Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Etika berasal dari kata ethos yaitu untuk suatu kehendak baik yang
tetap. Etika berhubungan dengan soal baik atau buruk, benar atau salah.
Etika adalah jiwa atau semangat yang menyertai suatu tindakan. Dengan
demikian etika dilakukan oleh seseorang untuk perlakuan yang baik agar
tidak menimbulkan keresahan dan orang lain menganggap bahwa tindakan
tersebut memang memenuhi landasan etika.
Dalam melakukan aktivitas dakwah perlu ada aturan yang
mengikat agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Aturan tersebut
merupakan kode etik yang seharusnya diperhatikan dalam aktivitas
dakwah. Kode etik dalam aktivitas dakwah sebenarnya untuk kepentingan
dakwah, sehingga dengan demikian, aturan yang diberlakukan dalam
kegiatan dakwah dapat dilaksanakan agar tidak terjadi benturan atau hal
yang tidak diinginkan dalam proses dakwah.
Kode Etik sangat dibutuhkan dalam berbagai bidang, termasuk
bidang Etika Dakwah, dipergunakan untuk membedakan baik dan buruk
atau apakah perilaku Da’i bertanggung jawab atau tidak.
Kode etik profesi merupakan bagian dari etika profesi. Kode etik
profesi merupakan lanjutan dari norma-norma yang lebih umum dan
dirumuskan dalam etika profesi. Dengan demikian kode etik profesi adalah
sistem norma atau aturan yang ditulis secara jelas dan tegas serta terperinci
tentang apa yang baik dan tidak baik. Tujuan utama kode etik profesi
adalah memberi pelayanan khusus dalam masyarakat tanpa mementingkan
kepentingan pribadi atau kelompok.

1
B. Rumusan Masalah
1.      Apa Itu Etika?
2.      Apa Saja Kode Etik dalam dakwah?
4.      Apa implikasi psikologis dalam dakwah?
5. Fungsi dakwah dalam kehidupan masyarakat?

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Kode Etik


Istilah kode etik lazimnya merujuk pada aturan – aturan atau prinsip
– prinsip yang merumuskan perlakuan benar dan salah. Secara umum
etika dakwah itu adalah etika islam itu sendiri,di mana secara umum
seorang da’I harus melakukan tindakan – tindakan yang terpuji dan
menjauhkan diri dari prilaku – prilaku yang tercela. Dan pengertian kode
etik dakwah adalah rambu – rambu etis yang harus dimiliki oleh seorang
juru dakwah. Namun secara khusus dalam dakwah terdapat kode etik
tersendiri. Dalam berdakwah terdapat beberapa etika yang merupakan
rambu – rambu etis juru dakwah, sehingga dapat dihasilkan dakwah yang
bersifat responsif. Seorang da’I atau pelaku dakwah dituntut untuk
memiliki etika – etika yang terpuji dan menjauhkan diri dari perilaku –
perilaku yang tercela.

B. Kode Etik Profesi


Kode etik profesi merupakan sarana untuk membantu para
pelaksana seseorang sebagai seseorang yang professional supaya tidak
dapat merusak etika profesi. Ada tiga hal pokok yang merupakan fungsi
dari kode etik profesi :
Kode etik profesi memberikan pedoman bagi setiap anggota
profesi tentang prinsip profesionalitas yang digariskan. Maksudnya bahwa
dengan kode etik profesi, pelaksana profesi mampu mengetahui suatu hal
yang boleh dia lakukan dan yang tidak boleh dilakukan.
Kode etik profesi merupakan sarana kontrol sosial bagi masyarakat
atas profesi yang bersangkutan. Maksudnya bahwa etika profesi dapat
memberikan suatu pengetahuan kepada masyarakat agar juga dapat
memahami arti pentingnya suatu profesi, sehingga memungkinkan
pengontrolan terhadap para pelaksana di lapangan keja (kalanggan social).

