LINGKUNGAN
Abstract
Pendahuluan
Masyarakat dan dunia usaha baru ramai membicarakan dan melaksanakan
Corporate Social Responsibility (CSR). Menurut Scermerhorn (dalam Suharto,
2006) CSR sebagai suatu kepedulian organisasi bisnis untuk bertidak dengan cara-
cara mereka sendiri dalam melayani kepentingan organisasi dan kepentigan publik
eksternal. CSR sebagai suatu kewajiban tanggungjawab sosial perusahaan, di
Indonsia lagi santer dikumandangkan bahkan dituntut oleh masyarakat sekitarnya
setelah era reformasi, karena keberadaan perusahaan tersebut dinilai tidak
memperhatikan masyarakat dan lingkungannya.
Kondisi lingkungan hidup semakin rusak dan tercemar akibat aktivitas dan
ekploitasi alam yang tanpa memperhatikan dampak dari aktivitas bisnis
perusahaan. Sebenarnya perusahaan ataupun entitas bisnis yang melakukan
aktivitas usaha, cukup paham akibat atau dampak negatif terhadap lingkungan
masyarakat maupun ekosistem disekitar kegiatan operasi perusahaan. Tetapi
mereka seakan tutup mata terhadap dampak tersebut. Sebenarnya hal itu akan
menjadi bumerang bagi kelangsungan perusahaan, karena dunia usaha sekarang
tidak lagi hanya memperhatikan catatan keuangan (profit) perusahaan semata
(single bottom line), melainkan sudah meliputi aspek keuangan (profit), aspek
sosial (people), dan aspek lingkungan (planet) yang biasa disebut triple bottom
line. Tetapi biasanya mereka baru memperhatikan konsep pertanggungjawaban
Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Jember
Corporate social responsibility . 74
sosial dari aktivitas mereka jika sudah timbul konflik kepermukaan yang
umumnya dalam wujud demonstrasi. Setelah itu baru beramai-ramai menggagas
tentang konsep pentingnya tanggungjawab sosial kepada masyarakat dan
lingkungannya.
Sebenarnya keterlibatan perusahaan dalam program CSR dilatarbelakangi
dengan beberapa kepentingan, yang salah satunya adalah untuk menghindari
kerugian perusahaan akibat nyata dari reaksi masyarakat (demonstrasi) dari
ketidakberesan perusahaan mengelola lingkungan hidup sekitarnya. Mulyadi
(2003), mengidentifikasi motif keterlibatan perusahaan dalam program CSR
yaitu motif menjaga keamanan fasilitas produksi, motif mematuhi kesepakatan
kontrak kerja, dan motif moral untuk memberikan pelayanan sosial pada
masyarakat lokal.
Satu konsep CSR yang sekarang banyak/ seringkali dilakukan adalah
dengan metode pembangunan berkelanjutan atau yang sering disebut dengan
Susutainable Development. Tetapi apakah pembangunan berkelanjutan ini benar-
benar bisa mengurangi atau mencegah terus bertambahnya kerusakan lingkungan?
Yang jelas program ini adalah menitikberatkan bagaimana supaya dapat
mengakomodasi semua bentuk tanggungjawab sosial atas dampak aktivitas
perusahaan pada masyarakat sekitar yang sesuai dengan konsepnya yaitu
pembangunan berkelanjutan, terutama dengan menitikberatkan pada perbaikan
lingkungan.
Profit (keuntungan
Perusahaan)
bencana atau ancaman kerusakan lingkungan hidup dari aktivitas bisnis mereka
juga mengancam masyarakat sekitar.
