Anda di halaman 1dari 16

CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY: PENGUNGKAPAN BIAYA

LINGKUNGAN

Wahyu Agus Winarno

Abstract

The raising sustainable development program in line with the


complexity environment problems, such as pollution, earth damage,
etc. The main factor can influence that problems are related with
exploitation process from mining company like Caltex Pacific
Indonesia (CPI), Freeport Indonesia, Aneka Tambang, Kelian
Equatorial Mining Corp. and many company. The exertion from
that company to recovery or reduce the damage is a part of
corporate social responsibility. The problem from this condition is
this sustainable development program actually can,t solve the main
problem that happen in the local civil society. The firm motives to
do this activity only to fulfill the duty as long as regulate in the act,
and the realization of this program is not serve the local civil
needs. The other problem from this condition is how far the
environment accounting can be measure tools to judge the cost and
benefit from recovery environment activity.

Keywords: sustainable development, environment, corporate social


responsibility, motivation, environment accounting

Pendahuluan
Masyarakat dan dunia usaha baru ramai membicarakan dan melaksanakan
Corporate Social Responsibility (CSR). Menurut Scermerhorn (dalam Suharto,
2006) CSR sebagai suatu kepedulian organisasi bisnis untuk bertidak dengan cara-
cara mereka sendiri dalam melayani kepentingan organisasi dan kepentigan publik
eksternal. CSR sebagai suatu kewajiban tanggungjawab sosial perusahaan, di
Indonsia lagi santer dikumandangkan bahkan dituntut oleh masyarakat sekitarnya
setelah era reformasi, karena keberadaan perusahaan tersebut dinilai tidak
memperhatikan masyarakat dan lingkungannya.
Kondisi lingkungan hidup semakin rusak dan tercemar akibat aktivitas dan
ekploitasi alam yang tanpa memperhatikan dampak dari aktivitas bisnis
perusahaan. Sebenarnya perusahaan ataupun entitas bisnis yang melakukan
aktivitas usaha, cukup paham akibat atau dampak negatif terhadap lingkungan
masyarakat maupun ekosistem disekitar kegiatan operasi perusahaan. Tetapi
mereka seakan tutup mata terhadap dampak tersebut. Sebenarnya hal itu akan
menjadi bumerang bagi kelangsungan perusahaan, karena dunia usaha sekarang
tidak lagi hanya memperhatikan catatan keuangan (profit) perusahaan semata
(single bottom line), melainkan sudah meliputi aspek keuangan (profit), aspek
sosial (people), dan aspek lingkungan (planet) yang biasa disebut triple bottom
line. Tetapi biasanya mereka baru memperhatikan konsep pertanggungjawaban


Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Jember
Corporate social responsibility . 74

sosial dari aktivitas mereka jika sudah timbul konflik kepermukaan yang
umumnya dalam wujud demonstrasi. Setelah itu baru beramai-ramai menggagas
tentang konsep pentingnya tanggungjawab sosial kepada masyarakat dan
lingkungannya.
Sebenarnya keterlibatan perusahaan dalam program CSR dilatarbelakangi
dengan beberapa kepentingan, yang salah satunya adalah untuk menghindari
kerugian perusahaan akibat nyata dari reaksi masyarakat (demonstrasi) dari
ketidakberesan perusahaan mengelola lingkungan hidup sekitarnya. Mulyadi
(2003), mengidentifikasi motif keterlibatan perusahaan dalam program CSR
yaitu motif menjaga keamanan fasilitas produksi, motif mematuhi kesepakatan
kontrak kerja, dan motif moral untuk memberikan pelayanan sosial pada
masyarakat lokal.
Satu konsep CSR yang sekarang banyak/ seringkali dilakukan adalah
dengan metode pembangunan berkelanjutan atau yang sering disebut dengan
Susutainable Development. Tetapi apakah pembangunan berkelanjutan ini benar-
benar bisa mengurangi atau mencegah terus bertambahnya kerusakan lingkungan?
Yang jelas program ini adalah menitikberatkan bagaimana supaya dapat
mengakomodasi semua bentuk tanggungjawab sosial atas dampak aktivitas
perusahaan pada masyarakat sekitar yang sesuai dengan konsepnya yaitu
pembangunan berkelanjutan, terutama dengan menitikberatkan pada perbaikan
lingkungan.

Lingkungan Hidup dan Entitas Bisnis


Sepuluh tahun terakhir, siring kita dengar adanya tuntutan-tuntutan dari
masyarakat yang ditujukan pada persuahaan-perusahaan mengenai kasus
perusakan/ pencemaran lingkungan hidup akibat dari aktivitas bisnisnya. Sebagai
contoh pada PT. Newmont Minahasa Raya (NMR) yang sudah beroperasi sejak
tahun 1987, pada tahun 1997an mendapat tuntutan dari nelayan Buyat akibat
pembuangan limbah-limbah beracun ke laut yang mengakibatkan Teluk Buyat
tercemar. Hingga pada akhirnya ditutup pada tanggal 31 Agustus 2004, tetapi
sampai sekarang masih meninggalkan pencemaran di kawasan Teluk Buyat. Hal
ini menunjukkan tidak adanya kepedulian perusahaan terhadap ekosistem, dan
pada kenyataannya umumnya beberapa entitas bisnis memang seperti itu.
Lain halnya dengan PT. Lapindo Brantas Inc (LBI), sedari 29 Mei 2006,
semburan lumpur Lapindo tak kunjung mampet, terlebih sejak 2004-2006
kontribusi LBI untuk Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Sidoarjo tidak
signifikan. Dapat disebut, Rp1,1 miliar (2004), Rp45 juta (2005), dan angka nol
(2006). Hal ini selain akibat dari ketidaktegasan negara, juga merupakan contoh
fatal akibat ketidakpekaan perusahaan terhadap konsep CSR. Sampai sekarang
pun belum ada titik temu untuk mencari solusi menghentikan semburan Lumpur
panas atau yang sering disebut di media masa sebagai semburan “LUSI” (Lumpur
Sidoarjo). Jika ditinjau dari sisi analisis dampak Lingkungan (amdal) PT. Lapindo
Brantas ternyata belum memenuhi syarat.
Hal tersebut hanya merupakan beberapa contoh dari dampak hubungan
entitas bisnis dan lingkungan hidup yang kurang harmonis. Masih banyak lagi
kasus-kasus tentang ketidak harmonisan entitas bisnis dengan lingkungannya. Hal
ini menjadi sorotan utama dan problematika dalam konsep pelaksanaan
tangungjawab sosial perusahaan (corporate social responsibility).