3
Kode etik profesi mencegah campur tangan pihak diluar organisasi
profesi tentang hubungan etika dalam keanggotaan profesi. Arti tersebut
dapat dijelaskan bahwa para pelaksana profesi pada suatu instansi atau
perusahaan yang lain tidak boleh mencampuri pelaksanaan profesi di lain
instansi atau perusahaan

C. Beberapa kode etik dakwah adalah sebagai berikut :


1. Harus bersikap sopan
Kesopanan seorang da’i harus di jaga baik itu dalam perbuatan
ataupun perkataan, cara mengenakan pakaian, dan bentuk serta model
pakaian, harus di jaga serapih mungkin, agar mad’u dapat menghormati
da’i tersebut, cara berpakaian dan bentuk pakaian yang dikenakan harus
dijaga dengan sebaik mungkin dan tidak menyolok, yang perlu diingat
oleh da’I adalah ia bertindak sebagai mubaligh yaitu penyampai ajaran
kebenaran islam , bukan sebagai peragawan atau peragawati, ataupun
model, karena itu kesopanan dan kepantasan menjadi hal yang harus
diperrtimbangkan oleh da’I dalam melakukuan aktivitas dakwahnya.
2. Seorang da’I harus jujur
Dalam menyampaikan aktivitas dakwah, hendaklah da’I
menyampaikan sesuatu informasi dengan jujur, seorang da’I juga harus
menyampaikan sesuatu yang keluar dari lisannya harus sesuai dengan
perbuatannya, seorang da’I tidak boleh berkata bohong, apalagi sengaja
berbohong dalam suatu tema atau topic pembicaraan.
3. Tidak melakukan toleransi/kompromi dengan agama lain
Toleransi memang dianjurkan oleh islam tetapi dalam batas-batas
tertentu dan tidak menyangkut masalah agama atau aqidah. Dalam hal ini
islam memberikan garis tegas tidak bertoleransi,dan kompromi. Ketika
nabi masih tinggal di mekkah orang-orang musyrikin mencoba mengajak
beliau untuk melakukan kompromi agama, kata mereka “wahai
Muhammad ikutilah agama kami maka kami pun akan mengikuti kamu,
kamu menyembah tuhan-tuhan kami selama satu tahun nanti kami akan

4
menyembah tuhan kamu selama satu tahun, mendengar ajakan itu nabi
berkata“ saya mohon perlindungan Allah agar tidak
mempersekutukanNYA dengan yang lain”, kemudian turun Surat Al-
Kafirun yang intinya orang islam tidak diperkenankan menyembah
sesembahan orang – orang kafir ( QS. Al – Kafirun ayat 4)
     
Artinya : “ Dan aku tidak akan menjadi penyembah apa yang kamu
sembah.”
4. Tidak mencerca agama lain
Pada waktu nabi masih di mekkah orang musyrikin mengatakan
bahwa beliau dan para pengikutnya sering meghina dan mencerca berhala
sesembahan mereka akhirnya secara emosional mereka mencerca Allah
sesembahan Nabi, lalu Allah menurunkan ayat yang berbunyi : ( QS. Al –
An’am ayat 108)

          
          
    
Artinya : “ Dan janganlah kamu memaki sembahan-sembahan
yang mereka sembah selain Allah, karena mereka nanti akan memaki
Allah dengan melampaui batas tanpa pengetahuan. Demikianlah Kami
jadikan Setiap umat menganggap baik pekerjaan mereka. kemudian
kepada Tuhan merekalah kembali mereka, lalu Dia memberitakan kepada
mereka apa yang dahulu mereka kerjakan.

5. Tidak melakukan diskriminasi


Dalam menjalankan tugas dakwah seorang da’i tidak di
perkenankan melakukan diskriminasi sosial antara orang yang di
dakwahi,seorang da’i tidak di perkenankan lebih mementingkan orang-
orang kelas elite saja, sementara orang kelas bawah dinomorduakan, maka
turunlah ayat yang berbunyi : ( QS. Abasa ayat 1 – 2 ).

5
      

Artinya : “ Dia berwajah masam dan berpaling karena seorang buta telah
datang kepadanya”.

