Anda di halaman 1dari 10

S.O.

P
STANDARD OPERATING PROCEDURE

PENGELOLAAN
KELELAHAN KERJA
(FATIGUE MANAGEMENT)

CV. MULTINDO PRIMA TEKNIK


Job Site : TMU Coal Project – TANI HARAPAN,
KUTAI KARTANEGARA
SOP_MPT-SMKP_30.1-9 Page 1 of
Pengelolaan Kelelahan Kerjas (Fatigue Management)
Nomor : SOP_MPT-SMKP_30.1-9
Tanggal berlaku : Oktober 2022
Tanggal review : Oktober 2025
STANDARD OPERATING PROCEDURE : Rev.0
Revisi
(SOP)
DEPARTEMEN HSE

PENGELOLAAN KELELAHAN KERJA


(FATIGUE MANAGEMENT)

Dibuat oleh : Diperiksa / disetujui oleh :

SUHRA WARDI MUHAMMAD YUSUF MIRMAN WAHYUDI


Penanggung Jawab
HSE Superintendent Technical Advisor
Operasional

DAFTAR ISI

1. TUJUAN ……………………………………………………………………………. 3
2. RUANG LINGKUP ……………………………………………………………………………. 3
3. TANGGUNG JAWAB …………………………………………………………………………..... 3
4. DEFINISI ……………………………………………………………………………. 4
5. REFERENSI ……………………………………………………………………………. 4
6. URAIAN ……………………………………………………………………………. 5

RIWAYAT PERUBAHAN

SOP_MPT-SMKP_30.1-9 Page 2 of
Pengelolaan Kelelahan Kerjas (Fatigue Management)
NO TANGGAL PENJELASAN PERUBAHAN DIREVISI OLEH

1. TUJUAN
Prosedur ini bertujuan untuk menguraikan tentang tanggung-jawab, dan
memberi panduan tentang cara mengurangi faktor penyebab terjadinya
kelelahan, serta menangani secara efektif dan secara tepat para karyawan
yang mungkin tidak sehat untuk melakukan pekerjaan akibat kelelahan.

2. RUANG LINGKUP
Prosedur ini berlaku untuk semua karyawan, sub-kontraktor dan para
pengunjung lokasi perusahaan atau mereka yang melakukan kegiatan-kegiatan
untuk perusahaan.

3. TANGGUNG JAWAB
3.1. Penanggung Jawab Opersional
3.1.1 Memastikan Memastikan program pemeriksaan medis kesehatan
kerja semua karyawan menurut ketentuan yang berlaku.
3.1.2 memiliki Standar K3L yang mengatur tentang fatigue mangement.
3.1.3 Menyediakan sumber daya yang diperlukan untuk penerapan yang
efektif dari program pelatihan K3L perusahaan.
3.1.4 Memastikan standar ini diterapkan di seluruh wilayah kerja CV.
Multindo Prima Teknik.

3.2. Kepala HSE Departemen


Memberikan saran K3L kepada semua Departemen CV. Multindo Prima
Teknik dan Sub kontraktor untuk memastikan pemenuhan tanggung jawab
dan akuntabilitas mereka terhadap penerapan standar ini.

3.3. Setiap Kepala Departemen


a. Bertanggung jawab atas kesehatan, keselamatan dan kesejahteraan
semua orang yang berada di bawah pengawasan mereka.
b. Mendorong kerjasama secara aktif berdasarkan kebijakan.
c. Menilai kesiapan untuk bekerja.

SOP_MPT-SMKP_30.1-9 Page 3 of
Pengelolaan Kelelahan Kerjas (Fatigue Management)
d. Melakukan tindakan yang diperlukan bila seseorang mengalami
kelelahan dan tidak fit untuk bekerja.
e. Mengurangi dampak kelelahan.

3.4. Karyawan
a. Masing-masing karyawan bertanggung jawab untuk menjamin
keselamatan dan kesehatan mereka sendiri di tempat kerja dan harus
menghindari tindakan yang merugikan kesehatan dan keselamatan
orang lain.
b. Melapor untuk bekerja dalam kondisi yang fit.
c. Melaporkan pada pengawas tentang obat-obatan yang mereka
gunakan selama karyawan menggunakan segala obat resep dokter
maupun non resep (seperti; obat sakit kepala, flu) yang dapat
menyebabkan ngantuk.

