Anda di halaman 1dari 174

Pertemuan 2

Prinsip Umum Surveilans


Kesehatan
Sejarah
Abad ke 14-15
Pada sekitar tahun 1348 di Eropa terjadi epidemi atau wabah
penyakit pneumonia karena pes (pneumonia plague) dan
dikenal dengan istilah “Black Death”.
Republik Venesia (The Venetian Republic) mengangkat
pengawas kesehatan yang bertugas untuk mendeteksi dan
menolak kapal-kapal yang memiliki penumpang terinfeksi
penyakit pes sebelum memasuki negara tersebut.
Deteksi penyakit ini merupakan tindakan yang dapat
dianggap sebagai kegiatan surveilans yang dilakukan secara
primitif oleh suatu negara dibenua Eropa untuk pertama
kalinya.
Abad ke 16-17
Pencatatan kematian mulai dilakukan di beberapa kota-kota
besar di negara Eropa.
Undang-undang tentang kematian di London atau yang
dikenal dengan “London Bills of Mortality”.
Para sekretaris paroki (Parish Clerks) di ibukota London
mulai mencatat dan melaporkan setiap minggunya, tentang
orang-orang yang dikubur dan penyebab kematiannya pada
“The Hall of Parish Clerks” Company.
Laporan ini kemudian diterbitkan secara mingguan kepada
yang memerlukan dan disebut dengan “Bill Mortality”
sehingga tindakan yang sesuai dapat diambil secara konkrit.
Abad ke 17
Laporan mingguan secara ilmiah disusun pertama kali oleh
John Graunt pada tahun 1662.
Laporan ini memuat informasi tentang jumlah penduduk kota
London dan jumlah yang meninggal karena sebab tertentu.
Dengan demikian John Graunt adalah orang yang pertama
kali yang mempelajari konsep jumlah dan pola penyakit
secara epidemiologis, yang menerbitkan buku yang berjudul
“Natural and Political Observation on the Bills of Mortality”.
Abad ke 18
Johann Peter Frank (1776); Kegiatan surveilans dengan
mengangkat polisi kesehatan di Jerman.
Pengawasan dilakukan terhadap kesehatan anak sekolah, ibu
dan anak, pencegahan kecelakaan, pemeliharaan air dan
limbah
Tahun 1741, Amerika melaksanakan Surveilans. “Rhode Island”
mengeluarkan peraturan bahwa pegawai restoran wajib
melaporkan penyakit menular yang diderita
Dua tahun berikut diwajibkan untuk lapor tentang penyakit
Kolera, Demam kuning, Cacar
Abad ke 19-20
Willian Farr bertugas mengumpulkan, mengolah, menganalisa dan
menginterpretasi statistik vital serta menyebarluaskan hasilnya dalam
bentuk laporan mingguan, bulanan dan tahunan.
Tindakan Farr diikuti dan diperluas oleh Edwin Chadwick dan Louis Rene
Villerme Shattuck.
Kebutuhan data penyebab kematian yang lebih akurat mendorong
pemerintah Inggris untuk membentuk Kantor Pencatatan Umum pada
tahun 1836 dan pada tahun berikutnya diberlakukan pencatatan dan
pemberian sertifikat kematian.
Penyusunan nomenklatur internasional nama-nama penyakit dan
penyebab kematian.
William Farr dikenal sebagai bapak pendiri konsep surveilans secara
modern.
Abad ke 19-20
Definisi
“the ongoing systematic collection, analysis, and
interpretation of health-related data essential to the
planning, implementation, and evaluation of public
health practice, closely integrated with the timely
disseminationof these data to those who need to know.
The final link in the surveillance chain is the
application of these data to prevention and control”

(CDC)
Definisi

the continuous, systematic collection, analysis and


interpretation of health-related data needed for the
planning, implementation, and evaluation of public
health practice

(WHO)

Definisi
Surveilans Kesehatan adalah kegiatan pengamatan
yang sistematis dan terus menerus terhadap data
dan informasi tentang kejadian penyakit atau
masalah kesehatan dan kondisi yang mempengaruhi
terjadinya peningkatan dan penularan penyakit atau
masalah kesehatan untuk memperoleh dan
memberikan informasi guna mengarahkan tindakan
pengendalian dan penanggulangan secara efektif
dan efisien.
(Peraturan Menteri Kesehatan RI No 45 Tahun 2014)
Surveilans merupakan suatu kegiatan yang dilakukan
secara berkesinambungan, bukan suatu kegiatan yang
hanya dilakukan pada suatu waktu.

Kegiatan surveilans bukanhanya berhenti pada proses


pengumpulan data, namun yang jauh lebih penting
dari itu perlu adanya suatu analisis, interpretasi data
serta pengambilan kebijakan berdasarkan data
tersebut, sampai kepada evaluasinya.
Data yang dihasilkan dalam sistem surveilans
haruslah memiliki kualitas yang baik karena data ini
merupakan dasar yang esensial dalam menghasilkan
kebijakan/ tindakan yang efektif dan efisien.
Penyelenggaraan Surveilans Kesehatan harus
mampu memberikan gambaran epidemiologi yang
tepat berdasarkan dimensi waktu, tempat dan
orang.
Tujuan
Menyediakan informasi
tentang situasi,
kecenderungan
penyakit/masalah kesehatan,
Terselenggaranya investigasi
dan faktor risikonya sebagai
dan penanggulangan
bahan pengambilan
KLB/Wabah.
keputusan.
Dasar penyampaian informasi
Terselenggaranya
kesehatan kepada para pihak
kewaspadaan dini terhadap
yang berkepentingan sesuai
kemungkinan terjadinya
dengan pertimbangan
KLB/Wabah dan dampaknya.
kesehatan.
Fungsi dasar Surveilans Kesehatan tidak hanya untuk
kewaspadaan dini penyakit yang berpotensi
terjadinya Kejadian Luar Biasa (KLB), tetapi juga
sebagai dasar perencanaan dan pengambilan
keputusan program kesehatan jangka menengah dan
jangka panjang.
Prinsip Umum
Sasaran penyelenggaraan Surveilans Kesehatan
meliputi program kesehatan yang ditetapkan
berdasarkan prioritas nasional, spesifik lokal
atau daerah, bilateral, regional dan global, serta
program lain yang dapat berdampak terhadap
kesehatan.
Surveilans Kesehatan di Indonesia