6. Tidak memungut imbalan


Suatu hal yang sangat penting dalam dakwah Rasulullah saw
maupun nabi-nabi sebelumnya beliau tidak pernah memungut imbalan dari
pihak-pihak yang didakwahi beliau hanya mengharapkan imbalan dari
Allah saja, selain itu juga meminta imbalan dari kegiatan dakwah lebih
buruk dari sekedar menerimanya, meminta berarti pendakwah menentukan
besaran honorarium, baik secara sepihak maupun dengan negoisasi,
sedangkan menerima imbalan semata, artiya tanpa meminta- minta berarti
pendakwah bersikap pasif, tidak meminta-mintanya merupakan penentuan
dari mitrah dakwah, sementara pendakwah berhak menerima atau
menolaknya.

D. Rumusan Etika dalam berdakwah


Pada 1996, Ittihadul Muballighin, organisasi para mubaligh yang
dipimpin KH Syukron Ma’mun menyelenggarakan musyawarah nasional
(munas). Salah satu keputusan penting yang diambil dalam munas itu
adalah merumuskan kode etik dakwah untuk para dai.
Keputusan ini diambil karena pada waktu itu mulai muncul dai
walakedu (jual agama kejar duit). Rumusan kode etik itu diharapkan dapat
menjadi pedoman para dai atau mubaligh dalam menjalankan dakwahnya
sehingga mereka dapat mewarisi tugas para nabi, bukan justru mendapat
laknat dari Allah SWT dalam berdakwah.
Sekurang-kurangnya, ada tujuh kode etik dakwah.
Kode etik pertama, tidak memisahkan antara perbuatan dan ucapan. Kode
ini diambil dari Alquran surah al-Shaff ayat 2-3. “Hai orang-orang yang beriman,

6
mengapa kalian mengatakan hal-hal yang kalian tidak melakukannya? Amat besar
murka di sisi Allah SWT karena kalian mengatakan hal-hal yang tidak kalian
kerjakan.” Kode pertama ini juga diambil dari perilaku Rasulullah SAW di mana
secara umum beliau tidak memerintahkan sesuatu, kecuali beliau melakukannya.
Kode etik kedua, tidak melakukan toleransi agama. Toleransi antarumat beragama
memang sangat dianjurkan sebatas tidak menyangkut masalah akidah dan ibadah.
Dalam masalah keduniaan (muamalah), Islam sangat menganjurkan
adanya toleransi. Bahkan, Nabi SAW banyak memberikan contoh tentang hal itu,
sementara toleransi dalam akidah dan ibadah dilarang dalam Islam.
Hal itu berdasarkan firman Allah SWT dalam surah al-Kafirun ayat 6,
“Bagi kamu agama kamu dan bagiku agamaku.” Dalam Hadis Riwayat Imam ibn
Hisyam juga disebutkan, “Orang-orang Yahudi Kabilah Bani Auf adalah satu
bangsa bersama orang-orang mukmin, bagi orang-orang Yahudi agama mereka
dan bagi orang-orang mukmin agama mereka.”
Kode etik ketiga, tidak mencerca sesembahan agama lain. Ini diambil dari
surah al-An’am ayat 108. “Dan, janganlah kamu memaki sesembahan yang
mereka sembah selain Allah karena mereka nanti akan memaki Allah dengan
melampaui batas tanpa pengetahuan.”
Kode etik keempat, tidak melakukan diskriminasi. Ketika Nabi SAW
masih berada di Makkah dan mengajarkan Islam kepada orang-orang miskin,
antara lain, Bilal al-Habsyi, Shuhaib al-Rumi, Salman al-Farisi, dan lain-lain, tiba-
tiba datang kepada Nabi SAW sejumlah tokoh bangsawan Quraisy yang juga
hendak belajar Islam dari beliau.
Namun, bangsawan Quraisy ini tidak mau berdampingan dengan rakyat
kecil. Mereka minta kepada Nabi SAW untuk mengusir Bilal dan kawan-
kawannya itu. Nabi kemudian menyetujui permintaan tersebut, namun akhirnya
Allah menurunkan ayat yang mengkritik perilaku Nabi itu, yaitu surah al-An’am
ayat 52. “Dan, janganlah kamu mengusir orang-orang yang selalu menyembah
Tuhannya pada pagi hari dan petang sedangkan mereka menghendaki keridaan-
Nya. Kamu tidak memikul tanggung jawab sedikit pun terhadap perbuatan mereka
dan mereka tidak memikul tanggung jawab sedikit pun terhadap perbuatan kamu

