Anda di halaman 1dari 16

Laporan ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah

GIZI DALAM MASALAH KESPRO


STIKES Cirebon Tahun 2022,
Dosen Pengampu:
YOSI YUSROTUL KHASANAH, S.ST., M.Kes.

TINJAUAN TEORI
rangkuman
MENU DAN STATUS GIZI
Disusun Oleh:
FUJI DWI YANUAR PRATIWI
NIM : 1520122B009
DAFTAR ISI

TINJAUAN TEORITIS

A. Pedoman Menu Gizi

B. Menyusun Menu
1. Manfaat Menyusun Menu
2. Faktor yang Mempengaruhi Penyusunan Menu
3. Pendekatan Menyusun Menu

C. Teknik Pengolahan Bahan Makanan dan Mutu serta Perubahan


Akibat Perlakuan dalam Pengolahan

D. Penilaian Status Gizi

E. Jenis Penilaian Status Gizi

F. Cara Menghitung Status Gizi

DAFTAR PUSTAKA
TINJAUAN TEORI
(Rangkuman)

A. Pedoman Menu Gizi


Upaya perbaikan status gizi masyarakat mempunyai daya ungkit tinggi dan
berkelanjutan adalah pendidikan dan penyuluhan gizi yang bertujuan untuk merubah
perilaku kearah Pola Hidup Sehat dan Sadar Gizi. Dengan pola hidup sehat dan sadar
gizi, masyarakat akan terbiasa dengan mengonsumsi aneka ragam pangan, berperilaku
hidup bersih, melakukan aktivitas fisik, dan mempertahankan berat badan normal.
Apabila semua perilaku Gizi Seimbang tersebut diterapkan maka masyarakat akan
terhindar dari kekurangan atau kelebihan gizi dan turut mengurangi berbagai penyakit
infeksi. Untuk implementasi pada masyarakat tentang Pola Hidup Sehat dan Gizi Seimbang
pemerintah membuat Pedoman tersebut dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 41
Tahun 2014.
Berdasarkan Riskesdas 2007, 2010, 2013 menunjukkan bahwa Indonesia masih
memiliki masalah kekurangan gizi. Kecenderungan prevalensi kurus (wasting) anak
balita dari 13,6% menjadi 13,3% dan menurun 12,1%. Sedangkan kecenderungan
prevalensi anak balita pendek (stunting) sebesar 36,8%, 35,6%, 37,2%. Prevalensi gizi
kurang (underweight) berturut-turut 18,4%, 17,9% dan 19,6%. Prevalensi kurus anak
sekolah sampai remaja berdasarkan Riskesdas 2010 sebesar 28,5%.
Untuk itu dalam melaksanakan pendidikan dan penyuluhan Gizi Seimbang kepada
masyarakat, petugas dituntut kreatif dengan penuh inisiatif, untuk mengembangkan
pesan-pesan yang tertuang dalam buku pedoman, agar disesuaikan dengan masalah,
situasi dan kondisi setempat. Harapan dimasa mendatang kegiatan pendidikan dan
penyuluhan gizi akan bergaung di seluruh wilyah tanah air “Kapan saja dimana saja dan
oleh siapa saja”, sehingga penerapan perilaku Gizi Seimbang oleh setiap anak bangsa di
seluruh lapisan masyarakat dalam rangka mewujudkan harapan “Bangsa Sehat
Berprestasi” dapat terlaksana dengan baik.
Pedoman Gizi Seimbang yang telah diimplementasikan di Indonesia sejak tahun
1955 merupakan realisasi dari rekomendasi Konferensi Pangan Seduni di Roma tahun
1992. Pedoman tersebut menggantikan slogan “4 Sehat 5 Sempurna” yang telah
diperkenalkan sejak tahun 1952 namun sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) dalam bidang gizi serta masalah dan tantangan
yang dihadapi. Diyakini dengan mengimplementasikan Pedoman Gizi Seimbang secara
benar, semua masalah gizi dapat diatasi. Adapun Prinsip Gizi Seimbang terdiri dari 4
(empat) Pilar yang pada dasarnya merupakan rangkaian upaya untuk menyeimbangkan
antara zat gizi yang keluar dan zat gizi yang masuk dengan memantau berat badan
secara teratur. Empat Pilar tersebut adalah :
1. Mengonsumsi anekaragam pangan
Tidak ada satupun jenis makanan yang mengandung semua jenis zat gizi yang
dibutuhkan tubuh untuk menjamin pertumbuhan dan mempertahankan kesehatannya,
kecuali Air Susu Ibu (ASI) untuk bayi baru lahir sampai berusia 6 bulan. Contoh:
nasi merupakan sumber utama kalori, tetapi miskin vitamin dan mineral; sayuran dan
buah-buahan pada umumnya kaya akan vitamin, mineral dan serat, tetapi miskin
kalori dan protein; ikan merupakan sumber utama protein tetapi sedikit kalori.
Khusus untuk bayi berusia 0-6 bulan, ASI merupakan makanan tunggal yang
sempurna. Hal ini disebabkan karena ASI dapat mencukupi kebutuhan untuk tumbuh
dan berkembang dengan optimal, serta sesuai dengan kondisi fisiologis pencernaan
dan fungsi lainnya dalam tubuh.
2. Membiasakan perilaku hidup bersih
Penyakit infeksi merupakan salah satu faktor penting yang mempengaruhi status gizi
seseorang secara langsung, terutama anak- anak. Seseorang yang menderita penyakit
infeksi akan mengalami penurunan nafsu makan sehingga jumlah dan jenis zat gizi
yang masuk ke tubuh berkurang. Sebaliknya pada keadaan infeksi, tubuh
membutuhkan zat gizi yang lebih banyak untuk memenuhi peningkatan metabolisme
pada orang yang menderita infeksi terutama apabila disertai panas. Pada orang yang
menderita penyakit diare, berarti mengalami kehilangan zat gizi dan cairan secara
langsung akan memperburuk kondisinya. Demikian pula sebaliknya, seseorang yang
menderita kurang gizi akan mempunyai risiko terkena penyakit infeksi karena pada
keadaan kurang gizi daya tahan tubuh seseorang menurun, sehingga kuman penyakit
lebih mudah masuk dan berkembang. Kedua hal tersebut menunjukkan bahwa
hubungan kurang gizi dan penyakit infeksi adalah hubungan timbal balik.
3. Melakukan aktivitas fisik
Aktivitas fisik yang meliputi segala macam kegiatan tubuh termasuk olahraga
merupakan salah satu upaya untuk menyeimbangkan antara pengeluaran dan
pemasukan zat gizi utamanya sumber energi dalam tubuh.
4. Memantau Berat Badan (BB) secara teratur untuk mempertahankan berat
badan normal
Bagi orang dewasa salah satu indikator yang menunjukkan bahwa telah terjadi
keseimbangan zat gizi di dalam tubuh adalah tercapainya berat badan yang normal,
yaitu berat badan yang sesuai untuk tinggi badannya. Indikator tersebut dikenal
dengan Indeks Masa Tubuh (IMT). Oleh karena itu, pemantauan BB normal
merupakan hal yang harus menjadi bagian dari “Pola Hidup‟ dengan “Gizi
Seimbang‟, sehingga dapat mencegah penyimpangan BB dari BB normal, dan
apabila terjadi penyimpangan dapat segera dilakukan langkah-langkah pencegahan
dan penanganannya. Bagi bayi dan balita indikator yang digunakan adalah
perkembangan berat badan sesuai dengan pertambahan umur. Pemantauannya
dilakukan dengan menggunakan KMS. Yang dimaksud dengan berat badan normal
adalah : a. Untuk orang dewasa jika IMT = 18,5-25,0; b. bagi anak Balita dengan
menggunakan KMS dan berada di dalam pita hijau.

