Anda di halaman 1dari 41

PROPOSAL KEGIATAN

SIMULASI PENANGGULANGAN BENCANA “KEBAKARAN”

DI SUSUN OLEH :

GANDA SARI SEDANA ADITYA PUTRA HAMZAH


AZZAHRA IMANSARI MAHMUD AQSAL MACHDI ADAM
DHEA SAFITRI DIDIK HARIYANTO IRFAN LAMALANI
ANGGUN YUDISTIRA HUNOW SRI MULIYANI RAJAWALI
MOHAMAD ARIYANTO TUNA CINDY PRATIWI DEHIMELI
FAREL NOVRIANTO W KAHAR NURJIHAN ADAM
SULIS PRAMUTIA RIVAI ZULKIFLI KUMAY
PUTRI NUR MARIYANI NOVA RAHMAWATI KAMALI
MELINDA DUKALANG SEHINTA INADO
SISMIYATI PRATIWI NUSI WIDYAWATI

MATA KULIAH : KEPERAWATAN KRITIS


DOSEN PENGAJAR : Ns. Haslinda Damansyah S.Kep., M.Kep

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH GORONTALO
2022

i
KATA PENGANTAR

Assalamu`alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Alhamdulillahirobbilalamin, segala puji dan syukur saya panjatkan kepada Allah SWT, serta
shalawat dan salam saya sampaikan hanya bagi tokoh teladan kita Nabi Muhammad SAW,
sehingga oleh karenannya kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik dan tepat waktu. .

Dalam proses penyususunan tugas ini kami menjumpai hambatan, namun berkat dukungan
materi dari berbagai pihak akhirnya kami dapat menyelesaikan tugas ini dengan cukup baik. Oleh
karena itu, segala saran dan kritik yang membangun dari semua pihak sangat kami harapkan.
Harapan kami semoga tugas ini bermanfaat bagi semua orang. Aamiin..

Akhir kata kami mengucapkan terimakasih, Billahi fii sabilil haq, fastabiqul khairat
Wasalamu`alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh..

Gorontalo, 19 Desember 2022

ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR....................................................................................................i
DAFTAR ISI.................................................................................................................ii
BAB I.............................................................................................................................1
PENDAHULUAN.........................................................................................................1
A. Latar belakang.......................................................................................................................................1
B. Rumusan masalah.................................................................................................................................2
C. Tujuan...................................................................................................................................................2
D. Manfaat.................................................................................................................................................2

BAB II...........................................................................................................................3
TINJAUAN PUSTAKA................................................................................................3
A. Definisi Kebakaran..................................................................................................................................3
B. Segitiga Api..............................................................................................................................................4
C. Kebakaran di Rumah Sakit.......................................................................................................................4
D. Identifikasi Area Berisiko Bahaya Kebakaran dan Ledakan....................................................................5
E. Sarana Proteksi Aktif................................................................................................................................6
F. Sarana Proteksi Pasif..............................................................................................................................10
G. Pengendalian Kebakaran dan Ledakan...................................................................................................12
H. Tim Penanggulangan Kebakaran............................................................................................................13
I. Faktor Penyebab Kebakaran................................................................................................................14
J. Asesmen Resiko Kebakaran ( FSRA ).....................................................................................................14
K. Klasifikasi Kebakaran............................................................................................................................15
L. Perawatan prehospital dan intrahospital..................................................................................................16
M. Sistem Mitigasi Bencana Kebakaran.....................................................................................................18
N. Evakuasi Bencana Kebakaran................................................................................................................19
O. Peran Perawat dalam Bencana Kebakaran.............................................................................................19
P. Pencegahan dan Pengendalian Kebakaran..............................................................................................22

BAB III........................................................................................................................25
SKENARIO TABLE TOP DAN PENANGANAN SERTA EVAKUASI.................25
iii
A. Kasus..................................................................................................................25
B. Skenario Table Top............................................................................................25
BAB IV.......................................................................................................................28
PENUTUP..................................................................................................................28
A. Kesimpulan............................................................................................................................................28
B. Saran......................................................................................................................................................28

DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................29

iv
v
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Menurut National Fire Protection Association kebakaran didefinisikan sebagai
sebuah peristiwa oksidasi yang melibatkan tiga unsur yaitu bahan bakar, oksigen, dan
sumber energi atau panas yang berakibat menimbulkan kerugian harta benda, cidera,
bahkan kematian. Kebakaran merupakan permasalahan yang tidak lepas dari kegiatan
manusia dan terjadi diluar kemampuan dan keinginan manusia. (Musyafak, 2020)
Dalam penelitian Karter (2014) disebutkan bahwa kasus kebakaran di Amerika
Serikat dari tahun 2012 hingga 2014 mengalami kenaikan fluktuatif. U.S. Fire
Department memperkirakan pada tahun 2012 terjadi 1.375.000 kasus kebakaran.
Tahun 2013 terjadi penurunan sebesar 9,8% yaitu terdapat 1.240.000 kasus
kebakaran, dan pada tahun 2014 mengalami peningkatan sebesar 4,7% yaitu terdapat
1.298.000 kasus kebakaran. Kerugian akibat kebakaran selama tahun 2012 hingga 2014
sekitar 32,6 milyar dollar. (Musyafak, 2020)
Di Indonesia pada tahun 1997 hingga 2018 telah terjadi sebanyak 2.929 kejadian
kebakaran (10% dari kejadian bencana). Akibat kebakaran tersebut menyebabkan 12.206
kerusakan pada bangunan rumah, 333 jiwa meninggal, dan 28 bangunan fasilitas
pelayanan kesehatan mengalami kerusakan berat. (Musyafak, 2020)
Menurut (Arrazy, 2014), Rumah sakit merupakan gedung atau bangunan yang
digunakan 24 jam sebagai dasar pengobatan medis, penyakit jiwa, kebidanan, ataupun
perawatan bedah.1WHO menanggapi bahwa perlu untuk membangun rumah sakit yang
aman, terutama pada situasi bencana dan keadaan darurat, yang mana rumah sakit
tersebut harus mampu untuk menyelamatkan jiwa dan dapat terus menyediakan
pelayanan kesehatan bagi masyarakat.
Kondisi darurat yang paling tinggi mendapatkan perhatian karena seringnya terjadi
adalah keadaan darurat karena kebakaran. Sehingga pemerintah dan para ahli
mengeluarkan banyak persyaratan yang berkaitan dengan keamanan bangunan gedung
terhadap bahaya kebakaran tersebut (Arrazy, 2014).

1
Salah satu tempat yang mempunyai risiko kebakaran adalah rumah sakit. Meskipun
rumah sakit mempunyai risiko tingkat kebakaran rendah, namun bila terjadi kebakaran
akan membawa dampak yang sangat luas. Rumah sakit berisiko tinggi menimbulkan
korban jiwa saat terbakar.5Selain itu, kerugian juga terhadap aset, kerugian gedung,
proses kegiatan kerja, dan dampak sosial dan image perusahaan. Sebagian besar
penghuni rumah sakit merupakan pasien yang tengah menjalani perawatan yang dalam
kondisi tidak mampu secara fisik sehingga memerlukan bantuan dalam evakuasi. Oleh
karena itu, evakuasi yang dilakukan tentu akan berbeda dengan penanganan kebakaran
yang terjadi di pasar, pemukiman, hotel atau tempat wisata. (Arrazy, 2014)
Berdasarkan data dari NFPA Research, penyebab utama terjadinya kebakaran di
tempat fasilitas pelayanan kesehatan pada tahun 2011- 2015 yaitu peralatan dapur (66%);
distibusi listik dan perlataan penerangan (6%); kesengajaan (6%); alat pemanas (5%);
bahan mudah terbakar (5%), putung rokok (5%), dan penggunaan alat bersumber panas
(2%). (Arrazy, 2014)
Untuk menjamin tingkat keandalan serta keselamatan bangunan agar dapat
digunakan sesuai dengan fungsinya, maka perlu dilakukan pengelolaan bahaya
kebakaran dengan baik dan terencana. Mengelola kebakaran bukan sekedar menyediakan
alat-alat pemadam, atau melakukan latihan pemadaman secara berkala setahun sekali,
namun memerlukan program terencana dalam suatu sistem yang disebut Manajemen
kebakaran dilakukan dalam tiga tahapan yaitu pencegahan dilakukan sebelum kebakaran
terjadi (pra kebakaran), penanggulangan dilakukan saat terjadi kebakaran dan rehabilitasi
dijalankan setelah kebakaran (pasca kebakaran), (Arrazy, 2014).
B. Rumusan masalah
Bagaimana cara mengelola dan mengatur kebakaran bencana dengan efektif dan efisien.?
C. Tujuan
Untuk meningkatkan kesiapsiagaan dan keterampilan dalam menangani kebakaran
bencana, serta untuk mengurangi risiko dan dampak kebakaran bencana pada masyarakat
dan lingkungan.?
D. Manfaat
1. Membantu meningkatkan kesiapsiagaan dan keterampilan dalam menangani
kebakaran bencana.

