Anda di halaman 1dari 58

Learning Objective Week 5 Bagian 2 Blok ICM 2

LO sisa senin (tambahan dokternya)

1. hearing bone sign


https://www.merriam-webster.com/dictionary/herringbone
https://radiopaedia.org/articles/herringbone-artifact
http://www.mrishark.com/herringbone.html

- Herringbone artifact  biasa juga disebut spike artifact, crisscross artifact, or corduroy
artifact
- Biasanya ditemukan di small bowel obstructions
- Causes he
o electromagnetic spikes by gradient coils
o fluctuating power supply
o RF pulse discrepancies
o biasanya disebabkan oleh lonjakan kebisingan yang disebabkan oleh kekuatan
eksternal.

2. air fluid level (ketemunya dimana  pada x-ray) (gimana melakukan, tujuannya apa)
https://id.scribd.com/doc/311179328/Air-Fluid-Level
https://pspk.fkunissula.ac.id/sites/default/files/SKILL%20RADIOLOGI%20FOTO%20POLOS
%20ABDOMEN.pdf
- air fluid level garis horizontal tipis yang merupakan batas antara densitas udara diatas dan
densitas cairan dibawah
- Pada obstruksi, gas dan cairan terakumulasi didalam lumen usus dari proksimal hinggaletak
obstruksi  sebagian besar dari gas terakumulasi dari udara yang tertelan dan sebagian
lainnya diproduksi usus  sedangkan cairan berasal dari cairan yang diminum dan juga dari
sekresi sistem pencernaan obstruksi menstimulasi epitel pencernaan untuk mensekresi air.
- Saat keadaan obstruksi  cairan dan gas terkumpul ddalam usus
- Gas dan cairan tersebut membuat suatu gambaran yang dsebut “air-fluid level”
- Gambaran air fluid level dapat ditemukan pada rontgen thorax pada keadaan :
o Emphyema loculated
o Hemopneumothorax
o Obstruksi esofagus
o Abses mediastinum
o Hidropneumopericardium
o Hiatal hernia
o Abses dinding dada
- Gambaran air fluid level dapat ditemukan pada rontgen abdomen pada keadaan :
o Obstruksi usus halus
o Obstruksi usus besarhirschsprung’s disease

3. kenapa dia butuh x-ray 3 posisi  x-ray 3 posisi (BNO 3posisi)

https://id.scribd.com/doc/138693408/ABDOMEN-3-POSISI

https://id.scribd.com/doc/266864693/BNO-3-Posisi-Sigit

https://firzandinata.wordpress.com/2012/02/17/teknik-radiografi-abdomen-3-posisi-abdomen-
akut/

- Abdomen 3 posisi adalah prosedur pemeriksaan radiografi pada daerah abdomen khususnya
untuk memperlihatkan kelainan yang terjadi pada tractus digestivus / gastrointestinal yang
dilakukan dalam 3 posisi pemotretan.
- Teknik radiografi abdomen untuk kasus abdomen akut dilakukan dalam 3 posisi yaitu
abdomen AP supine, Abdomen AP setengah duduk, dan abdomen LLD.
o Abdomen AP supine
 Posisi Pasien : Pasien supine diatas meja pemeriksaan, MSP tubuh berada di
pertengahan meja. kedua tangan diatur lurus disamping tubuh dan kedua
kaki diatur lurus.
 Posisi Objek : aturlah kaset agar batas atas kaset pada diafragma, batas
bawah pada simfisis pubis dan crista iliaca berada dipertengahan. Pelvis
TIDAK mengalami rotasi (terlihat dari kedua SIAS berjarak sama dikedua
sisinya)
 CR : vertikal tegak lurus ke kaset, pusat sinar diatur sejajar dengan crista
iliaca
 FFD : 100 cm
 Lakukan eksposi saat pasien tahan nafas setelah ekspirasi penuh (aba-
abanya : “buang nafas….. tahan!!!” atau “tahan nafas!!!” lalu ekspos.)
 Prosedur
 Penderita diminta untuk melepaskan pakaian dan perhiasan untuk
menghidanri terjadinya artefak pada film dan memakai
perlindungan untuk daerah gonad, terutama untuk pria
 Pasien tidur terlentang, lengan pasien diletakkkan di sampingtubuh,
garis tengah badan terletak tepat pada garis tengah pemeriksaan,
kedua tungkai ekstensi.
 Posisi obyek : bagian tengah kaset setinggi krista iliaka dengan
batastepi bawah setinggi simfisis pubis, tidak ada rotasi pelvis dan
bahu.Pusat sinar pada bagian tengah film dengan jarak minimal 102
cm
o Abdomen setengah duduk
 Posisi Pasien : pasien duduk diatas meja pemeriksaan dengan menempatkan
MSP tubuh sejajar kaset, kedua tangan lurus disamping tubuh dan kedua
kaki diatur lurus.
 Posisi Objek : kaset berada dibelakang tubuh pasien, aturlah kaset dengan
batas atas procxypoid dan batas bawahnya simfisis pubis, pelvis dan
shoulder TIDAK mengalami rotasi.
 CR : horisontal tegak lurus ke kaset, pusat sinar diatur sejajar dengan crista
iliaca (umbilikus)
 FFD : 100 cm
 jangan lupa memakai grid
 Lakukan eksposi saat pasien tahan nafas setelah ekspirasi penuh (aba-
abanya : “buang nafas….. tahan!!!” atau “tahan nafas!!!” lalu ekspos.)
 Prosedur
 Pasien dapat dengan posisi duduk atau berdiri kalau
memungkinkan,dengan sinar horizontal proyeksi
 Posisi pasien dalam posisi anteroposterior dengan bagian
belakangtegak.
 Pastikan punggung tidak rotasi. Letakan lengan dan tangandalam
posisi anatomi. Pasien tidak boleh bergerak.
 Point sentral terletak pada garis tengah tubuh dengan garis tengah
film
o Abdomen LLD
 Posisi Pasien : Pasien tidur miring ke sisi kiri, kedua genue ditekuk
(difleksikan), kedua tangan diletakkan ditas kepala
 Posisi Objek : aturlah kaset agar batas atas kaset pada diafragma, batas
bawah pada simfisis pubis dan crista iliaca berada dipertengahan. kaset
berada dibelakang punggung.
 CR : horizontal sejajar kaset, pusat sinar diatur sejajar dengan crista iliaca.
 FFD : 100 cm
 Lakukan eksposi saat pasien tahan nafas setelah ekspirasi penuh (aba-
abanya : “buang nafas….. tahan!!!” atau “tahan nafas!!!” lalu ekspos.)
 Prosedur
 Pasien tidur miring ke kiri, tekuk lengan melingkari kepala.
 Film diletakan di depan atau belakang perut pasien. Mengikuti
areasimphisis pubis pada film. Titik tengah terletak pada garis
tengah film.
- Tujuan

o Abdomen AP : memperlihatkan ada/tidaknya penebalan/distensi pada kolon yang


disebabkan karena massa atau gas pada kolon itu.
o Abdomen setengan duduk : untuk menampakkan udara bebas dibawah diafragma.
o Abdomen LLD : untuk memperlihatkan air fluid level atau udara bebas yang mungkin
terjadi akibar perforasi kolon.