B. Menyusun Menu
Menu adalah pedoman bagi yang menyiapkan makanan atau hidangan, bahkan
merupakan penuntun bagi mereka yang menikmati hidangan tersebut dibuat (Manuntun
et al, 2015). Menu yang merupakan suatu susunan beberapa macam hidangan yang
disajikan pada waktu tertentu dapat terdiri dari satu macam hidangan yang lengkap atau
tidak lengkap, juga dapat berupa hidangan untuk makan atau sarapan pagi, untuk makan
siang atau makan malam saja ataupun hidangan makan untuk satu hari penuh dengan
atau tanpa makan selingan.
Standar menu disusun secara periodik 6 bulan sekali yang siklus menunya 10 hari +
menu 31. Standar menu tersebut berpedoman pada pola menu seimbang (Irianto, 2014).
Perencanaan menu merupakan serangkaian kegiatan menyusun hidangan dalam variasi
yang serasi untuk manajemen penyelenggaraan makanan di institusi (Muchatob, 1991).
Adapun proses perencanaan menu yang sukses dimulai dengan tujuan yang jelas
mencerminkan keinginan yang akan dikeluarkan akan manfaat, faktor dan pendekatan
yang dilakukan, yaitu :
1. Manfaat Menyusun Menu
Perencanaan menu dilakukan untuk beberapa hari atau yang disebut siklus menu,
misalnya 5 hari atau 10 hari. Penyusunan menu berdasarkan siklus menu berfungsi
untuk :
a. Variasi dan kombinasi bahan makanan dapat diatur, sehingga :
Menghindari kebosanan, karena terlalu sering jenis makanan tertentu
dihidangkan.
b. Pada saat tertentu dapat dihidangkan makanan kesukaan yang menjadi makanan
favorit bagi anggota keluarga.
c. Dapat menanamkan kebiasaan menyukai berbagai macam-macam makanan sejak
anak – anak bahkan sejak bayi. Kebiasaan makanan yang ditanamkan sejak dini
akan diteruskan hingga dewasa. Kebiasaan makan yang baik akan mengurangi
resiko terjadinya masalah gizi.
d. Makanan yang disajikan dapat disusun sesuai dengan kebutuhan gizi seluruh
keluarga (misalnya pada kondisi : Sakit, hamil atau menyusui)
e. Menu dapat disusun sesuai dengan biaya yang tersedia, sehingga mengurangi
adanya kebocoran dana serta dapat menghindari pembelian bahan makanan yang
terlalu banyak atau berlebihan.
f. Waktu dan tenaga yang tersedia dapat digunakan sebaik-baiknya, terutama bagi
ibu-ibu yang bekerja atau mempunyai kesibukan lain selain urusan rumah tangga
g. Mengurangi beban mental, karena segala sesuatunya telah diatur jauh hari
sebelumnya.
2. Faktor Yang Mempengaruhi Menyusun Menu
a. Perlunya menu : faktor ini perlu diketahui terlebih dahulu agar menu dapat
disusun sesuai dengan tujuan.
b. Biaya : faktor ini sebenarnya yang menentukan corak menu yang baik sederhana,
sedang maupun mewah. Biaya yang tersedia sangat berpengaruh terhadap menu
yang akan disusun.
c. Gizi : faktor ini sangat penting, terlebih lagi jika akan menyusun menu untuk
keluarga sehari-hari. Hidangan harus memenuhi kebutuhan gizi agar dapat
mendukung pertumbuhan badan, menjaga kesehatan dan menghasilkan energi
yang diperlukan.
d. Waktu penyajian : faktor ini diperlukan mengingat selera makan akan berbeda
antara pagi, siang dan malam. Untuk siang hari, diperlukan hidangan- hidangan
yang berlemak dan panas.
e. Jumlah orang yang makan : faktor ini berkaitan dengan jenis makanan dan
penggunaan bahan makanan. Jenis makanan yang memerlukan banyak waktu
pengolahan kurang tepat untuk dimasukan ke dalam menu bagi orang banyak,
kecuali jika terdapat peralatan yang lengkap dan tenaga kerja yang cukup
banyak. Demikian pula dengan mengenai penggunaan bahan, sebaiknya
menyesuaikan jumlah bahan makanan dengan jumlah orang yang akan makan.
f. Pemakaian bahan : mengambil bahan makanan ketika musim tertentu akan lebih
menguntungkan karena umumnya harga bahan makanan yang tersebut lebih
murah daripada harga biasa.
g. Kombinasi makanan : dalam sebuah menu harus terdapat keserasian kombinasi
rupa, rasa, dan warna (Rotua, 2015). Susunan menu yang baik, apabila telah
memenuhi kriteria seperti pola menu yang sesuai, memenuhi kecukupan gizi
klien, sesuai dengan selera klien, kombinasi warna menarik, kombinasi rasa dan
bahan sesuai, menu bervariasi, sesuai dengan suhu/ iklim (Muchatob, 1991).