2
2. Membantu mengurangi risiko dan dampak kebakaran bencana pada masyarakat dan
lingkungan.
3. Membantu meningkatkan koordinasi dan kerjasama antar berbagai pihak yang terkait
dalam menangani kebakaran bencana, seperti pemerintah, kepolisian, pertahanan,
dan relawan.
4. Membantu meningkatkan kualitas pelayanan kemanusiaan dalam menangani
kebakaran bencana.
5. Membantu meningkatkan efisiensi dalam penggunaan sumber daya yang terkait
dengan kebakaran bencana.

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Kebakaran

Kebakaran merupakan kondisi dimana api tersebut tumbuh dan berkembang dengan tiga
elemen yang diperlukan untuk memulai dan mendukung terjadinya suatu api yaitu oksigen,
bahan bakar, serta. (Mangindara.dkk., 2021)

Kebakaran merupakan suatu api yang tidak dapat dipadamkan dan dikendalikan yang berarti
berada di luar kemampuan dan keinginan manusia yang mampu menimbulkan kerugian.
Menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No 26 Tahun 2008, bahaya kebakaran merupakan
suatu bahaya yang diakibatkan karena adanya suatu ancaman potensial dan derajat yang terkena
pancaran api sejak dari awal terjadinya suatu kebakaran hingga penjalaran api, asap dan gas
yang ditimbulkan.(Mangindara.dkk., 2021)

Kebakaran merupakan suatu kejadian bencana yang dapat diakibatkan oleh adanya api, yang
mana bencana kebakaran tersebut pastinya akan menimbulkan kerugian Api merupakan suatu
reaksi kimia cepat yang mulai terbentuk dari adanya tiga unsur segitiga api yaitu panas, udara
dan bahan bakar yang dapat menimbulkan atau menghasilkan suatu panas serta cahaya. Segitiga
api merupakan elemen-elemen yang mendukung terjadinya suatu kejadian kebakaran dimana
elemen tersebut yaitu panas, bahan bakar dan oksigen, namun dengan adanya semua ketiga
elemen tersebut kebakaran belum terjadi serta hanya mampu menghasilkan pijar.
(Mangindara.dkk., 2021)

Berdasarkan defenisi di atas dapat disimpulkan bahwa suatu kejadian kebakaran merupakan
api yang tidak dapat terkendali dan tidak diinginkan kejadian tersebut terjadi oleh manusia.
Kebakaran termasuk suatu keadaan darurat yang mampu menimbulkan berbagai macam
kerugian mulai dari kerugian terhadap manusia, harta benda, produktivitas dan kerugian sosial.
Pada umumnya suatu kejadian kebakaran tersebut dapat terjadi dimana dan kapan saja karena
kejadian tersebut tidak dapat dikontrol dan tidak dapat dicegah untuk melepaskan satu dari
ketiga unsur api yang ada. (Mangindara.dkk., 2021)
4
B. Segitiga Api

Segitiga api merupakan munculnya suatu api karena hasil interaksi antara ketiga elemen dari
segitiga api yaitu elemen panas, elemen oksigen, dan elemen bahan bakar. Sumber panas
diperlukan untuk mencapai suatu suhu penyalaan sehingga mampu mendukung terjadinya suatu
kejadian kebakaran, oksigen yang merupakan satu-satunya unsur senyawa gas yang sangat
mendukung suatu kelangsungan hidup manusia dibutuhkan sekitar 15% volume oksigen yang
terdapat dalam udara agar dapat terjadi pembakaran, elemen terakhir yaitu suatu elemen bahan
bakar yang merupakan semua benda yang mampu mendukung terjadinya api atau suatu kejadian
kebakaran. (Mangindara.dkk., 2021).

Menurut (Mangindara.dkk., 2021) interaksi ketiga elemen di atas sangat penting untuk
menciptakan suatu api karena kejadian kebakaran tidak akan terjadi apabila :

1. Tidak terdapat bahan bakar sama sekali atau bahan bakar tidak terdapat dalam jumlah yang
cukup.

2. Tidak terdapat oksigen atau tidak dalam kondisi yang cukup.

3. Tidak terdapat sumber panas yang cukup untuk menciptakan api.

C. Kebakaran di Rumah Sakit

Menurut NFPA bangunan rumah sakit merupakan suatu bangunan yang dapat dipergunakan
untuk tujuan pelayanan medis atau perawatan untuk seorang yang menderita sakit fisik maupun
mental dan menyediakan suatu fasilitas untuk istirahat bagi penghuni, karena kondisinya yang
tidak mampu untuk melayani dirinya sendiri

Menurut Sochatman Ramli yang dalam bukunya berjudul "Manajemen Kebakaran",


menjelaskan bahwa suatu kebakaran yang terjadi di rumah sakit memiliki. karakteristik berbeda
dengan kejadian kebakaran yang terjadi di tempat lainnya. Penjelasan karakteristik kebakaran di
rumah sakit tersebut, yaitu:

1. Sifat penghuni yang sangat beragam mulai dari pekerja medis, pasien, dan pengunjung yang
masing-masing memiliki karakteristik berbeda setiap orang.

5
2. Pekerja rumah sakit yang relatif terdidik dan dapat diatur serta dapat diarahkan, pasien paling
rawan saat terjadi kejadia kebakaran karena pasien berada pada kondisi yang tidak mampu
secara fisik sehingga membutuhkan bantuan dalam proses penyelamatan atau sering disebut
dengan proses evakuasi.

3. Tingkat kepanikan tinggi khususnya berada pada kalangan pasien yang sedang sakit, untuk itu
tidak perlu dipertimbangkan dalam merancang sistem alarm supaya tidak menimbulkan
kepanikan kepada kalangan pasien yang sakit di rumah sakit.

4. Sifat pekerjaan yang beragam mulai dari kegiatan medis sampai kegiatan yang menggunakan
sumber api misalnya pekerjaan pada bagian dapur dan isenerator, kegiatan lainnya mulai dari
kegiatan administratif, perawatan pasien, operasi, sarana penunjang, semuanya memiliki
karakteristik pekerjaan yang berbeda.

5. Bahan yang mudah terbakar relatif tinggi, khususnya untuk jenis api kelas A (bahan padat)
dan kelas B (cair dan gas) yang mampu bersumber dari berbagai jenis obat-obatan dan bahan
kimia lainnya yang terdapat di rumah sakit.

6. Bangunan rumah sakit ditempati selama 24 jam sehingga kebakaran relatif lebih mudah dan
cepat dideteksi dan dipadamkan (Mangindara.dkk., 2021).

D. Identifikasi Area Berisiko Bahaya Kebakaran dan Ledakan

Dalam kegiatan penanggulangan kebakaran upaya yang dapat dilakukan dalam


menanggulangi kebakaran yaitu mengidentifikasi apa saja potensi bahaya kebakaran yang
terdapat dalam suatu organisasi, dengan mengetahui masalah apa yang akan dihadapi maka
program pencegahan dan penanggulangan akan mampu berjalan secara efektif .

Menurut (Mangindara.dkk., 2021) dalam penelitian yang dilakukan oleh (Sujiah dalam
Yulianto, 2013) identifikasi dan penilaian resiko bahaya kebakaran dari setiap gedung di rumah
sakit merupakan hal yang penting untuk dapat menentukan suatu tingkat pengamanan yang
diperlukan terkait dengan bahaya kebakaran.

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No 52 Tahun 2018 dalam


mengidentifikasi area berisiko bahaya kebakaran dan ledakan, meliputi:

6
1. Mengetahui suatu potensi bahaya kebakaran yang ada di Fasyankes.

2. Mengetahui lokasi dan area potensi bahaya kebakaran secara spesifik, dengan membuat denah
potensi berisiko tinggi terutama terkait bahaya kebakaran.

3. Inventarisasi dan melakukan pengecekan sarana proteksi kebakaran pasif dan aktif.

E. Sarana Proteksi Aktif

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No 52 Tahun 2018 sistem proteksi
aktif terdiri dari APAR, sprinkler, detektor panas dan smoke detektor, sedangkan Menurut
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No 66 Tahun 2016 Tentang Keselamatan dan
Kesehatan Kerja Rumah Sakit terdiri dari APAR, deteksi asap dan api, penyemprot air otomatis
(sprinkler), pengendali asap, penyemprot air manual (hydrant).

1. Alat Pemadam Api Ringan (APAR)

Alat pemadam api ringan merupakan alat pemadam api ringan yang bisa diangkut, diangkat,
dan dioperasikan oleh satu orang (Ramli, 2010 dalam Kurniawan, 2014).