4. rigler sign
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK539847/
https://radiopaedia.org/articles/rigler-sign-bowel
https://pspk.fkunissula.ac.id/sites/default/files/Pemeriksaan%20Radiologi%20Tr.%20Digestivus
%20-%20Kuliah%20.pdf
- adalah suatu kondisi dimana adanya Air outlining kedua sisi dinding usus.
- Rigler sign atau double-wall sign  merupakan indikasi adanya udara bebas yang tertutup di
dalam rongga peritoneum (pneumoperitoneum), yang membentuk pola yang terlihat pada
gambar radiografi polos abdomen, dalam teknik terlentang
- Tanda ini muncul karena pemisahan antara udara bebas dan intraluminal oleh dinding usus
 menandai radiolusensi udara dan radiopasitas dinding.
- serosal and luminal surfaces  akan terlihat
- gambaran dimana dua sisi dari dinding bowel dapat tervisualisasi pada foto polos abdomen
- double wall sign atau gas relief sign atau serosal sign
- tanda ini tidak terlalu sensitif, dan akan muncul apabila volume free air mencapai 1 liter
(moderate)

5. interpretasi x-ray di kasus (panan kanan bagian apa)


- Kayanya itu ada crescent sign (ada udara bebas di bawah diafragma)
- Red arrow  colon  air fluid
- Blue arrow  diaphragma
- Conclusion  subdiaphragmatic free gas  tanda pneumoperitoneum
- Rigler sign
- Gabisa ngecek dikiri  peritonium
- Penyebab nya :
o Rupture of a hallow vicus
o Trauma
o Perforated peptic ulcer
o Pervorated diverticutes
o Pervorated Ca
o Post operasi  5-7 hari (masih normal)

6. hb berapa yang wajib di transfusi  target HB berapa


https://hellosehat.com/kelainan-darah/transfusi-darah/
file:///C:/Users/Administrator/Downloads/448-2654-2-PB.pdf
https://simdos.unud.ac.id/uploads/file_penelitian_1_dir/
f405e38c3d8e8dfaa4521aebab07289e.pdf
http://p2ptm.kemkes.go.id/kegiatan-p2ptm/subdit-penyakit-kanker-dan-kelainan-darah/
pencegahan-tersier-thalassemia
- indikasi melakukan transfusi darah :
o apabila kadar Hb menunjukan kurang dari 7 g/dl  termasuk pasien rawat inap
yang kondisi hemoglobin menurun dan pasien ICU
o pada pasien yang baru saja menjalani operasi dan memiliki riwayat penyakt jantung
 dianjurkan untuk mendapatkan transfuse jika kadar Hbnya kurang dari 8 g/dL
 note : kalau angka hb pasien ada di 8 g/dl  biasanya dokter sudah mulai
mempertimbangkan transfuse  untuk menambah darah sebagai
pengangkut oksigen
o Secara umum  transfusi PRC hampir selalu diindikasikan pada kadar Hb <7,0 g/dL
terutama pada keadaan anemia akut
o Transfuse juga dapat dilakukan pada kadar Hb 7,0-10,0 g/dL  apabila ditemukan
hipoksia atau hipoksemua yang bermakna secara klinis dan laboratorium
o Transfuse jarang dilakukan pada kadar Hb >10,0 g/dL  kecuali terdapat indikasi
tertentu  seperti penyakit yang membutuhkan kapasitas transpor oksigen lebih
tinggi
- target Hb
o fase resusitasi awal sepsis berat  jika ada bukti pemberian oksigen yang tidak
memadai ke jaringan (saturasi oksigen vena sentral 4 mmol / L), transfusi darah
dipertimbangkan  target Hb 9-10 g / dl.
o Pada fase sepsis berat  pedomannya serupa dengan pasien kritis lainnya dengan
target Hb 7-9 g / dl.
o Berdasarkan rekomendasi PHTDI Indonesia transfusi darah rutin untuk pasien
anak diberikan pada kadar Hb pretranfusi 9-10 gr % dengan target Hb pasca
transfusi antara 12-13 gr%.
7. koreksi cairan elektrolit (masuknya dari mana akses nya dari mana)
https://simdos.unud.ac.id/uploads/file_penelitian_1_dir/
7de4f855c9453d88152fbc9f442b7a60.pdf
https://med.unhas.ac.id/kedokteran/wp-content/uploads/2016/10/DASAR-DASAR-TERAPI-
CAIRAN-DAN-ELEKTROLIT.pdf
https://pionas.pom.go.id/ioni/bab-9-gizi-dan-darah/92-cairan-dan-elektrolit
http://www.pediatricfkuns.ac.id/data/ebook/32.MODUL%20GANGGUAN%20KESEIMBANGAN
%20CAIRAN%20DAN%20ELEKTROLIT.pdf
file:///C:/Users/Administrator/Downloads/admin,+10+Layout+1+31082018+Oki.pdf
- tujuannya  untuk mengembalikan volume sirkulasi efektif yang adekuat dengan segera,
caranya :
o memperkirakan kehilangan cairan  melalui pengukuran berat badan, anamnesis,
pemeriksaan fisik, dan laboratorium
o pemberian cairan intravena  meliputi penentuan cairan apa yang digunakan,
berapa banyak, bagimana kecepatannya, bagaimana selanjutnya setelah volume
sirkulasi efektif tercapai, dan bagaimana osmolalitasnya
o melakukan koreksi cepat yang aman sesuai dengan fisiologi terhadap gangguan
keseimbangan elektrolit yang mengancam jiwa, dan melanjutkan dengan koreksi
lambat
- koreksi cairan elektrolit dapat diberikan dengan cara :
o terapi cairan terbagi menjadi 2 yaitu resusitasi (kristaloid dan koloid) dan rumatan
(elektrolit, nutrisi)
o Prinsip pemilihan cairan dimaksudkan untuk :
 Mengnti kehilangan air dan elektrolit yang normal melaui urine, IWL, dan
feses
 Membuat agar hemodinamik agar tetap dalam keadaan stabil
o Pada penggantian cairan, maka jenis cairan yang digunakan didasarkan pada :
 Cairan pemeliharaan ( jumlah cairan yang dibutuhkan selama 24 jam )
 Cairan defisit ( jumlah kekurangan cairan yang terjadi )
- Dapat diberikan
o Kristaloid  secara interstisiil
o Koloid  intravaskuler
o Pemberian cairan dan elektrolit pada hari-hari pertama harus melalui vena perifer
yang jauh dari area lesi. Cairan intravena yang diberikan dalam 24 jam pertama
adalah makromolekul dan cairan salin (NaCl 0,9%) atau Ringer’s laktat
o Pada pemberian terapi cairan dan elektrolit intravena, perlu monitoring yang baik
sehingga setiap perubahan pada pasien dapat diketahui. Beberapa hal yang harus
diperhatikan dalam memonitor pasien adalah sebagai berikut.
 Yang pertama adalah denyut nadi dan tekanan darah  Kualitas dan
kecepatan denyut nadi merupakan suatu informasi dari perubahan pasien
akibat pemberian cairan dan elektrolit.
 Tekanan nadi yang tinggi merupakan tanda tingginya cardiac output
akibat sirkulasi yang overload. Sebaliknya tekanan nadi yang kurang
menunjukkan kurangnya cardiac output akibat dari rendahnya
volume darah.
 Tekanan darah yang rendah, disertai nadi yang cepat dan lemah
merupakan tanda adanya kolaps sirkulasi.
 Kedua adalah vena perifer  Pemeriksaan vena perifer adalah untuk
mengevaluasi volume plasmaVena perifer pada lengan biasanya kosong
dalam 3-5 detik setelah lengan diangkat, dan akan penuh kembali bila
lengan diturunkan kembali dalam waktu yang sama.
 Pada keadaan defisit natrium dan dehidrasi ekstraseluler, vena
perifer penuh kembali setelah 3-5 detik.
 Pada keadaan overhidrasi, vena perifer lambat sekali kosong ketika
lengan diangkat.
 Pada keadaan volume darah yang kurang sering terjadi hipotensi,
ditandai dengan lambatnya vena perifer penuh
 Ketiga adalah berat badan  Perubahan berat badan yang diamati setiap
saat atau setiap hari, merupakan tanda yang signifikan bermakna
perubahan volume cairan tubuh. Berat badan yang berkurang 1 kilogram
merupakan refleksi dari hilangnya 1 liter cairan tubuh.
 Berat badan yang turun sampai 10% merupakan tanda adanya
dehidrasi berat.
 Keempat adalah tekanan vena sentral  Pengukuran tekanan vena sentral
penting untuk mengetahui perubahan volume darah akibat pemberian
cairan.
 Tekanan vena sentral yang normal menunjukan volume sirkulasi
darah yang adekuat.
 Pemasangan tekanan vena sentral merupakan indikasi pada pasien
penyakit jantung, usia tua, perdarahan hebat
 Kelima adalah rasa haus 
 Rasa haus penting dan merupakan suatu gejala dari defisit cairan
tubuh terutama dehidrasi seluler. Dehidrasi ini terjadi akibat cairan
ekstraseluler menjadi hipertonis akibat kehilangan air atau infus
NaCl hipertonis
 Keenam adalah intake dan output
 Intake dan output cairan diukur dan dicatat. Output urin
200/ml/jam menunjukkan pemberian cairan yang terlalu cepat,
normal adalah 30-50ml/jam.
 Menurunnya urine output menunjukkan volume darah yang
menurun
 Ketujuh adalah kulit
 Turgor kulit dapat menolong menunjukkan keadaan keseimbangan
cairan. Tes turgor kulit dilakukan pada daerah dada atau lengan atas
 Yang terakhir adalah laboratorium.
 Pemeriksaan elektrolit (natrium, kalium, klorida, bikarbonat, dan
pH) dilakukan setiap hari penting untuk menilai status cairan dan
elektrolit pada pasien yang mendapat cairan intravena