3. Pendekatan Menyusun Menu


Makanan yang baik adalah makanan yang memenuhi tri guna makanan, yakni
makanan sebagai sumber zat tenaga (karbohidrat dan lemak), zat pembangun
(protein nabati dan hewani), dan zat pengatur (vitamin dan mineral). Selain itu,
makanan yang baik adalah makanan yang beragam, bergizi, dan berimbang. Namun
tidak hanya memilih makanan yang baik, hal lain juga perlu dipertimbangkan seperti
bagaimana menyusun menu seimbang. Berikut langkah sederhana menyusun menu
makanan seimbang dan hal-hal lain yang haru diperhatikan:
a. Mengandung unsur 4 sehat 5 sempurna, setidaknya menu makanan terdiri dari
makanan pokok, lauk pauk, sayur mayur, buah-buahan dan susu sebagai
penunjang.
b. Tentukan bahan makanan seimbang dengan memperhatikan Angka Kecukupan
Gizi (AKG) dan Angka Kecukupan Energi (AKE), selera, daya beli, dan
keragaman pangan untuk menghindari kebosanan.
c. Perhatikan cara pengolahan makanan. Seperti jangan terlalu matang sehingga
akan mengurangi bahkan menghilangkan zat gizi dari makanan tersebut.
Perhatikan juga bahan-bahan pendukung lainnya seperti bahan penyedap
makanan pilihlah yang aman dan jangan terlalu banyak menggunakannya. Dalam
mencuci bahan makanan (sayur dan buah-buahan) usahakan dengan cara yang
benar, usahakan mencuci sebelum bahan makanan tersebut dipotong agar zat gizi
yang terkandung didalamnya tidak berkurang.
d. Hati-hati dalam membeli dan menggunakan bahan makanan berkemasan,
biasakan untuk selalu memeriksa waktu kadaluarsa produk sebelum membeli
atau menggunakannya.
e. Perhatikan kebutuhan pangan untuk keluarga berdasarkan umur dan jenis
kelamin. Masing-masing umur dan jenis kelamin memiliki kebutuhan pangan
yang berbeda. Intinya makanlah sesuai kebutuhan dan jangan berlebih-lebihan
agar tidak menimbulkan masalah pada kesehatan. Sebagaiman porsi yang dapat
ditampung perut adalah 1/3 untuk makanan, 1/3 untuk minuman, dan 1/3 lagi
untuk bernafas.