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan No 52 Tahun 2018, pemasangan APAR harus


memenuhi persyaratan, yaitu :

a. Jarak tempuh suatu penempatan APAR dari setiap tempat atau titik dalam bangunan
harus tidak lebih dari jarak 25 m.
b. APAR mudah terlihat, termasuk mudah terlihat instruksi pengoperasian dan tanda
identifikasinya.
c. Mudah dicapai (tidak terhalang oleh peralatan atau material-material yang ada di suatu
gedung).
d. APAR diletakkan di dekat koridor atau lorong yang menuju exit.
e. APAR diletakkan dekat dengan area yang berpotensi bahaya kebakaran, akan tetapi tidak
terlalu dekat karena mampu rusak oleh sambaran api.
f. Menempatkan APAR sesuai dengan karakteristik tempat.
g. Menghindari korosif tempat yang mampu menyebabkan
h. Jika di luar ruangan, APAR terlindungi dari kerusakan.

7
i. Dalam area khusus, apabila bahan yang disimpan mudah terbakar di dalam ruangan yang
kecil atau tempat tertutup, maka tempatkan APAR di luar ruangan.
j. Kapasitas APAR minimal 2 kg dengan ketentuan sekurang kurangnya 1 buah APAR
untuk ruangan tertutup dengan luas tidak lebih dari 25m².
k. Minimal 2 buah APAR kimia untuk luas tempat parkir tidak melebihi 270 m².
l. Setiap SDM (Sumber Daya Manusia) fasyankes mampu menggunakan APAR sesuai
standar prosedur operasional yang tersedia di tabung APAR dan melakukan pemantauan
kondisi terhadap masa pakai secara berkala minimal 2 kali dalam setahun.
m. Pemasangan APAR dipasang pada dinding atau dalam lemari kaca disertai palu pemecah
dan dapat dipergunakan dengan mudah pada saat diperlukan.
n. Dipasang sedemikian rupa sehingga bagian paling atas berada pada ketinggan maksimum
120 cm dari permukaan lantai, kecuali untuk jenis CO2 dan bubuk kimia kering (dry
powder) penempatannya minimum 15 cm dari permukaan lantai.
o. Tidak diperbolehkan dipasang di dalam ruangan yang mempunyai temperature lebih dari
49°C dan di bawah 4°C.

2. Hydrant

Hydrant termasuk alat yang merupakan terminal penghubung untuk bantuan darurat saat
terjadi suatu kejadian kebakaran. Hydrant juga merupakan alat koneksi yang berupa alat berada
di atas tanah yang mampu menyediakan akses pasokan air untuk memadamkan suatu kejadian
kebakaran.

Berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.26/PRT/M 2008 tentang persyaratan


hydrant, meliputi:

a. Lemari hydrant hanya dapat digunakan untuk menempatkan peralatan kebakaran.


b. Setiap lemari hydrant di cat dengan warna yang mencolok.
c. Sambungan selang dan kotak hydrant tidak boleh terhalang oleh material apapun.
d. Slang kebakaran dilekatkan dan bisa siap digunakan.
e. Terdapat nozel di hydrant.
f. Terdapat hydrant halaman.
8
g. Hydrant halaman diletakkan di sepanjang jalur akses mobil pemadam kebakaran.
h. Jarak hydrant dengan sepanjang akses mobil pemadam kebakaran s 50 m dari jarak
hydrant.
i. Hydrant halaman bertekanan 3,5 bar.

3. Sprinkler

Springkler merupakan alat yang bekerja secara otomatis yang mampu memancarkan air
bertekanan ke segala arah ruangan untuk memadamkan suatu kejadian kebakaran dan untuk
mencegah meluasnya kejadian kebakaran tersebut.

Menurut SNI 03-3989-2000 springkler otomatis merupakan alat pemancar yang digunakan
untuk memadamkan kebakaran yang mempunyai tudung yang berbentuk deflektor pada ujung
mulut pancarnya sehingga air tersebut dapat memancarkan ke semua arah secara merata.
Persyaratan untuk sprinkler otomatis menurut

Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.26/PRT/M 2008 adalah sebagai berikut:

a. Terpasang sebuah sprinkler otomatik.


b. Air yang digunakan tidak mengandung suatu bahan kimia yang mampu menyebabkan
terjadinya korosi.
c. Sprinkler tidak diberi ornament, cat, dan pelapisan.
d. Air yang digunakan tidak mengandung serat dan bahan lain sehingga mampu
mengganggu sistem bekerja dari sprinkler.
e. Setiap sistem sprinkler otomatis harus dilengkapi sekurang-kurangnya 1 jenis sistem
penyediaan air yang mampu bekerja secara otomatis, bertekanan dan berkapasitas cukup,
serta dapat diandalkan setiap saat.
f. Sistem penyediaan air harus di bawah penguasaan pemilik gedung.
g. Disediakan sambungan yang memungkinkan petugas pemadam kebakaran memompakan
air ke dalam sistem sprinkler.
h. Jarak minimum antara 2 kepala sprinkler berjarak ≤ 2m.
Kepala sprinkler yang terpasang merupakan kepala sprinkler yang dapat tahan terhadap
korosi.

9
i. Kotak penyimpangan kepala sprinkler cadangan dan kunci kepala sprinkler ruangan
ditempatkan pada ruangan yang bersuhu s 38°C.
j. Jumlah persediaan kepala sprinkler cadangan ≥ 36.
Sprinkler cadangan sesuai baik tipe maupun temperatur rating dengan semua sprinkler
yang telah terpasang.
k. Tersedia sebuah kunci khusus untuk springkler (special springkler wrench).

4. Sistem Deteksi

Menurut peraturan SNI 03-3985-2000 tentang sistem deteksi dan alarm kebakaran, detektor
kebakaran merupakan alat yang dirancang untuk dapat mendeteksi adanya suatu kejadian
kebakaran dan dapat mengawali suatu tindakan. Sistem deteksi dibagi menjadi tiga yaitu alat
pendeteksi asap, alat deteksi panas, serta alat deteksi nyala api.

Persyaratan sistem deteksi harus memenuhi persyaratan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum
No.26/PRT/M 2008, yaitu:

a. Terdapat detektor yang dipasang di seluruh ruangan.


b. Setiap detektor yang terpasang di ruangan dapat dijangkau untuk pemeliharaan serta
untuk pengujian secara periodik.
c. Detektor diproteksi terhadap kemungkinan rusak karena sebuah gangguan mekanis.
d. Detektor dilakukan sebuah inspeksi, pengujian dan pemeliharaan.
e. Rekaman hasil dari semua inspeksi, pengujian, dan pemeliharaan harus disimpan untuk
jangka waktu 5 tahun untuk suatu pengecekan oleh instansi yang berwenang.

5. Alarm Kebakaran

Alarm kebakaran (Fire Alarm) merupakan suatu alat yang digunakan untuk memberitahukan
kepada setiap orang bahwa sedang terjadi kebakaran pada suatu tempat.

Berdasarkan SNI 03-3985-2000 persyaratan untuk alarm kebakaran, yaitu:

a. Alarm mempunyai bunyi serta irama yang khas hingga mudah dikenal sebagai alarm
kebakaran.

10
b. Bunyi alarm mempunyai frekuensi kerja antara 500-1000 Hz dengan tingkat kekerasan
suara minimal 65 dB (A).
c. Untuk ruang dengan kemungkinan dipergunakan untuk ruang tidur tingkat kekerasan
suara alarm minimal 75 dB (A).
d. Irama alarm mempunyai irama sofat yang tidak menimbulkan kepanikan kepada
penghuni sebuah gedung.
e. Alarm visual harus dipasang pada ruang khusus, seperti tempat perawatan orang tuli dan
perawatan sejenisnya.
f. Pada semua lokasi panel kontrol dan panel bantu harus terpasang sebuah alarm
kebakaran.
g. Semua bagian ruangan dalam bangunan harus dapat dijangkau oleh sistem alarm
kebakaran.

6. Sistem Pengendalian Asap

Sistem pengendalian asap merupakan suatu sistem ketekhnikan yang menggunakan suatu fan
mekanik untuk menghasilkan sebuah perbedaan tekanan di kedua sisi pada penghalang asap
untuk mencegah aliran asap. Semua kebakaran akan memproduksi asap yang jika ketika tidak
dapat dikendalikan asap akan menyebar ke seluruh ruangan bangunan atau pada bagian
bangunan yang akan berpotensi mengancam jiwa dan juga akan mampu merusak harta benda.

Sistem pengendalian asap merupakan sistem yang dirancang untuk menghalangi aliran asap
yang akan masuk ke dalam sarana jalan ke luar, aliran asap ke jalan terusan ke luar, daerah
tempat berlindung dan daerah lain yang serupa. Dengan menyediakan sebuah alat springkler
otomatis atau alat pemadam kebakaran lainnya yang diperlukan untuk dapat mengendalikan asap
serta mampu membatasi suau penjalaran api dan besarnya kebakaran secara efektif dan
ekonomis (Mangindara.dkk., 2021).