Pembangunan industri sebenarnya memiliki dampak positif dapat
menyerap tenaga kerja, meningkatkan produktifitas ekonomi, dan dapat menjadi
aset pembangunan nasional maupun daerah. Namun kenyataan selama puluhan
tahun praktik bisnis dan industri korporasi Indonesia cenderung tidak ada respon
terhadap kepedulian lingkungan hidup. Masyarakat yang sejak awal telah miskin,
kenyataannya yang miskin tetap miskin, bahkan semakin miskin karena
masyarakat mengeluarkan biaya tambahan untuk biaya kesehatan akibat
lingkungan hidup mereka sudah tercemar limbah aktivitas perusahaan. Perusahaan
tidak melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan (corporate social
responsibility) secara baik terhadap masyarakat. Alih-alih melibatkan dan
memberdayakan masyarakat sekitar dengan melakukan community development,
korporasi cenderung membuat jarak dengan masyarakat sekitar. Jika pun ada
program yang dilakukan oleh korporasi, biasanya bersifat charity, seperti
memberi sumbangan, santunan, sembako, dan lain-lain. Program charity ini
menjadi dalih bahwa mereka juga memiliki kepedulian sosial. Dengan konsep
charity, kapasitas dan akses masyarakat tidak beranjak dari kondisi semula, yaitu
akan tetap marginal. Charity menjadi program yang tidak tepat sasaran karena
tidak bisa memutus rantai kemiskinan dan benang kusut pendidikan.
Ada beberapa alasan/ motif yang melatarbelakangi perusahaan melakukan
program CSR :
Tabel : 1
Motif Perusahaan dalam Manjalankan Program CSR
Motif Keamanan Motif Memenuhi Komiten Moral
Kewajiban Kontraktual
Program dilakukan Pertanggungjawaban Wacana CSR
setelah ada tuntutan program CSR bukan
masyarakat yang pada pemerintah
biasanya diwujudkan daerah dan masyarakat
melalui demonstrasi. lokal tetapi pada
pemerintah pusat
Program tidak Propaganda Propaganda
dilakukan setelah kegiatan CSR kegiatan CSR
kontrak melalui media masa melalui media masa
ditandatangani.
Kecenderungannya
program dilakukan
ketika kebebasan
masyarakat sipil
semakin besar pasca
desentralisasi
Sumber : Mulyadi (2003)
Akuntansi Lingkungan
Akuntansi lingkungan Environmental Accounting atau EA adalah istilah
yang berkaitan dengan dimasukkannya biaya lingkungan (environmental costs) ke
dalam praktek Akuntansi perusahaan atau lembaga pemerintah. Biaya lingkungan
adalah dampak (impact) baik moneter maupun non-moneter yang harus dipikul
sebagai akibat dari kegiatan yang mempengaruhi kualitas lingkungan.
Akuntansi atau dulu sering disebut tata buku (accounting) terjemahan
formalnya adalah aktivitas yang menyediakan informasi yang biasanya bersifat
kuantitatif dan disajikan dalam satuan keuangan, untuk pengambilan keputusan,
perencanaan, pengendalian sumberdaya, operasi, menilai prestasi lembaga atau
perusahaan dan pelaporan keuangan kepada investor, kreditor dan instansi yang
berwewenang melakukan pengawasan atau pemeriksaan keuangan dan juga
memberikan laporan kepada masyarakat. Misalnya kita lihat tabel neraca
keuangan sebuah bank atau perusahaan yang disajikan di media masa seperti
koran. Akuntansi adalah sebuah kegiatan professional karena itu para professional
akuntan biasanya dibayar untuk melakukan auditing (pemeriksaan oleh akuntan).
Akuntan ini bisa akuntan interen sebuah lembaga, akuntan pemerintah atau
akuntan publik. Ada juga yang disebut public interest accountant yang
menyediakan jasa akuntansi kepada orang atau lembaga yang tidak mampu
membayar akuntan publik professional.
sosial lingkungan sebagai ilmu akuntansi yang relatif baru. Akuntansi lingkungan
menunjukkan biaya riil atas input dan proses bisnis serta memastikan adanya
efisiensi biaya, selain itu juga dapat digunakan untuk mengukur biaya kualitas dan
jasa. Tujuan utamanya adalah dipatuhinya perundangan perlimdungan lingkungan
untuk menemukan efisiensi yang mengurangi dampak dan biaya lingkungan.
(Helvegia ,2001).