Surveilans Penyakit Surveilans Penyakit


Menular Tidak Menular

Surveilans Kesehatan Surveilans


Lingkungan Kesehatan Matra

Surveilans Masalah Kesehatan Lainnya


*Menteri dapat menetapkan jenis Surveilans Kesehatan lain sesuai
dengan kebutuhan kesehatan.
Bentuk Penyelenggaraan Surveilans
Kesehatan

Surveilans Berbasis Indikator

Surveilans Berbasis Kejadian


Surveilans Berbasis
Indikator
Surveilans berbasis indikator Data
terstr
dilakukan untuk memperoleh t uk tu r
dima er sebut
gambaran penyakit, faktor risiko dan nfaat
kan d
masalah kesehatan dan/atau masalah rangk alam
kewa a
yang berdampak terhadap kesehatan spad
aan d
yang menjadi indikator program peny ini
atau a kit
dengan menggunakan sumber data masa
keseh lah
yang terstruktur (contoh:laporan atan.
mingguan/bulanan kasus, kunjungan
neonatal)
Surveilans Berbasis
Kejadian
Kegia
Surveilans berbasis kejadian tan s
berba urvei
sis ke lans
dilakukan untuk menangkap dan dilak ja dian
ukan
memberikan informasi secara cepat kegia mela
tan v lui
tentang suatu penyakit, faktor terha erifik
dap r asi
risiko, dan masalah kesehatan, terka umor
it kes
atau ehata
dengan menggunakan sumber data b e r n
terha damp
selain data yang terstruktur dap k ak
di wil eseha
(menangkap masalah kesehatan yang ayah tan
terse
tidak tertangkap melalui but.
surveilans berbasis indikator).
Aktivitas Pengumpulan Data
Surveilans Kesehatan

Aktif

Pasif
Analisis data dilakukan dengan metode epidemiologi
deskriptif dan/atau analitik untuk menghasilkan
informasi yang sesuai dengan tujuan surveilans yang
ditetapkan.
Informasi yang Besaran Faktor risiko
dihasilkan dari masalah

Surveilans Patogenisitas,
Kesehatan Endemisitas virulensi, mutasi

digunakan
Status Kualitas
sebagai KLB/wabah pelayanan
pedoman untuk
pengambilan Kinerja Dampak
keputusan* program program

*Pengambilan keputusan dapat berbentuk kebijakan teknis, penetapan keputusan, atau pengaturan.
Diseminasi informasi dilakukan dengan
cara:
Menyampaikan informasi kepada unit yang
membutuhkan untuk dilaksanakan tindak lanjut;
Menyampaikan informasi kepada Pengelola
Program sebagai sumber data/laporan surveilans
sesuai ketentuan peraturan perundangundangan;
Memberikan umpan balik kepada sumber data
dalam rangka perbaikan kualitas data.
Koordinasi,
Jejaring Kerja,
dan
Kemitraan
Koordinasi, jejaring
kerja, dan kemitraan
diarahkan untuk:

Identifikasi masalah kesehatan dan/atau masalah


yang berdampak terhadap kesehatan
Kelancaran pelaksanaan investigasi dan respon cepat
Keberhasilan pelaksanaan penanggulangan
KLB/wabah
Peningkatan dan pengembangan kapasitas teknis
dan manajemen sumber daya manusia
Pengelolaan sumber pendanaan.
Pembinaan dan pengawasan terhadap
penyelenggaraan Surveilans Kesehatan dilakukan
oleh Menteri, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi,
dan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
sesuai tugas dan fungsi masing-masing untuk:

Meningkatkan kualitas data dan informasi;


Meningkatkan kewaspadaan dini KLB dan
respons;
Meningkatkan kemampuan penyelidikan
epidemiologi.
Pembinaan dan pengawasan terhadap
penyelenggaraan Surveilans Kesehatan dilakukan
melalui asistensi teknis, bimbingan teknis, dan audit.
PERTEMUAN 3

PERENCANAAN SISTEM
SURVEILANS KESEHATAN
Review materi sebelumnya
SURVEILANS
KESEHATAN

Kegiatan pengamatan yang sistematis dan terus-menerus terhadap data


dan informasi tentang kejadian penyakit atau masalah kesehatan dan
kondisi yang mempengaruhi terjadinya peningkatan dan penularan
penyakit atau masalah kesehatan untuk memperoleh dan memberikan
informasi guna mengarahkan tindakan pengendalian dan
penanggulangan secara efektif dan efisien.

Permenkes No 45 Tahun 2014


Tentang Penyelenggaraan Surveilans Kesehatan
Tujuan Sistem Surveilans
menilai status kesehatan masyarakat,
melacak kondisi kesehatan masyarakat yang
penting,
mendefinisikan prioritas kesehatan
masyarakat,
mengevaluasi program dan mengembangkan
program kesehatan masyarakat
memungkinkan peneliti menghasilkan
hipotesis untuk mengidentifikasi area untuk
penyelidikan lebih lanjut
Manfaat Sistem Surveilans
Memperkirakan besarnya masalah kesehatan secara
kuantitatf
Menggambarkan riwayat alamiah penyakit
Deteksi adanya kejadian luar biasa/wabah
Dokumentasi distribusi dan penyebaran masalah kesehatan
Fasilitasi penelitian epidemiologi dan laboratorium
Menghasilkan dan menguji hipotesis
Manfaat Sistem Surveilans
Evaluasi tindakan pengendalian dan pencegahan
Pemantauan perubahan agen infeksius
Pemantauan kegiatan intervensi
Deteksi perubahan dalam praktik kesehatan
Perencanaan tindakan kesehatan masyarakat dan
penggunaan sumber daya
Alokasi sumber daya pencegahan dan perawatan
Fungsi Inti
•Deteksi
•Pelaporan
•Investigasi & konfirmasi
•Analisis & interpretasi
•Aksi/ respons
Fungsi Penunjang
•Pelatihan
•Supervisi
•Sumber daya
•Standard / panduan
SESI 3

