Anda di halaman 1dari 16

RARANCANGAN UNIT PENGOLAHAN AIR LIMBAH PADA

INSTALASI PENGOLAHAN AIR LIMBAH KOTA SUKAWATI

Design of Wastewater Treatment Unit at Sukawati City Wastewater


Treatment Installation
Camelia Yuliani Putri1, Muhammad Nalendra Bimantara2 , Putri Nadia Teja3, Firmansya
Roi Situmorang4
Kamis – Kelompok 5

Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan, Institut Pertanian Bogor, Jln. Kamper, Kampus
1,2,3,4)

IPB Dramaga, Bogor, 16680


Email: cameliacamelia@apps.ipb.ac.id

TINJAUAN PUSTAKA
Air buangan
Air buangan adalah air yang mengandung kotoran, buangan atau bahan
pencemar yang berasal dari aktifitas manusia sehari-hari, baik dari kegiatan rumah
tangga, pertanian, dan juga berasal dari air tanah sebagai air buangan (Sugiharto
1987). Air buangan dapat pula diartikan sebagai kejadian masuknya atau
dimasukannya benda padat, cair, dan gas ke dalam air dengan sifatnya berupa
endapan atau padat, padat tersuspensi, terlarut, koloid, emulsi yang menyebabkan
air dimaksud harus dipisahkan atau dibuang dengan sebutan air buangan.
Karakteristik air buangan dibedakan menjadi tiga golongan yaitu: karakteristik
fisik, kimia, dan biologi (Hastutiningrum dan Purnawan 2017).
IPAL Komunal
IPAL Komunal adalah sistem pengolahan yang dilakukan adalah air limbah
dikumpulkan dan diolah secara bersamasama (kolektif) sebelum dibuang ke air
permukaan. Air limbah dari setiap sumbernya terhubung melalui jaringan pipa
pengumpul kemudian disalurkan melalui pipa pembawa menuju instalasi
pengolahan bersama atau terpusat (Kepmen LH No. 112 Tahun 2003). Di IPAL,
air limbah diolah sampai memenuhi baku mutu sesuai standar yang berlaku. Baku
mutu yang berlaku untuk limbah domestik meliputi parameter pencemar organik
sulit terdegradasi secara biologis (COD), pencemar organik mudah terdegradasi
secara biologis (BOD), padatan tersuspensi (TSS), derajat keasaman (pH) dan
minyak dan lemak (Adi et al. 2016).
Sedimentasi Sekunder
Sedimentasi merupakan unit pengolahan awal, prinsip kerjanya yaitu
pengendapan dan stabilisasi bahan-bahan yang diendapkan, selain untuk
mengendapkan dan menyaring partikel juga mereduksi beban organik yang
terkandung dalam limbah, sehingga mengurangi beban untuk selanjutnya
(Indrayani 2018). Pengolahan biologis yang berasal dari biomassa akan
diendapkan pada unit ini dengan tujuan untuk resirkulasi menuju ke unit
pengolahan biologis dan sebagian kecil dialirkan menuju ke pengolahan lumpur.
Clarifier atau unit sedimentasi sekunder dapat berbentuk rectangular maupun
circular. Pada proses pengolahan sekunder unit sedimentasi cenderung berbentuk
circular. Hal tersebut karena waktu detensi yang dihasilkan akan lebih sedikit
dibandingkan rectangular akibat resirkulasi lumpur tersebut. Berdasarkan pola
sistem aliran, unit sedimentasi circular dibagi atas center feed dan peripheral feed.
Pada unit center feed, zona influen berada di tengah, sedangkan zona efluen
berada di sepanjang pinggiran unit dan pada unit peripheral feed, zona influen
berada di sepanjang pinggiran unit, sedangkan zona efluen berada di tengah unit.
Sedimentasi menggunakan unit circlular memiliki beberapa kelebihan dan
kekurangan. Kelebihan dari unit ini antara lain memiliki dinding yang berfungsi
sebagai penahan beban sehingga memungkinkan ketebalan dinding lebih tipis,
biaya yang dikeluarkan untuk pembuatan cenderung lebih murah dibandingkan
rectangular, pada unit circular menyediakan area perpipaan lebih besar
dibandingkan unit rectangular, unit ini juga memiliki biaya pemeliharaan yang
rendah dan memiliki kemudahan desain dan konstruksi dalam perencanaannya.
Kerugian dari penggunaan unit ini adalah memiliki waktu detensi lebih rendah
dibandingkan unit rectangular, risiko hubungan arus pendek (short-circuiting)
yang tinggi, kurangnya kontrol scum (buih), dan lumpur biomassa terkadang lolos
ke efluen. Perbedaan lain dari kedua unit ini adalah unit sedimentasi circular
memiliki pola aliran radial. Pola aliran ini berbeda dengan unit sedimentasi
rectangular karena gradien kecepatan ke arah horizontal. Unit sedimentasi
circular diatur dalam pembagian dua atau empat unit. Area berbentuk persegi atau
bulat di pusat unit (central-flow splitter box) sebagai zona influen/efluen dan
stasiun pompa lumpur harus disediakan di dalam unit sedimentasi circular
(Binilang 2018).

