Anda di halaman 1dari 3

DISKUSI KASUS HUBUNGAN ISTIMEWA DAN TRANSFER PRICING

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Perpajakan Internasional

Dosen Pengampu : Umi Sulistiyanti, SE.Ak,M.Acc,CA,CPA,BKP

Disusun Oleh :

Kelompok 5

1. Shinta Mutia Dewi - 20312353


2. Syafia Aleyda Mazaya - 20312378
3. Dhira Ayu Putri Agustin - 20312382
4. Nadila Regita Intan W. - 20312403
5. Razifa Anni Zahra - 20312406

Program Studi Akuntansi


Fakultas Bisnis dan Ekonomika
Universitas Islam Indonesia
Yogyakarta
2022/2023
1. Jelaskan poin-poin penting yang terdapat pada kasus PT TOYOTA !
Jawab:
● PT Toyota terdeteksi melakukan penghindaran pajak melalui transfer pricing ketika
dimulai dengan adanya pemeriksaan SPT Toyota secara simultan pada tahun 2005, 2007,
dan 2008. pemeriksaan ini dilakukan karena toyota mengklaim bahwa adanya kelebihan
bayar atau restitusi untuk dapat dikembalikan.
● Terdapatnya kekurangwajaran terhadap tujuan penggunaan transfer pricing yang
dilakukan toyota. Kebijakan toyota dengan memilih singapura sebagai negara perantara
penjualan ekspornya karena singapura mempunyai tarif pajak penghasilan korporasi
paling rendah di asia tenggara dan jauh berada dibawah indonesia. Hal ini menunjukkan
bahwa toyota memberikan insentif kepada perusahaan multinasional dengan
memindahkan pendapatannya dari indonesia ke singapura.
● Terdapat kejanggalan pada saat setelah toyota melakukan atau pasca restrukturisasi, pada
tahun 2004 dikatakan bahwa toyota mengalami penurunan laba yang mempengaruhi
penyetoran pajak. Sebelumnya toyota membayar pajak sekitar 500M, dan pasca
restrukturisasi hanya membayar 168M. Pada kenyataannya pada tahun 2004 tersebut
toyota mengalami kenaikan omset sekitar 40%, namun mengalami penurunan laba.
● Toyota diduga memainkan harga transaksi dengan pihak terafiliasi dan menambah biaya
lewat pembayaran royalti secara tidak wajar.
● PT Toyota melakukan ekspor kepada Toyota Motor Asia Pacific Pte., Ltd dan mengalami
kerugian karena harga jual lebih rendah dari HPPnya. Hal ini berbanding terbalik dengan
penjualan domestik yang memperoleh gross margin sebesar 3,43% sampai dengan
7,67%.

2. Sebutkan dan Jelaskan Pelanggaran yang dilakukan oleh PT TOYOTA dalam rangka
penghindaran pajak di Indonesia !
Jawab:
PT Toyota dalam rangka penghindaran pajak di Indonesia melakukan transfer pricing
dengan melakukan penjualan menggunakan transfer pricing di luar prinsip kewajaran dan
kelaziman usaha kepada perusahaan dan afiliasinya yang berada di singapura. Hal itu
diketahui ketika kebijakan ekspor PT Toyota Indonesia ke Toyota Motor Asia Pacific Pte,
Ltd di Singapura dibawah harga pokok penjualan.
SPT PT Toyota tahun 2007 menunjukkan bahwa perusahaan mengekspor 17.181 unit
mobil dengan merek fortuner ke Singapura dengan harga pokok penjualan sebesar Rp 161
juta per unit namun di dalam dokumen internal perusahaan mobil tersebut dijual lebih murah
3,49% dibanding nilai HPP nya.
Pada penjualan merek innova diesel maupun bensin yang dijual lebih murah
masing-masing 1,73% dan 5,14% dari HPP. lalu, pada ekspor mobil merk terios dan rush
perusahaan mendapat untung tetapi hanya 1,15% dan 2,69% dari biaya produksi.
Temuan tersebut semakin menguatkan dugaan karena PT Toyota Motor Manufacturing
Indonesia (TMMIN) melakukan penjualan produknya ke pembeli lokal di Indonesia dengan
harga yang berbeda. Pada penjualan dalam negeri, perusahaan memperoleh keuntungan bruto
sebesar 3,43% sampai 7,67% untuk mobil dengan merek yang sama seperti di atas.
Sehingga, DJP melakukan koreksi fiskal terhadap harga transaksi PT Toyota Motor
Manufacturing Indonesia (TMMIN) kepada Toyota Motor Asia Pacific Pte., Ltd Singapura.
Hasil koreksi adalah peredaran bruto penjualan TMMIN tahun 2007 meningkat drastis
menjadi Rp 27,5 T. Koreksi juga dilakukan untuk tahun 2008, karena terjadi ekspor dengan
harga transaksi diluar kewajaran. Hasil koreksi menunjukkan bahwa nilai omzet TMMIN
meningkat Rp 1,7 T menjadi Rp 34,5 T.
Pada tahun 2007, PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia melaporkan penghasilan
kena pajak sebesar Rp 426,9 M dan Rp 60,6 M tahun 2008. Karena merasa sudah membayar
lebih dari nilai tersebut, Toyota meminta restitusi atas kelebihan pajak sebesar Rp 412 M. Di
sisi lain, DJP tetap berdasar pada hasil temuannya, penghasilan Toyota (TMMIN) yang harus
dikenakan pajak adalah sebesar Rp 975 M untuk tahun 2007 dan Rp 2,45 T untuk tahun
2008. Terdapat kekurangan pajak yang masih harus dibayar TMMIN adalah sebesar Rp 1,22
T. Atas dasar hal tersebut, DJP menyimpulkan bahwa terjadi transaksi antar perusahaan
afiliasi dengan harga transaksi yang tidak wajar atau disebut dengan transfer pricing dengan
tujuan penghindaran pajak.

3. Bagaimana mitigasi risiko yang dapat dilakukan oleh Pemerintah Indonesia untuk mencegah
terjadinya penghindaran pajak melalui Transfer pricing ?
Jawab :
Mitigasi risiko yang dapat dilakukan oleh Pemerintah Indonesia untuk mencegah terjadinya
penghindaran pajak melalui transfer pricing, yaitu dengan Direktorat Jenderal Pajak (DJP)
dapat bekerja sama dengan otoritas pajak di dunia seperti negara yang tergabung dalam
OECD (Organisation for Economic Co-operation and Development) untuk membuat kontrak
Advance Pricing Agreement (APA) dan Mutual Agreement Procedure (MAP). Selain itu juga,
salah satu upaya pemerintah dalam mencegah praktik transfer pricing telah tertuang dalam
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP)
Pasal 18 ayat 3 yang dalam pembaharuannya membuat regulasi yang mengatur tiga isu
penting terkait transfer pricing yaitu penambahan metode penentuan harga wajar, penerapan
benchmarking, dan secondary adjustment. Dengan demikian, UU HPP diharapkan dapat
menjadi langkah pemerintah dalam membantu mengoptimalisasikan pencegahan
penghindaran pajak melalui transfer pricing.

Anda mungkin juga menyukai