C. Teknik Pengolahan Bahan Makanan dan Mutu serta Perubahan Akibat Perlakuan
dalam Pengolahan
Pengolahan makanan adalah kumpulan metode dan teknik yang digunakan untuk
mengubah bahan mentah menjadi makanan atau mengubah makanan menjadi bentuk
lain untuk konsumsi oleh manusia atau oleh industry pengolahan makanan
(Winarno,1993). Dalam mekanisme pengolahan bahan makanan melalui tahapan
persiapan bahan makanan, pengolahan bahan makanan, dan distribusi dan penyajian
makanan.
Adapun teknik dasar pengolahan makanan adalah mengolah bahan makanan dengan
berbagai macam teknik atau cara. Adapun teknik dasar pengolahan makanan dibedakan
menjadi 2, yaitu, teknik pengolahan makanan panas basah (moist heat) dan teknik
pengolahan panas kering (dry heat cooking).
Teknik pengolahan makanan panas basah adalah mengolahan makanan dengan
bantuan cairan. Cairan tersebut dapat berupa kaldu ( stock ), air, susu, santan dan bahan
lainnya. Teknik pengolahan makanan panas basah ini memiliki berbagai cara di
antaranya :
1. teknik boiling (Boiling adalah mengolah bahan makanan dalam cairan yang sudah
mendidih).
2. teknik poaching (Poaching adalah merebus bahan makanan dibawah titik didih
dalam menggunakan cairan yang terbatas jumlahnya. Proses poaching berlangsung
sedikit lama dan suhu dalam air berkisar 83 0C – 95 0C).
3. teknik braising (teknik merebus bahan makanan dengan cairan sedikit, kira-kira
setengah dari bahan yang akan direbus dalam panci penutup dan api kecil secara
perlahan-lahan).
4. teknik stewing (Stewing atau menggulai adalah mengolah bahan makanan yang
terlebih dahulu ditumis bumbunya, dan direbus dengan cairan yang berbumbu
dengan api sedang. Pada proses stewing ini, cairan yang dipakai, yaitu susu, santan,
dan kaldu. Cairan dapat dikentalkan sebelum atau selama proses stewing
berlangsung. Dalam pemberian garam, sebaiknya dimasukkan pada akhir stewing,
karena dalam dagin dan sayur sudah terkandung garam), dan
5. steaming (Steaming adalah memasak bahan makanan dengan uap air mendidih.
Teknik ini bisa dikenal dengan mengukus. Bahan makanan diletakkan pada steamer
atau pengukus, kemudian uap air panas akan mengalir le sekeliling bahan makanan
yang sedang dikukus).