METODOLOGI
Praktikum perancangan unit sedimentasi sekunder dilaksanakan pada hari
Rabu, 4 Mei 2023 pukul 13.00-16.00 WIB yang dilakukan secara di RK B
102/103. Praktikum ini menggunakan alat dan bahan berupa laptop, aplikasi
Microsoft excel, dan AutoCAD. Praktikum kali ini dilakukan perancangan unit
sedimentasi sekunder. Langkah-langkah yang dilakukan pada praktikum dilihat
pada Gambar 1.
Mulai

Ditentukan kriteria desain SOR dan SLR pada unit sedimentasi


sekunder circular dan kriteria desain unit sedimentasi sekunder circular

Dilakukan perhitungan luas permukaan unit yang meliputi debit aliran,


kurva flukspadatan tersuspensi, limit fluks padatan tersuspensi, luas dan
diameter unit, SLR

Ditentukan kedalaman unit

Gambar 1 Diagram alir penentuan desain unit sedimentasi sekunder


A

Waktu detensi dihitung yang meliputi kalkulasi volume unit, dan


kalkulasi td

Struktur influen dihitung yang meliputi penentuan dimensi zona influen,


penentuan dimensia orifice submerged EDI, jarak antar spasi, kecepatan
di dalam zona influen, kecepatan pada saat melalui orifice, headloss,
ketinggian, dan jarak baffle.

Direncanakan struktur efluen yang meliputi kalkulasi jumlah v-notch,


kalkulasi tekanan pada v-notch, kedalaman air pada launder

Profil hidrolik digambar

Dilakukan pengecekan desain sesuai dengan kriteria

Dibuat tabel terpisah terhadap hasil perhitungan untuk aspek desain


gambar dan aspek non-desain

Dilakukan penggambaran unit sedimentasi sekunder sesuai dengan


perhitungan desain dengan menggunakan aplikasi Autocad

Detil perhitungan dan gambar desain disatukan ke badan tulisan untuk


dibahas dan dianalisis

Dibuat laporan yang dilengkapi dengan langkah/prosedur perhitungan


secara detil

Selesai

Gambar 1 Diagram alir penentuan desain unit sedimentasi sekunder (lanjutan)

a) Penentuan luas permukaan unit


- Perhitungan debit aliran
Penentuan data kalkulasi untuk debit rata-rata (Qr), debit aliran resirkulasi
(𝑄r̅ ), debit harian pembuangan lumpur (Qw) sehingga debit aliran rata-rata
di dalam unit sedimentasi sekunder (Qss-r) diperoleh dari:
Qss-r = Qr + 𝑄r̅ - Qw (1)

Pembagian jumlah unit (N unit) menjadi dua atau empat unit sehingga debit
aliran setiap unit (Qss-r’) dapat ditentukan. Pemilihan harus memperhatikan
kriteria desain Du.
𝑄ss−r′ = 𝑄ss 𝑁unit ...........................................................................................
Keterangan :
Qss-r : debit aliran rata-rata di dalam unit sedimentasi sekunder
Qr : debit rata-rata
Qw : debit harian pembuangan lumpur
𝑄r̅ : debit aliran resirkulasi
Nunit : jumlah unit

- Perancangan kurva fluks padatan tersuspensi


Berdasarkan kurva pengendapan MLSS, kurva fluks padatan tersuspensi
dapat dibuat dengan menginputkan konsentrasi padatan (g/m3) dan laju
fluks padatan tersuspensi (kg/m2·jam).

