PLC Pert 13
PLC Pert 13
Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan, Institut Pertanian Bogor, Jln. Kamper, Kampus
1,2,3,4)
TINJAUAN PUSTAKA
Air buangan
Air buangan adalah air yang mengandung kotoran, buangan atau bahan
pencemar yang berasal dari aktifitas manusia sehari-hari, baik dari kegiatan rumah
tangga, pertanian, dan juga berasal dari air tanah sebagai air buangan (Sugiharto
1987). Air buangan dapat pula diartikan sebagai kejadian masuknya atau
dimasukannya benda padat, cair, dan gas ke dalam air dengan sifatnya berupa
endapan atau padat, padat tersuspensi, terlarut, koloid, emulsi yang menyebabkan
air dimaksud harus dipisahkan atau dibuang dengan sebutan air buangan.
Karakteristik air buangan dibedakan menjadi tiga golongan yaitu: karakteristik
fisik, kimia, dan biologi (Hastutiningrum dan Purnawan 2017).
IPAL Komunal
IPAL Komunal adalah sistem pengolahan yang dilakukan adalah air limbah
dikumpulkan dan diolah secara bersamasama (kolektif) sebelum dibuang ke air
permukaan. Air limbah dari setiap sumbernya terhubung melalui jaringan pipa
pengumpul kemudian disalurkan melalui pipa pembawa menuju instalasi
pengolahan bersama atau terpusat (Kepmen LH No. 112 Tahun 2003). Di IPAL,
air limbah diolah sampai memenuhi baku mutu sesuai standar yang berlaku. Baku
mutu yang berlaku untuk limbah domestik meliputi parameter pencemar organik
sulit terdegradasi secara biologis (COD), pencemar organik mudah terdegradasi
secara biologis (BOD), padatan tersuspensi (TSS), derajat keasaman (pH) dan
minyak dan lemak (Adi et al. 2016).
Sedimentasi Sekunder
Sedimentasi merupakan unit pengolahan awal, prinsip kerjanya yaitu
pengendapan dan stabilisasi bahan-bahan yang diendapkan, selain untuk
mengendapkan dan menyaring partikel juga mereduksi beban organik yang
terkandung dalam limbah, sehingga mengurangi beban untuk selanjutnya
(Indrayani 2018). Pengolahan biologis yang berasal dari biomassa akan
diendapkan pada unit ini dengan tujuan untuk resirkulasi menuju ke unit
pengolahan biologis dan sebagian kecil dialirkan menuju ke pengolahan lumpur.
Clarifier atau unit sedimentasi sekunder dapat berbentuk rectangular maupun
circular. Pada proses pengolahan sekunder unit sedimentasi cenderung berbentuk
circular. Hal tersebut karena waktu detensi yang dihasilkan akan lebih sedikit
dibandingkan rectangular akibat resirkulasi lumpur tersebut. Berdasarkan pola
sistem aliran, unit sedimentasi circular dibagi atas center feed dan peripheral feed.
Pada unit center feed, zona influen berada di tengah, sedangkan zona efluen
berada di sepanjang pinggiran unit dan pada unit peripheral feed, zona influen
berada di sepanjang pinggiran unit, sedangkan zona efluen berada di tengah unit.
Sedimentasi menggunakan unit circlular memiliki beberapa kelebihan dan
kekurangan. Kelebihan dari unit ini antara lain memiliki dinding yang berfungsi
sebagai penahan beban sehingga memungkinkan ketebalan dinding lebih tipis,
biaya yang dikeluarkan untuk pembuatan cenderung lebih murah dibandingkan
rectangular, pada unit circular menyediakan area perpipaan lebih besar
dibandingkan unit rectangular, unit ini juga memiliki biaya pemeliharaan yang
rendah dan memiliki kemudahan desain dan konstruksi dalam perencanaannya.
Kerugian dari penggunaan unit ini adalah memiliki waktu detensi lebih rendah
dibandingkan unit rectangular, risiko hubungan arus pendek (short-circuiting)
yang tinggi, kurangnya kontrol scum (buih), dan lumpur biomassa terkadang lolos
ke efluen. Perbedaan lain dari kedua unit ini adalah unit sedimentasi circular
memiliki pola aliran radial. Pola aliran ini berbeda dengan unit sedimentasi
rectangular karena gradien kecepatan ke arah horizontal. Unit sedimentasi
circular diatur dalam pembagian dua atau empat unit. Area berbentuk persegi atau
bulat di pusat unit (central-flow splitter box) sebagai zona influen/efluen dan
stasiun pompa lumpur harus disediakan di dalam unit sedimentasi circular
(Binilang 2018).
METODOLOGI
Praktikum perancangan unit sedimentasi sekunder dilaksanakan pada hari
Rabu, 4 Mei 2023 pukul 13.00-16.00 WIB yang dilakukan secara di RK B
102/103. Praktikum ini menggunakan alat dan bahan berupa laptop, aplikasi
Microsoft excel, dan AutoCAD. Praktikum kali ini dilakukan perancangan unit
sedimentasi sekunder. Langkah-langkah yang dilakukan pada praktikum dilihat
pada Gambar 1.