F. Sarana Proteksi Pasif

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No 52 Tahun 2018 Sarana Proteksi
Kebakaran Pasif terdiri dari jalur evakuasi, pintu darurat, tangga. darurat, dan tempat titik
kumpul aman (Mangindara.dkk., 2021)

1. Tangga Darurat
11
Sebuah bangunan gedung haus menyediakan sarana vertical selain lift seperti tangga darurat.
Tangga darurat menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 26/PRT/ M 2008 yaitu tangga
yang direncanakan khusus untuk penyelamatan bila terjadi suatu kejadian kebakaran. Pada SNI
03-1746-2000 Butir 5.2 kriteria tangga darurat yaitu setiap tangga, panggung (platform) dan
bordes tangga dalam suatu bangunan harus dari bahan yang tidak dapat terbakar dengan mudah.
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 52 Tahun 2018 pesyaratan
tangga darurat harus memenuhi persyaratan, yaitu:

a. Tangga darurat/penyelamatan harus dilengkapi dengan pintu darurat yang tahan terhadap
api dengan arah pembukaan ke arah tangga dan dapat menutup secara otomatis.
b. Pintu harus dilengkapi petunjuk "KELUAR" atau "EXIT" dengan warna terang dan dapat
terlihat pada saat gelap.
c. Tangga darurat dan bordes harus memiliki lebar minimal 1,20 m dan tidak boleh
menyempit ke arah bawah.
d. Tangga darurat harus dilengkapi dengan sebuah pegangan tangan yang kuat setinggi 1,10
m. b. Pintu Darurat
2. Pintu Darurat

Pintu darurat merupakan pintu yang dapat langsung menuju ke tangga kebakaran dan hanya
dapat dipergunakan pada saat terjadi keadaan darurat atau terjadi kejadian kebakaran.

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 52 Tahun 2018 setiap pintu
pada sarana jalan keluar harus memenuhi persyaratan, yaitu:

a. Setiap bangunan atau gedung yang bertingkat lebih dari 2 lantai harus dilengkapi dengan
sebuah pintu darurat.
b. Lebar pintu darurat minimal 100 cm, membuka ke arah tangga penyelamatan, kecuali
pada lantai dasar membuka ke arah luar (halaman).
c. Pintu darurat diutamakan harus tahan terhadap sambaran api (Mangindara.dkk., 2021)

3. Titik Kumpul

12
Titik kumpul atau tempat berhimpun merupakan tempat yang di area sekitar dan di luar
lokasi yang dijadikan sebagai tempat berhimpun atau tempat berkumpul seteah evakuasi dan
titik kumpul yang merupakan tempat yang digunakan untuk melakukan perhitungan saat terjadi

kejadian kebakaran. Titik kumpul atau tempat berhimpun harus digunakan pada saat keadaan
darurat dan aman dari bahaya kebakaran dan bahaya lainnya, tempat kumpul ini pula merupakan
tempat terakhir yang dituju (NFPA 101 dalam Kurniawan, 2013).

Menurut SNI 03-6571-2000 tempat berhimpun merupakan daerah pada bangunan yang
dipisahkan dari ruang lain dari penghalang asap kebakaran dimana. lingkungan tersebut
merupakan lingkungan yang dapat dipertahankan serta dijaga untuk jangka waktu selamat
daerah tersebut masih dibutuhkan untuk dihuni pada saat terjadi kebakaran.(Mangindara.dkk.,
2021)

4. Jalur Evakuasi
Jalur evakuasi merupakan suatu jalur khusus yang menghubungkan semua area ke area titik
kumpul (area aman). Menurut SNI 03-1746-2000 penandaan jalur evakuasi harus memenuhi
syarat seperti berwarna dasar hijau, bertulisan warna putih dengan ukuran tinggi huruf 10 cm
dan tebal huruf 1 cm serta dapat terlihat jelas dari jarak 20 meter dan penandaan jalur evakuasi
harus disertai dengan penerangan.(Mangindara.dkk., 2021)

G. Pengendalian Kebakaran dan Ledakan


Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 52 Tahun 2018 Tentang
Keselamatan dan Kesehatan Kerja di di Fasilitas Pelayanan Kesehatan, pengendalian kebakaran
dan ledakan meliputi:

a. Penempatan bahan mudah terbakar aman terhadap api dan panas.


b. Pengaturan konstruksi gedung mengikuti prinsip- prinsip keselamatan dan kesehatan kerja
sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
c. Penyimpanan Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) yang mudah terbakar dan gas medis di
tempat aman.
d. Adanya larangan merokok.
e. Inspeksi fasilitas atau area berisiko kebakaran dilakukan secara berkala.
f. Simulasi kebakaran minimal dilakukan 1 tahun sekaliuntuk setiap gedung.

13
g. Pemantauan bahaya kebakaran terkait proses pembangunan di dalam atau berdekatan dengan
bangunan yang di huni pasien.(Mangindara.dkk., 2021)

H. Tim Penanggulangan Kebakaran


(Mangindara.dkk., 2021) Tim penanggulangan kebakaran satuan atau tim satgas yang
mempunyai sebuah tugas khusus dalam bidang penanggulangan kebakaran.
Setiap pemilik gedung atau pengguna gedung juga harus mampu memanfaatkan bangunan
gedung sesuai dengan fungsi yang telah ditetapkan dalam izin mendirikan sebuah bangunan
gedung, termasuk pengelolaan suatu resiko kebakaran. Pengelolaan resiko kebakaran yaitu
pengelolaan yang meliputi kegiatan pemeliharaan, perawatan, serta pemeriksaan secara berkala
terhadap sistem proteksi proteksi kebakaran serta penyiapan personil terlatih dalam
penanggulangan kebakaran.
Pemilik atau pengguna gedung wajib melaksanakan penanggulangan. kebakaran
mengimplementasikan sebuah manajemen penanggulangan kebakaran dengan membentuk
organisasi yang modelnya dapat berupa suatu tim rencana pengamanan kebakaran dan rencana
tindakan darurat kebakaran. Besar struktur organisasi penanggulangan kecilnya suatu struktur
organisasi kebakaran tergantung klasifikasi bangunan terhadap bahaya kebakaran, tapak, dan
fasilitas lainnya yang tersedia pada bangunan (Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No
20/PRT/M/2009 Tentang Pedoman Teknis Manajemen Proteksi Kebakaran di Perkotaan, 2009).
yang akan Struktur organisasi Tim Penanggulangan Kebakaran, terdiri dari :

1. Penanggung jawab TPK.


2. Kepala bagian teknik pemeliharaan, yang membawahi:
a. Operator ruang monitor dan komunikasi.
b. Operator lift.
c. Operator listrik dan genset.
d. Operator air conditioning dan ventilasi.
e. Operator pompa.
3. Kepala bagian keamanan, yang membawahi:
a. Tim pemadam api.
b. Tim penyelamat kebakaran dokumen, dan alat kesehatan).

14
c. Tim pengamanan.

I. Faktor Penyebab Kebakaran


Menurut Anizar (2009) penyebab kebakaran terdiri dari berbagai faktor, namun sering
diakibatkan oleh adanya human error atau unsafe action dan unsafe condition. Unsafe action
terjadi karena kelalaian dari manusia yang kurang profesional dalam melakukan pekerjaan.
Sedangkan unsafe condition lebih mengarah kepada obyek dan lingkungan kerja yang kurang
aman atau peralatan kerja yang digunakan tidak layak dan tidak memenuhi standar.
Menurut Ramli (2010) penyebab kebakaran dikelompokkan sebagai berikut:
1. Faktor manusia
Terjadinya kebakaran sebagian disebabkan oleh faktor manusia yang kurang sadar dan
peduli tentang bahaya kebakaran serta pentingnya keselamatan. Hal ini dapat diketahui dari
banyaknya pekerja yang masih merokok di area yang dekat dengan bahan yang mudah
terbakar, melakukan pekerjaan yang beresiko menimbulkan kebakaran tanpa ada
pengamanan khusus yang memadai, atau melakukan penyambungan listrik dengan cara yang
salah.
2. Faktor teknis
Selain dari faktor manusia, kebakaran juga dapat disebabkan oleh faktor teknis khususnya
kondisi tidak aman (unsafe condition) yang dapat membahayakan seperti kondisi instalasi
listrik yang sudah tidak layak atau tidak memenuhi standar, penempatan bahan mudah
terbakar yang kurang tepat yaitu berdekatan dengan sumber api.

J. Asesmen Resiko Kebakaran ( FSRA )


Asesmen risiko kebakaran di rumah sakit dilakukan Bengan menyusun Fire Safety Risk
Asessment (FSRA). Asesmen ini dilakukan secara terus menerus untuk memenuhi regulasi
keselamatan kebakaran, sehingga secara efektif rumah sakit dapat mengidentifikasi risiko dan
meminimalkan risiko. Asesmen risiko kebakaran meliputi area-area sebagai berikut:
1. Tekanan dan risiko lainnya di kamar operasi:
2. Sistem pemisahan (pengisolasian) dan kompartemenisasi pengendalian api dan asap;
3. Daerah berbahaya dan ruang di atas langit-langit di seluruh area seperti kamar linen kotor,
tempat pengumpulan sampah, ruang penyimpanan oksigen;
4. Sarana jalan keluar atau pintu keluar saat kebakaran terjadi;

15
5. Dapur yang berproduksi dan peralatan masak;
6. Binatu atau laundry:
7. Sistem tenaga listrik darurat dan peralatan;
8. Gas medis dan komponen sistem vakum:
9. Penyimpanan dan penanganan bahan yang mudah terbakar, misalnya cairan yang mudah
terbakar, gas yang mudah terbakar dan gas medis pengoksidasi seperti oksigen dan nitrogen
oksida;
10. Prosedur dan tindakan pencegahan untuk mencegah dan tindakan pencegahan untuk
mencegah dan mengelola kebakaran terkait bedah:
11. Bahaya kebakaran terkait dengan proyek konstruksi, renovasi atau pembongkaran
(Suharyono, 2021).