- Penentuan nilai limit fluks padatan tersuspensi


Nilai limit fluks padatan (Flim) dapat ditentukan pada konsentrasi padatan
tersuspensi saat diresirkulasi (TSSrs) sebesar 10.000 mg/L. Nilai Flim
diperoleh dengan menggambar garis tangensial yang menyentuh kurva fluks
padatan dari titik data 10.000 mg/L pada sumbu absis (sumbu-x). Garis ini
direntangkan hingga mencapai satu titik data di sumbu ordinat sebagai nilai
Flim untuk dikonversi ke dalam unit kg/m2·jam.

- Perhitungan luas dan diameter unit


Luas area unit sedimentasi sekunder diperoleh dari persamaan:
Q ss−r ' X '
A= .....................................................................................................
F lim ¿ ¿
Keterangan:
A : luas area unit sedimentasi sekunder (m2)
Qss‘ : total debit menuju sedimentasi sekunder termasuk debit
resirkulasi (m3/jam)
X‘ : MLSS dari Persamaan (III–162) (kg/m3)
Flim : nilai limit fluks padatan tersuspensi dari Gambar III.61
(kg/m2·jam)

- Diameter unit sedimentasi sekunder adalah:


Du= 4 A ...........................................................................................................
π

- Luas area eksisting unit sedimentasi sekunder adalah:


π
A’= Du2 ..........................................................................................................
4

- Pengecekan nilai SOR pada debit rata-rata ditambah debit resirkulasi:


Qss−r '
SOR (m3/m2∙ hari) = ............................................................................
A'

- Pengecekan nilai SOR pada debit puncak ditambah debit resirkulasi di


setiap unit (Qss-P‘). Debit puncak setelah penambahan debit resirkulasi
adalah:
Qp+Qr ̅
𝑄ss−P′ = .............................................................................................
Nunit

- Nilai SOR pada debit puncak:


Q
SOR (m3/m2.hari)= ss− p ' .................................................................................
A'

- Perhitungan SLR
SLR pada saat Qss-r’:
Qss−r ' . X '
SLR (kg/m2.hari) = ........................................................................
A'
Nilai SLR pada Qss-P‘:
Q ' .X '
SLR (kg/m2∙ hari)= ss− p .............................................................................
A'

b) Penentuan kedalaman unit


- Penentuan kedalaman zona thickener
Total massa padatan di unit lumpur aktif (kg)
= 𝑋′(volume unit aerasi) ................................................................................

Total massa padatan per unit di zona thickener = 0,3 (total massa padatan
di unit lumpur aktif /Nunit )

Kedalaman zona 𝑡h𝑖𝑐𝑘𝑒𝑛𝑒𝑟

total massa padatan pada setiap unit


𝐻th,(m)= ..............................................
7000 g /m3 A '
- Penentuan kedalaman zona pengumpulan lumpur
Kapasitas penyimpanan lumpur disediakan untuk satu hari dalam kondisi
debit aliran kontinu (faktor fd = 2,5) dan BOD 5 loading (faktor fb = 1,5)
sehingga:
kg
Total produksi lumpur pada debit kontinu( )= f d f b(kuantitas total berat
hari
kering (TSS) pada biomassa) .........................................................................

Total pengumpulan lumpur per hari di dalam satu unit:


Total lumpur di zona lumpur per unit = (total produksi lumpur pada debit
kontinu/𝑁unit )..................................................................................................

Tot.lumpur di clarifier
= Tot.massa padatan per unit di zona 𝑡h𝑖𝑐𝑘𝑒𝑛𝑒𝑟+ total lumpur di zona
lumpur per unit ) ............................................................................................