PERENCANAAN SISTEM
SURVEILANS KESEHATAN
MENGAPA SISTEM SURVEILANS
PERLU DIRENCANAKAN?
Memenuhi kebutuhan masyarakat (yg
senantiasa) berubah
Memenuhi kebutuhan kesehatan
masyarakat (yg senantiasa) berubah
Memperoleh informasi untuk aksi/ tindak
lanjut
Tahap Perencanaan Surveilans

1 2 3
Menetapkan Mengembangkan Mengembangkan
tujuan definisi kasus sistem pengumpulan
data
Tahap Perencanaan Surveilans

4 5 6
Mengembangkan Menguji metode Mengembangkan
instrumen di lapangan pendekatan analisis
pengumpulan data data
Tahap Perencanaan Surveilans

7 8
Menentukan Menentukan
mekanisme metode evaluasi
diseminasi
1. Menetapkan Tujuan
Perencanaan sistem surveilans dimulai dengan pemahaman
yang jelas tentang tujuan surveilans, yaitu jawaban atas
pertanyaan, "Apa yang ingin Anda ketahui?"
Dalam konteks kesehatan masyarakat, pengawasan mungkin
dilakukan untuk memenuhi berbagai tujuan, termasuk
penilaian status kesehatan masyarakat, menentukan prioritas
kesehatan, evaluasi program, dan alokasi sumber daya.
Masalah kesehatan dengan prioritas tinggi harus diawasi
oleh sistem surveilans. Pendekatan kuantitatif dan kualitatif
dapat digunakan dalam menentukan masalah kesehatan
mana yang menjadi prioritas.
Kriteria untuk mengidentifikasi masalah kesehatan yang
prioritas untuk dilakukan surveilans:
• Frekuensi (insidens, prevalensi, kematian)
• Keparahan (rasio kasus yang fatal, tingkat rawat inap, tingkat k
kecacatan, tahun potensi nyawa hilang (DALYS), kualitas hidup
disesuaikan tahun hilang
• Biaya (biaya langsung dan tidak langsung) 
• Kemampuan untuk dicegah
• Penularan
• Kepentingan umum
Begitu tujuan dan kebutuhan untuk sistem surveilans
telah diidentifikasi, metode untuk memperoleh,
menganalisis, menyebarkan, dan menggunakan
informasi ditentukan dan diterapkan
Sistem surveilans harus cukup fleksibel untuk memenuhi
kebutuhan masyarakat dan untuk mengakomodasi
perubahan pola penyakit dan cedera.
Sistem harus memberikan informasi yang cukup sehingga
dapat ditindaklanjuti dengan tepat waktu.
Semua hal ini harus dipertimbangkan dengan hati-hati
dalam merancang sistem agar dapat memenuhi kebutuhan
dan tidak membebani (biaya pelaksanaannya efisien)
2. Mengembangkan Definisi Kasus
Surveilans kesehatan masyarakat sangat bergantung
pada definis kasus yang jelas (mencakup kriteria orang,
tempat, dan waktu, pemeriksaan klinis atau laboratorium,
dan gambaran epidemiologi)untuk menentukan derajat
kepastian mengenai diagnosis kasus.
Apakah kasus tersebut dikategorikan sebagai kasus yang
"dicurigai (suspect)" atau "dikonfirmasi (confirmed)".
3. Mengembangkan Sistem
Pengumpulan Data
Data tentang penyakit, cedera, dan faktor risiko dapat
dikumpulkan dengan berbagai cara.

Mekanisme pengumpulan data disesuaikan dengan


tujuan dari sistem surveilans.
Sumber Data
Aktivitas Pengumpulan Data
Sistem surveilans diklasifikasikan sebagai surveilans pasif
atau aktif berdasarkan aktivitas pengumpulan datanya.
- Surveilans Pasif
- Surveilans Aktif
Surveilans Pasif
Penyelenggaraan surveilans dimana unit surveilans
mengumpulkan data dengan cara menerima data dari
Fasilitas Pelayanan Kesehatan, masyarakat atau sumber
data lainnya, dalam bentuk rekam medis, buku register
pasien, laporan data kesakitan/kematian, laporan
kegiatan, laporan masyarakat dan bentuk lainnya.
Karakteristik Surveilans Pasif
Sederhana
Tidak memberatkan
Terbatas variabilitasnya
Dapat tidak representatif
Dapat gagal mengidentifikasi outbreak (letusan)
Dapat menggambarkan kecenderungan (trends)
Surveilans Aktif
Penyelenggaraan surveilans epidemiologi, dimana unit
surveilans mendapatkan data secara langsung dari
Fasilitas Pelayanan Kesehatan, masyarakat atau sumber
data lainnya, melalui kegiatan Penyelidikan
Epidemiologi, surveilans aktif puskesmas/rumah sakit,
survei khusus, dan kegiatan lainnya.
Karakteristik Surveilans Aktif
Dapat memvalidasi kerepresentatifan dari data yang
dikumpulkan secara pasif
Menjamin laporan lebih lengkap
Dapat digunakan bersama investigasi khusus
Dapat digunakan untuk periode yang singkat
Keamanan dan kerahasiaan data merupakan hal penting
yang harus diperhatikan dalam sistem surveilans. 🡪
dilindungi oleh peraturan atau kebijakan
4. Mengembangkan Instrumen
Pengumpulan Data
Standardisasi instrumen

Kemampuan untuk menghubungkan berbagai jenis


informasi dari format instrumen yg berbeda, khususnya
untuk subyek yang sama
Pengujian di lapangan dapat menunjukkan seberapa
siap sistem surveilans dalam mengumpulkan informasi,
mendeteksi masalah yang timbul saat pengumpulan
data atau masalah lainnya.
Pengujian di lapangan juga dapat menilai dan
membandingkan pendekatan apa yang digunakan atau
metode yang lebih sesuai untuk diterapkan dalam
sistem surveilans.
Elemen yang diuji di lapangan meliputi jenis data, sumber
data, metode pengumpulan data, prosedur penanganan
informasi
6. Mengembangkan Metode
Analisis Data
Menentukan dengan tepat pendekatan analisis data yang
akan digunakan harus menjadi bagian dalam perencanaan
suatu sistem surveilans.