K. Klasifikasi Kebakaran
1. Berdasarkan jenis bahan yang terbakar (menurut NFPA)
a. Kelas A
Merupakan kebakaran pada material yang mudah terbakar, misalnya kebakaran kertas,
kayu, plastik, karet, busa dan lain-lain
b. Kelas B
Merupakan kebakaran bahan cair yang mudah menimbulkan nyala api (flammable) dan
cairan yang mudah terbakar (combustible) misal kebakaran bensin, solven, cat, alkohol,
aspal, minyak, gas LPG, dan gas yang mudah terbakar lainnya.
c. Kelas C
Merupakan kebakaran listrik yang bertegangan
d. Kelas D
Merupakan kebakaran logam, misalnya magnesium, titanium, sodium, lithium,potassium,
dll.
 2. Berdasarkan tingkat potensi bahaya kebakaran (menurut NFPA)
a. Bahaya ringan
Bahaya ringan ditetapkan apabila benda padat dan bahan cair yang mudah terbakar memiliki
jumlah sedikit. Contoh yang termasuk bahaya ringan adalah kantor, kelas,tempat ibadah,
tempat perakitan, lobi hotel.
b. Bahaya sedang

16
Bahaya sedang ditetapkan apabila benda padat dan bahan cair yang mudah terbakar memiliki
jumlah yang lebih dari klasifikasi bahaya ringan. Contoh yang termasuk bahaya sedang
adalah arca makan, gudang, pabrik lampu, pameran kendaraan,tempat parkir.

c. Bahaya tinggi
Bahaya tinggi ditetapkan apabila benda padat dan bahan cair yang mudah terbakar yang
sedang digunakan, yang masih tersimpan, atau sisa produk melebihi kapasitas. Contoh yang
termasuk bahaya tinggi adalah bengkel dan pengecatan (Musyafak, 2020)

L. Perawatan prehospital dan intrahospital


1. Perawatan Prehospital Pada Kebakaran
a. Upaya menjauhkan korban dari sumber kebakaran tanpa membahayakan
b. personil yang menyelamatkan. Evakuasi korban dari sumber api ke tempat yang aman,
pos lapangan pada musibah massal. Jangan biarkan korban lari, karena hal tersebut
hanya akan membuat nyala api pada badan korban bertambah besar. Korban harus tidur
terlentang atau telungkup dengan sisi yang terbakar pada bagian atas untuk mencegah
penjalaran api ke bagian tubuh yang tidak terbakar.

c. Pada kejadian kebakaran dimana didapat korban luka bakar massal maka harus
dibentuk Pos Lapangan untuk menampung seluruh korban dengan derajat keparahan
dan luas luka bakar yang berbeda-beda sesuai dengan yang tercantum dalam Sistem
Penaggulangan Kegawat Daruratan Terpadu (SPGDT). Kegiatan tersebut dikenal
sebagai Triage (Field Triage). Dilakukan Triage di- Pos Lapangan yaitu memilah.
memilih dan mengklasifikasikan korban untuk menentukan prioritas pertolongan
setelah dan rujukan.
d. Perawatan luka bakar. Langkah pertama penatalaksanaan luka bakar setelah korban
berhasil dievakuasi adalah menghentikan proses pemanasan jaringan tubuh korban
dengan cara lepaskan pakaian ataupun perhiasan yang menempel pada badan korban
segera setelah api padam, lelehan material di atas luka bakar sebaiknya dibiarkan,
jangan memecah bula, dan jangan mengoleskan obat-obatan topikal apapun (mengoles
obat topikal akan mengacaukan pemeriksaan klinis luka bakar yang akan dilakukan
17
berikutnya). Menghentikan pemanasan tanpa penggunakan es atau air es karena selain
dapat menyebabkan mati rasa maka hal tersebut memicu vasokonstriksi yang dapat
menyebabkan kerusakan jaringan lebih lanjut serta hipotermia. Setelah semua tersebut
dikerjakan segera tutup luka bakar dengan kain kering dan bersih.

e. Selama penanganan pertama, menunggu trasportasi korban diposisikan


f. telentang sambil memperhatikan kemungkinan terjadinya kondisi yang mengancam
fungsi vital. Bila korban tidak sadar dan tidak ada tanda napas, segera lakukan BLS.
Bagi tenaga medis penanganan korban dari tempat kejadian, Pos Lapangan pada korban
massal dan selama transportasi ke Rumah Sakit mengikuti prinsip dasar penanganan
kegawatdaruratan karena trauma, yaitu ABCDE.
1) Airway: bebaskan jalan nafas pertahankan jalan nafas tetap bebas dengan
memperhatikan tulang Icher bila ada kecurigaan ada trauma lain. Bila korban tidak sadar,
potensial terjadi obstruksi yang ditandai dengan terdengarnya suara nafas tambahan yang
biasanya berupa crowing pertimbangkan intubasi dini.
2) Breathing: perhatikan nafasnya, adakah tanda distres nafas, bila fasilitas
dilapangan, Pos Lapangan ada, maka segera berikan suplemen oksigen kalau perlu nafas
dibantu, siapkan intubasi bila ada kecurigaan kuat adanya smoke inhalation injury.
3) Circulation: hati2 korban luka bakar yang luas seringkali diketumukan dalam
kondisi shock hipovolemia, sesegera mungkin pasang double infus dan diguyur cairan
kristaloid bila diperhitungkan untuk transportasi memerlukan waktu lebih dari 30 menit
4) Disability: perhatian khusus apabila korban diketemukan dalam kondisi tidak
sadar, pertimbangkan intubasi dini bila fasilitas ada,
5) Enviroment: lepas pakaian korban yang terbakar, ganti dengan selimut. waspada
hipotermia, lepaskan benda logam yang dipakai misal: arloji, cincin, kalung. The
American Burn Association menetapkan kriteria rekomendasi korban perlu ditransfer ke-
Rumah Sakit yang memiliki fasiltas perawatan khusus, Burn Center.
2. Perawatan Intra Hospital pada Kebakaran
a. Resusitasi ABC
1) Airway

Apabila terdapat kecurigaan adanya trauma inhalasi. Maka segera pasang


Endotracheal Tube (ET). Tanda-tanda adanya trauma inhalasi antara lain adalah:
18
riwayat terkurung dalam api, luka bakar pada wajah, bulu hidung yang terbakar, dan
sputum yang hitam.

2) Breathing

Eschar yang melingkari dada dapat menghambat gerakan dada untuk bernapas,
segera lakukan escharotomi. Periksa juga apakah ada trauma-trauma lain yang dapat
menghambat gerakan pernapasan, misalnya pneumothorax, hematothorax, dan
fraktur Costac.

3) Circulation

Luka bakar menimbulkan kerusakan jaringan sehingga menimbulkan edema. pada


luka bakar yang luas dapat terjadi syok hipovolumik karena kebocoran plasma yang
luas.

b. Resusitasi Cairan
1) Penuhi kebutuan cairan dengan balance cairan yang tepat bagi pasien atau
korban.
2) Pasang Infus, kateter, CVP, oksigen,cek laboratorium, dan kultur luka.
3) Monitor urine dan CVP.
4) Topikal dan tutup luka
5) Berikan obat-obatan:
Antibiotik; tidak diberikan bila pasien datang <6 jam sejak kejadian. Bila perlu
berikan antibiotika sesuai dengan pola kuman dan sesuai kultur, dan
berikan analgetik.

M. Sistem Mitigasi Bencana Kebakaran


Fase pra bencana adalah mitigasi. Mitigasi merupakan serangkaian upaya untuk
mengurangi risiko bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan
peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana. Sedangkan mitigasi untuk
kebakaran, diantaranya:

1. Penyediaan alat pemadam api ringan (APAR) minimal I unit/RT (sesuai standar
sarana penanggulangan kebakaran)
2. Menyediakan karung basah atau alat yang dapat memadamkan api

19
3. Pengaktifan dan pemeliharaan fungsi hidran dari sumber air rumah tangga secara
berkala
4. Pembangunan penampungan air hujan sebagai alternatif prasarana pemadaman
(Sandhyavitri et al., n.d.).

N. Evakuasi Bencana Kebakaran


Idealnya semua bangunan harusnya memiliki sekurang-kurangnya dua jalan
penyelamat diri pada dua arah yang bertentangan terrhadap setiap kebarakan yang terjadi
pada sembarang tempat dalam bangunan tersebut. Jalur evakkuasi harus di pelihara
dengan baik, tidak terhalang oleh barang-barang dan mudah terlihat.