- Kedalaman tot.pengumpulan lumpur


total lumpur di clarifier
𝐻𝑝𝑙 (m)= ....................................................................
7000 g/m3 A '

- Kalkulasi total kedalaman unit sedimentasi sekunder


Kedalaman total unit,
𝐻T,(m) = 𝐻cp + 𝐻th+ 𝐻𝑝𝑙 +𝑓 ..........................................................................(17)
Keterangan:
f : tinggi jagaan/freeboard = 0,5 m

Hh0
V ho (m¿¿ 3)¿ =( ¿[ Lho−atas + Lho−bawah+( Lho−atas+ Lho−bawah)0,5]..............(18)
3

Penentuan dimensi hopper


V ho= ( )
H ho
3
¿ ]...................(19)

c) Perhitungan waktu detensi (td)


- kalkulasi volume unit
π 2
v ( m ) = Du H T ..........................................................................................(20)
3
4

- kalkulasi td pada kondisi debit aliran rata-rata


v
td ( jam )= ...........................................................................................(21)
Q ss−r '

d) Perencanaan struktur influen


- penentuan dimensi zona influen
Vm ( m3 )=Qss− p x t d−¿ ....................................................................................(22)
'

Hm ( m )=25−50 % H ...................................................................................(23)

Vm
Am= .....................................................................................................(24)
Hm

Dm=
√ 4 Am ................................................................................................(25)
π

- penentuan dimensi orifice submerged EDI


V EDI =Qss− p ' x t d −EDI .....................................................................................(26)

V EDI
A EDI = .......................................................................................(27)
0,5 H ¿ N EDI
D EDI =
√ 4 A EDI
π
.............................................................................................(28)

- jarak antar (spasi) orifice submerged EDI


D¿ −( N EDI x D EDI )
jarak spasi EDI= ..........................................................(29)
jumlah spasi EDI

- perhitungan kecepatan di dalam zona influen pada saat debit puncak


Q ss− p'
V ¿= ...................................................................................................(30)
D¿

- perhitungan kecepatan pada saat melalui orifice submerged EDI


Q ss−p '
Q EDI = ................................................................................................(31)
N EDI

Q EDI
V EDI = ..................................................................................................(32)
A EDI

- perhitungan kehilangan tekanan (Hl)


H L=¿ ...........................................................................................................(33)

e) Perencanaan struktur efluen


- kalkulasi 90˚ V-notch per unit
Pweir =π ( Du−2 Llaunder ) ................................................................................(34)

Pweir
N v−notch = −1 ........................................................................................(35)
P spasi

- kalkulasi tekanan pada 90˚ V-notch


Qss− p '
Qv−notch= ....................................................................................(36)
N v−notch

H p=¿ ...........................................................................................................(37)

- perhitungan kedalaman efluen


1
Qv−launder = Qss− p '........................................................................................(38)
2

y c =¿ ............................................................................................................(39)


2
2(q¿¿ launder)
2
y 1= y c + 2
¿ ¿ .....................................................................(40)
g (¿qlaunder ) y c
HASIL DAN PEMBAHASAN
Unit sedimentasi sekunder (clarifier) merupakan unit pemisahan dan
pengendapan padatan tersuspensi sebagai output dari proses biologis. Bangunan
clarifier berbentuk lingkaran dengan bentuk dasar yang mengerucut dan memiliki
lubang. Bangunan clarifier juga memiliki semacam pelat yang bisa berputar. Unit
ini merupakan bagian dari proses pengolahan biologis attached growth dan
suspended growth yang fungsinya memisahkan padatan dengan cara
mengendapkan padatan tersebut menuju dasar bangunan yang berbentuk kerucut
dan memiliki lubang untuk pembuangan partikel padat (Purnawan dan Pratama
2014). Pendekatan paling umum untuk perencanaan sedimentasi sekunder melalui
pendekatan parameter surface overflow rate (SOR) dan solid loading rate (SLR)
(Qasim dan Zhu 2018). Nilai tipikal dari kedua parameter ini untuk sedimentasi
sekunder pada setiap jenis proses pengolahan biologis dapat dilihat pada
Lampiran 1. Beberapa pertimbangan lain harus diperhatikan terhadap fluktuasi
debit influen, debit pengembalian lumpur, dan konsentrasi MLSS. Unit ini bekerja
terhadap air yang telah dibubuhkan zat koagulan terlebih dahulu pada proses
koagulasi (Rahimah et al. 2016).
Perencanaan desain unit sedimentasi sekunder dilakukan sesuai kriteria pada
Lampiran 2. Perencanaan unit sedimentasi sekunder dilakukan melalui beberapa
tahap, diantaranya penentuan luas permukaan dari clarifier, kedalaman clarifier
dan struktur influen serta effluen. Debit rata-rata aliran di dalam unit sedimentasi
sekunder sebesar 0,254 m3/detik. Jumlah unit clafier yang direncanakan sebanyak
2 unit, maka debit aliran rata-rata pada masing-masing unitnya sebesar 0,132
m3/detik. Adapun konsentrasi padatan tersuspensi saat proses resirkulasi
ditetapkan sebesar 10000 mg/L, sehingga didapatkan nilai limit fluks (F lim)
padatan tersuspensinya sebesar 0,58 kg/m2.jam. Nilai limit ini didapatkan dari
hasil ploting nilai konsentrasi padatan (absis) dan laju fluks padatan (ordinat)
dimana nilai laju fluks sendiri merupakan hasil perkalian antarakonsentrasi
padatan dan inisial kecepatan pengendapan yang telah ditetapkan, kemudian
digambar garis tangensial yang meneyentuh kurva dari titik 10000 mg/L pada
absis hingga mencapai satu titik data di sumbu ordinat.