Jurnal Akuntansi Universitas Jember


Corporate social responsibility . 75

Tangungjawab Sosial Perusahaan (Corporate Social Responsibility)


Pelaksaaan CSR sampai sekarang masih bersifat sukarela. Beberapa
perusahaan tidak menjalankan program-program CSR karena melihat hal tersebut
mungkin hanya sebagai pengeluaran biaya (cost center). Tetapi untuk sekarang
sebenarnya pandangan tersebut sangat keliru, meskipun CSR tidak memberikan
hasil secara keuangan dalam jangka pendek, namun CSR sebenarnya akan
memberikan hasil baik langsung maupun tidak langsung pada keuangan
perusahaan di masa mendatang. Dari sisi dunia usaha sebenarnya berperan untuk
mendorong pertumbuhan ekonomi yang sehat dengan mempertimbangan faktor
lingkungan hidup. Kini dunia usaha tidak lagi hanya memperhatikan catatan
keuangan perusahaan semata (single bottom line), melainkan sudah meliputi aspek
profit, aspek people, dan aspek planet biasa disebut triple bottom line.
Dengan demikian apabila perusahaan melakukan program-program CSR
diharapkan keberlanjutan perusahaan akan terjamin dengan baik. Oleh karena itu,
program-program CSR lebih tepat apabila digolongkan sebagai investasi dan
harus menjadi strategi bisnis dari suatu perusahaan.
Dengan masuknya program CSR sebagai bagian dari strategi bisnis, maka
akan dengan mudah bagi unit-unit usaha yang berada dalam suatu perusahaan
untuk mengimplementasikan rencana kegiatan dari program CSR yang
dirancangnya. Dilihat dari sisi pertanggungjawaban keuangan atas setiap investasi
yang dikeluarkan dari program CSR menjadi lebih jelas dan tegas, sehingga pada
akhirnya keberlanjutan yang diharapkan akan dapat terimplementasi berdasarkan
harapan semua stakeholder.
Porter dan Kramer (2002), menyatakan bahwa tujuan ekonomi dan
sosial adalah terpisah dan bertentangan adalah pandangan yang keliru.
Perusahaan tidak berfungsi secara terpisah dari masyarakat sekitarnya. Faktanya,
kemampuan perusahaan untuk bersaing sangat tergantung pada keadaan lokasi
dimana perusahaan itu beroperasi. Dalam piramida CSR yang dikembangkan
Archie B. Carrol, yaitu profit, people dan planet harus difahami sebagai satu
kesatuan. Konsep tersebut digambarkan sebagai berikut:
 Profit. Perusahaan tetap harus berorientasi untuk mencari keuntungan
ekonomi yang memungkinkan untuk terus beroperasi dan berkembang.
 People. Perusahaan harus memiliki kepedulian terhadap kesejahteraan
manusia. Beberapa perusahaan mengembangkan program CSR seperti
pemberian beasiswa bagi pelajar sekitar perusahaan, pendirian sarana
pendidikan dan kesehatan, penguatan kapasitas ekonomi lokal, dan bahkan
ada perusahaan yang merancang berbagai skema perlindungan sosial bagi
warga setempat.
 Plannet. Perusahaan peduli terhadap lingkungan hidup dan keberlanjutan
keragaman hayati. Beberapa program CSR yang berpijak pada prinsip
ini biasanya berupa penghijauan lingkungan hidup, penyediaan sarana air
bersih, perbaikan permukiman, pengembangan pariwisata (ekoturisme).

Jurnal Akuntansi Universitas Jember


Corporate social responsibility . 76

Profit (keuntungan
Perusahaan)

Planet (Keberlanjutan People (Kesejahteraan


Linkungan Hidup) Masyarakat/ manusia)

Gambar 1 : Triple Bottom Line dalam CSR

Konsep Piramida CSR yang dikembangkan Archie B. Carrol memberi


justifikasi teoritis dan logis mengapa sebuah perusahaan perlu menerapkan
CSR bagi masyarakat di sekitarnya (Saidi dan Abidin, 2004: 59-60). Dalam
pandangan Carrol, CSR adalah puncak piramida yang erat terkait, dan bahkan
identik dengan, tanggungjawab filantropis. Menurut Carrrol (dalam Saidi dan
Abidin, 2006) tataran tanggungjawab perusahaan sebagai berikut :
1. Tanggungjawab ekonomis. Kata kuncinya adalah: make a profit.
Motif utama perusahaan adalah menghasilkan laba. Laba adalah fondasi
perusahaan. Perusahaan harus memiliki nilai tambah ekonomi sebagai
prasyarat agar perusahaan dapat terus hidup (survive) dan berkembang.
2. Tanggungjawab legal. Kata kuncinya: obey the law. Perusahaan harus
taat hukum. Dalam proses mencari laba, perusahaan tidak boleh melanggar
kebijakan dan hukum yang telah ditetapkan pemerintah.
3. Tanggungjawab etis. Perusahaan memiliki kewajiban untuk menjalankan
praktek bisnis yang baik, benar, adil dan fair. Norma-norma masyarakat
perlu menjadi rujukan bagi perilaku organisasi perusahaan. Kata kuncinya: be
ethical.
4. Tanggungjawab filantropis. Selain perusahaan harus memperoleh laba,
taat hukum dan berperilaku etis, perusahaan dituntut agar dapat memberi
kontribusi yang dapat dirasakan secara langsung oleh masyarakat.
Tujuannya adalah untuk meningkatkan kualitas kehidupan semua. Kata
kuncinya: be a good citizen. Para pemilik dan pegawai yang bekerja di
perusahaan memiliki tanggungjawab ganda, yakni kepada perusahaan dan
kepada publik yang kini dikenal dengan istilah non-fiduciary responsibility.