Adapun teknik pengolahan panas kering (dry heat cooking) adalah mengolah
makanan tanpa bantuan cairan, misalnya :
1. deep frying (mengolah makanan dengan menggoreng menggunakan minyak dalam
jumlah banyak, pada teknik ini yang digoreng betul-betul tenggelam dalam minyak
dan meperoleh hasil yang krispi atau kering).
2. shallow frying (proses mengoreng yang dilakukan dengan cepat dalam minyak
goreng yang sedikit).
3. roasting (teknik mengolah bahan makanan dengan cara memanggang bahan
makanan dalam bentuk besar didalam oven. Roasting bentuk seperti oven. Sumber
panasnya berasal dari kayu bakar, arang, gas, listrik, atau micriwave oven.
Waktu meroasting sumber panas berasal dari seluruh arah oven. Selama proses
meroasting berjalan, harus disiram lemak berulaang kali untuk memelihara
kelembutan daging dan unggas tersebut).
4. baking (pengolahan bahan makanan didalam oven dengan panas dari segala arah.
Dalam teknik baking ini ada yang menggunakan loyang yang berisi air didalam
oven, yaitu bahan makanan diletakkan dalam loyang. Contoh : puding karamel, hot
puding franfrurt), dan
5. grilling (teknik mengolah makanan diatas lempengan besi panas (gridle) atau diatas
pan dadar (teflon) yang diletakkan diatas perapian. Suhu yang dibutuhkan untuk grill
sekitar 292 ◦c. Grill juga dapat dilakukan diatas bara langsung dengan jeruji
panggang atau alat bantu lainnya. Dalam teknik ini, perlu diberikan sedikit minyak
baik pada makanan yang akan diolah mauoun pada alat yang digunakan).
Jenis Perlakuan dalam Pengolahan bahan makanan:
1. Suhu tinggi : diterapkan baik dalam pengawetan maupun dalam pengolahan pangan
Pemberian suhu tinggi pada pengolahan dan pengawetan pangan didasarkan kepada
kenyataan bahwa pemberian panas yang cukup dapat membunuh sebagian besar
mikroba dan menginaktifkan enzim. Pemanasan mengakibatkan efek mematikan
terhadap mikroba. Efek yang ditimbulkannya tergantung dari intensitas panas dan
lamanya  pemanasan. Makin tinggi suhu yang digunakan, makin singkat waktu
pemanasan yang digunakan untuk mematikan mikroba.
2. Blansing : Blansing merupakan suatu cara pemanasan pendahuluan atau perlakuan
pemanasan tipe pasteurisasi yang dilakukan pada suhu kurang dari 100 0C selama
beberapa menit, dengan menggunakan air panas atau uap. Biasanya suhu yang
digunakan sekitar 82 – 93 oC selama 3 – 5 menit. Contoh blansing misalnya
mencelupkan sayuran atau buah dalam air mendidih selama 3 – 5 menit atau
mengukusnya selama 3 – 5 menit. Tujuan utama blansing ialah menginaktifan enzim
diantaranya enzim peroksidase dan katalase, walaupun sebagian dari mikroba yang
ada dalam bahan juga turut mati. Kedua jenis enzim ini paling tahan terhadap panas.
Blansing biasanya dilakukan terhadap sayur-sayuran dan buah-buahan yang akan
dikalengkan atau dikeringkan.
3. Pasteurisasi : Pasteurisasi merupakan suatu proses pemanasan bahan pangan sampai
suatu suhu tertentu untuk membunuh mikroba patogen atau penyebab penyakit
seperti bakteri penyebab penyakit TBC, disentri, diare, dan penyakit perut lainnya.
Dengan pasteurisasi masih terdapat mikroba, sehingga bahan pangan yang telah
dipasteurisasi mempunyai daya tahan simpan yang singkat.
4. Sterilisasi : Sterilisasi adalah proses termal untuk mematikan semua mikroba beserta
sporasporanya. Spora-spora bersifat tahan panas, maka umumnya diperlukan
pemanasan selama 15 menit pada suhu 121 ˚C atau ekivalennya , artinya semua
partikel bahan pangan tersebut harus mengalami perlakuan panas. Mengingat bahwa
perambatan panas melalui kemasan (misalnya kaleng, gelas) dan bahan pangan
memerlukan waktu, maka dalam prakteknya pemanasan dalam autoklaf akan
membutuhkan waktu lebih lama dari 15 menit. Selama pemanasan dapat terjadi
perubahanperubahan kualitas yang tidak diinginkan. Untungnya makanan tidak perlu
dipanaskan hingga steril sempurna agar aman dan memiliki daya tahan simpan yang
cukup lama. Semua makanan kaleng umumnya diberi perlakuan panas hingga
tercapai keadaan steril komersial . Biasanya daya tahan simpan makanan yang steril
komersial adalah kira-kira 2 tahun. Kerusakan-kerusakan yang terjadi biasanya
bukan akibat pertumbuhan mikroba, tetapi karerna terjadi kerusakan pada sifat-sifat
organoleptiknya akibat reaksi-reaksi kimia.
5. Fermentasi : Proses fermentasi dalam pengolahan pangan adalah proses pengolahan
panan dengan menggunakan aktivitas mikroorganisme secara terkontrol untuk
meningkatkan keawetan pangan dengan dioproduksinya asam dan/atau alkohol,
untuk menghasilkan produk dengan karekateristik flavor dan aroma yang khas, atau
untuk menghasilkan pangan dengan mutu dan nilai yang lebih baik  (Winarno,
1993). Contoh-contoh produk pangan fermentasi ini bermacam-macam; mulai dari
produk tradisional (misalnya tempe, tauco, tape) sampai kepada produk yang modern
(misalnya salami dan yoghurt).
6. Pengeringan : Pengeringan adalah suatu cara untuk mengeluarkan atau
mengilangkan sebagian air dari suatu bahan dengan menguapkan sebagian besar air
yang di kandung melalui penggunaan energy panas (Winarno, 1993). Biasanya,
kandungan air bahan tersebut di kurangi sampai 53 batas sehingga mikroorganisme
tidak dapat tumbuh lagi di dalamya.Keuntungan pengeringan adalah bahan menjadi
lebih awet dan volume bahan menjadi lebih kecil sehingga mempermudah dan
menghemat ruang pengangkutan dan pengepakan, berat bahan juga menjadi
berkurang sehingga memudahkan transpor, dengan demikian di harapkan biaya
produksi menjadi lebih murah.Kecuali itu, banyak bahan-bahan yang hanya dapat di
pakai apabila telah di keringkan, misalnya tembakau, kopi, the, dan biji-bijian.
7. Pendinginan : Pendiginan adalah penyimpanan bahan pangan di atas suhu
pembekuan bahan yaitu -2 -10 0C. Cara pengawetan dengan suhu rendah lainya yaitu
pembekuan. Pembekuan adalah penyimpanan bahan pangan dalam keadaan beku
yaitu pada suhu 12 - 24 0C. Pembekuan cepat (quick freezing) di lakukan pada suhu -
24 - 40 0C (Winarno, 1993). Pendinginan biasanya dapat mengawetkan bahan
pangan selama beberapa hari atau minggu tergantung pada macam bahan panganya,
sedangkan pembekuan dapat mengawetkan bahan pangan untuk beberapa bulan atau
kadang beberapa tahun. Perbedaan lain antara pendinginan dan pembekuan adalah
dalam hal pengaruhnya terhadap keaktifan mikroorganisme di dalam bahan pangan.
Penggunaan suhu rendah dalam pengawetan pangan tidak dapat membunuh bakteri,
sehingga jika bahan pangan beku misalnya di keluarkan dari penyimpanan dan di
biarkan mencair kembali (thawing), pertumbuhan bakteri pembusuk kemudian
berjalan cepat kembali.Pendinginan dan pembekuan masing-masing juga berbeda
pengaruhnya terhadap rasa, tekstur, nilai gizi, dan sifat-sifat lainya.Beberapa bahan
pangan menjadi rusak pada suhu penyimpangan yang terlalu rendah.
8. Penggunaan Bahan Kimia : Bahan pengawet dari bahan kimia berfungsi membantu
mempertahankan bahan makanan dari serangan makroba pembusuk dan memberikan
tambahan rasa sedap, manis, dan pewarna. Contoh beberapa jenis zat kimia : cuka,
asam asetat, fungisida, antioksidan, in-package desiccant, ethylene absorbent, wax
emulsion dan growth regulatory untuk melindungi buah dan sayuran dari ancaman
kerusakan pasca panen untuk memperpanjangkesegaran masam pemasaran. Nitogen
cair sering digunakan untuk pembekuan secara tepat buah dan sayur sehinnga
dipertahankan kesegaran dan rasanya yang nyaman. Berdasarkan Permenkes RI No.
722/Menkes/Per/IX/88 dengan revisi No. 1168/ Menkes/ Per/X/1999 menyatakan
bahwa bahan tambahan pangan adalah bahan yang biasanya tidak digunakan sebagai
makanan dan biasanya bukan merupakan komponen khas makanan, mempunyai atau
tidak mempunyai nilai gizi, yang dengan sengaja ditambahkan ke dalam makanan
untuk maksud teknologi pada pembuatan, pengolahan, penyiapan, perlakuan,
pengepakan, pengemasan, dan penyimpanan (Cahyadi, 2008).
Perubahan akibat perlakuan dalam pengolahan, bisa berbagai perubahan yang
mungkin terjadi pada komponen makro bahan pangan selama proses pengolahan
pangan, sebagai berikut :