Akuntansi lingkungan ini merupakan bidang ilmu akuntansi yang
berfungsi dan mengidentifikasikan, mengukur, menilai, dan melaporkan akuntansi
biaya lingkungan. Menurut Mathew dan Parrerra (1996), akuntansi lingkungan ini
digunakan untuk memberikan gambaran bentuk komprehensif akuntansi yang
memasukkan extrenalities kedalam rekening perusahaan seperti informasi tenaga
kerja, produk, dan pencemaran lingkungan. Dalam hal ini, pencemaran dan
limbah produksi merupakan salah satu contoh dampak negatif dari operasional
perusahaan yang memerlukan sistem akuntansi lingkungan sebagai kontrol
terhadap tanggung jawab perusahaan sebab pengelolaan limbah yang dilakukan
oleh perusahaan memerlukan pengidentifikasian, pengukuran, penyajian,
pengungkapan, dan pelaporan biaya pengelolaan limbah dari hasil kegiatan
operasional perusahaan.
Model proses produksi yang berpotensi dalam menghasilkan limbah dapat
digambarkan sebagai berikut:
Proses Produksi
Dalam bagan diatas tampak bahwa proses produksi yang dilakukan oleh
perusahaan, memiliki emisi yang bermacam macam sifat dan bentuknya. Emisi
yang memiliki keragaman sifat dan bentuk ini memerlukan pengelolaan yang
tertentu dengan menyesuaikan kebutuhannya dalam penentuan pembiayaannya.
Metode pengalokasian biaya untuk pengelolaan lingkungan ini pada
umumnya dialokasikan sebagai biaya tambahan, yaitu biaya selama satu tahun
menerima manfaat dari sejumlah nilai yang telah dikeluarkan sebab pada
saat sebelum nilai atau jumlah itu dialokasikan tidak dapat disebut sebagai
biaya sehingga pengakuan sebagai biaya dilakukan pada saat sejumlah
nilai dibayarkan untuk pembiayaan pengelolaan lingkungan. (PSAK,2002)
3. Pengukuran
Perusahaan pada umumnya mengukur jumlah dan nilai atas biaya biaya
yang dikeluarkan untuk pengelolaan lingkungan tersebut dalam satuan
moneter yang telah ditetapkan sebelumnya. Pengukuran nilai dan jumlah
biaya yang akan dikeluarkan ini dapat dilakukan dengan mengacu pada
realisasi biaya yang telah dikeluarkan pada periode sebelumnya, sehingga
akan diperoleh jumlah dan nilai yang tepat sesuai kebutuhan riil setiap
periode. Dalam hal ini, pengukuran yang dilakukan untuk menentukan
kebutuhan pengalokasian pembiayaan tersebut sesuai dengan kondisi
perusahaan yang bersangkutan sebab masing masing perusahaan memiliki
standar pengukuran jumlah dan nilai yang berbeda-beda.
4. Penyajian
Biaya yang timbul dalam pengelolaan lingkungan ini disajikan bersama
sama dengan biaya-biaya unit lain yang sejenis dalam sub-sub biaya
administrasi dan umum. Penyajian biaya lingkungan ini didalam laporan
keuangan dapat dilakukan dengan nama rekening yang berbeda-beda
sebab tidak ada ketentuan yang baku untuk nama rekening yang memuat
alokasi pembiayaan lingkungan perusahaan tersebut.
5. Pengungkapan
Pada umumnya, akuntan akan mencatat biaya biaya tambahan ini dalam
akuntansi konvensional sebagai biaya overhead yang berarti belum
dilakukan spesialisasi rekening untuk pos biaya lingkungan. Akuntansi
lingkungan menuntut adanya alokasi pos khusus dalam pencatatan
rekening pada laporan keuangan yang dibuat oleh perusahaan- sehingga
dalam pelaporan akuntansi keuangan akan muncul bahwa pertanggung
jawaban sosial yang dilakukan oleh perusahaan tidak sebatas pada retorika
namun telah sesuai praktis didalam pengelolaan sisa hasil operasional
perusahaan. Hal ini diungkapkan oleh Jain. R.K.(1998) dalam bukunya
berjudul Environmental Impact Assesment disebutkan bahwa sistem
pencatatan akuntansi yang memerlukan penanganan khusus dalam hal ini
adalah sistem akuntansi lingkungan yang memerlukan kamar tersendiri
dalam neraca keseimbangan setiap tahunnya.