Motif Perusahaan Menjalankan Program CSR


Seiring dengan bertubi-tubi datangnya bencana yang melanda Indonesia,
berawal dari gempa tsunami di Aceh, banjir Panti Jember, gempa DIY dan Jateng
dan beberapa bencana yang beruntun, banyak iklan perusahaan yang melakukan
aksi kepedulian sosial. Biasanya sumbangan itu berupa dana bantuan atau
sembako kepada korban bencana alam, panti asuhan, dan lain-lain. Sayangnya,
berbagai bantuan ini masih terkesan haus publikasi tanpa menyentuh akar masalah
yang sedang dihadapi oleh masyarakat. Seringkali bantuan tersebut hanya berguna
sesaat saja. Selanjutnya masyarakat kembali pada kondisi semula. Mereka seakan
hanya tanggap terhadap bencana yang sifatnya nasional, tetapi sebenarnya

Jurnal Akuntansi Universitas Jember


Corporate social responsibility . 77

bencana atau ancaman kerusakan lingkungan hidup dari aktivitas bisnis mereka
juga mengancam masyarakat sekitar.
Pembangunan industri sebenarnya memiliki dampak positif dapat
menyerap tenaga kerja, meningkatkan produktifitas ekonomi, dan dapat menjadi
aset pembangunan nasional maupun daerah. Namun kenyataan selama puluhan
tahun praktik bisnis dan industri korporasi Indonesia cenderung tidak ada respon
terhadap kepedulian lingkungan hidup. Masyarakat yang sejak awal telah miskin,
kenyataannya yang miskin tetap miskin, bahkan semakin miskin karena
masyarakat mengeluarkan biaya tambahan untuk biaya kesehatan akibat
lingkungan hidup mereka sudah tercemar limbah aktivitas perusahaan. Perusahaan
tidak melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan (corporate social
responsibility) secara baik terhadap masyarakat. Alih-alih melibatkan dan
memberdayakan masyarakat sekitar dengan melakukan community development,
korporasi cenderung membuat jarak dengan masyarakat sekitar. Jika pun ada
program yang dilakukan oleh korporasi, biasanya bersifat charity, seperti
memberi sumbangan, santunan, sembako, dan lain-lain. Program charity ini
menjadi dalih bahwa mereka juga memiliki kepedulian sosial. Dengan konsep
charity, kapasitas dan akses masyarakat tidak beranjak dari kondisi semula, yaitu
akan tetap marginal. Charity menjadi program yang tidak tepat sasaran karena
tidak bisa memutus rantai kemiskinan dan benang kusut pendidikan.
Ada beberapa alasan/ motif yang melatarbelakangi perusahaan melakukan
program CSR :
Tabel : 1
Motif Perusahaan dalam Manjalankan Program CSR
Motif Keamanan Motif Memenuhi Komiten Moral
Kewajiban Kontraktual
 Program dilakukan  Pertanggungjawaban  Wacana CSR
setelah ada tuntutan program CSR bukan
masyarakat yang pada pemerintah
biasanya diwujudkan daerah dan masyarakat
melalui demonstrasi. lokal tetapi pada
pemerintah pusat
 Program tidak  Propaganda  Propaganda
dilakukan setelah kegiatan CSR kegiatan CSR
kontrak melalui media masa melalui media masa
ditandatangani.
Kecenderungannya
program dilakukan
ketika kebebasan
masyarakat sipil
semakin besar pasca
desentralisasi
Sumber : Mulyadi (2003)

Seperti yang telah disampaikan didepan, bahwa motif utama perusahaan


melakukan CSR adalah hanya pada tingkatan motif keamanan saja.

Motivasi CSR dan Community Development


Konsep CSR seringkali diidentikkan dengan metode Pengembangan
Masyarakat (Community Development) yang akhir-akhir ini banyak diterapkan

Jurnal Akuntansi Universitas Jember


Corporate social responsibility . 78

oleh perusahaan dengan istilah ComDev. Community development adalah


kegiatan pembangunan komunitas yang dilakukan secara sistematis, terencana dan
diarahkan untuk memperbesar akses komunitas guna mencapai kondisi sosial,
ekonomi dan kualitas kehidupan yang lebih baik apabila dibandingkan dengan
kegiatan pembangunan sebelumnya (Budimanta, 2002). Konsep community
development yang menekankan pada pembangunan sosial (pembangunan
kapasitas masyarakat), di mana korporasi dapat diuntungkan, baik dalam jangka
pendek maupun panjang. Selain dapat menciptakan peluang-peluang sosial-
ekonomi masyarakat, menyerap tenaga kerja dengan kualifikasi yang diinginkan,
mereka juga dapat membangun citra sebagai korporasi yang ramah dan peduli
lingkungan. Berikut ini paradigma yang motivasi perusahaan melakukan CSR.

Akuntansi Lingkungan
Akuntansi lingkungan Environmental Accounting atau EA adalah istilah
yang berkaitan dengan dimasukkannya biaya lingkungan (environmental costs) ke
dalam praktek Akuntansi perusahaan atau lembaga pemerintah. Biaya lingkungan
adalah dampak (impact) baik moneter maupun non-moneter yang harus dipikul
sebagai akibat dari kegiatan yang mempengaruhi kualitas lingkungan.
Akuntansi atau dulu sering disebut tata buku (accounting) terjemahan
formalnya adalah aktivitas yang menyediakan informasi yang biasanya bersifat
kuantitatif dan disajikan dalam satuan keuangan, untuk pengambilan keputusan,
perencanaan, pengendalian sumberdaya, operasi, menilai prestasi lembaga atau
perusahaan dan pelaporan keuangan kepada investor, kreditor dan instansi yang
berwewenang melakukan pengawasan atau pemeriksaan keuangan dan juga
memberikan laporan kepada masyarakat. Misalnya kita lihat tabel neraca
keuangan sebuah bank atau perusahaan yang disajikan di media masa seperti
koran. Akuntansi adalah sebuah kegiatan professional karena itu para professional
akuntan biasanya dibayar untuk melakukan auditing (pemeriksaan oleh akuntan).
Akuntan ini bisa akuntan interen sebuah lembaga, akuntan pemerintah atau
akuntan publik. Ada juga yang disebut public interest accountant yang
menyediakan jasa akuntansi kepada orang atau lembaga yang tidak mampu
membayar akuntan publik professional.

Apa hubungan akuntansi dengan lingkungan


Akuntansi Lingkungan Hidup adalah metodologi untuk menilai biaya dan
manfaat dari sebuah kegiatan lingkungan untuk mengurangi dampak lingkungan.
Hasil akuntansi ini digunakan oleh para pimpinan perusahaan untuk membuat
keputusan yang berkaitan dengan perbaikan lingkungan.
Banyak perusahaan industri dan jasa besar dunia yang kini menerapkan
akuntansi lingkungan. Tujuannya adalah meningkatkan efisiensi pengelolaan
lingkungan dengan melakukan penilaian kegiatan lingkungan dari sudut pandang
biaya (environmental costs) dan manfaat atau efek (economic benefit). Akuntansi
lingkungan diterapkan oleh berbagai perusahaan untuk menghasilkan penilaian
kuantitatif tentang biaya dan efek perlindungan lingkungan (environmental
protection). Ada perusahaan jasa yang menyusun panduan akuntansi lingkungan
untuk perusahaan-perusahaan besar.
Misalnya Perusahaan elektronik Jepang Fujitsu menyewa jasa perusahaan
konsultasi akuntan untuk menyusun environmental accounting guidelines sesuai

Jurnal Akuntansi Universitas Jember


Corporate social responsibility . 79

dengan petunjuk yang dikeluarkan oleh Kementerian lingkungan hidup Jepang.