Jauh maksimuum jalur evakuasi pada umumnya adalah 40m, sekalipun pada
bangunan-bangunan yang berisiko kebakaran kecil atas dasar sifat tahan api maka jarak
tersebut di perbesar menjadi 50m. sebaliknya apabila bahaya perembetan api sangat
cepat, jarak tersebut harus dikurangi, kat menjadi 30 meter atau kurang dari 30 meter.

Peta evakuasi harus di tempatkan di beberapa lokasi pada tiap-tiap fasilitas di lokasi.
Peta harus menunjukkan pintu keluar terdekat, pintu keluar cadangan dan titik
pertemuan. Peta evakuasi menunjukkan lokasi rencana gawat darurat meha recepsionis.
alat pemadam kebakaran, pencuci mata, pancuran air, perlatan menangani tumpahan
bahan kimmia, P3K, dan elemen-elemen penting lainnya. Dan semua orangyang berada
di gedung harus di himbau untuk mengingat rute utama dan rute cadangan bila jalan
keluar utama tertutup.

O. Peran Perawat dalam Bencana Kebakaran


Peran Perawat dalam Bencana Kebakaran Perawat memiliki tanggung jawab peran dalam
membantu mengatasi ancaman bencana baik selama tahap preimpact, impact/emergency, dan
post impact. Peran perawat disini bisa dikatakan multiple yaitu sebagai bagian dari penyusun
rencana, pendidik, pemberi asuhan keperawatan bagian dari tim pengkajian kejadian bencana.
Tujuan dari tindakan pertolongan pada bencana ini adalah untuk mencapai kemungkinan tingkat
kesehatan terbaik masyarakat yang terkena bencana tersebut. Menurut Barbara Santamaria
(1995), ada 3 fase dalam terjadinya suatu bencana yaitu:

1. Fase pre impact


20
Ada beberapa hal yang dapat dilakukan perawat dalam masa pra bencana ini, antara lain:
a. Perawat mengikuti pendidikan dan pelatihan bagi tenaga kesehatan dalam
penanggulangan ancaman bencana untuk setiap fasenya.
b. Perawat ikut terlibat dalam berbagai dinas pemerintahan, organisasi lingkungan, palang
merah nasional, maupun lembaga-lembaga kemasyarakatan dalam memberikan.
c. Perawat terlibat dalam program promosi kesehatan untuk meningkatkan kesiapan
masyarakat dalam menghadapi bencana. Pendidikan kesehatan diarahkan kepada:
1) Usaha pertolongan diri sendiri (pada masyarakat tersebut)
2) Pelatihan pertolongan pertama dalam keluarga seperti menolong anggota keluarga
dengan kecurigaan fraktur tulang, perdarahan, dan pertolongan pertama luka bakar
3) Memberikan beberapa alamat dan nomor telepon darurat seperti dinas kebakaran, RS
dan ambulans.
4) Memberikan informasi tentang perlengkapan yang dapat dibawa (misal pakaian
seperlunya, portable radio, senter, baterai).
5) Memberikan informasi tempat-tempat alternatif penampungan atau posko-posko
bencana. (Efendi, 2009)
2. Fase Impact
a. Bertindak cepat
b. Do not promise. Perawat seharusnya tidak menjanjikan apapun dengan pasti, dengan
maksud memberikan harapan yang besar pada para korban selamat
c. Berkonsentrasi penuh pada apa yang dilakukan
d. Koordinasi dan menciptakan kepemimpinan (coordination and create leadership).
e. Untuk jangka panjang, bersama-sama pihak yang terkait dapat mendiskusikan dan
merancang master plan of revitalizing, biasanya untuk jangka waktu 30 bulan pertama.
(Efendi, 2009)
Pertolongan pertama pada korban bencana dilakukan tepat setelah keadaan. stabil.
Setelah bencana mulai stabil, masing-masing bidang tim survey mulai melakukan pengkajian
cepat terhadap kerusakan-kerusakan, begitu juga perawat sebagai bagian dari tim kesehatan.
Perawat harus melakukan pengkajian secara cepat dengan melakukan triage untuk
memutuskan tindakan pertolongan pertama. Ada saat dimana seleksi pasien untuk
penanganan segera (emergency) akan lebih efektif. Metode dan penjelasan Triage:
a. Merah (paling penting/ prioritas utama)

21
Keadaan yang mengancam kehidupan sebagian besar pasien mengalami hipoksia, syok,
trauma dada, perdarahan internal, trauma kepala dengan kehilangan kesadaran, luka
bakar derajat I-II.
b. Kuning (penting/ prioritas kedua)
Prioritas kedua meliputi injury dengan efek sistemik namun belum jatuh ke keadaan syok
karena dalam keadaan ini sebenarnya pasien masih dapat bertahan selama 30-60 menit.
Injury tersebut antara lain fraktur tulang multipel, fraktur terbuka, cedera medulla
spinalis, laserasi, luka bakar derajat II.
c. Hijau (prioritas ketiga)
Prioritas ketiga adalah fraktur tertutup, luka bakar minor, minor laserasi, kontusio,
abrasio, dan dislokasi.
d. Hitam (meninggal)
Triage warna hitam adalah korban bencana yang tidak dapat selamat dari bencana,
ditemukan sudah dalam keadaan meninggal.
3. Fase Postimpact
a. Bencana tentu memberikan bekas khusus bagi keadaan fisik, sosial, dan psikologi
korban.
b. Stres psikologi yang terjadi dapat terus berkembang hingga post-traumatic stres disorder
(PTSD) yang merupakan sindrom dengan tiga kriteria utama. Pertama, gejala trauma
pasti dapat dikenali. Kedua. individu tersebut mengalami gejala ulang traumanya melalui
flashback. Mimpi, ataupun peristiwa-peristiwa yang memacunya. Ketiga, individu akan
menunjukkan gangguan fisik. Selain itu, individu dengan PTSD dapat mengalami
penurunan konsentrasi, perasaan bersalah, dan gangguan memori.
c. Tim kesehatan bersama masyarakat dan profesi lain yang terkait bekerja sama dengan
unsur lintas sekor menangani masalah kesehatan masyarakat pasca-gawat darurat serta
mempercepat fase pemulihan (recovery) menuju keadaan sehat dan aman. (Efendi, 2009)

P. Pencegahan dan Pengendalian Kebakaran


Kebakaran merupakan salah satu bencana yang mungkin terjadi di Rumah Sakit. Dimana
akibat yang ditimbulkannya akan berdampak buruk sangat luas dan menyeluruh bagi pelayanan,
operasional, sarana dan prasarana pendukung lainnya, dimana didalamnya juga terdapat pasien,
keluarga, pekerja dan pengunjung lainnya. Untuk hal tersebut maka Rumah Sakit harus
melakukan upaya pengelolaan keselamatan kebakaran.
22
Pencegahan kebakaran adalah upaya yang dilakukan untuk mencegah terjadinya kebakaran di
Rumah Sakit. Pengendalian kebakaran adalah upaya yang dilakukan untuk memadamkan api
pada saat terjadi kebakaran dan setelahnya. Kegiatan Pencegahan dan Pengendalian Kebakaran
sebagai berikut:
1. Identifikasi Area Berisiko Bahaya Kebakaran dan Ledakan
a. Mengetahui potensi bahaya kebakaran yang ada di tempat kerja, dengan membuat daftar
potensi-potensi bahaya kebakaran yang ada di semua area Rumah Sakit.
b. Mengetahui lokasi dan area potensi kebakaran secara spesifik, dengan membuat denah
potensi berisiko tinggi terutama terkait bahaya kebakaran.
c. Inventarisasi dan pengecekan sarana proteksi kebakaran pasif dan aktif:
1) proteksi kebakaran secara aktif, contohnya APAR. hidran, detektor api, detektor asap,
sprinkler, dan lain- lain.
2) proteksi kebakaran secara pasif, contohnya jalur evakuasi, pintu darurat, tangga
darurat, tempat kumpul aman, ram, komparteme in-lain.

2. Pemetaan Area Berisiko Tinggi Kebakaran dan Ledakan:


a. Peta area risiko tinggi ledakkan dan kebakaran
b. Peta keberadaan alat proteksi kebakaran aktif (APAR, hydrant)
c. Peta jalur evakuasi dan titik kumpul aman
d. Denah lokasi di setiap Gedung
3. Pengurangan Risiko Bahaya Kebakaran dan Ledakan:
a. Sistim peringatan dini;
b. Tanda-tanda dan/ atau rambu evakuasi
c. Akses keluar, akses evakuasi, dan area tempat titik kumpul aman
d. Penyediaan alat evakuasi untuk gedung bertingkat:
4. Rekomendasi Untuk Pencegahan Kebakaran Terdiri Atas :
a. Program termasuk pengurangan risiko kebakaran adalah suatu program yang
mengupayakan pengurangan risiko terhadap dampak kebakaran yang terjadi
b. Program termasuk penilaian risiko kebakaran saat ada pembangunan di atau berdekatan
dengan fasilitas adalah upaya untuk mengidentifikasi, menila besarnya risiko dan
pengendalian yang akan dilakukan berikutnya

23
c. Program termasuk deteksi dini kebakaran dan asap adalah bagian dari sistem proteksi
aktif dalam pemadaman kebakaran yang dapat diketahui sejak awal sehingga
penanggulangan dapat dilakukan secepatnya.
d. Program termasuk meredakan kebakaran dan pengendalian (containment) asap. Adalah
upaya yang dilakukan dalammengantisipasi adanya penyebaran bahaya kebakaran.
e. Program termasuk evakuasijalan keluar yang aman dari fasilitas bila terjadi kedaruratan
akibat kebakaran dan kedaruratan bukan kebakaran.