LO jumat

1. Semua WO di kasus
- Define postpartum hemorrhage (PPH), early PPH and late PPH.
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK499988/
o postpartum hemorrhage (PPH)  perkiraan kehilangan darah pada persalinan
pervaginam atau lebih besar dari 1000 mL perkiraan kehilangan darah pada saat
persalinan sesar
 menurut American College of Obstetrics and Gynecology  postpartum
hemorrhage adalah kehilangan darah kumulatif lebih besar dari 1000 mL
dengan tanda dan gejala hipovolemia dalam waktu 24 jam dari proses
kelahiran, terlepas dari the route of delivery.
o Early PPH (primary PPH)  adalah perdarahan yang terjadi pada 24 jam pertama
setelah melahirkan
o Late PPH (secondary PPH)  ditandai dengan perdarahan yang terjadi 24 jam
sampai 12 minggu postpartum.

- List the causes, risk factors, and identify the avoidable factors.
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK499988/
https://www.stanfordchildrens.org/en/topic/default?id=postpartum-hemorrhage-90-
P02486
o Penyebab
 Penyebab berdasarkan jenis :
 Perdarahan Postpartum Primer (Primery Postpartum Haemorrhage)
o Atonia Uteri
 adalah kegagalan miometrium untuk berkontraksi
setelah persalinan sehingga uterus dalam keadaan
relaksasi penuh, melebar, lembek, dan tidak mampu
menjalankan fungsi oklusi pembuluh darah.
 Perdarahan pada atonia uteri ini berasal dari
pembuluh darah yang terbuka pada bekas
menempelnya plasenta yang lepas sebagian atau
lepas keseluruhan.
 Miometrium adalah lapisan tengah dari dinding
rahim yang terdiri dari sel-sel otot polos dan
mendukung jaringan stroma dan pembuluh darah.
 Miometrium merupakan bagian uterus yang
memegang peranan penting dan terdiri dari banyak
jaringan otot.
 Selama kehamilan  serat otot miometrium
menjadi berbeda dan strukturnya lebih terorganisir
dalam rangka persiapan kinerjanya saat persalinan.
 Miometrium lapisan tengah tersusun sebagai
anyaman dan ditembus oleh pembuluh darah.
 Masing-masing serabut mempunyai dua buah
lengkungan sehingga tiap-tiap dua buah serabut
kira-kira berbentuk angka delapan.
 Ketidakmampuan miometrium untuk berkontraksi
akan menyebabkan perdarahan postpartum.
 Penyebab atonia uteri adalah akibat dari partus
lama, pembesaran uterus yang berlebihan pada
waktu hamil, multiparitas, anestesi yang dalam,
serta anestesi lumbal.
 Atonia uteri juga dapat disebabkan karena salah
penanganan kala III persalinan  Kesalahan
tersebut yaitu memijat uterus dan mendorongnya
kebawah dalam usaha melahirkan plasenta, yang
seharusnya belum terlepas dari dinding uterus.
o Retensio Plasenta
 Retensio plasenta adalah keadaan dimana plasenta
belum lahir 30 menit setelah janin lahir. Kondisi
tersebut disebabkan karena plasenta belum lepas
dari dinding uterus atau plasenta sudah lepas, akan
tetapi belum dilahirkan.
 Penyebab plasenta belum lepas dari dinding uterus
yaitu karena kontraksi uterus kurang kuat untuk
melepaskan plasenta (placenta adhesiva), plasenta
melekat erat pada dinding uterus oleh sebab villi
korialis menembus desidua sampai miometrium
(plasenta akreta), serta plasenta merekat erat pada
dinding uterus oleh sebab villi korialis menembus
sampai dibawah peritoneum (plasenta perkreta)
o Retensio Sisa Plasenta
 Retensio sisa plasenta adalah keadaan plasenta
yang tidak lepas sempurna dan meninggalkan sisa.
Keadaan tersebut dapat berupa fragmen plasenta
atau selaput ketuban yang dapat menimbulkan
perdarahan. Inspeksi segera setelah persalinan bayi
harus menjadi tindakan rutin. Jika ada bagian
plasenta yang hilang, uterus terus dieksplorasi dan
potongan plasenta dikeluarkan
o Robekan Jalan Lahir
 Robekan jalan lahir selalu memberikan perdarahan
dalam jumlah yang bervariasi banyaknya. Sumber
perdarahan dapat berasal dari perineum, vagina,
serviks, dan robekan uterus (rupture uteri)
o Inversion Uteri
 Inversio uteri merupakan keadaan dimana fundus
uteri masuk kedalam kavum uteri terjadi secara
mendadak atau perlahan. Pada inversio uteri bagian
atas, uterus memasuki kavum uteri sehingga fundus
uteri bagian dalam menonjol kedalam kavum uteri.
Penyebab inversion uteri adalah kesalahan dalam
memimpin kala III, yaitu menekan fundus uteri
terlalu kuat dan menarik tali pusat pada plasenta
yang belum terlepas dari insersinya
 Perdarahan Postpartum Sekunder (Secondary Postpartum
Haemorrhage)
o Sub Involusi
 Sub involusi adalah kemacetan atau kelambatan
involusio yang disertai pemanjangan periode
pengeluaran lokhea dan kadang disebabkan oleh
perdarahan yang banyak.
 Proses ini dapat diikuti oleh keputihan yang
berlangsung lama dan perdarahan uterus yang tidak
teratur atau berlebihan. Uterus akan teraba lebih
besar dan lebih lunak daripada keadaan normalnya.
o Hematoma Vulva
 Hematoma adalah adalah gumpalan darah sebagai
akibat cidera atau robeknya pembuluh darah wanita
hamil aterm tanpa cidera mutlak pada lapisan
jaringan luar. Penyebab hematoma vulva adalah
akibat dari pertolongan persalinan, karena tusukan
pembuluh darah selama anestesi lokal atau
penjahitan dan dapat juga karena penjahitan luka
episiotomi atau rupture perineum yang kurang
sempurna.
o Retensio Sisa Plasenta
 Retensio sisa plasenta dan ketuban yang masih
tertinggal dalam rongga rahim pada perdarahan
postpartum lambat gajalanya yaitu perdarahan
yang berulang atau berlangsung terus dan berasal
dari rongga rahim
 Berdasarkan frekuensi (sering-engga)
 Penyebab utama
o Uterine atony
o Genital tract lacerations
o Retained placenta
o Uterine inversion
o Abnormal placentation
o Coagulation disorders
o Uterine atony atau kurangnya kontraksi uterus yang efektif
 penyebab paling umum dari perdarahan postpartum.
o Perdarahan postpartum pada kehamilan sebelumnya 
merupakan faktor risiko yang signifikan
 Penyebab sekunder
o Retained products of conception
o Infection
o Subinvolution of the placental site
o Inherited coagulation deficits
 Etiologi lain (berdasarkan kriteria lain)
 Trauma jalan lahir
o Episiotomi yang lebar.
o Laserasi perineum, vagina, dan serviks.
o Ruptur uterus.
o Kegiatan kompresi pembuluh darah tempat implantasi
plasenta.
 Miometrium hipotonia (atonia uteri).
o Anestesi umum (trauma dengan senyawa halogen dan eter).
o Perfusi miometrium yang kurang.
o Setelah persalinan yang lama.
o Setelah persalinan yang terlalu cepat.
o Setelah persalinan yang dirangsang dengan oksitosin dalam
jumlah yang besar.
o Paritas tinggi meningkatkan risiko perdarahan postpartum.
o Distensi rahim berlebihan (janin yang besar, kehamilan
multipel, hidramnion).
o Retensi sisa plasenta.
o Perlekatan yang abnormal (plasenta akreta dan perkreta).
 Gangguan Koagulasi  Gangguan koagulasi yang didapat maupun
kongenital akan memperberat perdarahan
o Risk factors
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK499988/
https://www.stanfordchildrens.org/en/topic/default?id=postpartum-hemorrhage-
90-P02486
 Placental abruption  adalah pelepasan awal plasenta dari rahim.
 Placenta previa  adalah saat plasenta menutupi atau berada di dekat
pembukaan serviks.
 Overdistended uterus  terjadi ketika rahim lebih besar dari biasanya
karena terlalu banyak cairan ketuban atau bayi besar.
 Multiple-baby pregnancy (Kehamilan kembar)
 High blood pressure disorders of pregnancy
 Having many previous births (Memiliki banyak kelahiran sebelumnya)
 Prolonged labor
 Infection
 Obesity
 Use of forceps or vacuum-assisted delivery (Penggunaan forsep atau
persalinan dengan bantuan vakum)
 Being of Asian or Hispanic ethnic background
 Faktor risiko berdasarkan etiologi :
 Risk factors for uterine atony
o high maternal parity, chorioamnionitis, prolonged use of
oxytocin, general anesthesia dan kondisi yang
menyebabkan peningkatan distensi uterus seperti multiple
gestation, polyhydramnios, fetal macrosomia, and uterine
fibroids
 risk factors for uterine inversion
o excessive umbilical cord traction, short umbilical cord, and
fundal implantation of the placent
 Genital tract trauma risk factors
o operative vaginal delivery and precipitous delivery.
 Coagulation abnormalities
o lebih sering terjadi pada pasien dengan kematian janin
dalam kandungan, placental abruption, sepsis, disseminated
intravascular coagulopathy (DIC), dan pada mereka yang
memiliki inherited coagulation defect.