Menjamin bahwa sumber data dan proses pengumpulan


adekuat/ memadai.
7. Menentukan Mekanisme Diseminasi
Informasi yang dihasilkan dari analisis data harus disampaikan
dengan cara yang tepat sehingga para pembuat keputusan dapat
menagkap informasi tersebut dan memahami implikasinya.

Pengetahuan tentang karakteristik audiens dan bagaimana


mereka memanfaatkan informasi tersebut merupakan pertimbangan
yang digunakan dalam menentukan mekanisme diseminasi atau
komunikasi.
Pengguna utama dari informasi yang dihasilkan oleh sistem
surveilans adalah tenaga kesehatan masyarakat dan penyedia
pelayanan kesehatan.

Media memiliki peran penting dalam menyajikan dan


menguatkan pesan yang ingin disampaikan. 🡪 Inovasi dalam
menyajikan informasi agar menarik
8. Menentukan Metode Evaluasi
Apakah tujuannya tercapai?
Apakah informasinya tepat waktu?
Apakah informasinya bermanfaat?
Haruskah sistem tsb dilanjutkan?
Bagaimana agar sistem dapat diperkuat dan direvisi?
Dalam merancang sistem surveilans, keterlibatan pihak lain
diperlukan untuk
Meningkatkan kesanggupan bahwa data yang
dibutuhkan
akan terkumpul
Memfasilitasi (memudahkan) komunikasi
Meningkatkan konsensus
Klinisi
Pembuat kebijakan
Rumah sakit

Pihak yang
Lembaga sukarela

Terlibat
Kelompok profesional
Laboratorium
Departemen kesehatan
Pengelola program
Kelompok masyarakat
Pemerintah Daerah
Referensi
Lee, L. M., Thacker, S. B., & Louis, M. E. S.
(2010). Principles and practice of public health
surveillance. Oxford University Press, USA.
TERIMA
KASIH
Pertemuan 4
SUMBER DATA
SISTEM SURVEILANS
KESEHATAN MASYARAKAT
KEGIATAN SURVEILANS
KEGIATAN SURVEILANS
DATA
1 SUMBER DATA 3 METODE PENGUMPULAN
DATA (AKTIVITAS
PENGUMPULAN DATA)

2 INSTRUMEN PENGUMPULAN 4 PELAPORAN DATA


DATA
SUMBER DATA Jenis data dapat berupa data kesakitan,
kematian, dan faktor risiko.

1 SUMBER
Laporan DATA
rutin kasus penyakit

2 Rekam medis

3 Statistik vital

4 Kohort, register
5 Survei

6 Sumber data lain


SUMBER DATA
Data kesakitan yang dapat diperoleh dari unit pelayanan kesehatan dan masyarakat.
Data kematian yang dapat diperoleh dari unit pelayanan kesehatan serta laporan kantor
pemerintah dan masyarakat.
Data demografi yang dapat diperoleh dari unit statistik kependudukan dan masyarakat
Data geografi yang dapat diperoleh dari unit unit meteorologi dan geofisika
Data laboratorium yang dapat diperoleh dari unit pelayanan kesehatan dan masyarakat.
Data kondisi lingkungan
Laporan wabah
Laporan penyelidikan wabah/KLB
Laporan hasil penyelidikan kasus perorangan
Studi epidemiology dan hasil penelitian lainnya
Data hewan dan vektor sumber penular penyakit
Laporan kondisi pangan, dll
SUMBER DATA
INSTRUMEN PENGUMPULAN DATA
Dalam melaksanakan kegiatan pengumpulan data, diperlukan instrumen
sebagai alat bantu.
Instrumen dibuat sesuai dengan tujuan surveilans yang akan dilakukan dan
memuat semua variabel data yang diperlukan.
Contoh:
Sumber data laporan penyakit --> formulir pencatatan penyakit
Sumber data dari survei --> instrumen yang digunakan kuesioner, checklist,
pedoman wawancara, dll
METODE PENGUMPULAN DATA

Aktivitas pengumpulan data dilakukan dengan cara aktif dan pasif


(Surveilans aktif atau surveilans pasif)
Metode pengumpulan data dapat dilakukan melalui wawancara,
pengamatan, pengukuran, dan pemeriksaan terhadap sasaran.
PELAPORAN DATA

Unit sumber data menyediakan data yang diperlukan dalam


penyelenggaraan surveilans, termasuk rumah sakit, puskesmas,
laboratorium, unit penelitian, unit program - sektor dan unit statistik
lainnya.
Waktu pelaporan data dapat bersifat segera (maksimal 1x24 jam),
mingguan, bulanan, atau triwulanan.
PELAPORAN
DATA
DAFTAR
PENYAKIT
YANG WAJIB
DILAPORKAN
Diskusi Kelompok

Identifikasi sumber data yang


digunakan oleh masing-masing
surveilans kesehatan yang
dilaksanakan di Indonesia
TERIMA KASIH
PERTEMUAN 5