Komponen Perubahan yang Mungkin Terjadi Selama Proses Pengolahan


Bahan Pangan Pangan
Protein Denaturasi (karena panas) akan menyebabkan perubahan kelarutan,
sehingga akan mempengaruhi tekstur pada bahan pangan.
Penyimpangan flavor yang disebabkan karena oksidasi (dikatalisis
oleh cahaya)
Degradasi enzimatik yang akan menyebabkan perubahan pada
tekstur dan flavor (bisa menyebabkan terbentuknya flavor pahit)
Pembekuan dapat menyebabkan protein mengalami perubahan
konformasi dan kelarutannya.
Lipida Hidrolisis enzimatik yang dapat menyebabkan terbentuknya off-
flavor (seperti terbentuknya flavor sabun (soapy) atau bau prengus
(goaty) tergantung jenis lipida yang ada.
Menyebabkan minyak goreng menjadi tidak baik untuk digunakan,
mengalami perubahan sifat fungsional dan sifat kristalisasinya.
Oksidasi asam lemak tidak jenuh yang akan menyebabkan flavor
menyimpang (off flavor).
Karbohidrat Perlakuan panas tinggi akan menyebabkan terbentuknya interaksi
antara gula pereduksi dan gugus amino yang akan menyebabkan
terjadinya reaksi Maillard (menyebabkan proses pencoklatan) dan
perubahan flavor.
Hidrolisis pati dan gum dapat menyebabkan perubahan tekstur dari
system pangan, beberapa pati dapat didegradasi oleh enzim ataupun
kondisi asam.
Vitamin Tergantung dari jenis vitaminnya, maka berbagai proses perubahan
bisa terjadi (kerusakan / kehilangan)jika produk pangan mengalami
proses pengolahan; terutama karena proses pemanasan,
pencahayaan, ataupun terekspos dengan udara (oksigen).