Namun mereka menambahkan beberapa item-item baru dengan tujuan untuk
mendapatkan Akuntansi lingkungan hidup yang lebih efisien. Selain itu
penggunaan teknologi informasi juga memungkinkan aliran informasi dari pabrik-
pabrik mereka di seluruh dunia berjalan tanpa penundaan. Hasilnya kesadaraan
lingkungan diantara para pekerjanya meningkat, upaya mengurangi biaya berhasil
baik dan ada hasil positif penanganan persoalan lingkungan dan pengurangan
dampak negatif lingkungan yang didukung pabrik-pabrik dan anak perusahan
diseluruh dunia.

Tujuan Penerapan Akuntansi Lingkungan


Terdapat beberapa maksud dikembangkannya akuntansi lingkungan: 1).
Akuntansi lingkungan merupakan sebuah alat manajemen lingkungan, 2).
Akuntansi lingkungan sebagai alat komunikasi dengan masyarakat.
Sebagai alat manajemen lingkungan Akuntansi lingkungan digunakan
untuk menilai keefektifan kegiatan konservasi berdasarkan ringkasan dan
klasifikasi biaya konservasi lingkungan. Data Akuntansi lingkungan juga
digunakan untuk menentukan biaya fasilitas pengelolaan lingkungan, biaya
konservasi lingkungan keseluruhan dan juga investasi yang diperlukan untuk
kegiatan pengelolaan lingkungan. Selain itu Akuntansi lingkungan juga digunakan
untuk menilai tingkat keluaran dan capaian tiap tahun untuk menjamin perbaikan
kinerja lingkungan yang harus berlangsung terus menerus.
Sebagai alat komunikasi dengan publik, akuntansi lingkungan digunakan
untuk menyampaikan dampak negatif lingkungan, kegiatan konservasi lingkungan
dan hasilnya kepada publik. Tanggapan dan pandangan terhadap akuntansi
lingkungan dari para pihak, pelanggan dan masyarakat digunakan sebagai umpan
balik untuk merubah pendekatan perusahaan dalam pelestarian atau pengelolaan
lingkungan.

Definisi Umum Akuntansi Lingkungan


Akuntansi pada mulanya diartikan hanya sekedar sebagai prosedur
pemrosesan data keuangan. Pengertian ini dapat ditemukan dalam Accounting
Terminology Bulletin yang diterbitkan oleh AICPA (American Institute of
Certified Public Accounting). Dalam Accounting Terminology Bulettin no.1
dinyatakan sebagai berikut:

Accounting is the art of recording, classifying and


summarizing in a significant manner and in the term of money,
transaction and event which are and part, at least of finantial
character and interpreting the result there of. (AICPA, 1998)

Dari definisi diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa akuntansi adalah


sebuah seni untuk merekam, mengkalsifikasikan, dan menjumlahkan nilai dari
sebuah transakasi yang dilakukan oleh perusahaan sebagai bagian dari
pertanggungjawaban keuangan yang kemudian disajikan dalam bentuk yang
sistematis.
Pada perkembangannya, akuntansi tidak hanya sebatas proses pertanggung
jawaban keuangan namun juga mulai merambah ke wikayah pertanggung jawaban

Jurnal Akuntansi Universitas Jember


Corporate social responsibility . 80

sosial lingkungan sebagai ilmu akuntansi yang relatif baru. Akuntansi lingkungan
menunjukkan biaya riil atas input dan proses bisnis serta memastikan adanya
efisiensi biaya, selain itu juga dapat digunakan untuk mengukur biaya kualitas dan
jasa. Tujuan utamanya adalah dipatuhinya perundangan perlimdungan lingkungan
untuk menemukan efisiensi yang mengurangi dampak dan biaya lingkungan.
(Helvegia ,2001).
Akuntansi lingkungan ini merupakan bidang ilmu akuntansi yang
berfungsi dan mengidentifikasikan, mengukur, menilai, dan melaporkan akuntansi
biaya lingkungan. Menurut Mathew dan Parrerra (1996), akuntansi lingkungan ini
digunakan untuk memberikan gambaran bentuk komprehensif akuntansi yang
memasukkan extrenalities kedalam rekening perusahaan seperti informasi tenaga
kerja, produk, dan pencemaran lingkungan. Dalam hal ini, pencemaran dan
limbah produksi merupakan salah satu contoh dampak negatif dari operasional
perusahaan yang memerlukan sistem akuntansi lingkungan sebagai kontrol
terhadap tanggung jawab perusahaan sebab pengelolaan limbah yang dilakukan
oleh perusahaan memerlukan pengidentifikasian, pengukuran, penyajian,
pengungkapan, dan pelaporan biaya pengelolaan limbah dari hasil kegiatan
operasional perusahaan.
Model proses produksi yang berpotensi dalam menghasilkan limbah dapat
digambarkan sebagai berikut:

Sumber Daya Manusia Produk Utama

Proses Produksi

Sumber Daya Alam: Produk samping:


Bahan kimia dan alat alat medis lain Di RS relatif tidak ada produk
samping

Emisi gas cair dan padat sebagai


limbah sisa produksi.

Gambar.1.1. Proses produksi suatu kegiatan operasional usaha di lingkungan Rumah


Sakit.
(Sumber: Makalah Seminar PPLH Lingkungan UGM Yogyakarta)

Dalam bagan diatas tampak bahwa proses produksi yang dilakukan oleh
perusahaan, memiliki emisi yang bermacam macam sifat dan bentuknya. Emisi
yang memiliki keragaman sifat dan bentuk ini memerlukan pengelolaan yang
tertentu dengan menyesuaikan kebutuhannya dalam penentuan pembiayaannya.
Metode pengalokasian biaya untuk pengelolaan lingkungan ini pada
umumnya dialokasikan sebagai biaya tambahan, yaitu biaya selama satu tahun

Jurnal Akuntansi Universitas Jember


Corporate social responsibility . 81

periode akuntansi untuk mengelola berbagai kemungkinan dari dampak


pencemaran lingkungan dan dampak negatif sisa oprasional usaha dimasukkan
dalam pos biaya umum.(Kohln.2003) Secara praktis, pengalokasian tersebut tidak
bermasalah pada penanggulangan dampak negatif tersebut, namun secara
akuntansi pengalokasian biaya yang tidak dilakukan secara sistematis dengan
metode penjelasan alokasi biaya tersebut dapat mengurangi akuntabilitas
perusahaan yang bersangkutan. Pertanggungjawaban penggunaan biaya
lingkungan yang dimasukkan dalam pos yang tidak secara detail dapat
mengungkap pengidentifikasian, pengklasifikasian, pengukuran, penilaian, dan
pelaporan penggunaan biaya tersebut menjadi bias. (Hadisatmoko.2000)