ANALISIS DAN INTERPRETASI DATA


SURVEILANS KESEHATAN
ANALISIS DAN INTERPRETASI DATA

1 MANAJEMEN DATA 3 INTERPRETASI DATA

2 TEKNIK ANALISIS DATA


MANAJEMEN DATA
Sebelum data diolah dilakukan pembersihan koreksi dan cek ulang,
selanjutnya data diolah dengan cara perekaman data,
validasi,pengkodean, alih bentuk (transform) dan pengelompokan
berdasarkan variabel tempat, waktu, dan orang
Hasil pengolahan dapat berbentuk tabel, grafik, dan peta menurut
variabel golongan umur, jenis kelamin, tempat dan waktu, atau
berdasarkan faktor risiko tertentu.
Setiap variabel tersebut disajikan dalam bentuk ukuran epidemiologi
yang tepat (rate, rasio dan proporsi).
ANALISIS DATA
Analisis data dilakukan dengan menggunakan metode epidemiologi
deskriptif dan/atau analitik untuk menghasilkan informasi yang sesuai
dengan tujuan surveilans yang ditetapkan.
Analisis dengan metode epidemiologi deskriptif dilakukan untuk
mendapat gambaran tentang distribusi penyakit atau masalah kesehatan
serta faktor-faktor yang mempengaruhinya menurut waktu, tempat
dan orang
ANALISIS DATA
Analisis dengan metode epidemiologi analitik dilakukan untuk mengetahui
hubungan antar variable yang dapat mempengaruhi peningkatan kejadian
kesakitan atau masalah kesehatan.
Untuk mempermudah melakukan analisis dengan metode epidemiologi
analitik dapat menggunakan alat bantu statistik (SPSS, STATA, Epi Info,
dll)
INTERPRETASI DATA
Interpretasi data merupakan suatu kegiatan yang menggabungkan hasil
analisis dengan pernyataan, kriteria, atau standar tertentu untuk
menemukan makna dari data tersebut (Memberikan penafsiran)
DISEMINASI

Diseminasi informasi dapat disampaikan dalam bentuk


buletin, surat edaran, laporan berkala, forum
pertemuan, termasuk publikasi ilmiah.
Diseminasi informasi dilakukan dengan
memanfaatkan sarana teknologi informasi yang
mudah diakses.
AKSI

Tindakan pencegahan dan pengendalian penyakit /


masalah kesehatan dan faktor risiko
Penguatan sistem kewaspadaan dini (SKD)
Optimalisasi implementasi kebijakan
Penguatan kegiatan kolaborasi dengan lintas sektor
(penguatan jejaring surveilans)
MONITORING DAN EVALUASI
Monitoring dilaksanakan secara berkala untuk mendapatkan informasi
atau mengukur indikator kinerja kegiatan.
Monitoring dilaksanakan sebagai bagian dalam pelaksanaan surveilans
yang sedang berjalan.
Monitoring akan mengawal agar tahapan pencapaian tujuan kegiatan
sesuai target yang telah ditetapkan.
Bila dalam pelaksanaan monitoring ditemukan hal yang tidak sesuai
rencana, maka dapat dilakukan koreksi dan perbaikan pada waktu yang
tepat
MONITORING DAN EVALUASI
Evaluasi dilaksanakan untuk mengukur hasil dari Surveilans Kesehatan
yang telah dilaksanakan dalam perode waktu tertentu.
Disebabkan banyaknya aspek yang berpengaruh dalam pencapaian suatu
hasil, maka evaluasi objektif harus dapat digambarkan dalam menilai
suatu pencapaian program.
Peran dan kontribusi Surveilans Kesehatan terhadap suatu perubahan dan
hasil program kesehatan harus dapat dinilai dan digambarkan dalam
proses evaluasi.
Dalam rangka penyelenggaraan Surveilans Kesehatan,
dibangun dan dikembangkan koordinasi, jejaring kerja,
dan kemitraan antar instansi pemerintah dan pemangku
kepentingan baik di pusat, provinsi, maupun
kabupaten/kota.
identifikasi masalah kesehatan dan/atau
masalah yang berdampak terhadap
* kesehatan;

kelancaran pelaksanaan investigasi dan


* respon cepat;

keberhasilan pelaksanaan penanggulangan


* KLB/wabah;

peningkatan dan pengembangan kapasitas


Koordinasi, jejaring kerja, dan
kemitraan dalam
* teknis dan manajemen sumber daya manusia;

penyelenggaraaan surveilans
diarahkan untuk:
* pengelolaan sumber pendanaan
Masyarakat juga berperan dalam
penyelenggaraan Surveilans Kesehatan, yaitu
untuk meningkatkan kualitas data dan
informasi.
penyampaian data dan informasi;
*
pemberian bantuan sarana, tenaga
* ahli, dan pendanaan

pengembangan teknologi informasi


*
sumbangan pemikiran dan pertimbangan

Peran masyarakat * berkenaan dengan penentuan kebijakan


dan/atau penyelenggaraan Surveilans
Kesehatan
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
Pembinaan dan pengawasan terhadap penyelenggaraan Surveilans
Kesehatan dilakukan oleh Menteri, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi,
dan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota sesuai tugas dan fungsi
masing-masing
Diskusi Kelompok

Analisis dan interpretasikan data


surveilans kesehatan masyarakat.
TERIMA KASIH
Evaluasi Sistem Surveilans
Evaluasi Surveilans

Monitoring  proses rutin pengumpulan data


dan analisis indikator untuk mengukur kemajuan
sistem surveilans dalam mencapai tujuannya

Evaluasi  menilai relevansi, efektivitas dan


dampak pelaksanaan sistem surveilans,
dilakukan secara periodik
Evaluasi Surveilans

Tujuan dilakukannya evaluasi sistem surveilans 


memastikan sistem surveilans berjalan efektif dan
efisien  rekomendasi: meningkatkan kualitas
surveilans, efisiensi, dan kegunaan/manfaat.
Evaluasi Surveilans
Sistem surveilans perlu dievaluasi secara periodik
untuk:
1. Menilai performa dan menentukan seberapa baik
sistem surveilans dalam mencapai tujuan.
2. Memastikan pengumpulan daa cukup (adekuat) dan
efektif
3. Mengembangkan rekomendasi untuk meningkatkan
kualitas, efisiensi, manfaat, dan optimalisasi sumber
daya
(CDC, 2001)
A.Engange Stakeholders
Stakeholders  orang/organisasi/pihak yang menggunakan data dari
sistem surveilans sebagai dasar untuk melakukan
kegiatan promosi kesehatan, pencegahan, dan
pengendalian penyakit/masalah kesehatan.