Biaya yang dicatat dalam jurnal penjelas dapat diartikan bahwa biaya yang
sebelumnya dicatat dalam pos pos gabungan seperti biaya umum atau biaya
overhead perlu untuk dibuatkan pos khusus yang memuat daftar alokasi biaya
khusus untuk pengelolaan eksternality sebagai sisa hasil operasional
usaha.(Munn,1999) Kemungkinan untuk memuat seluruh biaya yang telah
dikeluarkan dalam pos khusus menjadi sebuah neraca khusus tetap ada, namun
meski demikian minimal dalam sebuah laporan keuangan adanya rekening khusus
yang dapat menjelaskan alokasi biaya lingkungan tersebut menjadi satu kesatuan
pos rekening laporan keuangan yang utuh dan secara rinci pengeluaran biaya
tersebut sejak awal perencanaan proses akuntansi lingkungan sampai pada saat
penyajian pemakaian biaya tersebut. (Purnomo,2000)
1 Januari 20xx
Biaya lingkungan dibayar dimuka XXX
Kas XXX
Nilai biaya yang dibayarkan dimuka selama satu tahun tersebut akan
dikredit setiap bulan untuk pengalokasian secara kontinyu yang dipergunakan
untuk pembiayaan masing unit unit rekening biaya lingkungan tersebut.(Jain.,R.K
1998) Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Whaley (2003) dalam jurnal
penelitiannya bahwa nilai atau jumlah biaya yang dipersiapkan pada periode
tertentu akan berkurang sesuai dengan kebutuhan kebutuhan setiap unit biaya
yang memerlukannya.
Dengan demikian, pembiayaan yang dilakukan oleh perusahaan setiap
bulan untuk mengelola limbah perusahaan tersebut dengan cara mengurangi
alokasi biaya yang telah dicadangkan sebelumnya melalui pembiayaan dibayar
dimuka. Nilai dan jumlah biaya yang dialokasikan setiap bulan dalam satu periode
adalah sesuai dengan estimasi biaya yang sebelumnya. Sebagai contoh, dalam
bulan Januari, perusahaan mengalokasikan biaya pengelolaan lingkungan untuk
Instalasi Pengolahan Limbah, biaya pegawai, dan biaya penelitian. Dalam jurnal
akuntansi dapat digambarkan sebagai berikut:
Jurnal (2) :
1 Januari 20xx
Biaya IPAL XXX
Biaya Pegawai XXX
Biaya Penelitian XXX
Biaya lingkungan dibayar dimuka XXX
B = b1 x b2
Tabel 2 :
Motivasi Perusahaan Melakukan CSR
oleh motivasi kewargaan, meskipun pada beberapa aspek lain masih diwarnai oleh
motivasi filantropis (Saidi dan Abidin, 2004).
Sebagai ilustrasi, ComDev berangkat dari pendayagunaan hibah
pembangunan yang dicirikan oleh adanya langkah pro aktif beberapa pihak dan
kemampuan mereka dalam mengelola program dalam merespon kebutuhan
masyarakat di suatu tempat. Hibah pembangunan merujuk pada bantuan selektif
kepada satu lembaga nirlaba yang menjalankan satu kegiatan yang sejalan dengan
pemberi bantuan yang dalam hal ini adalah perusahaan. Sedangkan kegiatan-
kegiatan amal atau karitatif yang bergaya sinterklas, lebih banyak didorong oleh
motivasi karitatif dan pendayagunaan hibah sosial. Hibah sosial adalah bantuan
kepada satu lembaga sosial guna menjalankan kegiatan-kegiatan sosial,
pendidikan, sedekah, atau kegiatan untuk kemaslahatan umat dengan hak
pengelolaan hibah sepenuhnya pada penerima (Saidi dan Abidin, 2006). Kalau
ditelaah secara saksama, sebenarnya tujuan utama pendekatan ComDev adalah
bukan sekadar membantu atau memberi barang kepada si penerima (charity).