5. Simulasi Kebakaran
Minimal dilakukan 1 tahun sekali untuk setiap gedung. Hal penting yang perlu diperhatikan
dalam pencegahan dan penanggulangan kebakaran:
a. Rumah Sakit perlu menguji secara berkala rencana penanganan kebakaran dan asap,
termasuk semua alat yang terkait dengan deteksi dini dan pemadaman serta
mendokumentasikan hasil ujinya.
b. Bahaya terkait dengan setiap pembangunan di dalam/ berdekatan dgn bangunan yang
dihuni pasien. Yaitu dengan melakukan :
1. Melakukan pemantauan, terutama yang terkait dengan penggunaan bahan-bahan
mudah terbakar, penggunaan sumber panas/api.
2. Melakukan sosialisasi terhadap pihak ketiga/ kontraktor terkait pencegahan
kebakaran.
c. Jalan keluar yang aman dan tidak terhalang bila tejadi kebakaran (jalur evakuasi), yaitu
dengan melakukan :
1. Menyediakan Jalur darurat yang digunakan jika terjadi kebakaran secara aman dan
selamat.
2. Memastikan jalur darurat tidak boleh terhalang oleh benda apapun atau yang dapat
menghalangi jalannya proses evakuasi.
3. Jalur tersebut harus sesuai standar, dimulai dari penerangan yang cukup, rambu dan
petunjuk yang jelas dan mudah terbaca, penekan asap keluar.
d. Sistem peringatan dini, sistem deteksi dini, smoke, heat, ion atauflame detector, alarm
kebakaran, dan patrol kebakaran, antara lain:
1. Seperangkat alat yang merupakan sistem dari pemadam kebakaran yang terintegrasi
yang harus dipahami oleh setiap pegawai yang ada dilokasi atau area tersebut

24
2. Seperangkat alat yang merupakan sistem dari pemadam kebakaran yang terintegrasi
bersifat otomatis yang merupakan bagian dari proteksi aktif yang disesuaikan dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
3. Patroli kebakaran dilakukan secara rutin.
4. Sosialisasi bagi semua karyawan yang ada dilokasi
e. Mekanisme penghentian/supresi (suppression) seperti selang air, supresan kimia
(chemical suppressants) atau sistem penyemburan (sprinkler). Merupakan sistem
pemadam kebakaran secara aktif, baik dilakukan secara otomatis maupun manual (Fitra,
2021)

25
BAB III

METODE KEGIATAN
A. Nama Kegiatan
Nama dari kegiatan ini adalah ‘’ simulasi penanggulangan kebakaran ’’.
B. Tema kegiatan
Tema dari kegiatan ini adalah ‘’ simulasi penanggulangan kebakaran sebagai media edukasi guna
meningkatkan kesiapsiagaan dalam menghadapi kebakaran ‘’
C. Pelaksanaan kegiatan
Hari/Tangal: senin , 26 Desember 2022
Waktu : 08.00-selesai WITA
Tempat : Universita Muhammadiyah Gorontalo
D. Sasaran kegiatan

Sasaran dalam kegiatan ini adalah seluruh mahasiswa kelompok 2 kelas B 2019 Program Studi
Ilmu Keperawatan yang berjumlah 20 orang
E. Susunan kepanitiaan

Dosen Pengajar : Haslinda Damansyah, S.Kep., Ns., M.Kep


Ketua : Ganda Sari Sedana
Sekretaris : Azzahra Imansari Mahmud
Bendahara : Dhea Safitri Didik Hariyanto
Koordinator : 1. Koordinator Lapangan : Mohamad Ariyanto Tuna
2. Koordinator Perlengkapan : Aditya Putra Hamzah

3. Koordinator Publikasi dan : Anggun Yudistira Hunow


Dokumentasi

F. Susunan pembagian tugas

1. komandan : Farel Novriyanto W. Kahar


2. perawat : Ganda Sari Sedana
Nurzihan Adam
Sheinta Inado
Sulis Pramutia Rivai
Anggun Yudistira Humow
Nova Rahmawati Kamali
3. Perawat evakuasi :
26
Dhea Safitri Didik Hariyanto
Azzahra Imansari Mahmud
Mohamad Ariyato Tuna
Sri Muliyani Rajawali
Zulkifli Kumay
4. Pasien :
Melinda H. Dukalang
Sismiyati Pratiwi A. Nusi
Cindy Pratiwi Dehimeli
Putri Nurmariani
Aqsal Machdi Adam
5. Security :
Irfan Lamalani
Aditya Putra Hamzah

G. Susunan Acara
Waktu Kegiatan Dibawakan oleh Lokasi
08.00-09.00 Persiapan simulasi Panitia pelaksana Universitas
Muhammadiyah
Gorontalo
09.00-12.00 Simulasi Peserta simulasi Universitas
Muhammadiyah
Gorontalo
12.00-13.00 Ishoma Panitia Pelaksana Universitas
Muhammadiyah
Gorontalo
13.00-14.00 Penutup Panitia Pelaksana Universitas
Muhammadiyah
Gorontalo

H. Gambaran Simulasi

Kebakaran di Rumah Sakit Gorontalo, lantai satu Rumah Sakit Umum Daerah
(RSUD) Kabupaten Gorontalo, pada Jumat, 16 Desember 2022 pagi 10.00 Wita,
terbakar.

27
Direktur RSUD Kab. Gorontalo mengungkapkan kebakaran disebabkan oleh
hubungan pendek arus listrik peralatan elektronik di salah satu ruangan perawatan
yang terbakar berisi peralatan pendukung pelayanan serta alat-alat medis, arsip
administrasi dan sejenisnya. Dikatakannya, kejadian bermula saat itu pegawai yang
sedang bertugas melihat ada percikan dan tidak berselang beberapa detik terjadi
ledakan api yang menyala pada stopkontak yang biasa digunakan oleh keluarga pasien,
sehingga tindakan penanganan segera dilakukan dengan peralatan yang tersedia.

Pasien serta para perawat pun sontak berhamburan untuk menyelamatkan diri karena
munculnya asap diruangan lantai satu, tepatnya ruangan UGD RSUD setempat yang
merupakan ruang pelayanan dan keadministrasian. Asap terus bertambah dan api
semakin membesar, sehingga pihak keamanan memutuskan untuk meminta bantuan
kepada anggota pemadam kebakaran.

Dampak dari kebakaran tersebut dapat menyebabkan kerusakan pada 1/4 gedung dan
hampir seluruh berkas vital yang berada di dalam ruangan tersebut ikut terbakar
sekaligus pasien terkena dampak seperti sesak nafas dan luka bakar. Berdasarkan hasil
pendekatan awal kepada petugas kesehatan yang berada di ruangan tersebut, ada
sejumlah 40 orang telah di evakuasi ke titik yang aman (zona biru). Ada pun petugas
pemadam kebakaran, polisi, dan PMI (Palang Merah Indonesia) kota Gorontalo.

I. Rencana Anggaran
Jenis kebutuhan Satuan Harga satuan Harga
Lem Fox 1 kaleng Rp. 20.000 Rp. 20.000
Pewarna Makanan 2 botol Rp. 2.500 Rp. 5.000
Plastisin Merah 5 buah Rp. 7.500 Rp. 37.500
Tandu 1 set Rp. 100.000 Rp. 100.000
Mitela 10 lembar Rp. 50.000 Rp. 50.000
Spalak 5 buah Rp. 50.000 Rp. 50.000
Megaphone 1 buah Rp. 50.000 Rp. 50.000
APPAR 1 buah Rp. 250.000 Rp. 250.000
Handscoon 20 lembar Rp. 500 Rp. 10.000
NaCl 2 botol Rp. 10.000 Rp. 20.000
Kasa steril 1 dos Rp. 5.000 Rp. 5.000
28
Total Rp 597.500