Mulai
Selesai
Pembagian jumlah unit (N unit) menjadi dua atau empat unit sehingga debit
aliran setiap unit (Qss-r’) dapat ditentukan. Pemilihan harus memperhatikan
kriteria desain Du.
𝑄ss−r′ = 𝑄ss 𝑁unit ...........................................................................................
Keterangan :
Qss-r : debit aliran rata-rata di dalam unit sedimentasi sekunder
Qr : debit rata-rata
Qw : debit harian pembuangan lumpur
𝑄r̅ : debit aliran resirkulasi
Nunit : jumlah unit
√
Du= 4 A ...........................................................................................................
π
- Perhitungan SLR
SLR pada saat Qss-r’:
Qss−r ' . X '
SLR (kg/m2.hari) = ........................................................................
A'
Nilai SLR pada Qss-P‘:
Q ' .X '
SLR (kg/m2∙ hari)= ss− p .............................................................................
A'
Total massa padatan per unit di zona thickener = 0,3 (total massa padatan
di unit lumpur aktif /Nunit )
Tot.lumpur di clarifier
= Tot.massa padatan per unit di zona 𝑡h𝑖𝑐𝑘𝑒𝑛𝑒𝑟+ total lumpur di zona
lumpur per unit ) ............................................................................................
Hh0
V ho (m¿¿ 3)¿ =( ¿[ Lho−atas + Lho−bawah+( Lho−atas+ Lho−bawah)0,5]..............(18)
3
Hm ( m )=25−50 % H ...................................................................................(23)
Vm
Am= .....................................................................................................(24)
Hm
Dm=
√ 4 Am ................................................................................................(25)
π
V EDI
A EDI = .......................................................................................(27)
0,5 H ¿ N EDI
D EDI =
√ 4 A EDI
π
.............................................................................................(28)
Q EDI
V EDI = ..................................................................................................(32)
A EDI
Pweir
N v−notch = −1 ........................................................................................(35)
P spasi
H p=¿ ...........................................................................................................(37)
y c =¿ ............................................................................................................(39)
√
2
2(q¿¿ launder)
2
y 1= y c + 2
¿ ¿ .....................................................................(40)
g (¿qlaunder ) y c
HASIL DAN PEMBAHASAN
Unit sedimentasi sekunder (clarifier) merupakan unit pemisahan dan
pengendapan padatan tersuspensi sebagai output dari proses biologis. Bangunan
clarifier berbentuk lingkaran dengan bentuk dasar yang mengerucut dan memiliki
lubang. Bangunan clarifier juga memiliki semacam pelat yang bisa berputar. Unit
ini merupakan bagian dari proses pengolahan biologis attached growth dan
suspended growth yang fungsinya memisahkan padatan dengan cara
mengendapkan padatan tersebut menuju dasar bangunan yang berbentuk kerucut
dan memiliki lubang untuk pembuangan partikel padat (Purnawan dan Pratama
2014). Pendekatan paling umum untuk perencanaan sedimentasi sekunder melalui
pendekatan parameter surface overflow rate (SOR) dan solid loading rate (SLR)
(Qasim dan Zhu 2018). Nilai tipikal dari kedua parameter ini untuk sedimentasi
sekunder pada setiap jenis proses pengolahan biologis dapat dilihat pada
Lampiran 1. Beberapa pertimbangan lain harus diperhatikan terhadap fluktuasi
debit influen, debit pengembalian lumpur, dan konsentrasi MLSS. Unit ini bekerja
terhadap air yang telah dibubuhkan zat koagulan terlebih dahulu pada proses
koagulasi (Rahimah et al. 2016).
Perencanaan desain unit sedimentasi sekunder dilakukan sesuai kriteria pada
Lampiran 2. Perencanaan unit sedimentasi sekunder dilakukan melalui beberapa
tahap, diantaranya penentuan luas permukaan dari clarifier, kedalaman clarifier
dan struktur influen serta effluen. Debit rata-rata aliran di dalam unit sedimentasi
sekunder sebesar 0,254 m3/detik. Jumlah unit clafier yang direncanakan sebanyak
2 unit, maka debit aliran rata-rata pada masing-masing unitnya sebesar 0,132
m3/detik. Adapun konsentrasi padatan tersuspensi saat proses resirkulasi
ditetapkan sebesar 10000 mg/L, sehingga didapatkan nilai limit fluks (F lim)
padatan tersuspensinya sebesar 0,58 kg/m2.jam. Nilai limit ini didapatkan dari
hasil ploting nilai konsentrasi padatan (absis) dan laju fluks padatan (ordinat)
dimana nilai laju fluks sendiri merupakan hasil perkalian antarakonsentrasi
padatan dan inisial kecepatan pengendapan yang telah ditetapkan, kemudian
digambar garis tangensial yang meneyentuh kurva dari titik 10000 mg/L pada
absis hingga mencapai satu titik data di sumbu ordinat.