4. DEFINISI
4.1 Pengelolaan adalah suatu rangkaian proses baik berupa perencanaan,
pengorganisasian, pengendalian dan pengawasan dalam suatu organisasi
terutama dalam dunia pendidikan sehingga tujuan pendidikan yang
diinginkan dapat berjalan dengan efektif dan efisien.
4.2 Circadian Rhythms adalah siklus normal kegiatan di siang hari dan tidur
di malam hari.
4.3 Kelelahan adalah suatu keadaan dimana kelelahan fisik atau mental
muncul akibat kurang tidur untuk memulihkan kondisinya. Kondisi fisik
atau mental seperti ini sangat berbahaya karena dapat mengganggu
penilaian seseorang tentang tingkat kelelahan mereka sendiri.
4.4 Kurang Tidur adalah muncul bila karyawan tidak cukup tidur untuk
memulihkan kondisinya. Kondisi kurang tidur seperti ini dapat
berakumulasi selama beberapa hari atau semalaman tanpa tidur. Kondisi
ini hanya dapat dipulihkan dengan melakukan tidur untuk pemulihan.
4.5 Deprivasi Tidur adalah kurang tidur, yang dapat mengakibatkan
menurunnya kinerja dan tingkat kewaspadaan karyawan.
4.6 Sehat untuk Bekerja adalah keadaan dimana karyawan dalam kondisi
(fisik, mental dan emosi) yang memungkinkan ia melaksanakan tugas-
tugas yang diberikan dengan baik dan dengan cara yang tidak
membahayakan atau mengancam keselamatan atau kesehatan mereka
sendiri atau orang lain.

SOP_MPT-SMKP_30.1-9 Page 4 of
Pengelolaan Kelelahan Kerjas (Fatigue Management)
5. REFERENSI
5.1 Undang – Undang Pemerintah RI No.1 tahun 1970 tentang Keselamatan
dan Kesehatan Kerja.
5.2 Peraturan Menteri ESDM No.26 Tahun 2018 tentang Pelaksanaan Kaidah
Pertambangan Yang Baik Dan Pengawasan Pertambangan Mineral Dan
Batubara.

5.3 Keputusan Menteri ESDM No.1827.K/30/MEM/2018 tentang pedoman


pelaksanaan kaidah tehnik pertambangan yang baik.
5.4 Keputusan Dirjen Mineral dan Batubara Nomor: 185.K/30/DJB/2019
tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Keselamatan Pertambangan dan
Pelaksanaan, Penilaian, dan Pelaporan SMKP Minerba.

6. URAIAN
6.1. Penyusunan dan Pengelolaan Shift dan Roster
Evaluasi dan penyusunan roster adalah proses yang rumit. Roster yang
efektif perlu mempertimbangkan :
 Kebutuhan bisnis;
 Pertimbangan tentang kesehatan dan keselamatan kerja; dan,
 Kebutuhan karyawan.

6.1.1 Penilaian resiko


Penilaian resiko perlu dilakukan untuk memberi panduan dalam
menyusun shift dan roster. Penilaian resiko ini perlu
mempertimbangkan :
a) Paparan terhadap kegiatan kerja beresiko tinggi
b) Paparan terhadap kegiatan kerja yang monoton
c) Waktu perjalanan
d) Ketersediaan fasilitas penginapan
e) Ketentuan mess (penginapan karyawan) di lokasi site
f) Kesempatan bagi karyawan untuk mengurus tugas-tugas dasar
rumah tangga, berbelanja, mencuci, mengambil air, dan dll.
g) Kesempatan bagi karyawan untuk mengakses sarana umum
h) Kesempatan bagi karyawan untuk memperoleh waktu yang
cukup untuk berkumpul dengan keluarga

6.1.2 Penyusunan Shift dan Roster


Penanggung Jawab Operasional terkait harus memastikan bahwa
semua roster (termasuk roster sub-kontraktor) telah sesuai dengan
pedoman-pedoman dasar berikut ini:
SOP_MPT-SMKP_30.1-9 Page 5 of
Pengelolaan Kelelahan Kerjas (Fatigue Management)
6.1.2.1 Umum (semua pengoperasian)
a. Harus ada batas maksimal 12 jam kerja dijadwalkan
setiap hari. Dalam keadaan terpaksa, jam kerja yang
lebih lama dapat diberikan selama mereka tidak masuk
dalam periode rendah circadian rhythm (yaitu tidak
lebih dari jam 00.00 sampai jam 06.00).

b. PJO harus mengetahui dan mempertimbangkan jumlah


waktu perjalanan seseorang dalam menilai potensi shift
atau roster yang dapat menyebabkan kelelahan.
c. Seseorang tidak boleh bekerja lebih dari 14 jam kerja
secara berurutan (hari berikutnya harus kurang dari 14
jam).
d. Jam mulai kerja tidak boleh sebelum pukul 06.00.
e. Beban kerja harus dikaji secara seksama untuk mencari
cara untuk menghindari kelelahan berlebihan.
Perubahan dalam organisasi kerja, dan meningkatnya
multi keahlian dapat mengakibatkan keragaman dan
perubahan kecepatan kerja yang dapat membuat
beberapa pekerjaan lebih cocok untuk shift yang lebih
panjang.
f. Pengaturan khusus mungkin diperlukan untuk tugas-
tugas yang monoton, seperti mengangkut batubara
untuk jarak yang jauh. Hal ini mencakup jumlah dan
lamanya istirahat, rotasi operator antar truk, atau rotasi
operator pada beberapa jenis peralatan.