Tahap Tahap Perlakuan Alokasi Biaya Lingkungan


Sebelum mengalokasikan pembiayaan untuk pengelolaan dampak
lingkungan seperti pengelolaan limbah, pencemaran lingkungan, dan efek sosial
masyarakat lainnya, perusahaan perlu merencanakan tahap pencatatan
pembiayaan tersebut. Tahap tahap ini dilakukan dalam rangka agar pengalokasian
anggaran yang telah dipersiapkan untuk satu tahun periode akuntansi tersebut
dapat diterapkan secara tepat dan efisien. Menurut Munn (1999) dalam bukunya
yang berjudul “A System View of Accounting for Waste” mengungkapkan bahwa
pencatatan pembiayaan untuk mengelola sampah-sampah yang dikeluarkan dari
hasil sisa produksi suatu usaha dialokasikan dalam tahap tahap tertentu yang
masing masing tahap memerlukan biaya yang dapat dipertanggungjawabkan, dan
tahap tahap pencatatan itu dapat dilakukan sebelum peridoe akuntansi berjalan
sesuai dengan proses produksi yang dilakukan perusahaan tersebut. (Munn,1999)
Richard Kingstone (2003) dalam situs berita di Amerika Serikat
menyatakan bahwa pencatatan untuk mengelola segala macam yang berkaitan
dengan limbah sebuah perusahaan didahului dengan perencanaan yang akan
dikelompokkan dalam pos pos tertentu sehingga dapat diketahui kebutuhan riil
setiap tahunnya. Pengelompokkan dalam tahap analisis lingkungan sebagaimana
yang ditentukan dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) tersebut
antara lain sebagai berikut (Murni, 2001):
1. Identifikasi
Pertama kali perusahaan hendak menentukan biaya untuk pengelolaan
biaya penanggulangan eksternality yang mungkin terjadi dalam kegiatan
operasional usahanya adalah dengan mengidentifikasi dampak dampak
negatif tersebut.
Sebagai contoh misalnya sebuah Rumah Sakit yang diperkirakan akan
menghasilkan limbah berbahaya sehingga memerlukan penanganan khusus
untuk hal tersebut mengidentifikasi limbah yang mungkin ditimbulkan
antara lain: limbah padat, cair, maupun radioaktif yang berasal dari
kegiatan instalasi rumah sakit atau kegiatan karyawan maupun pasien
(Sudigyo, 2002). Macam macam kemungkinan dampak ini diidentifikasi
sesuai dengan bobot dampak negatif yang mungkin timbul.
2. Pengakuan
Elemen-elemen tersebut yang telah diidentifikasikan selanjutnya diakui
sebagai rekening dan disebut sebagai biaya pada saat menerima manfaat
dari sejumlah nilai yang telah dikeluarkan untuk pembiayaan lingkungan
tersebut. Pengakuan biaya-biaya dalam rekening ini dilakukan pada saat

Jurnal Akuntansi Universitas Jember


Corporate social responsibility . 82

menerima manfaat dari sejumlah nilai yang telah dikeluarkan sebab pada
saat sebelum nilai atau jumlah itu dialokasikan tidak dapat disebut sebagai
biaya sehingga pengakuan sebagai biaya dilakukan pada saat sejumlah
nilai dibayarkan untuk pembiayaan pengelolaan lingkungan. (PSAK,2002)
3. Pengukuran
Perusahaan pada umumnya mengukur jumlah dan nilai atas biaya biaya
yang dikeluarkan untuk pengelolaan lingkungan tersebut dalam satuan
moneter yang telah ditetapkan sebelumnya. Pengukuran nilai dan jumlah
biaya yang akan dikeluarkan ini dapat dilakukan dengan mengacu pada
realisasi biaya yang telah dikeluarkan pada periode sebelumnya, sehingga
akan diperoleh jumlah dan nilai yang tepat sesuai kebutuhan riil setiap
periode. Dalam hal ini, pengukuran yang dilakukan untuk menentukan
kebutuhan pengalokasian pembiayaan tersebut sesuai dengan kondisi
perusahaan yang bersangkutan sebab masing masing perusahaan memiliki
standar pengukuran jumlah dan nilai yang berbeda-beda.
4. Penyajian
Biaya yang timbul dalam pengelolaan lingkungan ini disajikan bersama
sama dengan biaya-biaya unit lain yang sejenis dalam sub-sub biaya
administrasi dan umum. Penyajian biaya lingkungan ini didalam laporan
keuangan dapat dilakukan dengan nama rekening yang berbeda-beda
sebab tidak ada ketentuan yang baku untuk nama rekening yang memuat
alokasi pembiayaan lingkungan perusahaan tersebut.
5. Pengungkapan
Pada umumnya, akuntan akan mencatat biaya biaya tambahan ini dalam
akuntansi konvensional sebagai biaya overhead yang berarti belum
dilakukan spesialisasi rekening untuk pos biaya lingkungan. Akuntansi
lingkungan menuntut adanya alokasi pos khusus dalam pencatatan
rekening pada laporan keuangan yang dibuat oleh perusahaan- sehingga
dalam pelaporan akuntansi keuangan akan muncul bahwa pertanggung
jawaban sosial yang dilakukan oleh perusahaan tidak sebatas pada retorika
namun telah sesuai praktis didalam pengelolaan sisa hasil operasional
perusahaan. Hal ini diungkapkan oleh Jain. R.K.(1998) dalam bukunya
berjudul Environmental Impact Assesment disebutkan bahwa sistem
pencatatan akuntansi yang memerlukan penanganan khusus dalam hal ini
adalah sistem akuntansi lingkungan yang memerlukan kamar tersendiri
dalam neraca keseimbangan setiap tahunnya.