7
yang menyebabkan kamu (berhak) mengusir mereka sehingga kamu termasuk
orang-orang zalim.”
Kode etik kelima, tidak memungut imbalan. Kode ini diambil antara lain
dari Alquran surah Saba’ ayat 47. “Katakanlah, upah apa pun yang aku minta
kepadamu maka hal itu untuk kamu (karena aku pun tidak minta upah apa pun
kepadamu). Upahku hanya dari Allah. Dia Maha Mengetahui segala sesuatu.”
Demikian pula perilaku para Nabi, termasuk Nabi Muhammad SAW
dalam berdakwah, mereka tidak pernah memungut imbalan, apalagi pasang tarif,
tawar-menawar, dan lain sebagainya.
Kode etik keenam, tidak mengawani pelaku maksiat. Para dai yang
runtang-runtung, gandeng renceng dengan pelaku maksiat, mereka menjadi tidak
mampu untuk melakukan amar makruf dan nahi mungkar. Akhirnya, justru Allah
SWT melaknat mereka semua. Hal itulah yang telah terjadi atas kaum Bani Israil
seperti diceritakan dalam surah al-Maidah ayat 78-79. “Telah dilaknati orang-
orang kafir dari Bani Israil dengan lisan Daud dan ‘Isa bin Maryam. Hal itu
karena mereka durhaka dan selalu melampaui batas. Mereka satu sama lain tidak
melarang perbuatan mungkar yang mereka lakukan. Sesungguhnya, sangatlah
buruk apa yang mereka lakukan itu.”
Dan, kode etik ketujuh, tidak menyampaikan hal-hal yang tidak diketahui.
Kode etik ini diambil dari surah al-Isra ayat 36. “Dan, janganlah kamu mengikuti
apa yang tidak kamu ketahui. Karena, sesungguhnya pendengaran, penglihatan,
dan hati, semua itu akan dimintai pertanggungjawabannya.”

E. Fungsi Dakwah
Berdakwah memiliki beberapa fungsi, antara lain :   
1. Untuk menyebarkan agama Islam kepada manusia sebagai individu dan
masyarakat sehingga meratalah Islam sebagai Rahmatan lil’alamin

8
2. Melestarikan nilai-nilai Islam dari generasi ke generasi kaum muslimin
berikutnya, sehingga keberlangsungan ajaran Islam beserta pemeluknya
dari generasi berikutnya   tidak terputus
3. Meluruskan akhlak yang bengkok, mencegah kemungkaran, dan
mengeluarkan manusia dari kegelapan rohani.
4. Menyerukan kepada orang non-muslim untuk masuk Islam.
5. Menyerukan agar orang Islam menegakkan hukum Islam secara total.
6. Menegakkan kebenaran dan mencegah kemungkaran yang meliputi segala
kemaksiatan baik yang dilakukan oleh pribadi maupun kelompok.
7. Membentuk individu dan masyarakat yang menjadikan Islam sebagai
pegangan dan pandangan hidup di dalam kehidupannya.
Selain fungsi-fungsi yang tersebut di atas, dakwah juga memiki
berbagai keutamaan, yaitu Dakwah Adalah Muhimmatur Rusul (Tugas
Utama Para Rasul ‘Aliahimussalam)
Para Rasul ‘alaihimussalam adalah orang yang diutus oleh Allah
SWT untuk melakukan tugas utama mereka yakni berdakwah. Keutamaan
dakwah terletak pada disandarkannya kerja dakwah ini pada manusia yang
paling utama dan mulia yaitu Rasulullah SAW dan saudara-saudara beliau
para nabi dan rasul ‘alaihimussalam.