o avoidable factors (faktor yang dapat dihindari)


https://www.halodoc.com/artikel/sebelum-terlambat-cegah-perdarahan-
postpartum-dengan-cara-ini
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK499988/
 jauhi faktor risiko yang memicu
 hindari faktor risiko  Mulai dari indeks massa tubuh yang berlebih
atau obesitas, anemia, kadar kolesterol yang tinggi, hingga
preeklamsia
o obesitas  hindari dengan menurunkan berat badan. 
soalnya obesitas bisa menyebabkan kontraktilitas uterus
melemah. Kondisi ini bisa membuat proses persalinan
berkepanjangan  nanti dapat meningkatkan risiko
kehilangan darah yang berlebih atau perdarahan
postpartum.
o Kolestrol tinggi  mungkin hindari makanan yang
mengandung kolestrol tinggi  soalnya kadar kolesterol
yang dapat mengganggu kemampuan rahim untuk
berkontraksi dengan efektif.
o Anemia  dapat mengonsumsi makanan yang kaya zat besi
atau bisa konsumsi suplemen zat besi  diberikan oral atau
parenteral iron supplementation  terutama pada pasien
dengan hematokrit kurang dari 30%
 Rutin melakukan pemeriksaan kehamilan
o rutin melakukan pemeriksaan kehamilan secara berkala 
mencegah terjadinya perdarahan postpartum.
o Mungkin tanya apakah ibu pernah mengalami perdarahan
postpartum pada kehamilan sebelumnya, gangguan
perdarahan, atau golongan darah yang langka  jadi dapat
mempersiapkan rencana persalinan yang sesuai  sehingga
dapat menghindari adanya faktor risiko pendarahan
postpartum

- Define 4T and explain the algorithm to diagnose postpartum hemorrhage.


https://www.aliem.com/4-ts-postpartum-hemorrhage/
https://www.aafp.org/dam/brand/aafp/pubs/afp/issues/2017/0401/p442.pdf
https://www.emra.org/emresident/article/postpartum-hemorrhage/
https://fpnotebook.com/ob/Bleed/PstprtmHmrhg.htm
o 4T (causes)
 Tonus
 uterine atony (70% penyebab dari postpartum hemorrhage)
 Pada saat melahirkan  aliran darah ke uterus mencapai 500-900
mL/menit.
 Setelah melahirkan, kadar oksitosin yang tinggi membantu
mempotensiasi kontraksi uterus dan vasokonstriksi arteri uterina
untuk meminimalkan kehilangan darah
 Patofisiologi atonia uteri sering dikaitkan dengan faktor risiko :
o Gangguan kontraksi akibat inflamasi lokal dan asidosis
jaringan uterus (korioamnionitis)
o Regulasi bawah reseptor oksitosin (persalinan lama)
o Berkurangnya interaksi aktin-miosin dari rahim yang
membesar (makrosomia janin, kehamilan multi-kehamilan).
o Yang penting, atonia juga dapat terjadi tanpa adanya faktor
risiko.
 Trauma
 Trauma selama persalinan adalah penyebab paling umum kedua
dari PPP.
 Paling sering terjadi karena vagina atau peritoneum  sekitar 80%
 Jika perdarahan dari laserasi tidak berhenti dengan tekanan, perbaikan oleh
penyedia yang berkualifikasi diperlukan
 Causes :
o genital tract trauma
o uterine inversion
o uterine rupture
o cervical laceration
o vaginal hematoma
 Tissue
 mengacu pada hasil konsepsi yang tertahan (yaitu, plasenta).
 Terputusnya plasenta dari dinding rahim membantu merangsang
kontraksi rahim. Plasenta harus selalu diperiksa untuk
memastikannya utuh
 Causes
o retained products of conception (POC)
o plancenta accreta
 Thrombin
 mengacu pada gangguan koagulasi bawaan dan didapat
 Seringkali, pasien akan datang dengan mengetahui riwayat medis
masa lalu mereka, yang memungkinkan Anda memberikan terapi
yang ditargetkan untuk hemophilia A, B, or von Willebrand disease
 Koagulopati didapat dapat terjadi sebagai akibat dari solusio
plasenta atau emboli cairan ketuban, yang menyebabkan gangguan
hemodinamik yang signifikan dari koagulasi intravaskular
diseminata atau hipofibrinogenemi
 Causes
o coagulopathy