Biaya yang dicatat dalam jurnal penjelas dapat diartikan bahwa biaya yang
sebelumnya dicatat dalam pos pos gabungan seperti biaya umum atau biaya
overhead perlu untuk dibuatkan pos khusus yang memuat daftar alokasi biaya
khusus untuk pengelolaan eksternality sebagai sisa hasil operasional
usaha.(Munn,1999) Kemungkinan untuk memuat seluruh biaya yang telah
dikeluarkan dalam pos khusus menjadi sebuah neraca khusus tetap ada, namun
meski demikian minimal dalam sebuah laporan keuangan adanya rekening khusus
yang dapat menjelaskan alokasi biaya lingkungan tersebut menjadi satu kesatuan
pos rekening laporan keuangan yang utuh dan secara rinci pengeluaran biaya
tersebut sejak awal perencanaan proses akuntansi lingkungan sampai pada saat
penyajian pemakaian biaya tersebut. (Purnomo,2000)

Jurnal Akuntansi Universitas Jember


Corporate social responsibility . 83

Model Perhitungan dan Penilaian Alokasi Biaya Lingkungan


Dalam beberapa kasus pengelolaan biaya lingkungan ini tidaklah selalu
sama dalam setiap perusahaan, hal ini dikarenakan dalam Pernyataan Standar
Akuntansi Keuangan belum diatur secara baku mengenai bagaimana proses
perlakuan biaya yang telah dikeluarkan untuk pengelolaan efek negatif dari sisa
hasil operasional perusahaan.
Dalam artikel the Greening Accountiung, yang ditampilkan dalam situs
gulico.com, Anne menuliskan pandangannya bahwa pengalokasian pembiayaan
untuk biaya pengelolaan lingkungan dialokasikan pada awal periode akuntansi
untuk digunakan selama satu perode akuntansi tersebut. Misalnya jika sebuah
perusahaan memiliki emisi limbah yang memerlukan pengelolaan dan
pembiayaan yang material, pada saat dilakukan penganalisaan dan estimasi biaya
maka jumlah seluruh nilai biaya yang akan dikeluarkan dalam satu tahun periode
akuntansi tersebut dimasukkan dalam rekening biaya lingkungan dibayar dimuka
pada biaya lingkungan Jurnal (1) :

1 Januari 20xx
Biaya lingkungan dibayar dimuka XXX
Kas XXX

Nilai biaya yang dibayarkan dimuka selama satu tahun tersebut akan
dikredit setiap bulan untuk pengalokasian secara kontinyu yang dipergunakan
untuk pembiayaan masing unit unit rekening biaya lingkungan tersebut.(Jain.,R.K
1998) Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Whaley (2003) dalam jurnal
penelitiannya bahwa nilai atau jumlah biaya yang dipersiapkan pada periode
tertentu akan berkurang sesuai dengan kebutuhan kebutuhan setiap unit biaya
yang memerlukannya.
Dengan demikian, pembiayaan yang dilakukan oleh perusahaan setiap
bulan untuk mengelola limbah perusahaan tersebut dengan cara mengurangi
alokasi biaya yang telah dicadangkan sebelumnya melalui pembiayaan dibayar
dimuka. Nilai dan jumlah biaya yang dialokasikan setiap bulan dalam satu periode
adalah sesuai dengan estimasi biaya yang sebelumnya. Sebagai contoh, dalam
bulan Januari, perusahaan mengalokasikan biaya pengelolaan lingkungan untuk
Instalasi Pengolahan Limbah, biaya pegawai, dan biaya penelitian. Dalam jurnal
akuntansi dapat digambarkan sebagai berikut:
Jurnal (2) :
1 Januari 20xx
Biaya IPAL XXX
Biaya Pegawai XXX
Biaya Penelitian XXX
Biaya lingkungan dibayar dimuka XXX

Dengan jurnal diatas maka, biaya dibayar dimuka berkurang setiap


bulannya sesuai dengan alokasi biaya yang telah diestimasi pada saat awal
periode.
Model sistem pembagian digambarkan sebagai berikut:
Rata-rata pengeluaran biaya lingkungan perbulan……………………….. (b1)
Jumlah bulan …………………………………………………………... (b2)

Jurnal Akuntansi Universitas Jember


Corporate social responsibility . 84

Biaya alokasi selama satu tahun periode ………………………………… (B)

Maka persamaan matematis dapat digambarkan sebagai berikut:

B = b1 x b2

E. Pelaporan dan Pengungkapan Akuntansi Lingkungan


Kebijakan perusahaan untuk peduli dengan lingkungan mestinya tidak
hanya sekedar menaati peraturan lingkungan, tetapi juga harus lebih berorientasi
pada upaya membangun Sustainable Management yaitu kepedulian manajemen
terahadp lingkungan secara substantif Murni (2001). Perusahaan dapat meyajikan
kepedulian lingkungan dalam laporan keuangan guna membantu menciptakan
kesan positif terhadap perusahaan dimata pemodal, pemerintah, dan masyarakat.
Model komprehensif yang dapat dijadikan sebagai laternatif model pelaporan
keuangan lingkungan secara garis besar dapat dikategorikan dalam 4 (empat)
macam model, antara lain (Haryono,2003):
1. Model Normatif
Model ini berawal dari premis bahwa perusahaan akan membayar
segalanya. Model normatif mengakui dan mencatat biaya biaya
lingkungan secara keseluruhan yakni dalam lingkup satu ruang rekening
secara umum bersama rekening lain yang serumpun. Biaya-biaya
serumpun tersebut disisipkan dalam sub-sub unit rekening biaya tertentu
dalam laporan keuangannya.
2. Model Hijau
Model hijau menetapkan biaya dan manfaat tertentu atas lingkungan
bersih. Selama suatu perusahaan menggunakan sumber daya, perusahaan
tersebut harus mengeluarkan biaya sebesar konsumsi atas biaya sumber
daya. Proses tersebut memaksa perusahaan menginternalisasikan biaya
pemakaian sumber daya meskipun mekanisme pengakuan dan
pengungkapan belum memadai dan kemudian melaporkan biaya tersebut
dalam laporan keuangan yang terpisah dari laporan keuangan induk untuk
memberikan penjelasan mengenai pembiayaan lingkungan di
perusahaannya..
3. Model Intensif Lingkungan
Model pelaporan ini mengharuskan adanya pelaksanaan kapitalisasi atas
biaya perlindungan dan reklamasi lingkungan. Pengeluaran akan disajikan
sebagai investasi atas lingkungan sedangkan aktiva terkait dengan
lingkungan tidak didepresiasi sehingga dalam laporan keuangan selain
pembiayaan yang diungkapkan secara terpisah, juga memuat mengenai
catatan-catatan aktiva tetap yang berhubungan dengan lingkungan yang
dianggap sebagai inverstasi untuk lingkungan.
4. Model Aset Nasional
Model aset nasional mengubah sudut pandang akuntansi dari tingkat
perusahaan (skala mikro) ke tingkat nasional (skala makro), sehingga
dimungkinkan untuk meningkatkan tekanan terhadap akuntansi untuk
persediaan dan arus sumber daya alam. Dalam model ini dapat ditekankan
bahwa selain memperdulikan lingkungan dalam pengungkapannya secara

Jurnal Akuntansi Universitas Jember


Corporate social responsibility . 85

akuntansi, perusahaan juga memiliki kewajiban untuk menginterpretasikan


pembiayaan lingkungan tersebut sebagai aset nasional yang dipandang
sebagai tanggung jawab secara nasional.