SIMPULAN
Perhitungan perencanaan desain unit clarifier yang perlu dilakukan yaitu luas
permukaan dari clarifier, kedalaman clarifier dan struktur influen serta effluen.
Debit rata-rata yang menjadi acuan perencanaan luas permukaan unit sebesar
0,254 m3/detik. Debit aliran rata-rata di dalam unit clarifier hasil perhitungan
sebesar 0,132 m3/detik. Unit clarifier yang direncanakan yaitu berjumlah 2 buah
unit. Nilai konsentrasi MLSS aktual dapat diketahui dengan membuat kurva fluksi
padatan tersuspensi. Kecepatan aliran dalam zona influen yang didapatkan sebesar
0,17 m/detik dan sudah memenuhi kriteria desain. Jumlah lubang saluran influen
yaitu sebanyak 4 buah dengan kecepatan aliran pada saluran influen sebesar 1
m/detik, dimana nilai tersebut memenuhi standar kecepatan aliran. Luas saluran
influen hasil perhitungan 0,39 m2 dengan diameter saluran influen 0,6 m. Lebar
launder yang digunakan yaitu 0,3 m sehingga panjang weir yang dibutuhkan
sebesar 92,96 m.
Daftar Pustaka
Adi HP, Razif M, Moesriati A. 2016. Perancangan ulang instalasi pengolahan air
limbah..domestik dengan proses anaerobic baffled reactor dan anaerobic filter.
Jurnal Teknik ITS. 5 (2): 74-78.
Binilang A, Damayanti D, Wuisan EM. 2018. Perencanaan sistem jaringan
pengolahan air limbah domestik di Perumnas Kelurahan Paniki Dua
Kecamatan Mapanget. Jurnal Sipil Statik. 6(5): 301–314.
Hastutiningrum S dan Purnawan. 2017. Pra-rancangan instalasi pengolahan air
limbah (IPAL) industri batik (studi kasus Batik Sembung, Sembungan
RT.31/RW.14, Gulurejo, Lendah, Kulonprogo). Eksergi. 14 (2): 52-62.
Indrayani L. 2018. Pengolahan limbah cair industry batik sebagai salah satu
percontohan IPAL batik di Yogyakarta. Jurnal ECOTHROPHIC. 12(2) : 173-
184.
Kementerian Lingkungan Hidup RI. 2003. Keputusan Menteri Lingkungan Hidup
No. 112 Tahun 2003 tentang Baku Mutu Air Limbah Domestik.
Purnawan I, Pratama RB. 2014. Optimasi injeksi chemical water clarifier untuk
menurunkan konsentrasi minyak dan lemak dalam produced water pada proses
eksplorasi dan pengolahan gas alam. Jurnal Teknologi. 6 (1): 69 – 78.
Qasim SR, Zhu G. 2018. Wastewater Treatment and Reuse - Volume 1: Principles
and Basic Treatment. Boca Raton (US): CRC Press.
Rahimah Z, Heldawati H, Isna Syauqiah. 2016. Pengolahan limbah deterjen
dengan metode koagulasi flokulasi menggunakan koagulan kapur dan pac.
Jurnal Konversi. 5 (2): 13 – 19.
Sugiharto, 1987. Dasar-dasar Pengelolaan Air Limbah. Jakarta (ID): Universitas
Indonesia Press.
LAMPIRAN
Lampiran 1 Nilai parameter surface overflow rate (SOR) dan solid loading rate (SLR)
pada perancangan unti sedimentasi sekunder
Kriteria desain
Proses pengolahan
Surface overflow rate, SOR Solid loading rate, SLR
(m3/m2.hari) (kg/m2.jam)
Suspended growth (Pertumbuhan biakan tersuspensi)
Lumpur aktif (activated sludge)
− Debit rata-rata 16 - 24 4-6
− Debit puncak 40 - 48 8 - 10
Extended aeration
− Debit rata-rata 8 - 16 1-5
− Debit puncak 24 - 32 7-8
High purity oxygen (HPO)
− Debit rata-rata 16 - 28 5-7
− Debit puncak 40 - 64 9
Enhanced biological phosporus
removal (EPBR) dengan
tambahan kimia
− TP = 2 mg/L pada debit rata-
rata 24 - 32 -
− TP = 1 mg/L pada debit rata-
rata 16 - 24 -
− TP = 0.2 - 0.5 mg/L pada debit
rata-rata 12 - 20 -
Biological nutrient removal
(BNR)
− Debit rata-rata 24 - 32 5-8
− Debit puncak 40 - 64 9 - 10
Attached growth (Pertumbuhan biakan melekat)a
Trickling filter (c)
− Debit rata-rata 32 -
− Debit puncak 64 -
Activated biofilter (ABF)
− Debit puncak 40 - 72 -
Fixed-film reactor dan suspended growth
Biofilter/activated sludge
(BF/AS) 48 - 84 -