Langkah selanjutnya dilakukan perhitungan untuk mementukan nilai luas area


unit sedimentasi sekunder dan luas area existing unit sedimentasi sekunder. Luas
area unit sedimentasi didapatkan sebesar 714,94 m2 dengan diameter unit
sedimentasi sebesar 30,18 m dan luas area existing didapatkan sebesar 715,59 m2.
Berdasarkan nilai luas area existing dan debit rata-rata setiap unit, didapatkan nilai
SOR pada debit rata-rata sebesar 16,02 m3/m2. hari, nilai ini belum memenuhi
nilai kriteria deain unit sedimentasi dimana seharusnya nilai SOR berdasarkan
debit rata-rata berkisar antara 16-24 m3/m2. hari. Nilai SOR ini kemudian
diplotkan pada kurva huntuk mendapatkan nilai MLSS eksisting. Didapatkan nilai
MLSS eksisting sebesar 3 kg/m3. Nilai ini lebih kecil dibandingkan nilai MLSS
yang digunakan yaitu sebesar 3,125 kg/m3, sehingga luas area pengendapan sudah
tercukupi. Debit puncak pada unit sedimentasi sekunder setelah ditambahkan
debit resirkulasi debitnya menjadi 0,39 m3/detik, sehingga didapatkan nilai SOR
pada debit puncak yaitu sebesar 47,43 m3/m2. hari dan nilai SLR pada saat debit
rata-rata dan debit puncak berturut-turut sebesar 2,09 kg/m2.jam dan 6.18
kg/m2.jam. Baik nilai SOR maupun nilai SLR keseluruhannya belum memenuhi
kriteria desain. Hal ini disebabkan perbedaan angka yang cukup jauh antara
konsentrasi padatan tersuspensi saat proses resirkulasi dan nilai MLSS yang
digunakan. Hasil perhitungan luas area unit sedimentasi sekunder secara lengkap
dapat dilihat pada Lampiran 4.
Berikutnya dilakukan perhitungan untuk menentukan kedalaman unit, dimensi
hopper, dan volume unit. Kedalaman zona cairan yaitu sebesar 3 m. Konsentrasi
rata-rata lumpur pada zona thickener ditentukan sebesar 7000 mg/l dan total
massa padatan pada unit lumpur aktif sebesar 3535,86 kg sehingga didapatkan
total massa solid di setiap zona thickener sebsesar 530,38 kg per unit. Didapatkan
kedalaman zona thickener yaitu 0,11 m. Kuantitas total berat kering (TSS) pada
biomassa sebesar 80195,18 kg/hari dimana nilai ini memengaruhi total produksi
lumpur pada debit kontinu yaitu 300731,91 kg/hari. Hasil perhitungan total
lumpur di zona lumpur didapatkan sebesar 150365,96 kg/hari per unitnya
sehingga total lumpur dalam satu unit clarifier yaitu 150896,33 kg/hari. Setelah
diketahui total lumpur pada clarifier, maka akan didapatkan kdalaman total
pengumpulan lumpur yaitu sebesar 0,03 dengan tinggi jagaan 0,5 m didpatkan
kedalaman total unit sebesar 3,64 m. Volume ruang hopper direncakan sebesar 1
m3, dengan lebar maksimum hopper 0,6 m, sudut kemiringan hopper 60o, dan
asumsi panjang bawah dan atas hopper berturut-turut 1,33 m dan 0,58 m. Volume
unit sedimentasi sekunder yang didapat sebesar 2601,88 m3,
Perancangan selanjutnya dilakukan terhadap struktur influen dan efluen.
Waktu detensi pada zona influen yang digunakan yaitu 20 menit sehingga volume
influen bernilai 7,86 m3. Ketiggian influen diketahui 50% dari ketinggian unit
yaitu 1,82 m, sehingga didpatkan luas influen dan diameter influen berturut-turut
sebesar 4,32 m2 dan 2,35 m. Pada zona influen dilakukan penentuan dimensi
orifice submerged EDI. Waktu detensi EDI sebesar 10 detik yang berdampak pada
volume EDI bernilai 3,93 m3. Jumlah EDI direncanakan sebanyak 6 buah. Hasil
perhitungan menunjukkan diameter EDI yang didapat 0,96 m dengan jarak antar
EDI 0,57 m. Kecepatan aliran dalam zona influen yang didapatkan sebesar 0,17
m/detik, nilai ini sudah memenuhi kriteria desain. Luas saluran influen hasil
perhitungan 0,39 m2 dengan diameter saluran influen 0,6 m. Perencanaan struktur
efluen diawali dengan penentuan lebar launder yaitu 0,3 m sehingga panjang weir
yang dibutuhkan sebesar 92,96 m. Jarak antar pusat v-notch dirancang sebesar 0,3
m, sehingga didapatkan jumlah v-notch sepanjang launder sebanyak 308 unit.
Data perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran

SIMPULAN
Perhitungan perencanaan desain unit clarifier yang perlu dilakukan yaitu luas
permukaan dari clarifier, kedalaman clarifier dan struktur influen serta effluen.
Debit rata-rata yang menjadi acuan perencanaan luas permukaan unit sebesar
0,254 m3/detik. Debit aliran rata-rata di dalam unit clarifier hasil perhitungan
sebesar 0,132 m3/detik. Unit clarifier yang direncanakan yaitu berjumlah 2 buah
unit. Nilai konsentrasi MLSS aktual dapat diketahui dengan membuat kurva fluksi
padatan tersuspensi. Kecepatan aliran dalam zona influen yang didapatkan sebesar
0,17 m/detik dan sudah memenuhi kriteria desain. Jumlah lubang saluran influen
yaitu sebanyak 4 buah dengan kecepatan aliran pada saluran influen sebesar 1
m/detik, dimana nilai tersebut memenuhi standar kecepatan aliran. Luas saluran
influen hasil perhitungan 0,39 m2 dengan diameter saluran influen 0,6 m. Lebar
launder yang digunakan yaitu 0,3 m sehingga panjang weir yang dibutuhkan
sebesar 92,96 m.

Daftar Pustaka
Adi HP, Razif M, Moesriati A. 2016. Perancangan ulang instalasi pengolahan air
limbah..domestik dengan proses anaerobic baffled reactor dan anaerobic filter.
Jurnal Teknik ITS. 5 (2): 74-78.
Binilang A, Damayanti D, Wuisan EM. 2018. Perencanaan sistem jaringan
pengolahan air limbah domestik di Perumnas Kelurahan Paniki Dua
Kecamatan Mapanget. Jurnal Sipil Statik. 6(5): 301–314.
Hastutiningrum S dan Purnawan. 2017. Pra-rancangan instalasi pengolahan air
limbah (IPAL) industri batik (studi kasus Batik Sembung, Sembungan
RT.31/RW.14, Gulurejo, Lendah, Kulonprogo). Eksergi. 14 (2): 52-62.
Indrayani L. 2018. Pengolahan limbah cair industry batik sebagai salah satu
percontohan IPAL batik di Yogyakarta. Jurnal ECOTHROPHIC. 12(2) : 173-
184.
Kementerian Lingkungan Hidup RI. 2003. Keputusan Menteri Lingkungan Hidup
No. 112 Tahun 2003 tentang Baku Mutu Air Limbah Domestik.
Purnawan I, Pratama RB. 2014. Optimasi injeksi chemical water clarifier untuk
menurunkan konsentrasi minyak dan lemak dalam produced water pada proses
eksplorasi dan pengolahan gas alam. Jurnal Teknologi. 6 (1): 69 – 78.
Qasim SR, Zhu G. 2018. Wastewater Treatment and Reuse - Volume 1: Principles
and Basic Treatment. Boca Raton (US): CRC Press.
Rahimah Z, Heldawati H, Isna Syauqiah. 2016. Pengolahan limbah deterjen
dengan metode koagulasi flokulasi menggunakan koagulan kapur dan pac.
Jurnal Konversi. 5 (2): 13 – 19.
Sugiharto, 1987. Dasar-dasar Pengelolaan Air Limbah. Jakarta (ID): Universitas
Indonesia Press.
LAMPIRAN
Lampiran 1 Nilai parameter surface overflow rate (SOR) dan solid loading rate (SLR)
pada perancangan unti sedimentasi sekunder