Melainkan berusaha agar si penerima memiliki kemampuan atau kapasitas untuk
mampu menolong dirinya sendiri.
Dengan kata lain, semangat utama ComDev adalah pemberdayaan
masyarakat. Oleh karena itu, kegiatan ComDev biasanya diarahkan pada proses
pemberkuasaan, peningkatan kekuasaan, atau penguatan kemampuan para
penerima pelayanan. Pemberdayaan masyarakat ini pada dasarnya merupakan
kegiatan terencana dan kolektif dalam memperbaiki kehidupan masyarakat yang
dilakukan melalui program peningkatan kapasitas orang, terutama kelompok
lemah atau kurang beruntung (disadvantaged groups) agar mereka memiliki
kemampuan dalam memenuhi kebutuhan dasarnya, mengemukakan gagasan;
melakukan pilihan-pilihan hidup; melaksanakan kegiatan ekonomi; menjangkau
dan memobilisasi sumber; berpartisipasi dalam kegiatan sosial. Meskipun
pemberdayaan masyarakat dapat dilakukan terhadap semua kelompok atau kelas
masyarakat, namun pada umumnya pemberdayaan dilakukan terhadap kelompok
masyarakat yang dianggap lemah atau kurang berdaya yang memiliki karakteristik
lemah atau rentan dalam hal atau aspek (Suharto, 2006):
Fisik: orang dengan kecacatan dan kemampuan khusus
Psikologis: orang yang mengalami masalah personal dan penyesuaian diri
Finansial: orang yang tidak memiliki pekerjaan, pendapatan, modal dan
aset yang mampu menopang kehidupannya
Struktural: orang yang mengalami diskriminasi dikarenakan status
sosialnya, gender, etnis, orientasi seksual, pilihan politiknya.
Simpulan
Kosep CSR sebenarnya beberapa puluh tahun yang lalu di beberapa
negara maju sudah mulai didengung-dengungkan sedangkan untuk proses
implementasinya masih sangat minim dikaranakan salah satu faktornya
adalah anggapan bahwa hanya akan menghabiskan dana perusahaan saja dan
tanpa adanya benefit yang nyata diterima perusahaan. Tetapi sekarang setelah
ada rekasi dari masyarakat akibat dampak negatif dari proses bisnisnya,
mereka merasa terancam kelangsungan usahanya dan baru beramai-ramai
membicarakan dan mengimplementasikan CSR. Meskipun beberapa entitas
telah menerapkan CSR, tetapi Motivasi perusahaan untuk melakukan kegiatan
tersebut hanya sebatas memenuhi kewajiban (kariatif) yang terkait dengan
undang-undang dan realisasi program tidak didasari semangat melayani
masyarakat lokal mengakibatkan perusahaan tidak melibatkan masyarakat dan
pemerintah daerah dan cenderung merasa lebih bertanggungjawab kepada
pemerintah pusat, yang idealnya program tersebut disinergikan dengan program
pembangunan regional pemerintah daerah. Untuk menjadikan program CSR yang
secara nyata dapat nmemberikan nilai bagi masyarakat dan lingkungan tentunya
harus ada sinergi antara CSR yang dilakukan perusahaan dengan program-
program pemerintah, khususnya daerah. Dengan begitu, maka akan terasa dampak
ComDev yang dilakukan perusahaan dan akan memberikan value added bagi
masyarakat dan akhirnya juga secara tidak langsung akan memberikan value
added bagi perusahaan dimata para investor karena mereka sekarang tidak lagi
hanya memperhatikan catatan keuangan (profit) perusahaan semata (single bottom
line), melainkan sudah meliputi aspek keuangan (profit), aspek sosial (people),
dan aspek lingkungan (planet) yang biasa disebut triple bottom line. Dan akan
menjadikan paradigma baru yaitu kewajiban tanggungjawab sosial perusahaan
yang berkelanjutan , bukan hanya sekedar slogan dan implementasinya secara
sukarela tetapi merupakan suatu keharusan bagi entitas bisnis. Semoga...
Daftar Pustaka