        

Artinya : “ (Muhammad) “Inilah jalanku, aku dan orang-orang


yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan yakin, Maha
Suci Allah, dan aku tidak termasuk orang-orang musyrik”. (Yusuf [12] :
108)

9
Ayat diatas menjelaskan jalan Rasulullah SAW dan para pengikut
beliau yakni jalan dakwah. Maka barangsiapa yang mengaku sebagai
pengikut beliau SAW, maka dia harus terlibat dalam dakwah sesuai
kemampuannya masing-masing.

BAB III
KESIMPULAN

A. Kesimpulan

10
Kode Etik dakwah adalah rambu – rambu etis yang harus dimiliki
oleh seorang juru dakwah. Namun secara khusus dalam dakwah terdapat
kode etik tersendiri. Dalam berdakwah terdapat beberapa etika yang
merupakan rambu – rambu etis juru dakwah, sehingga dapat dihasilkan
dakwah yang bersifat responsif. Seorang da’I atau pelaku dakwah dituntut
untuk memiliki etika – etika yang terpuji dan menjauhkan diri dari
perilaku – perilaku yang tercela.
1.      Harus bersikap sopan
2.      Seorang da’I harus jujur
3.      Tidak melakukan toleransi/kompromi dengan agama lain
4.      Tidak mencerca agama lain
5.      Tidak melakukan diskriminasi
6.      Tidak memungut imbalan

DAFTAR PUSTAKA

Drs. Enjang AS, M.Ag., M.Si. Hajir Tajiri, M.Ag, Suatu Pendekatan Teologis &
Filosofis Etika Dakwah. Bandung : Widya Padjadjaran, 2009.

11
Samsul Munir Amin, Ilmu Dakwah, Jakarta: Amzah,2009.
Mafri Amir, Etika Komunikasi massa dalam Pandangan Islam. Jakarta : Logos,
1999.
M. Munir, Metode Daakwah. Jakarta : Kencana, 2006.
Moh. Ali Aziz, Ilmu Dakwah, Jakarta: Kencana, 2009.

KATA PENGANTAR

12
Pertama-tama kami ucapkan puji dan syukur kepada Allah Swt, karena
berkat rahmat dan karunia Nya lah kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat
pada waktu nya.

Tak lupa salawat dan salam kami limpahkan kepada nabi muhammad saw,
pada para sahabat nya, keluarga nya sampai kepada kita umat nya. Alhamdulillah
makalah yang kami buat ini berjudul Implikasi Etika Dakwah

Makalah ini tersusun tak lepas dari bimbingan Makmur Jaya,M.A oleh
karna itu kami mengucap kan terimakasih atas bimbingan beliau kami menyadari
makalah ini masih banyak kekurangan, oleh karena itu kami berharap kritik dan
saran membangun dari semua pihak guna sempurna nya makalah ini akhir nya
kami berharap mudah-mudahan makalah ini dapat bermanfaat khusus nya bagi
dunia pendidikan.

Takengon, 06 Agustus 2021

Kelompok

DAFTAR ISI

13
KATA PENGANTAR....................................................................................i
DAFTAR ISI...................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN...............................................................................1
A. Latar Belakang ..............................................................................1
B. Rumusan Masalah .........................................................................2
BAB II PEMBAHASAN.................................................................................3
A. Pengertian kode etik.......................................................................3
B. Kode Etik profesi...........................................................................3
C. Kode etik dakwah..........................................................................4
D. Rumusan ertika dalam berdakwah ................................................6
E. Fungsi dakwah dalam masyarakat.................................................9
BAB III PENUTUP.........................................................................................11
A. Kesimpulan ...................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA

Makalah
ii

14
IMPLIKASI ETIKA DAKWAH

Disusun Oleh :

Kelompok
Muhammad Zaki ( 200511138 )
Hamniar Ningsih ( 200511135)
Mata Kuliah : Sejarah Dakwah
Dosen Pengasuh : Makmur Jaya,M.A

JURUSAN TARBIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI TAKENGON, ACEH TENGAH
Tahun Ajaran 2021/2022

15

Anda mungkin juga menyukai