laporan keuangan 2011 dan
ketidakefektifan dalam kinerja Jamsostek. Oleh karena itu, menurut kami kasus seperti ini
haruslah segera diselesaikan tentunya dengan cara pembenahan tata kelola perusahaan yang
baik (Good Corporate Governance). Peristiwa ini yang diakibatkan karena kurang baiknya sistem
Good Corporate Goverance, harapan agar dapat segera teratasi dan tidak dapat terulang
kembali. Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) juga harus dapat
SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI BALIKPAPAN
menjaga kestabilan tata kelola perusahaan yang baik (Good Corporate Governance) sehingga
tercipta aktivitas pasar moal yang jujur, transparan, aman dan sesuai dengan Undang-Undang
Hukum yang berlaku.
Sumber : http://investasi.kontan.co.id/news/marak-kasus-komite-audit-akan-diperkuat-1
http://www.bisnis.com/articles/kinerja-jamsostek-bpk-temukan-potensi-penyimpangan-di-atas-
rp7-triliun
“Kemarin putusannya pailit (Sariwangi AEA dan Maskapai Perkebunan Indorub Sumber Wadug).
Semula ada perjanjian perdamaian, tapi tidak berjalan, akhirnya diajukan pembatalan
perdamaian dan sudah dikabulkan, Selasa kemarin (16/10).” Ujar Kepla Humas Pengadilan
Negeri Jakarta Pusat.
Wiwik Suhartono saat dihubungi CNNIndonesia.com. Putusan tersebut, menurut dia, akan
diumumkan kepada; Sariwangi, Maskapai Perkebunan dan kreditur mereka. Pihaknya kemudian
akan memverifikasi tagihan-tagihan dari kedua perusahaan tersebut.
Bank ICBC dan kreditur lainnya sebelumnya telah berdamai pada 2015 Perjanjian Perdamaian
antara Sariwangi dan Maskapai Perkebunan dengan para krediturnya diputuskan Pengadilan
Negeri Jakarta Pusat, pada 9 Oktober 2015.
Putusan tersebut menyatakan sah dan mengikat secara hukum. Perjanjian perdamaian pada 22
Sepetember 2015 yang ditandatangani ole Direktur Sariwangi A.E.A Andrew T Supit, Presiden
dan Direktur Maskapai Perkebunan Indorub Sumber Wadung Tating Koswara, serta menyatakan
Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU).
SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI BALIKPAPAN
Dalam dokumen putusan tersebut diketahui Sariwangi memiliki utang dengan jaminan kepada
ICBC Indonesia, Bank Mitsubhisi, Rabobank, dan HSBC. Sedangkan Maskapai Perkebunan
memiliki utang jaminan kepada ICBC Indonesia dan CBA.
Hingga berita ini diturunkan, CNNIndonesia.com belum dapat mengkonfirmasi pihak Sariwangi
AEA dan Maskapai Perkebunan. Pihak ICBC Indonesia juga hingga kini belum dapat dikonfirmasi
terkait putusan tersebut.
Namun, PT Unilever Indonesia Tbk selaku pemegang merek Teh Sariwangi menegaskan putusan
pailit terhadap PT Sariwangi Agricultural Estate Agency (Sariwangi AEA) tak akan mengganggu
kelangsungan produk teh tersebut.
“ PT Sariwangi AEA (sudah) tidak ada keterkaitan dengan Unilever Indonesia. Jadi bukan
produsen pemasok tehnya (Sariwangi) lagi,” terang Sekretaris Perusahaan, Sancoyo Antarikso
kepada CNNIndonesia.com, Rabu (17/10).
Sancoyo menjelaskan kerja sama antara Unilever dengan Sariwangi AEA sudah berakhir
beberapa tahun lalu. Ia pun menegaskan bahwa pihaknya kini tak memiliki kaitan lagi dengan
perusahaan tersebut. “ Tidak ada pengaruh di produk (Sariwangi), karena sudah tidak berkaitan,”
jelas dia.
PT Sariwangi AEA merupakan pencipta merek teh Sariwangi. Perusahaan tersebut berdiri sejak
1962 dan mengeluarkan produk tersebut pada 1973. Kala itu, sariwangi merupakan produk teh
celup pertama di Indonesia. Pada 1983, merek teh tersebut kemudian diakuisisi oleh Unilever.
Saat ini, Unilever mengklaim Sariwangi merupakan merek teh celup terbesar di Indonesia.
Sumber: https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20181018060036-92-339361/terlilit-utang-
menahun-sariwangi-dinyatakan-pailit
Analisis:
Sumber: https://kumparan.com/@kumparannews/memahami-vonis-pailit-perusahaan-teh-
sariwangi-1539841313160351880