J. DATA KEBAKARAN

KEBAKARAN DI RUMAH SAKIT TOTO KABILA

Dilansir dari Butota.ID 

Kebakaran terjadi di Kabupaten Bone Bolango tepatnya di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD)
Toto Kabila, Bone Bolango, Ruang gizi sekaligus dapur milik Rumah Sakit Umum Daerah
(RSUD) Toto Kabila, Gorontalo terbakar, Kamis (28/10/2021) dini hari. Peristiwa tersebut
terjadi sekitar pukul 05.00 WITA.
Kepala / Direktur RSUD Toto Kabila, dr. Serly Daud, M.Kes ketika dihubungi mengungkapkan,
bahwa yang terbakar hanya bagian atap dan kebakaran tersebut, diketahui dari salah seorang
petugas rumah sakit.
“Telah terjadi kebakaran yang berasal dari ruangan Poliklinik Urologi RSUD Toto Kabila,
kebakaran itu diakibatkan adanya panel listrik yang mungkin terlalu besar arus pendeknya
sehingga dia meledak. Akibat dari peristiwa tersebut, sebanyak 60 pasien Urologi yang
semestara melakukan pendaftaran belum bisa dilanjutkan”
“Atap dan pelapon yang terbakar tapi sementara di investigasi sekarang sementara ditanyakan
siapa-siapa saja yang ada di sana,” Ujar Serly

29
“Tidak ada orang-orang di dalam, kan tidak ada kegiatan to. Kegiatan nanti habis subuh pas
nanti petugas mau ke situ baru dia lihat sudah terbakar di atas,” Sambungnya.
Ditanya total kerugian, dr. Serly mengatakan sejauh ini masih dalam tahap investigasi, dan
pelayanan rumah sakit yang ada di Kabupaten Bone Bolango tersebut, tetap berjalan
sebagaimana mestinya.
“Belum bisa dihitung pak, karena sementara masih di investigasi ini, cuman pelayanan tetap
jalan tidak ada masalah karena gizi dapurnya bisa memasak, karena hanya atapnya yang
terbakar,” Tandasnya (Edris, n.d.)

30
KEBAKARAN DI RUMAH SAKIT ALOEI SABOE

Kota Gorontalo, mimoza.tv - Jumat siang (23/6/2017) warga Gorontalo kembali dikejutkan
dengan kabar terbakarnya RSUD Aloe Saboe. Kebakaran diduga berasal dari rumah warga
dibelakang garasi mobil RSUD. 1 korban meninggal dunia dalam kejadian ini.

Kebakaran yang terjadi sekitar pukul 13.00 Wita setelah shalat Jumat ini, diduga berasal dari
rumah warga yang tinggal tepat dibelakang garasi mobil milik RSUD Aloe Saboe.

Menurut keterangan warga yang dihimpun tim mimoza tv, api tiba-tiba muncul dari rumah salah
satu warga di Kelurahan Wongkaditi, Kecamatan Kota Utara, milik Sam Usman, yang akhirnya
merembet hingga ke garasi mobil RSUD Aloe Saboe.

Seorang nenek yang tinggal di rumah yang berada belakang garasi RSUD, menjadi korban
dalam kejadian ini. Korban yang diketahui bernama Nenek Kiki, saat kejadian sementara tertidur
di dalam kamar ikut terbakar, dan meninggal dunia.

4 unit mobil pemadam kebakaran milik pemerintah Kota Gorontalo yang diturunkan ke lokasi
kejadian, berhasil memadamkan api sekitar 90 menit setelah kejadian.

Hingga saat ini, penyebab kejadian masih terus diselidiki pihak kepolisian. Akibat kejadian ini 1
rumah warga, 9 mobil ambulance, 1 mobil dinas rumah sakit, dan 4 unit motor milik pegawai
rumah sakit terbakar. Kerugian diperkirakan mencapai 1 Milyar rupiah (mimoza, 2017)

31
SKENARIO KEJADIAN KEBAKARAN di RUMAH SAKIT

Waktu,
Kejadian,
Karakteristik Dampak Kondisi Daerah Kejadian
Kejadian

Jumat,16 Menyebabkan  Pukul 09.30, saat jam kerja, di ruangan


kerusakan pada semua orang bekerja sesuai dengan
Desmber 2022
1/4 gedung dan pekerjaannya. Menurut saksi mata, sebelum
pukul 10.00
hampir seluruh terjadinya kebakaran, tidak ada tanda-tanda
WIT
berkas vital yang muncul, hanya angin kencang di luar
Telah terjadi yang berada di gedung. Namun, tiba-tiba terlihat ada
kebakaran di dalam ruangan percikan api dari salah satu colokan.
salah satu tersebut ikut
ruang terbakar
perawatan sekaligus pasien
terkena dampak
seperti sesak
nafas dan luka
bakar.

32
Di Rumah terbakar.  Percikan api tersebut menimbulkan api yang
Sakit cukup besar. Api merambat dengan cepat
dan mengenai benda-benda yang berada
Tinggi kobaran
disekitarnya.
api : kurang
 Api membesar hingga ketinggian kurang
lebih 1 m
lebih 1 meter. Perawat langsung
mengamankan diri ke titik aman di luar
gedung
 Petugas keamanan di rumah sakit yang saat
itu sedang berpatroli mengetahui kejadian
tersebut dan langsung menelpon petugas
pemadam kebakaran (damkar)
 Lima menit setelah ditelpon, petugas
damkar datang dengan polisi dan petugas
PMI.
 Petugas damkar berusaha memadamkan api
sedangkan petugas PMI mengevakuasi
korban kebakaran. Polisi juga membantu
evakuasi korban dengan mengamankan
korban di tempat aman dan mencegah orang
lain datang ke tempat kejadian
 Api bisa dipadamkan setelah 30 menit
 Pegawai yang selamat ditemani petugas
damkar, masuk ke dalam gedung untuk
memeriksa kerusakan yang ditimbulkan.

33
BAB IV
HASIL PEMBAHASAN

34
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Pencegahan kebakaran merupakan segala upaya atau tindakan yang terencana untuk
mencegah dan mentiadakan kemungkinan terjadinya kebakaran. Pencegahan kebakaran dan
pemadaman dalam tahap awal sangat penting untuk dilakukan, baik dengan jalan
meningkatkan ilmu pengetahuan maupun keterampilan khususnya tentang kebakaran. Dalam
hal ini tindakan untuk mencegah terjadinya kebakaran dengan melakukan identifikasi potensi
kebakaran.
Untuk menjamin tingkat keandalan serta keselamatan bangunan agar dapat digunakan
sesuai dengan fungsinya, maka perlu dilakukan pengelolaan bahaya kebakaran dengan baik
dan terencana. Mengelola kebakaran bukan sekedar menyediakan alat-alat pemadam, atau
melakukan latihan pemadaman secara berkala setahun sekali, namun memerlukan program
terencana dalam suatu sistem yang disebut Manajemen kebakaran dilakukan dalam tiga
tahapan yaitu pencegahan dilakukan sebelum kebakaran terjadi (pra kebakaran),
penanggulangan dilakukan saat terjadi kebakaran dan rehabilitasi dijalankan setelah
kebakaran (pasca kebakaran).

B. Saran
Saran ini dibuat dengan memenuhi unsur harapan. Harapan disini adalah makalah ini
dapat meningkatkan ilmu pengetahun tentang kebakaran, memberikan perubahan yang baik
dan bersifat positif. Makalah dibuat lebih spesifik berdasarkan penelitian yang telah dilakukan
semoga menjadi referensi untuk membantu dalam memajukan studi kasus penelitian yang
akan datang.

35
DAFTAR PUSTAKA
Arrazy, S. dkk. (2014). Penerapan Sistem Manejemen Keselamatan Kebakaran Di Rumah Sakit DR.
SOBIRIN Kabupaten Musi Rawas Tahun 2013. Jurnal Ilmu Kesehatan Masyarakat, 5.

Edris. (n.d.). Terkait Kebakaran Ruang Gizi RSUD, Begini Tanggapan Kepala Toto, Kabila – Gorontalo.
Butota.Id.

Efendi, F. M. (2009). Keperawatan Kesehatan komunitas : Teori Dan Praktik Dalam Keperaatan.
Salemba Medika.

Fitra, M. (2021). ANALISIS RISIKO KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (ARK3) (Wijayantono
(ed.)). Azkiya.

Mangindara.dkk. (2021). Kesiapsiagaan Rumah Sakit Dalam Upaya Penanggulangan Bencana


Kebakaran. CV.Tohar Media.

mimoza. (2017). Garasi RSUD Aloe Saboe Terbakar, 1 Korban Meninggal Dunia. Mimoza.

Musyafak, A. (2020). Sistem Manajemen Kebakaran di Rumah Sakit. HIGEIA JOURNAL OF PUBLIC
HEALT RESEARCH AND DEVELOPMENT.

Sandhyavitri, A., Fauzi, M., Gunawan, H., Sutikno, E. S., Restuhadi, F., Amri, R., Siswanto, Suryaman,
I., Mukti, A. M., & Riza, S. (n.d.). MITIGASI Bencana Banjir dan kebakaran (A. Sandhyavitri
(ed.)). Badan Penerbit Universitas Riau.

Suharyono. (2021). PENERAPAN MANAJEMEN FASILITAS DAN KESELAMATAN (MFK) DI


FASYANKES (Haqi (ed.)). Uwais Inspirasi INdonesia.

36

Anda mungkin juga menyukai