Kriteria desain
Proses pengolahan
Surface overflow rate, SOR Solid loading rate, SLR
(m3/m2.hari) (kg/m2.jam)
Suspended growth (Pertumbuhan biakan tersuspensi)
Lumpur aktif (activated sludge)
− Debit rata-rata 16 - 24 4-6

− Debit puncak 40 - 48 8 - 10
Extended aeration
− Debit rata-rata 8 - 16 1-5
− Debit puncak 24 - 32 7-8
High purity oxygen (HPO)
− Debit rata-rata 16 - 28 5-7
− Debit puncak 40 - 64 9
Enhanced biological phosporus
removal (EPBR) dengan
tambahan kimia
− TP = 2 mg/L pada debit rata-
rata 24 - 32 -
− TP = 1 mg/L pada debit rata-
rata 16 - 24 -
− TP = 0.2 - 0.5 mg/L pada debit
rata-rata 12 - 20 -
Biological nutrient removal
(BNR)
− Debit rata-rata 24 - 32 5-8
− Debit puncak 40 - 64 9 - 10
Attached growth (Pertumbuhan biakan melekat)a
Trickling filter (c)
− Debit rata-rata 32 -
− Debit puncak 64 -
Activated biofilter (ABF)
− Debit puncak 40 - 72 -
Fixed-film reactor dan suspended growth
Biofilter/activated sludge
(BF/AS) 48 - 84 -

a tipikal kedalaman air di kisaran 4 - 5,5 m


proses lumpur aktif konvensional dan modifikasinya selain
b extended aeration
c pada kedalaman air 5 m
Lampiran 2 Kriteria desain unit sedimentasi sekunder

Parameter Kisaran Tipikal


Diameter unit, Du (m) 3 - 60 12 - 45
Kedalaman air, H (m) 3-5 4 - 4,5
Kemiringan dasar unit, S(m/m) 1/16 - 1/6 1/12
Area circular zona influen di tengah unit
− Diameter, Din % dari Du 15 - 20 18

− Kedalaman, Hin % dari H 25 - 50 35 - 40


− Kedalaman dasar saluran 1 m dari lubang 1,7
(orifice)
penghilang
energi
− Maksimum kecepatan aliran pada
saluran infuen/efluen dari bak
pengumpul ≤ 0,75 -
− Waktu detensi zona influen
(menit) 20 -
− Waktu detensi EDI (detik) 8 - 10 -
Tinggi jagaan/freeboard (m) 0,5 - 0,7 -
Pengumpul lumpur
− Travel speed (rpm) 0,02 - 0,06 0,03
− Tip speed (m/menit) ≤10 3
Waktu detensi zona pengendapan
(jam) 1,5 - 2,5 2
Lampiran 4 Hasil perhitungan luas area unit sedimentasi sekunder

Parameter Nilai Satuan


Perhitungan debit aliran
Debit rata - rata (Qr) 0,2541 m3/detik
Debit aliran resirkulasi (Qrˉ) 0,0577 m3/detik
Debit pembuangan lumpur (Qw) 0,0464 m3/detik
Debit aliran rata-rata di dalam unit sedimentasi sekunder
(Qss-r) 0,2654 m3/detik
Jumlah unit 2 unit
Debit rata-rata aliran setiap unit Qss-r' 0,1327 m3/detik
Lampiran 5 Hasil perhitungan kedalaman unit, dimensi hopper, dan volume unit
sedimentasi sekunder