6.1.2.2 Rotasi Shift Operasi


a) Karyawan harus diberi rentang waktu yang cukup untuk
tidak kerja setelah bekerja malam, untuk memperoleh
istirahat yang cukup (minimal 24 jam istirahat di antara
pergantian shift).
b) Peraturan ketenagakerjaan menerapkan shift 12 jam
dan mengharuskan rasio jam kerja dengan jam istirahat
2:1, dengan ketentuan batas maksimal empatbelas jam
kerja setiap hari secara berurutan dan minimal lima hari
istirahat dengan upah.
c) Karyawan harus kembali bekerja setelah istirahat di
shift siang dan berubah ke shift malam. Apabila
karyawan kembali bekerja di shift malam setelah
istirahat, maka Workplace Manager Harus
melaksanakan program orientasi untuk
memberitahukan setiap perubahan di tempat kerja
sewaktu karyawan dalam masa istirahat.
d) Karyawan baru tidak boleh mulai bekerja di shift malam
sebelum mendapatkan orientasi yang cukup memadai.
SOP_MPT-SMKP_30.1-9 Page 6 of
Pengelolaan Kelelahan Kerjas (Fatigue Management)
6.1.2.3 Pengoperasian Shift Tunggal
Maximal 78 jam kerja untuk setiap periode 7 hari.
Karyawan akan diberikan istirahat setengah hari pada hari
ketujuh.

6.1.3 Istirahat dalam Shift


Jumlah dan lama istirahat selama satu shift harus disesuaikan
dengan beban kerja dan jadwal shift.
Apabila nominal 12 jam kerja shift berlangsung, maka pada
umumnya akan disediakan istirahat selama 60 menit dalam
minimal dua kali istirahat, istirahat pertama diberikan setelah 3-5
jam shift dimulai, dan yang kedua setelah 7-9 jam setelah shift
dimulai. Sebagai alternatif, satu istirahat selama 60 menit dapat
diberikan setelah 5 - 7 jam shift dimulai.

6.1.4 Pemantauan Jam Kerja


Site akan menetapkan prosedur-prosedur untuk memantau jam
kerja yang dilakukan. Audit secara teratur akan dilakukan untuk
mengidentifikasi jam kerja sistemik yang berlebihan.

6.2. Manajemen Sub-kontraktor


Manager perlu memastikan bahwa semua Kontraktor dan Sub-kontraktor
telah memenuhi kewajiban mereka untuk secara aktif mengelola kesiapan
karyawan mereka untuk melaksanakan karyawan (termasuk tingkat
kelelahan mereka) selama di lokasi site. Untuk itu site akan melaksanakan
prosedur-prosedur berikut ini.

6.2.1 Informasi yang harus diberikan Sub-kontraktor


Sebelum memenuhi karyawan di lokasi site, Kepala departemen
yang berwenang akan memberikan salinan prosedur CV. Multindo
Prima Teknik Manajemen Kelelahan (Fatique) kepada Kontraktor
dan sub-kontraktor.

6.2.2 Persyaratan Sub-kontraktor


Semua sub-kontraktor diharuskan untuk memenuhi prosedur ini;
a. Mengadakan program pendidikan dan pelatihan yang tepat
untuk semua karyawan mereka di lokasi site;
b. Menetapkan praktek manajemen yang tepat untuk mengatasi
masalah kelelahan karyawan.

6.2.3 Verifikasi

SOP_MPT-SMKP_30.1-9 Page 7 of
Pengelolaan Kelelahan Kerjas (Fatigue Management)
Manager harus memastikan bahwa sub-kontraktor mampu
memenuhi kewajiban mereka berdasarkan prosedur ini dengan
cara;
a) Mengharuskan sub-kontraktor mengumpulkan data dan
memberi laporan tentang pengelolaan mereka terhadap
masalah kelelahan
b) Mengadakan tinjauan dan audit terhadap prosedur dan tindakan
sub kontraktor di bidang ini.