Variasi alternastif model dalam perbedaan materi yang diungkap antara


perusahaan satu dengan perusahaan yang menganut model lainnya lebih banyak
disebabkan oleh faktor tingkat kompleksitas dan tingkat kebutuhan masing-
masing operasional usaha. Perusahaan dapat memilih alternatif model varian
dalam menentukan sikap dan bentuk tanggungjawab sosialnya sesuai dengan
proporsional masing masing, namun secara substansial bahwa
pertanggungjawaban lingkungan tetap menjadi pertimbangan utama setiap
perusahaan
Didalam Akuntansi lingkungan ada beberapa komponen pembiayaa yang harus
dihitung misalnya 1. Biaya operasional bisnis yang terdiri dari biaya depresiasi
fasilitasi lingkungan, biaya memperbaiki fasilitais lingkungan, jasa atau fee
kontrak untuk menjalankan fasilitas pengelolaan lingkungan, biaya tenaga kerja
untuk mengjalankan operais fasilitas pengelolaan lingkungan serta baya kontrak
untuk pengelolaan limbah (recycling). 2). Biaya daur ulang yang dijual yang
disebut sebagai “Cost incurred by upstream and down-stream business
operations” is the contract fee paid to the Japan Container and Package
Recycling Association. 3). Biaya penelitian dan pengembangan (Litbang) yang
terdiri dari biaya total untuk material dan tenaga ahli, tenaga kerja lain untuk
pengembangan material yang ramah lingkungan, produk dan fasilitasi pabrik.

Tabel 2 :
Motivasi Perusahaan Melakukan CSR

Sumber: Suharto (2006)

Dilihat dari motivasi dan paradigma CSR di atas, maka idealnya


pendekatan ComDev merupakan satu bentuk CSR yang lebih banyak didorong

Jurnal Akuntansi Universitas Jember


Corporate social responsibility . 86

oleh motivasi kewargaan, meskipun pada beberapa aspek lain masih diwarnai oleh
motivasi filantropis (Saidi dan Abidin, 2004).
Sebagai ilustrasi, ComDev berangkat dari pendayagunaan hibah
pembangunan yang dicirikan oleh adanya langkah pro aktif beberapa pihak dan
kemampuan mereka dalam mengelola program dalam merespon kebutuhan
masyarakat di suatu tempat. Hibah pembangunan merujuk pada bantuan selektif
kepada satu lembaga nirlaba yang menjalankan satu kegiatan yang sejalan dengan
pemberi bantuan yang dalam hal ini adalah perusahaan. Sedangkan kegiatan-
kegiatan amal atau karitatif yang bergaya sinterklas, lebih banyak didorong oleh
motivasi karitatif dan pendayagunaan hibah sosial. Hibah sosial adalah bantuan
kepada satu lembaga sosial guna menjalankan kegiatan-kegiatan sosial,
pendidikan, sedekah, atau kegiatan untuk kemaslahatan umat dengan hak
pengelolaan hibah sepenuhnya pada penerima (Saidi dan Abidin, 2006). Kalau
ditelaah secara saksama, sebenarnya tujuan utama pendekatan ComDev adalah
bukan sekadar membantu atau memberi barang kepada si penerima (charity).
Melainkan berusaha agar si penerima memiliki kemampuan atau kapasitas untuk
mampu menolong dirinya sendiri.
Dengan kata lain, semangat utama ComDev adalah pemberdayaan
masyarakat. Oleh karena itu, kegiatan ComDev biasanya diarahkan pada proses
pemberkuasaan, peningkatan kekuasaan, atau penguatan kemampuan para
penerima pelayanan. Pemberdayaan masyarakat ini pada dasarnya merupakan
kegiatan terencana dan kolektif dalam memperbaiki kehidupan masyarakat yang
dilakukan melalui program peningkatan kapasitas orang, terutama kelompok
lemah atau kurang beruntung (disadvantaged groups) agar mereka memiliki
kemampuan dalam memenuhi kebutuhan dasarnya, mengemukakan gagasan;
melakukan pilihan-pilihan hidup; melaksanakan kegiatan ekonomi; menjangkau
dan memobilisasi sumber; berpartisipasi dalam kegiatan sosial. Meskipun
pemberdayaan masyarakat dapat dilakukan terhadap semua kelompok atau kelas
masyarakat, namun pada umumnya pemberdayaan dilakukan terhadap kelompok
masyarakat yang dianggap lemah atau kurang berdaya yang memiliki karakteristik
lemah atau rentan dalam hal atau aspek (Suharto, 2006):
 Fisik: orang dengan kecacatan dan kemampuan khusus
 Psikologis: orang yang mengalami masalah personal dan penyesuaian diri
 Finansial: orang yang tidak memiliki pekerjaan, pendapatan, modal dan
aset yang mampu menopang kehidupannya
 Struktural: orang yang mengalami diskriminasi dikarenakan status
sosialnya, gender, etnis, orientasi seksual, pilihan politiknya.

Jika sejak perusahaan berdiri, pemilik dan manajemen mempunyai


anggapan bahwa tujuan jangka panjang dari perusahaan tidak akan tercapai tanpa
adanya dukungan dari orang-orang yang bekerja di dalam dan sekitar lokasi
operasional, tentu perusahaan terus berusaha keras untuk mengikuti kebijakan
lingkungan hidup. Sehubungan dengan itu perusahaan harus mematuhi seluruh
standar peraturan lingkungan hidup. Penghijauan di lingkungan pabrik dan daur
ulang limbah industri untuk mencegah polusi merupakan beberapa contoh dari
usaha untuk melestarikan lingkungan hidup. Agar dengan ComDev ini pilar
perusahaan yang sekarang bertumpu pada triple bottom line bisa optimal.