Penentuan kedalaman zona cairan (clear water) dan pengendapan


Zona cairan 1,5 m
Zona pengendapan 1,5 m
Hcp 3 m
Sudut kemiringan maksimum ruang kolektor lumpur (S) 60⁰
Asumsi Lho-bawah 0,6 m
Volume ruang hopper (Vho) 1 m3
Hho 1,33 m
Lho-atas 0,58 m
Lampiran 6 Hasil perhitungan perencanaan struktur influen dan efluen unit sedimentasi
sekunder

Penentuan dimensi zona influen


Waktu detensi zona influen (td-in) 20 menit
Vin 7,86 m3
Hin 1,82 m
Ain 4,32 m2
Din 2,35 m
Penentuan dimensi orifice submerged EDI
Jumlah submerged EDI (N EDI) 6 unit
Waktu detensi EDI (detik) 10 detik
𝑉EDI 3,93 m3
luas permukaan EDI (AEDI) per buah 0,72 m2
Diameter EDI (d edi) 0,96 m
Jarak antar (spasi) orifice submerged EDI -0,57
Perhitungan kecepatan di dalam zona influen (vin) pada saat debit puncak pada skenario
terburuk ketika melewati Din
Vin 0,17 m/detik
Perhitungan kecepatan pada saat melalui orifice submerged EDI
Debit puncak pada setiap NEDI (Q EDI) 0,07 m3/detik
Kecepatan pada saat melalui orifice submerged EDI pada
m/detik
saat debit puncak (V EDI) 0,09
asumsi koefisien debit (Cd) 0,61
Kehilangan tekanan (HL) ketika melewati orifice submerged
EDI pada saat debit puncak 0,00
Ketinggian dan jarak baffle dari dinding zona influen 0,05 m
Standar kecepatan aliran 1 m/detik
Luas saluran influen 0,39 m2
Diameter saluran influen (Dsal-in) 0,6 m
Lubang berbentuk persegi terbuka dengan kedalaman
30 cm
maksimum dibawah elevasi muka air
E.Perencanaan struktur efluen
Kalkulasi jumlah 90ᵒ V-notch per unit
Lebar launder 0,3 m
Total panjang weir (P weir) 92,96 m
Jarak antar pusat bukaan (P spasi) 0,3 m
Jumlah total 90ᵒ V-notch per unit (𝑁𝑣−𝑛𝑜𝑡𝑐ℎ ) 308,87 buah
Jumlah total 90ᵒ V-notch per unit (𝑁𝑣−𝑛𝑜𝑡𝑐ℎ ) 309,00 buah
Kalkulasi tekanan (head) pada 90ᵒ V-notch
Debit pada setiap 90ᵒ V-notch pada saat debit puncak 0,00127 m3/detik
Tekanan pada V-notch saat puncak (HP) 0,060
Tinggi jagaan (freeboard) di atas elevasi muka air pada saat
0,045 m
debit puncak
Kedalaman total V-notch dari bibir weir 0,105 m
Perhitungan kedalaman aliran di dalam launder efluen pada saat debit puncak
Dimensi ruang zona efluen (junction box effluent) 0.8 x 0.8 m
𝑄P−𝑙𝑎𝑢𝑛𝑑𝑒𝑟 0,196 m3/detik
Kedalaman kritis (yc) di launder pada saat air limbah jatuh
0,47 m
ke dalam junction box effluent
Kedalaman air di ujung launder (y1) 0,81 m
y1 ditambahkan 20% kedalaman (y1') 0,97 m
Jarak antara dasar tengah bukaan V-noch dan y1‘ 0,13 m
Total kedalaman 𝑙𝑎𝑢𝑛𝑑𝑒𝑟 1,21 m
Perhitungan kedalaman aliran di dalam launder efluen pada saat debit rata-rata.

Dimensi ruang zona efluen (junction box effluent) 0.8 x 0.8 m


0,0663462
𝑄P−𝑙𝑎𝑢𝑛𝑑𝑒𝑟 4 m3/detik
Kedalaman kritis (yc) di launder pada saat air limbah jatuh
0,47 m
ke dalam junction box effluent
Kedalaman air di ujung launder (y1) 0,81 m
y1 ditambahkan 20% kedalaman (y1') 0,97 m
Jarak antara dasar tengah bukaan V-noch dan y1‘ 0,13 m
Total kedalaman 𝑙𝑎𝑢𝑛𝑑𝑒𝑟 1,21 m

Anda mungkin juga menyukai