6.3. Penilaian pra-Kerja terhadap potensi tiap Individu terhadap kelelahan


Para pelamar kerja untuk posisi yang melibatkan kerja shift harus dinilai
secara berkala untuk menentukan faktor resiko kelelahan serta
kemampuan mereka untuk mengatasi kelelahan. Faktor yang dapat
digunakan secara sah untuk menentukan kelayakan seseorang untuk
kerja shift harus dinilai sebagai bagian dari proses pra-kerja dan
merupakan bagian dari kriteria pemilihan karyawan. Hal ini meliputi Faktor
Penilaian Potensial.
6.3.1 Kondisi Kesehatan/Fisik
Penyakit kronis atau kondisi medis lain biasanya akan mengurangi
kemampuan seseorang untuk menjalani kerja shift. Penyakit ini
antara lain adalah diabetes, epilepsi, sakit kronis atau segala
kondisi fisik yang membatasi maupun cidera.
6.3.2 Usia
Setelah berusia di atas 40 tahun, sebagian besar orang
menghadapi masalah yang lebih besar untuk kerja shift karena
adanya perubahan fisiologis serta meningkatnya masalah yang
terkait dengan kesulitan tidur.
6.3.3 Tanggung jawab Keluarga dan Sosial
Kebutuhan yang ditimbulkan oleh keluarga serta kondisi sosial juga
mempengaruhi kemampuan untuk mengelola kerja shift dengan
berhasil. Beberapa faktor lainnya antara lain adalah memiliki anak
yang masih kecil, anggota keluarga sedang sakit, dll.
6.3.4 Komitmen Luar
Komitmen luar antara lain punya kerja sampingan, hobi atau studi
dapat mempengaruhi tingkat kelelahan.
6.3.5 Penggunaan Alkohol dan Obat-Obatan Lain
Pola-pola penggunaan alkohol dan obat-obatan lain juga dapat
mempengaruhi kemampuan seseorang untuk mengatur kerja shift
secara efektif. Bahan-bahan kimia yang digunakan untuk

SOP_MPT-SMKP_30.1-9 Page 8 of
Pengelolaan Kelelahan Kerjas (Fatigue Management)
mengatasi masalah tidur (bila disalahgunakan) antara lain; alkohol,
obat-obat tidur; dan, obat-obat perangsang (kafein, nikotin, dll.).
6.3.6 Riwayat Kerja Sebelumnya
Bila mungkin, proses penilaian sebaiknya mencakup dan
mempertimbangkan, riwayat kerja pelamar atau karyawan di masa
lalu dalam mengatasi pekerjaan yang berbahaya atau mengelola
kerja shift dengan berhasil. Dikarenakan adanya tuntutan untuk
melakukan pekerjaan yang berbahaya atau kerja shift, maka hal-
hal berikut ini adalah sangat penting.

a. Kemampuan untuk menentukan arah / mengikuti instruksi.


b. Kemampuan untuk bekerja dengan selamat dan dengan
pengawasan yang minimal.

6.4. Program Pendidikan dan Pelatihan


Semua personil yang bekerja secara teratur di lokasi site harus diberikan
pendidikan dan pelatihan yang tepat untuk memahami dan mengatasi
faktor-faktor penyebab kelelahan. Hal ini untuk menjamin mereka memiliki
pengetahuan dan keahlian untuk meminimalkan dan mengatasi kelelahan.
6.4.1 Pendidikan Karyawan
Program-program pendidikan karyawan harus meliputi informasi
tentang;
a. Circadian rhythms
b. Kurang tidur
c. Gejala kelelahan pada diri sendiri dan orang lain,
d. Resiko yang muncul jika bekerja dalam keadaan lelah,
e. Faktor resiko umum penyebab kelelahan,
f. Faktor penyebab kelelahan, khususnya gangguan pada tubuh
akibat bekerja di malam hari,
g. Dampak alkohol atau obat-obatan lain terhadap pola tidur dan
kelelahan,
h. Cara untuk meningkatkan kualitas tidur mereka,
i. Dampak kerja shift terhadap kehidupan rumah tangga

Modul pelatihan Standar Pengelolaan Kelelahan Kerja (Fatigue


Management) CV. Multindo Prima Teknik perlu dimasukkan dalam
setiap presentasi Komite Keselamatan Pertambangan.

SOP_MPT-SMKP_30.1-9 Page 9 of
Pengelolaan Kelelahan Kerjas (Fatigue Management)
SOP_MPT-SMKP_30.1-9 Page 10 of
Pengelolaan Kelelahan Kerjas (Fatigue Management)

Anda mungkin juga menyukai