o Diagnosis PPH
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK499988/
https://www.emra.org/emresident/article/postpartum-hemorrhage/
 Anamnesis dan physical examination
 pasien mengalami peningkatan detak jantung, peningkatan
frekuensi pernapasan, dan merasa pingsan saat berdiri
 pasien terus kehilangan darah, mereka mungkin juga merasa
kedinginan, tekanan darah menurun, dan mungkin kehilangan
kesadaran.
 Pasien mungkin juga memiliki tanda dan gejala syok, seperti
kebingungan, penglihatan kabur, kulit lembab, dan kelemahan.
 Pada wanita pascapersalinan  tanda atau gejala kehilangan darah seperti
takikardia dan hipotensi mungkin tersembunyi  jika tanda-tanda ini ada,
harus ada kekhawatiran akan kehilangan volume darah yang cukup besar
(lebih dari 25% dari total volume darah).
 Tanda-tanda vital  menurun terus menerus dan estimasi total kehilangan
darah yang berkelanjutan
 Pemeriksaan pasien pada saat perdarahan dapat membantu
mengidentifikasi kemungkinan penyebab perdarahan yang difokuskan pada
faktor risiko spesifik yang mungkin dimiliki pasien.
 Pemeriksaan genital
 untuk laserasi, hematoma, atau tanda-tanda ruptur uteri harus
dilakukan
 manual exam and extraction  disertai degan ultrasonografi 
untuk mengecek jaringan plasenta yang tertinggal
 pada uterine atony  ditemukan adanya soft, “boggy” or non-
contracted uterus
 pada Uterine inversion  ditemukan adanya tonjolan bulat atau
massa dengan palpasi dinding fundus di serviks atau segmen bawah
rahim dan sering dikaitkan dengan traksi berlebihan pada tali pusat
atau plasenta yang melekat secara abnormal
 pada disseminated intravascular coagulation (DIC)  ada
ditemukan Widespread bleeding dari venipuncture sites
 melakukan pemeriksaan laboratorium
 untuk membantu mengevaluasi dan mengelola pasien, meskipun
intervensi seperti pemberian obat atau produk darah tidak boleh
ditahan, sambil menunggu hasil studi tersebut.
 Hitung darah lengkap untuk menilai hemoglobin, hematokrit, dan
trombosit dapat dievaluasi pada interval, meskipun nilai
laboratorium sering tertinggal dari presentasi klinis.
 pemeriksaanCoagulation studies dan fibrinogen akan berguna pada
pasien yang dicurigai DIC.
 Pemeriksaan penunjang
 Melakukan pemeriksaan ultrasound  untuk mengecek uterus dan
organ lain
- Describe the signs of shock.
https://eu-ireland-custom-media-prod.s3-eu-west-1.amazonaws.com/UKMEAEU/eSample/
9780323484206-sample-chapter.pdf
https://www.moh.gov.bt/wp-content/uploads/moh-files/2017/10/Chapter-6-Approach-to-
Patient-in-Shock.pdf
o Tanda-tanda klinis syok tergantung pada keparahan dan persistensi kehilangan atau
redistribusi volume darah
o Kelas I
 kehilangan darah ringan kurang dari 15% total volume darah
 tubuh mampu memulihkan defisit volume melalui respon kompensasi dan
mungkin ada sedikit atau tidak ada perubahan dalam temuan fisik selain
penurunan output urin
 Tekanan darah tetap terjaga. Tanda-tanda klinis biasanya menjadi jelas
ketika kehilangan darah melebihi 15%
o Kelas II
 Kehilangan darah kelas II (15% -30%) didefinisikan sebagai awitan syok
hiperdinamik.
 Tanda-tanda klinis termasuk takikardia, takipnea, dan denyut nadi
(peningkatan CO dan resistensi pembuluh darah perifer).
 Ada agitasi atau kecemasan mental, dan peningkatan output simpatis
menyebabkan dilatasi pupil dan berkeringat.
 Meskipun mekanisme kompensasi ini dapat menormalkan tekanan darah,
defisit perfusi akan tetap ada dan dapat dideteksi dengan analisis gas darah
(peningkatan laktat dan asidosis metabolik gap anion yang tinggi).
 Jika kehilangan darah berlanjut, atau jika hipovolemia berlanjut, mekanisme
kompensasi dapat menjadi tidak cukup untuk mengembalikan volume
sirkulasi dan syok hipodinamik/dekompensasi dimulai (syok hipovolemik
kelas III atau sedang)
o Kelas III
 Pada saat ini takikardia dan takipnea, kecemasan, dan agitasi yang
mendalam hadir. Haluaran urin dapat berhenti, jugular filling dan CRT
memanjang, tekanan nadi lemah, dan suhu ekstremitas menurun.
 Jika gas darah dikumpulkan  asidosis laktat akan muncul.
 Tekanan darah akan turun meskipun terjadi peningkatan denyut jantung,
kontraktilitas jantung, dan resistensi perifer total.
 Tanpa intervensi, hipoksia seluler dan asidosis yang berlanjut
mengakibatkan kegagalan mekanisme kompensasi, menyebabkan
vasodilatasi perifer dan penurunan kontraktilitas miokard
o Kelas IV
 Sebuah lingkaran setan terjadi dengan penurunan perfusi arteri koroner
yang menyebabkan penurunan fungsi jantung, mengakibatkan penurunan
CO2 dan penurunan perfusi lebih lanjut
 Jika tidak terkontrol  tanda-tanda klinis akan berkembang dari takikardia
dan kecemasan menjadi bradikardia, obtundasi, anuria, hipotensi berat,
kolaps sirkulasi, dan kematian
- Tahapan shock, 

- Manajemen pada shock dilakukan dengan, 


o Survey ABCDE 
o Berikan vascular access  2 large-bore proximal peripheral access + cek golongan
darah
o Monitor status hemodynamic  jantung & pulse oximetry 
o Klasifikasikan tipe shocknya 
o Siapkan support hemodynamic yang dibutuhkan  resusitasi cairan + kebutuhan
vasopressor/inotropes/blood transfusion 
- Diagnosis pasien dilakukan dengan menilai kadar lactate pasien + ABG, kemudian lakukan
pemeriksaan tambahan untuk mencari underlying etiology + pemeriksaan elektrolit,
pemeriksaan lain yang dilakukan sesuai tipe shock: 

- Monitoring pada pasien dengan shock, 


- Pendaharahan merupakan salah satu penyebab shock hypovolemic karena pada saat
pendarahan terjadi loss dari intravascular fluid volume sehingga SV & preload menurun + CO
menurun sehingga timbul kompensasi berupa peningkatan SVR & HR, klasifikasi shock
hemorrhagic (kelas 3 + 4sudah harus tranfusi):
- Manajemen pada shock hemorragik,
o Cek ABCDEs  airway, breathing, circulatory, disability (neurological), exposure,
gastric dilation (takut retensi di lambung jadi kalau ada bisa kasih nasal/oral tube),
urinary catheterization (cek darah dari urin/bukan)
o Pasang vascular access  2 large-caliber IV peripheral + ambil darah untuk di cek 
o Initial fluid therapy  warmed isotonic fluid 1L untuk adults & blood product lalu
cek respon pasien 