Jurnal Akuntansi Universitas Jember


Corporate social responsibility . 87

Menurtut hasil penelitian Desiandwi, 2006 bahwa perusahaan yang besar


merasa bahwa mereka merupakan target perhatian dari masyarakat, sehingga perlu
untuk membuat suatu usaha nyata dalam menciptakan kepercayaan dalam hal
pertanggungjawaban sosial.
Salah satu contoh Perum Jasa Tirta I (PJT I), bagi dunia pendidikan tak
dapat dipungkiri bahwa PJT I dianggap sebagai laboratorium raksasa, karena lebih
dari 300 mahasiswa tiap tahun baik dari dalam maupun luar negeri memanfaatkan
PJT I sebagai tempat praktek kerja lapangan, mengambil desertasi program
Doktor, tempat riset bagi mahasiswa dan para ahli dan calon Profesor dari luar
negeri. Dengan keterbukaan PJT I terhadap dunia pendidikan, hal tersebut
merupakan wujud dari CSR PJT I. Bagi pengusaha kecil, menengah dan Koperasi
serta Murid dari orang tua yang kurang mampu, dengan Program Kemitraan Bina
Lingkungan (PKBL) telah lebih dari 1000 pengusaha kecil, ratusan murid dari
keluarga kurang mampu telah dibantu oleh PJT.
Contoh lain, pada tahun 2003, puluhan anggota masyarakat di Kampung
Pasir Gintung, Bogor, yang berlokasi 16 kilometer dari tambang emas Pongkor
berdemonstrasi secara damai untuk meminta Antam lebih memperhatikan
kesejahteraan masyarakat sekitar serta kesempatan kerja yang lebih banyak
kepada warga setempat. Menyusul kejadian ini, Antam langsung mengadakan
pertemuan dengan anggota masyarakat tersebut dan menyepakati untuk lebih
melibatkan masyarakat sekitar dalam program-program pengembangan
masyarakat. Bersama dengan tokoh masyarakat dan pemerintah setempat, Antam
juga membentuk Forum Komunikasi Masyarakat Nanggung Antam (FKMNA)
untuk dapat lebih menyerap aspirasi masyarakat sekitar tambang emas Pongkor.
Beranjak dari konsepsi ini maka perhatian yang mendalam terhadap upaya
pelestarian lingkungan serta partisipasi secara proaktif dalam pengembangan
masyarakat merupakan salah satu kunci kesuksesan kegiatan pertambangan. Agar
juga tercipta tanggungjawab sosial perusahaan yang berkelanjutan.

Simpulan
Kosep CSR sebenarnya beberapa puluh tahun yang lalu di beberapa
negara maju sudah mulai didengung-dengungkan sedangkan untuk proses
implementasinya masih sangat minim dikaranakan salah satu faktornya
adalah anggapan bahwa hanya akan menghabiskan dana perusahaan saja dan
tanpa adanya benefit yang nyata diterima perusahaan. Tetapi sekarang setelah
ada rekasi dari masyarakat akibat dampak negatif dari proses bisnisnya,
mereka merasa terancam kelangsungan usahanya dan baru beramai-ramai
membicarakan dan mengimplementasikan CSR. Meskipun beberapa entitas
telah menerapkan CSR, tetapi Motivasi perusahaan untuk melakukan kegiatan
tersebut hanya sebatas memenuhi kewajiban (kariatif) yang terkait dengan
undang-undang dan realisasi program tidak didasari semangat melayani
masyarakat lokal mengakibatkan perusahaan tidak melibatkan masyarakat dan
pemerintah daerah dan cenderung merasa lebih bertanggungjawab kepada
pemerintah pusat, yang idealnya program tersebut disinergikan dengan program
pembangunan regional pemerintah daerah. Untuk menjadikan program CSR yang
secara nyata dapat nmemberikan nilai bagi masyarakat dan lingkungan tentunya
harus ada sinergi antara CSR yang dilakukan perusahaan dengan program-
program pemerintah, khususnya daerah. Dengan begitu, maka akan terasa dampak

Jurnal Akuntansi Universitas Jember


Corporate social responsibility . 88

ComDev yang dilakukan perusahaan dan akan memberikan value added bagi
masyarakat dan akhirnya juga secara tidak langsung akan memberikan value
added bagi perusahaan dimata para investor karena mereka sekarang tidak lagi
hanya memperhatikan catatan keuangan (profit) perusahaan semata (single bottom
line), melainkan sudah meliputi aspek keuangan (profit), aspek sosial (people),
dan aspek lingkungan (planet) yang biasa disebut triple bottom line. Dan akan
menjadikan paradigma baru yaitu kewajiban tanggungjawab sosial perusahaan
yang berkelanjutan , bukan hanya sekedar slogan dan implementasinya secara
sukarela tetapi merupakan suatu keharusan bagi entitas bisnis. Semoga...

Daftar Pustaka

Agung, Ivan Valentine, 2007, Semburan Lumpur Lapindo dan Kegagalan


Negara, http://www.walhi.or.id

Desiandwi, Sherlina, 2006, “Pengaruh Ukuran Perusahaan dan Financial


Performance Terhadap Pengungkapan Informasi Lingkungan Hidup
(Environmental Disclosure) pada Laporan Tahunan Perusahaan”,
Skripsi, Fakultas Ekonomi Universitas Brawijaya, Malang
Djogo, Tony, 2006, Akuntansi Lingkungan, http://www.beritabumi.com
Harahap, Oky Syeiful R, 2005, Tanggung Jawab Sosial Perusahaan, Program
Magister Ilmu Hukum Bidang Kajian Utama Hukum Bisnis, Universitas
Padjadjaran. http://www.pdat.co.id
Lesmana, Timotheus, 2007, Program Corporate Social Responsibility
yang Berkelanjutan
Mirfazli, Edwin dan Nurdiono., 2007, “Evaluasi Pengungkapan Informasi
Pertanggungjawaban Sosial Pada Laporan Tahunan Perusahaan Dalam
Kelompok Aneka Industri Yang Go Publik di BEJ”, Jurnal Akuntansi dan
Keuangan, Vol. 12 No. 1
Mulyadi, 2003, Pengelolaan Program Corporate Social Responsibility :
pendekatan, keberpihakan dan keberlanjutan
Perum Jasa Tirta I, 2007, Corporate Social Responsibility (CSR), Sudah
Dianjurkan Sejak 1400 tahun yang lalu, http://www.bumn-ri.com
Saidi, Zaim dan Hamid Abidin 2004, Menjadi Bangsa Pemurah: Wacana dan
Praktek Kedermawanan Sosial di Indonesia, Jakarta: Piramedia
Setiawan, Ernesto, 2005, ”Kejahatan Korporasi di Teluk Buyat”,
http://www.jakarta.indymedia.org
Suharto, Edi, 2006, Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat: Kajian
Strategis Pembangunan Kesejahteraan Sosial dan Pekerjaan Sosial,
(edisi ke-2).: Refika Aditama, Bandung
Suharto, Edi, 2006, Pekerja Sosial Industri, CSR dan ComDev.: Refika Aditama,
Bandung
Wibowo, Pamadi, 2004, Tanggungjawab Sosial Perusahaan dan Masyarakat,
http://www.pdat.co.id

Jurnal Akuntansi Universitas Jember

Anda mungkin juga menyukai