Stakeholders dapat memberikan input atau masukan


untuk memastikan/menjamin bahwa evaluasi sistem surveilans
membahas pertanyaan-pertanyaan yang tepat, menilai atribut-
atribut terkait, dan menghasilkan temuan yang dapat diterima
dan bermanfaat.
B. Describe the Surveillance
System to be Evaluated

Membangun sistem surveilans yang seimbang dan andal,


dibutuhkan banyak sumber informasi  berkonsultasi
dengan berbagai pihak yang terlibat dalam sistem dan
memeriksa apa yang dilaporkan oleh sistem dengan
pengamatan langsung
B. Describe the Surveillance
System to be Evaluated

Kegiatan yang dilakukan meliputi:


1. Menjelaskan pentingnya kesehatan masyarakat dari
peristiwa terkait kesehatan yang diamati oleh sistem
surveilans
2. Menjelaskan tujuan dan pelaksanaan sistem
surveilans
3. Menjelaskan sumber daya yang digunakan untuk
menjalankan sistem surveilans
B1.Public Health Importance
Parameter yang digunakan untuk mengukur seberapa penting
peristiwa terkait kesehatan yang akan dimonitor dalam sistem
surveilans
• Besarnya frekuensi (e.g., kasus/kematian, insidens, prevalens)
• Keparahan (e.g angka rawat inap, CFR)
• Adanya disparitas atau ketidakmerataan
• Biaya terkait masalah kesehatan
• Kemampuan pencegahan
• Praktik klinis tanpa adanya intervensi
• Kepentingan umum
B.2. Purpose and Operation

• List purpose and objectives of the system


• Describe planned uses of the data from the system
• Describe health-related event under surveillance, including the
case definition(s)
• Describe components of surveillance system (e.g., population,
time period, data sources, what/how data are collected, policies
and procedures re: data management and privacy etc.)
• Describe where in the organization the system resides and the
level of integration with other systems, if appropriate
• Draw a flow chart of the system
B.3. Resources Used

Include only those resources directly required to operate a public


health surveillance system (e.g., direct costs) such as:

• Funding source(s) – if applicable


• Personnel requirements  Person-time required for collection,
analysis, interpretation and dissemination of data
• Other resources  Training, supplies, equipment (i.e., computer
hardware/software), internet access, mail/phone/fax, laboratory
support
C. Focus The Evaluation Design

Determine the specific purpose of the evaluation

• Identify stakeholders who will receive the findings and


recommendations of the evaluation (i.e., intended users)
• Consider what will be done with the information generated
from the evaluation (i.e., intended uses)
• Specify questions that will be answered by the evaluation
• Determine standards for assessing the system’s
performance
D. Gather Evidence
• Indicate the level of usefulness of the surveillance
system by:
Describing the actions taken as a result of analysis
and interpretation of the data collected by the system
Characterizing the entities that have used the data to
make decisions and take action
Listing other anticipated uses of the data

• Describe the key system attributes


Atribut Surveilans

Karakteristik-karakteristik yang melekat pada


suatu kegiatan surveilans, yang digunakan
sebagai parameter keberhasilan suatu
surveilans
Atribut Surveilans

1. Simplicity (Kesederhanaan) 7. Timeliness (Ketepatan waktu)

2. Flexibility (Fleksibel atau tidak kaku) 8. Kualitas Data

3. Acceptability (akseptabilitas) 9. Stabilitas

4. Sensitivity (sensitifitas)
5. Predictive value positif (memiliki nilai prediksi positif)
6. Representativeness (Keterwakilan)
1. Simplicity (Kesederhanaan)

Kegiatan surveilans memiliki struktur dan


sistem pengoperasian yang sederhana tanpa
mengurangi tujuan yang ditetapkan  alur
pelaporan mudah, definisi kasus mudah
diterapkan
2. Flexibility (Fleksibel)

Kegiatan surveilans dapat menyesuaikan dengan


perubahan informasi dan/atau situasi tanpa
menyebabkan penambahan yang berarti pada
sumberdaya antara lain biaya, tenaga, dan waktu 
merubah format laporan W2 menjadi EWARS (Early
Warning And Response System) melalui WA/SMS
3. Acceptability (akseptabilitas)

Para pelaksana atau organisasinya mau secara aktif


berpartisipasi untuk mencapai tujuan surveilans yaitu
menghasilkan data/informasi yang akurat, konsisten,
lengkap, dan tepat waktu.
4. Sensitivity (sensitifitas)

Kegiatan surveilans mampu mendeteksi Kejadian


Luar Biasa (KLB) dengan cepat.

Sensitifitas suatu surveilans dapat dinilai pada dua


tingkatan, yaitu pada tingkat pengumpulan data, dan
pada tingkat pendeteksian proporsi suatu kasus
penyakit.
5. Predictive value positif
(memiliki nilai prediksi positif)

Kegiatan surveilans mampu mengidentifikasi suatu


populasi (sebagai kasus) yang kenyataannya
memang kasus.

Kesalahan dalam mengidentifikasi KLB disebabkan


oleh kegiatan surveilans yang memiliki predictive
value positif (PVP) rendah.
6. Representativeness (Keterwakilan)

Kegiatan surveilans mampu menggambarkan secara


akurat kejadian kesehatan dalam periode waktu
tertentu dan distribusinya menurut tempat dan
orang.
7. Timeliness (Ketepatan waktu)

Ketepatan waktu berarti tingkat kecepatan atau


keterlambatan di antara langkah-langkah yang harus
ditempuh dalam suatu sistem surveilans.