- Blood transfusion  sesuai respon pasien, biasanya diberikan pada pasien yang minimal-no
response dengan cairan + tetap perhatikan suhu tubuh pasien + bisa berikan tranexamic
acid 
- Selanjutnya dilakukan monitoring terhadap UO + fungsi CNS + warna kulit + pulse & BP
pasien.
- Explain the action which the physician must take in order to stop bleeding due to primary
PPH.
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC6483801/
https://teachmeobgyn.com/labour/puerperium/primary-post-partum-haemorrhage/
https://www.health.qld.gov.au/__data/assets/pdf_file/0015/140136/g-pph.pdf
o Dapat diberikan uterotonic
 Jenis uterotenic yang digunakan  oksitosin dan ergometrin  merupakan
terapi lini pertama
 Ergometrin (dan kombinasi obat campuran oksitosin dan
ergometrin) dikontraindikasikan pada wanita dengan riwayat
hipertensi, penyakit jantung, preeklamsia atau eklampsia.
 Jenis oksitosin yang digunakan
o Carbetocin  adalah ong‐acting synthetic oxytocin
analogue diberikan dengan dosis tunggal secara intravena
atau intramuscular
 diberikan secara intravena memiliki waktu paruh 40
menit (empat hingga 10 kali lebih lama dari
oksitosin).
 memiliki efek samping yang tidak menyenangkan,
termasuk sakit kepala, tremor, hipotensi,
kemerahan, mual, sakit perut, pruritus
 dapat diberikan prostaglandin
 jenis yang digunakan misoprostol  methyl ester synthetic
analogue of natural prostaglandin E1  dapat digunakan untuk
pencegahan dan pengobatan PPH  dapat diberikan secara oral,
sublingual, bukal, vagina atau rektal
 Pemberian prostaglandin dapat dikaitkan dengan efek samping yang
tidak menyenangkan, termasuk muntah, diare, hipertensi dan
demam
 Biasanya uterotonic drugs akan mengontrol perdarahan postpartum 
tetapi jika tidak, intervensi bedah harus dipertimbangkan.
o Kalau masih ada pendarahan lagi
 Bisa diberikan Haemostatic drugs  kalo tidak merespon pengobatan lini
pertama dan kedua
 Jenis yang diunakan tranexamic acid dan recombinant activated
factor VII (rFVIIa)
 tranexamic acid  adalah agen antifibrinolitik sistemik yang banyak
digunakan dalam pembedahan untuk mencegah pemecahan bekuan
darah (fibrinolisis) dan oleh karena itu untuk mengurangi kehilangan
darah
o efek samping  termasuk mual, muntah dan diare.
Komplikasi langka lainnya termasuk hipotensi, trombosis,
penglihatan kabur, nekrosis kortikal ginjal dan obstruksi
arteri retina
 recombinant activated factor VII (rFVIIa)  digunakan untuk
mengendalikan PPH yang mengancam jiwa.
o mengurangi kehilangan darah melalui peningkatan
koagulasi yang bergantung pada faktor jaringan
o efek samping  adalah trombotik, termasuk trombosis
vena dalam, emboli paru, trombosis serebral, dan infark
miokard.
o Surgical interventions  melakukan caesarean hysterectomy  untuk mencegah
kematian akibat perdarahan uterus
 Melakukan Artery ligation and uterine compression sutures  Saat diikat,
jahitan memungkinkan kompresi ketat dinding rahim dan menghentikan
pendarahan
o Dapat melakukan Radiological embolization
 Dilakukan pada pembuluh darah
o Dapat melakukan Non‐pneumatic antishock garment (NASG) and aortic compression
 NASG adalah perangkat tekanan berteknologi rendah yang mengurangi
kehilangan darah, memulihkan tanda-tanda vital dan memiliki potensi untuk
mengurangi hasil yang merugikan dengan membantu wanita bertahan dari
penundaan dalam menerima perawatan obstetrik darurat yang memadai.
- Describe the management of each causes of PPH
https://www.health.qld.gov.au/__data/assets/pdf_file/0015/140136/g-pph.pdf
https://www.aafp.org/dam/brand/aafp/pubs/afp/issues/2017/0401/p442.pdf
o H = Ask for help, hands on uterus
o A = Assess vital signs, blood loss, and resuscitate
o E = Etiology (treat accordingly); Ensure availability of blood
o M = Massage the uterus
 External bimanual uterine massage
 Internal bimanual compression
o O = Oxytocin and other uterotonic drugs*
o S = Shift to operating theatre
o T = Tissue and trauma excluded; Tamponade balloon
 Bakri balloon, catheter condom with 300-400 cc infusion
 Compression sutures (B-Lynch)
o A = Apply sutures
o S = Systemic pelvic devascularization
o I = Interventional radiology (artery embolization)
o S = Subtotal or total hysterectomy

o Tone (uterine atony)