D. Penilaian Status Gizi


Status gizi adalah suatu ukuran mengenai kondisi tubuh seseorang yang dapat
dilihat dari makanan yang dikonsumsi dan penggunaan zat-zat gizi di dalam tubuh.
Status gizi dibagi menjadi tiga kategori, yaitu status gizi kurang, gizi normal, dan gizi
lebih (Almatsier, 2005). Dalam menentukan klasifikasi status gizi harus ada ukuran
baku yang disebut reference. Baku antropometri yang digunakan di Indonesia adalah
WHO-NCHS. Berdasarkan buku Harvard status gizi dapat dibagi menjadi 4 yaitu : a.
Gizi lebih untuk over weight, termasuk kegemukan dan obesitas, b. Gizi baik untuk
well nourished, c. Gizi kurang untuk under weight yang mencakup mild dan
moderate PCM (Protein Calories Malnutrition), d. Gizi Buruk untuk severe PCM,
termasuk Marasmus, Marasmus Kwasiorkor, dan Kwasiorkor. (Supariasa, 2012).
Penilaian status gizi merupakan penjelasan yang berasal dari data yang diperoleh
dengan menggunakan berbagai macam cara untuk menemukan suatu populasi atau
individu yang memiliki risiko status gizi kurang maupun gizi lebih (Hartriyanti dan
Triyanti, 2007).

E. Jenis Penilaian Status Gizi


Dalam penilaian status gizi terdiri dari dua jenis, yaitu :
1. Penilaian Langsung
a. Antropometri : Antropometri merupakan salah satu cara penilaian status gizi
yang berhubungan dengan ukuran tubuh yang disesuaikan dengan umur dan
tingkat gizi seseorang. Pada umumnya antropometri mengukur dimensi dan
komposisi tubuh seseorang (Supariasa, 2001). Metode antropometri sangat
berguna untuk melihat ketidakseimbangan energi dan protein. Akan tetapi,
antropometri tidak dapat digunakan untuk mengidentifikasi zat-zat gizi yang
spesifik (Gibson, 2005). Dalam bidang ilmu gizi, antropometri digunakan
untuk menilai status gizi. Ukuran yang sering digunakan adalah berat badan,
tinggi badan, lingkar lengan atas, tinggi duduk, lingkar perut, lingkar pinggul,
dan lapisan lemak bawah kulit. Parameter indeks antropometri yang umum
digunakan untuk menilai status gizi anak adalah indikator berat badan menurut
umur (BB/U). Tinggi badan menurut umur (TB/U), Indeks Massa Tubuh
Menurut Umur (IMT/U) (Depkes RI,2010).
b. Klinis : Pemeriksaan klinis merupakan cara penilaian status gizi berdasarkan
perubahan yang terjadi yang berhubungan erat dengan kekurangan maupun
kelebihan asupan zat gizi. Pemeriksaan klinis dapat dilihat pada jaringan
epitel yang terdapat di mata, kulit, rambut, mukosa mulut, dan organ yang dekat
dengan permukaan tubuh (kelenjar tiroid) (Hartriyanti dan Triyanti, 2007).
c. Biokimia : Pemeriksaan biokimia disebut juga cara laboratorium. Pemeriksaan
biokimia pemeriksaan yang digunakan untuk mendeteksi adanya defisiensi zat
gizi pada kasus yang lebih parah lagi, dimana dilakukan pemeriksaan dalam
suatu bahan biopsi sehingga dapat diketahui kadar zat gizi atau adanya simpanan
di jaringan yang paling sensitif terhadap deplesi, uji ini disebut uji biokimia
statis. Cara lain adalah dengan menggunakan uji gangguan fungsional yang
berfungsi untuk mengukur besarnya konsekuensi fungsional daru suatu zat gizi
yang spesifik Untuk pemeriksaan biokimia sebaiknya digunakan perpaduan
antara uji biokimia statis dan uji gangguan fungsional (Baliwati, 2004).
d. Biofisik : Pemeriksaan biofisik merupakan salah satu penilaian status gizi
dengan melihat kemampuan fungsi jaringan dan melihat perubahan struktur
jaringan yang dapat digunakan dalam keadaan tertentu, seperti kejadian buta
senja (Supariasa, 2001).
2. Penilaian Tidak Langsung
a. Survei Konsumsi Makanan : Survei konsumsi makanan merupakan salah satu
penilaian status gizi dengan melihat jumlah dan jenis makanan yang dikonsumsi
oleh individu maupun keluarga. Data yang didapat dapat berupa data kuantitatif
maupun kualitatif. Data kuantitatif dapat mengetahui jumlah dan jenis pangan
yang dikonsumsi, sedangkan data kualitatif dapat diketahui frekuensi makan dan
cara seseorang maupun keluarga dalam memperoleh pangan sesuai dengan
kebutuhan gizi (Baliwati, 2004).
b. Statistik Vital : Statistik vital merupakan salah satu metode penilaian status gizi
melalui data-data mengenai statistik kesehatan yang berhubungan dengan gizi,
seperti angka kematian menurut umur tertentu, angka penyebab kesakitan dan
kematian, statistik pelayanan kesehatan, dan angka penyakit infeksi yang
berkaitan dengan kekurangan gizi (Hartriyanti dan Triyanti, 2007).
c. Faktor Ekologi : Penilaian berdasarkan faktor ekologi digunakan untuk
mengetahui penyebab kejadian gizi salah (malnutrition) di suatu masyarakat
yang nantinya akan sangat berguna untuk melakukan intervensi gizi (Supariasa,
2001).