Kegaiatan surveilans mampu menghasilkan


informasi tepat waktu sehingga dapat digunakan
untuk mengontrol KLB dari penyakit yang akut.
8. Kualitas Data

Kualitas data menggambarkan kelengkapan dan


validitas data yang terekam pada sistem surveilans
9. Stabilitas

Stabilitas berkenaan dengan reliabilitas dan


ketersediaan sistem surveilans.

Reliabilitas  kemampuan untuk mengumpulkan,


mengatur, dan menyediakan data secara tepat tanpa
kesalahan, ketersediaan  kemampuan untuk
dioperasikan ketika dibutuhkan (CDC, 2001).
E. Conclusion and Recommendation
• Derive conclusions from the gathered evidence
regarding the performance of the public health
surveillance system
• State whether the surveillance system is addressing
an important public health problem and is meeting its
objectives
• Make recommendations for improvements
/modifications that are SMART: Specific
Measurable Achievable Realistic Time scaled
F. Ensure Use & Share Lessons Learned

• Ensure that the findings from a public health


surveillance system evaluation are used and
disseminated appropriately.
• Strategies for communicating the findings from the
evaluation and recommendations should be tailored
to relevant audiences, including those who provided
data used for the evaluation.
• Follow-up may be necessary to remind intended
users of their planned uses and to prevent lessons
learned from becoming lost or ignored.
Referensi

• Updated Guidelines for Evaluating Public Health Surveillance


Systems (CDC 2001):
http://www.cdc.gov/mmwr/preview/mmwrhtml/rr5013a1.htm
http://www.cdc.gov/mmwr/preview/mmwrhtml/rr5013a1.htm
• Lee, L. M., Thacker, S. B., & Louis, M. E. S. (2010). Principles
and practice of public health surveillance. Oxford University
Press, USA.
Kejadian
Luar Biasa
KLB
vs
Wabah
Timbulnya atau meningkatnya kejadian
kesakitan dan/atau kematian yang
bermakna secara epidemiologi pada suatu UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4
TAHUN 1984 TENTANG WABAH PENYAKIT MENULAR
daerah dalam kurun waktu tertentu, dan
merupakan keadaan yang dapat menjurus
pada terjadinya wabah
Kejadian berjangkitnya suatu penyakit
menular dalam masyarakat yang jumlah
penderitanya meningkat secara nyata
melebihi dari pada keadaan yang lazim pada
Kejadian Luar Biasa waktu dan daerah tertentu serta dapat
(KLB) menimbulkan malapetaka
PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 1501/MENKES/PER/X/2010 TENTANG JENIS
PENYAKIT MENULAR TERTENTU YANG DAPAT
MENIMBULKAN WABAH DAN UPAYA PENANGGULANGAN Wabah
Jenis penyakit menular yang dapat menimbulkan
wabah:
1) Kolera 9) Malaria
2) Pes 10)Avian Influenza H5N1
3) Demam Berdarah 11)Antraks
Dengue 12)Leptospirosis
4) Campak 13)Hepatitis
5) Polio 14)Influenza A baru (H1N1)
6) Difteri 15)Meningitis
7) Pertusis 16)Yellow Fever
8) Rabies 17)Chikungunya
Penyakit menular tertentu lainnya yang dapat
menimbulkan wabah ditetapkan oleh Menteri
Penetapan Daerah KLB
Penetapan Daerah KLB
a. Timbulnya suatu penyakit menular tertentu yang sebelumnya tidak
ada atau tidak dikenal pada suatu daerah.
b. Peningkatan kejadian kesakitan terus menerus selama 3 (tiga) kurun
waktu dalam jam, hari atau minggu berturut-turut menurut jenis
penyakitnya.
c. Peningkatan kejadian kesakitan dua kali atau lebih dibandingkan
dengan periode sebelumnya dalam kurun waktu jam, hari atau
minggu menurut jenis penyakitnya.
d. Jumlah penderita baru dalam periode waktu 1 (satu) bulan
menunjukkan kenaikan dua kali atau lebih dibandingkan dengan
angka rata-rata per bulan dalam tahun sebelumnya.
Penetapan Daerah KLB
e. Rata-rata jumlah kejadian kesakitan per bulan selama 1 (satu) tahun
menunjukkan kenaikan dua kali atau lebih dibandingkan dengan
rata-rata jumlah kejadian kesakitan per bulan pada tahun
sebelumnya.
f. Angka kematian kasus suatu penyakit (Case Fatality Rate) dalam 1
(satu) kurun waktu tertentu menunjukkan kenaikan 50% (lima
puluh persen) atau lebih dibandingkan dengan angka kematian
kasus suatu penyakit periode sebelumnya dalam kurun waktu yang
sama.
g. Angka proporsi penyakit (Proportional Rate) penderita baru pada
satu periode menunjukkan kenaikan dua kali atau lebih dibanding
satu periode sebelumnya dalam kurun waktu yang sama.
Kejadian Luar Biasa Keracunan Pangan

Suatu kejadian dimana terdapat


dua orang atau lebih
yang menderita sakit dengan gejala yang sama atau
hampir sama setelah mengonsumsi pangan, dan
berdasarkan analisis epidemiologi, pangan tersebut
terbukti sebagai sumber keracunan.
Kepala dinas kesehatan kabupaten/kota, kepala dinas
kesehatan provinsi, atau Menteri dapat menetapkan
daerah dalam keadaan KLB, apabila suatu daerah
memenuhi salah satu kriteria
Kepala dinas kesehatan kabupaten/kota atau kepala
dinas kesehatan provinsi menetapkan suatu daerah
dalam keadaan KLB dengan menerbitkan laporan KLB
Penetapan Daerah Wabah
Penetapan Daerah Wabah