 adalah penyebab paling umum dari perdarahan postpartum.
 Dapat melakukan bimanual compression of the uterus dan penggunaan
uterotonic medication  untuk menghentikan pendarahan
 Dapat diberikan Uterotonic agents  oxytocin, ergot alkaloids, dan
prostaglandins
 Oksitosin
o adalah pengobatan yang paling efektif untuk perdarahan
postpartum, bahkan jika sudah digunakan untuk induksi
atau augmentasi persalinan atau sebagai bagian dari AMTSL
o Administer 20-40 IU Oxytocin IV in 1L RL (60 drops/min) and
10 IU IM
o Continue with 20 IU Oxytocin IV in 1L RL (40 drops/min)
until bleeding stops
 dapat diberikan second-line uterotonic  harus didasarkan pada
faktor spesifik pasien seperti hipertensi, asma, atau penggunaan
protease inhibitor.
o If oxytocin is unavailable or bleeding persists, administer 0.2
mg ergometrine IM, repeat 15 mins later, then repeat every
4 hours (max. 5 doses)
 Dapat diberikan tranexamic acid  cyklokapron  dapat mengurangi
kematian akibat perdarahan dari perdarahan postpartum (tetapi tidak
kematian secara keseluruhan)  administer 1 gr tranexamic acid IV bolus
for 1 min, repeat 30 mins
 Pasang catheter condom atau lakukan kompresi bimanual internal selama 5
menit. Jika tidak ada kontraksi uterus, lanjutkan dengan kompresi bimanual
eksternal
 Siapkan untuk intervensi bedah atau rujuk ke fasilitas lain
 Pembedahan  Compression sutures (B-Lynch); Uterine artery
embolization; Uterine or ovarian artery ligation; Subtotal hysterectomy
o Plancetal retention
 Administer 40 IU Oxytocin IV in 1L RL (60 drops/min) and 10 IU IM
 Continue with 20 IU Oxytocin IV in 1L RL (40 drops/min) until bleeding stops
 Perform cord traction / penegangan tali pusat terkendali (PTT)
 • If cord traction is unsuccessful, perform manual placental removal
 Administer prophylactic abx  Single dose 2g ampicillin IV with 500 mg
metronidazole IV
 If bleeding persists, manage further similarly to uterine atonia
o Birth canal laceration
 Perineum rupture or vaginal wall laceration
 Identification site of injury or source of bleeding
 Irrigation with antiseptics
 Cessation of bleeding with clamp, then perform stitching 1 cm
above the tear
 If bleeding persists, administer tranexamic acid, then refer patient
 Cervical laceration
 Identification site of injury (usually at the bottom left and right
portions)
 Cessation of bleeding with clamp, then perform continuous stitching
 If bleeding persists, administer tranexamic acid, then refer patient
o Trauma
 Biasanya penyebab paling sering blood loss dapat terjadi karena lacerations
dan hematomas  makanya prosedur episiotomy harus dihindari  karena
meningkatkan risiko kehilangan darah dan robekan sfingter anal
 uterine inversion
 mungkin memiliki tanda-tanda syok tanpa kehilangan darah yang
berlebihan.
 ika plasenta melekat  plasenta harus dibiarkan di tempatnya
sampai setelah reduksi untuk membatasi perdarahan
 di treat dengan mencoba uterusnya dikembalikan ke posisinya
dengan mengangkatnya ke atas melalui panggul dan ke dalam perut
 Johnson method
 kalau misal si uterus udah di reverted (dikembalikan ke posisi awal)
 dapat dilanjutkan dengan pemberian uterotonic agents (dapat
meningkatkan tonus rahim dan mencegah kekambuhan)
 Perform immediate uterus repositioning (i.e., manual, hydrostatic),
Refer patient if unsuccessful or complications occur. Halothane
analgesic may be administered.
 Administer pethidine 1 mg/kg (max 100 mg) IM or IV or morphine
0.1 mg/kg IM
 If repositioning is unsuccessful, laparotomy and hysterectomy are
indicated
 If repositioning is successful, administer 20 IU Oxytocin IV in 200 mL
RL (10 drops/min)
 If contractions are still inadequate, administer 0.2 mg Ergometrine
IM
 Administer prophylactic abx  Single dose ampicillin with
gentamycin
 kalau penggunaan metode treatment sebelumnya gagal  penggunaan
magnesium sulfat, terbutalin, nitrogliserin, atau anestesi umum dapat
memungkinkan relaksasi uterus yang cukup untuk manipulasi.
 Uterine rupture
 Perform emergency C-section with laparotomy
 Administer IV tocolytics to slow dilation
 Surgery: Uterus removal (hysterectomy)
o Tissue
 Retained tissue (contohnya placenta, placental fragments, atau blood clots)
 Waktu rata-rata dari pelahiran hingga pengeluaran plasenta adalah delapan
hingga sembilan menit
 Interval yang lebih lama dikaitkan dengan peningkatan risiko
perdarahan postpartum, dengan tingkat dua kali lipat setelah 10
menit.
 Jika plasenta tertahan  pertimbangkan pengangkatan manual
menggunakan analgesia yang tepat.
 Dapat diberikan Injecting umbilical vein dengan menggunakan  saline dan
oxytocin
 Kalau pasiennya invasive placenta (placenta accreta, increta, or percreta)
 dapat menyebabkan perdarahan postpartum yang mengancam jiwa
 treatmentnya :
o dapat dilakukan dengan melakukan hysterectomy
o atau dengan conservative management  meninggalkan
plasenta di tempat atau memberikan weekly oral
methotrexate
o thrombin (coagulation defects)
 harus dicurigai pada pasien yang tidak menanggapi tindakan biasa untuk
mengobati perdarahan postpartum atau yang keluar dari tempat tusukan
 harus dicurigai jika darah tidak menggumpal di wadah samping tempat tidur
atau tabung pengumpul laboratorium redtop (tanpa aditif) dalam waktu
lima sampai 10 menit.
 Lakuin pemeriksaan  platelet count and measurement of prothrombin
time, partial thromboplastin time, fibrinogen level, fibrin split products, and
quantitative d-dimer assay
 Treatment
 mengobati proses penyakit yang mendasarinya
 mengganti komponen darah yang sesuai
 Immediate fluid resuscitation
 Blood transfusion: Whole blood, FFP, PRC, cryoprecipitate,
thrombocyte concentration, or blood type O
- Explain the algorithm to diagnose and manage late PPH
https://teachmeobgyn.com/labour/puerperium/secondary-post-partum-haemorrhage/
o Diagnosis
 Melakukan pemeriksaa laboratorium
 Full Blood Count
 Urea and Electrolytes
 C-Reactive Protein
 Coagulation profile
 Group and Save sample
 Blood cultures (if the patient is demam)
 Melakukan pemeriksaan imaging
 Melakukan ultrasound panggul  dapat membantu dalam diagnosis
jaringan plasenta yang tertinggal.
o Treatment
 Dapat diberikan antibiotic
 biasanya kombinasi ampisilin (klindamisin jika alergi penisilin) dan
metronidazol.
 Gentamisin harus ditambahkan pada kombinasi di atas pada kasus
endomiometritis (uterus nyeri tekan) atau sepsis.
 Dapat diberikan Uterotonics
 Termasuk syntocinon (oxytocin), syntometrine
(oxytocin+ergometrine), carboprost (prostaglandin F2) and
misoprostol (Prostaglandin E1).
 Dapat melakukan tindakan bedah  dilakukan jika ada perdarahan yang
berlebihan atau berlanjut (terlepas dari temuan USG)
 B-lynch compression sutures (compresses atonic uterus with open
hysterectomy); Uterine artery embolization; Uterine or ovarian
artery ligation; Hysterectomy (last resort except in placenta
accreta). Risk of uterus perforation. If bleeding persists, administer
tranexamic acid 1g IV for 1 min, repeat 30 mins
 Kalau pendarahan masih berlanjut
 Dapat melakukan pemasangan balloon catheter ke dalam rahim
 Pada massive secondary PPH,
 pengelolaan mencakup empat komponen yang harus dilakukan
secara bersamaan.
o Communication
o Resuscitation
o monitoring and investigation (as described in the
investigation section)
o menghentikan perdarahan (dengan tindakan
uterotonika/bedah, tergantung pada penyebab yang
dicurigai
2. Apa itu puerperium
http://eprints.undip.ac.id/50880/3/Yuniar_Safitri_22010112110030_Lap.KTI_Bab2.pdf
http://repository.ump.ac.id/1474/3/WIWIK%20SETIYANINGRUM%20BAB%20II.pdf
- Masa nifas (Puerperium) dimulai setelah plasenta lahir dan berakhir ketika alat-alat
kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil
- Periode postpartum adalah masa enam minggu sejak bayi lahir sampai organ-organ
reproduksi kembali ke keadaan normal sebelum hamil.Periode ini kadang disebut
puerperium atau trimester ke empat kehamilan
- Lamanya periode ini tidak pasti, sebagian besar menganggapnya antara 4 sampai 6 minggu
- Tahapan-tahapan :
o Peurperium dini (immediate puerperium)
 waktu 0-24 jam post partum, yaitu masa kepulihan dimana ibu
diperbolehkan untuk berdiri dan berjalan-jalan
 Pada masa ini sering terdapat banyak masalah, misalnya pendarahan karena
atonia uteri, oleh karena itu, bidan dengan teratur harus melakukan
pemeriksaan kontraksi uterus, pengeluaran lokhea, tekanan darah, dan
suhu.
o Peurperium intermedial (early puerperium)
 waktu 1-7 hari post partum, yaitu masa kepulihan menyeluruh dari organ-
organ reproduksi selama kurang lebih 6-8 minggu
 Pada fase ini bidan memastikan involusi uteri dalam keadaan normal, tidak
ada perdarahan, lokhea tidak berbau busuk, tidak demam, ibu cukup
mendapatkan makanan dan cairan, serta ibu dapat menyusui dengan baik.
 Pada fase ini ibu sudah memiliki keinginan untuk merawat dirinya dan
diperbolehkan berdiri dan berjalan untuk melakukan perawatan diri karena
hal tersebut akan bermanfaat pada semua sistem tubuh.
o Remote Puerperium (later puerperium)
 waktu 1-6 minggu post partum.Waktu yang diperlukan untuk pulih dan
sehat kembali dalam keadaan sempurna terutama ibu apabila ibu selama
hamil atau waktu persalinan mengalami komplikasi.
 Pada periode ini bidan tetap melakukan perawatan dan pemeriksaan sehari-
hari serta konseling KB.