F. Cara Menghitung Status Gizi


Menentukan atau melihat status gizi seseorang dengan cara mengukur berat badan
dan tinggi badan seseorang. Ukuran fisik seseorang sangat erat hubungannya dengan
status gizi. Atas dasar itu, ukuran-ukuran yang baik dan dapat diandalkan bagi
penentuan status gizi dengan melakukan pengukuran antropometri (SK.Menkes,2010).
Indeks antropometri adalah pengukuran dari beberapa parameter. Indeks antropometri
bisa merupakan rasio dari satu pengukuran terhadap satu atau lebih pengukuran atau
yang dihubungkan dengan umur dan tingkat gizi. Salah satu contoh dari indeks
antropometri adalah Indeks Massa Tubuh (IMT) atau yang disebut dengan Body Mass
Index (Supariasa, 2001).
Pengukuran IMT dapat dilakukan pada anak-anak, remaja maupun orang dewasa.
Pada remaja pengukuran IMT sangat terkait dengan umurnya, karena dengan perubahan
umur terjadi perubahan komposisi tubuh dan densitas tubuh, pada remaja digunakan
indikator IMT/U.
Rumus Perhitungan IMT adalah sebagai berikut :

IMT=Berat Badan (kg)


Tinggi Badan (m)2

Berat badan dalam satuan kg, sedangkan tingi badan dalam satuan meter.

Remaja usia 5-19 tahun nilai IMT-nya harus dibandingkan dengan referensi
WHO/NCHS 2007 (WHO, 2007).
Z-score dapat dihitungan dengan rumus sebagai berikut :

Z-score =

Sumber (WHO,2007)

Nilai individu subyek (NIS) merupakan hasil dari IMT kemudian Nilai Median Baku
Rujukan (NMBR) dan Nilai Simpang Baku Rujukan (NSBR) dapat dlihat pada buku
Standar Antropometri tahun 2010.
Indeks IMT/U anak umur 5-18 tahun:
Obesitas : > 2SD
Gemuk : > 1SD sampai dengan 2 SD
Normal : -2SD sampai dengan 1 SD
Kurus : -3SD sampai dengan < -2SD
Sangat kurus : < -3SD
DAFTAR PUSTAKA

1. Almatsier, Sunita. Editor. Penuntun Diet Instalasi Gizi RS Cipto Mangunkusumo


dan Asosiasi Dietisien Indonesia. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta, 2007.
2. Departemen Kesehatan RI, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
(Balitbang). Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007, Laporan Nasional. Balitbang
Depkes, Jakarta, 2008.
3. Departemen Kesehatan RI, Direktorat Jenderal Bina Gizi dan KIA. Pedoman Umum
Gizi Seimbang (Panduan Untuk Petugas), 2003. Direktorat Bina Gizi Masyarakat,
Jakarta 2003.
4. Departemen Kesehatan RI, Direktorat Jenderal Bina Gizi dan KIA Pemberian Air
Susu Ibu dan Makanan Pendamping ASI. Direktorat Bina Gizi Masyarakat, Jakarta
2009
5. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Daftar Makanan Penukar. Balai Penerbit
FKUI, Jakarta 1997.
6. https://www.academia.edu/42685287/
MAKALAH_ILMU_GIZI_PENYUSUNAN_MENU
7. http://maharajay.lecture.ub.ac.id/files/2013/10/Menu-Gizi-Seimbang.pdf
8. https://www.slideshare.net/septianraha/gizi-seimbang-dan-menyusun-menu
9. Ensiklopedi Nasional Indonesia. Jakarta: PT. Cipta Adi Pustaka. 1990
10. http://teknologi-pengolahan-pangan.com/pdf 
11. http://proses-produk-pangan.com/pdf
12. http://proses-keamanan-pangan.com/pdf 
13. http://wikipedia-pengertian-pangan// 
14. Winarno, F.G.I. 1993. Pangan, Gizi, Teknologi dan konsumsi. Jakarta: Gramedia
Pustaka
15. http://elyunizar.blogspot.co.id/2014/04/teknik-pengolahan-bahan-pangan.html

Anda mungkin juga menyukai