Menteri kesehatan menetapkan suatu daerah dalam keadaan


wabah dilakukan apabila situasi KLB berkembang atau meningkat
dan berpotensi menimbulkan malapetaka, dengan pertimbangan
sebagai berikut:

a. Secara epidemiologis data penyakit menunjukkan peningkatan


angka kesakitan dan/atau angka kematian.
b. Terganggunya keadaan masyarakat berdasarkan aspek sosial
budaya, ekonomi, dan pertimbangan keamanan.
Jadi,
Apa perbedaan KLB
dan Wabah?
PIHAK YANG DAMPAK
MENETAPKAN

CAKUPAN
JENIS
PENYAKIT
• Cakupan: Terjadi pada beberapa
Kab/Kota atau Provinsi
• Cakupan: Suatu wilayah tertentu • Ditetapkan oleh: Menteri
(Kab/Kota) • Jenis penyakit: Penyakit Menular (PM)
• Ditetapkan oleh: Kepala dinas kesehatan • Dampak: Dampak yang ditimbulkan
kabupaten/kota, kepala dinas kesehatan lebih besar, mengancam kesehatan
provinsi, atau Menteri masyarakat dan sektor kehidupan
• Jenis penyakit: PM, PTM, keracunan, lainnya
bencana dan kedaruratan
• Dampak: Dampaknya dialami pada
lingkup masyarakat di daerah
tersebut Wabah

Kejadian Luar Biasa (KLB)


Penanggulangan KLB/Wabah
Penanggulangan KLB/Wabah
a. penyelidikan epidemiologis;
b. penatalaksanaan penderita yang mencakup kegiatan pemeriksaan,
pengobatan, perawatan dan isolasi penderita, termasuk tindakan
karantina;
c. pencegahan dan pengebalan;
d. pemusnahan penyebab penyakit;
e. penanganan jenazah akibat wabah;
f. penyuluhan kepada masyarakat; dan
g. upaya penanggulangan lainnya.
Penyelidikan Epidemiologi

Penyelidikan yang dilakukan untuk mengenal sifat-sifat


penyebab, sumber dan cara penularan serta faktor yang dapat
mempengaruhi timbulnya wabah
Upaya penanggulangan lainnya antara lain berupa
meliburkan sekolah untuk sementara waktu, menutup fasilitas
umum untuk sementara waktu, melakukan pengamatan
secara intensif/surveilans selama terjadi KLB serta melakukan
evaluasi terhadap upaya penanggulangan secara keseluruhan.
Upaya penanggulangan secara dini dilakukan
kurang dari 24 (dua puluh empat) jam
terhitung sejak daerahnya memenuhi salah satu kriteria
KLB
Dalam rangka upaya penanggulangan KLB/Wabah, dibentuk
Tim Gerak Cepat di tingkat pusat, provinsi dan
kabupaten/kota.

Tim Gerak Cepat terdiri atas tenaga medis, epidemiolog


kesehatan, sanitarian, entomolog kesehatan, tenaga
laboratorium, dengan melibatkan tenaga pada
program/sektor terkait maupun masyarakat.
Pelaporan
Laporan adanya penderita atau tersangka penderita
penyakit menular tertentu yang dapat menimbulkan
wabah disebut laporan kewaspadaan.
Isi laporan kewaspadaan antara lain :

1. Nama penderita atau yang meninggal;


2. Golongan umur;
3. Tempat dan alamat kejadian;
4. Waktu kejadian;
5. Jumlah yang sakit dan meninggal.
Pelaporan KLB/Wabah meliputi
laporan penetapan, perkembangan dan laporan
penanggulangan KLB/Wabah
Tenaga kesehatan atau masyarakat wajib memberikan
laporan kepada kepala desa/lurah dan puskesmas terdekat
atau jejaringnya
selambat-lambatnya 24 (dua puluh empat) jam
sejak mengetahui adanya penderita atau tersangka penderita
penyakit tertentu
Pelaksanaan penanggulangan KLB/Wabah harus
dilaporkan secara berjenjang kepada Menteri dalam
kurun waktu kurang dari 24 (dua puluh empat) jam
dengan berpedoman pada format laporan KLB
(Formulir W1).
Laporan KLB disampaikan secara lisan dan tertulis.

Penyampaian secara lisan dilakukan dengan tatap muka,


melalui telepon, radio, dan alat komunikasi lainnya.

Penyampaian secara tertulis dapat dilakukan dengan surat,


faksimili, dan sebagainya.

Pendanaan yang timbul dalam upaya penanggulangan
KLB/Wabah dibebankan pada anggaran pemerintah
daerah.

Dalam kondisi pemerintah daerah tidak mampu


menanggulangi KLB/Wabah maka dimungkinkan untuk
mengajukan permintaan bantuan kepada Pemerintah
atau pemerintah daerah lainnya.
Dalam keadaan KLB/Wabah, Pemerintah dan
pemerintah daerah wajib menyediakan perbekalan
kesehatan meliputi bahan, alat, obat dan vaksin serta
bahan/alat pendukung lainnya
Pembinaan dan Pengawasan
Menteri, pemerintah daerah provinsi, pemerintah daerah kabupaten/kota
melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap penanggulangan
KLB/Wabah.
Kegiatan pembinaan dan pengawasan:
a. peningkatan kemampuan dan keterampilan dalam penanggulangan
KLB/Wabah;
b. peningkatan jejaring kerja dalam upaya penanggulangan KLB/Wabah;
c. pemantauan dan evaluasi terhadap keberhasilan penanggulangan
KLB/Wabah; dan
d. bimbingan teknis terhadap penanggulangan KLB/Wabah.
Referensi

• Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1501/MENKES/PER/X/2010


Tentang Jenis Penyakit Menular Tertentu Yang Dapat Menimbulkan
Wabah Dan Upaya Penanggulangan.
• Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 2 Tahun 2013 Tentang
Kejadian Luar Biasa Keracunan Pangan

Anda mungkin juga menyukai