3. Manajemen pph yg lengkap (bisa pake obat apa aja, gmn cara kasi nya, pake yg mana dulu, dosis
dan max dose per day nya brp)
- Pemberian obat terlebih dahulu  oxytocin diberikan secara IV
- Uterotonics
Drugs Dosage Side effects Contraindications
Oxytocin 20 IU in 1L of Water intoxication and Nil
saline may be nausea at high dosage
infused IV at a
rate of 125 mL per
hour
Methylergometrine 0.25 mg IM or IV Nausea, vomiting, Hypertension, heart
(methergine) hypertension, retained disease
placenta, if given before
placental separation
occurs
Carboprost (15- 250 ug given as Diarrhea, vomiting, Significant
methyl PGF 2a) IM injection every flushing, pyrexia, pulmonary, cardiac,
15 minutes for a hypertension, hepatic, or renal
maximum of eight bronchoconstriction, etc. disease
doses
Misoprostol 600-1000 ug Diarrhea, pyrexia (>40 C) Significant
perrectally or pulmonary, cardiac,
orally. Dose and or renal disease
frequency has yet
not been
standardized
- Oxytocin
o Nanopeptide, posterior pituitary
o Stimulates upper segment uterus
o Lower segment remains relaxed
o Storage: refrigerator 2-6 C
o Administration: 
o 10 IU IM or intramiometrium or IV bolus
o 20-50 IU/ 1L saline, 125 mL/ hour
o Side effect: water intoxication, hypotension
- Ergometrine/ methylergometrine
o Generalized smooth muscle contraction 🡪 upper and lower segment contract
tetanically
o Storage: refrigerator 2-6 C
o Administration: PO, IM, IV 🡪 IV more side effects
o Dosage:
o 0,2 mg IM, can be repeated every 2-4 hrs
o 0,2 mg IM, can be repeated every 15 min
o max 1,25 mg/ 24 hrs
o Side effects: vomiting, hypertension, inhibition of lactation
o Caution: preeclampsia, Rh- negative mother, cardiac disease
- Misoprostol
o Prostaglandin E1
o Administration: sublingual, PO, vaginal, rectal
o Vaginal route: more potent and less side effect
o Storage: room temperature
o Dosage: 600-1000 ug
o SE: pyrexia, shivering, diarrhea
o Can be safely used in asthmatic patient
- Setelah memberikan obat-obatan, langkah selanjutnya adalah memberikan tatalaksana
konservatif non bedah  seperti menyingkirkan faktor sisa plasenta atau robekan jalan
lahir, melakukan kompresi bimanual atau kompresi aorta abdominal, serta memasang
tampon uterus vagina dan kondom kateter.
- Langkah selanjutnya dari tatalaksana perdarahan postpartum adalah melakukan :
- tatalaksana konservatif bedah,
o yakni metode kompresi uterus dengan teknik B-Lynch, devaskularisasi sistem
perdarahan pelvis, atau embolisasi arteri uterina dengan radiologi intervensi.
- Langkah terakhir adalah melakukan histerektomi subtotal atau total.
- WHO membuat rekomendasi penanganan perdarahan postpartum yang kurang lebih
- sama dengan langkah HAEMOSTASIS.
4. Bagan algoritma manajemen pp
https://www.aafp.org/dam/brand/aafp/pubs/afp/issues/2017/0401/p442.pdf
5. Kl ga berhenti jg perdarahan nya mau diapain?
- Kalau masih ada pendarahan lagi
o Bisa diberikan Haemostatic drugs  kalo tidak merespon pengobatan lini pertama
dan kedua
 Jenis yang diunakan tranexamic acid dan recombinant activated factor VII
(rFVIIa)
 tranexamic acid  adalah agen antifibrinolitik sistemik yang banyak
digunakan dalam pembedahan untuk mencegah pemecahan bekuan darah
(fibrinolisis) dan oleh karena itu untuk mengurangi kehilangan darah
 efek samping  termasuk mual, muntah dan diare. Komplikasi
langka lainnya termasuk hipotensi, trombosis, penglihatan kabur,
nekrosis kortikal ginjal dan obstruksi arteri retina
 recombinant activated factor VII (rFVIIa)  digunakan untuk mengendalikan
PPH yang mengancam jiwa.
 mengurangi kehilangan darah melalui peningkatan koagulasi yang
bergantung pada faktor jaringan
 efek samping  adalah trombotik, termasuk trombosis vena dalam,
emboli paru, trombosis serebral, dan infark miokard.
o Surgical interventions  melakukan caesarean hysterectomy  untuk mencegah
kematian akibat perdarahan uterus
o Melakukan Artery ligation and uterine compression sutures  Saat diikat, jahitan
memungkinkan kompresi ketat dinding rahim dan menghentikan pendarahan
-

-
-
6. Gmn cara pemberian oxytocin iv dan apa indikasi nya
https://pionas.pom.go.id/monografi/oksitosin
https://reference.medscape.com/drug/pitocin-oxytocin-343132
- Cara pemberian oxytocin IV :
o Induksi persalinan pada lemah uterus  infus intravena 1-4 miliunit/menit
dinaikkan dalam interval tak kurang dari 20 menit sampai dicapai pola persalinan
mirip persalinan normal (biasanya kurang dari 10 miliunit/menit untuk persalinan
aterm); dosis maksimum 20 miliunit/menit (bila dibutuhkan dosis tinggi, gunakan
larutan 10 unit/500 mL); jangan menggunakan total lebih dari 5 unit per hari
(pengulangan pada hari berikutnya mulai lagi dengan 1-4 miliunit/menit). Monitor
DJJ dan kuatnya kontraksi penting untuk menyesuaikan dosis dengan respons klinik.
Bila ada gawat janin atau hipereaksi uterus, infus harus dihentikan.
o Bedah Caesar  injeksi intravena lambat 5 unit segera setelah persalinan;
Pencegahan perdarahan pasca persalinan: injeksi intravena lambat 5 unit setelah
keluar plasenta; bila memang telah diberikan infus obat, percepat infus selama kala
III dan beberapa jam berikutnya; dapat juga diberikan injeksi intramuskular
kombinasi oksitosin dan ergometrin (lihat keterangan di atas).
o Perdarahan pasca persalinan (postpartum hemorrhage)  injeksi intravena lambat
5 unit, diikuti dengan infus 5-20 unit dalam 500 mL glukosa 5% dengan kecepatan
yang dianjurkan untuk atonia uterus Abortus inkomplit atau missed abortion: 5 unit
injeksi intravena lambat diikuti dengan infus 20-40 miliunit/menit.
 Infus berkepanjangan dengan dosis tinggi dapat menyebabkan kelebihan
cairan dan hiponatremia. Untuk mencegah ini, gunakan cairan elektrolit
(jangan glukosa), pekatkan larutannya, kurangi asupan cairan per oral,
monitor cairan dan elektrolit
 Postpartum hemorrhage  diberikan 10 unit intramuscular (IM)  etelah
plasenta lahir
 tambahkan 10-40 unit; tidak melebihi 40 unit; untuk 1000 mL
larutan IV nonhydrating dan infus pada tingkat yang diperlukan
untuk mengontrol atonia uteri
- indikasi :
https://www.rxlist.com/pitocin-drug.htm
https://pspk.fkunissula.ac.id/sites/default/files/4.%20Oksitosin.pdf
o induksi persalinan pada pasien dengan indikasi medis untuk inisiasi persalinan,
seperti Rh problems, maternal diabetes, preeclampsia pada atau mendekati aterm,
ketika persalinan adalah demi kepentingan terbaik ibu dan janin atau ketika ketuban
prematur. pecah dan pengiriman diindikasikan;
o stimulasi atau penguatan persalinan, seperti pada kasus uterine inertia tertentu;
o sebagai terapi tambahan dalam pengelolaan aborsi tidak lengkap atau tak
terelakkan.
o Induksi partus aterm & mempercepat persalinan pada kasus-kasus tertentu
o Mengontrol pendarahan dan atoni uteri postpartum
o Merangsang kontraksi uterus post operasi section-caessar / operasi uterus lain
o Induksi abortus terapeutik
o Uji oksitosin
o Mengurangi pembengkakkan payudara
7. Apa itu intrauterine baloon tamponade, gmn cara melakukan nya (jelaskan secara rinci)
https://medicalguidelines.msf.org/en/viewport/ONC/english/appendix-2-intrauterine-balloon-
tamponade-51416378.html
- Indikasi
o Perdarahan postpartum karena atonia uteri, ketika uterotonika gagal mengontrol
perdarahan.
o Balon intrauterin digunakan untuk mengurangi perdarahan intrauterin dan
menghindari histerektomi hemostasis.
o Di fasilitas BEmONC  balon intrauterin dapat digunakan untuk menstabilkan
pasien sebelum merujuknya ke fasilitas CEmONC.
- Kontraindikasi
o Uterine rupture
o Purulent infection of the vagina, cervix or uterus
- Prosedur
o Kaji kebutuhan analgesia/anestesi.
o Oleskan larutan antiseptik (10% povidone iodine) pada area perineum.
o Keluarkan semua gumpalan darah dari rahim (eksplorasi rahim).
o Pasang folley catheter
o Perkirakan ukuran rahim dan catat (untuk pemantauan).
o Masukkan spekulum
o Masukkan balon (yang tidak dipompa) ke dalam rahim, baik secara manual atau
dengan forsep atraumatic  Pastikan seluruh balon melewati os serviks interna.
o Kembangkan balon dengan natrium klorida 0,9% suhu kamar steril, sampai dapat
terlihat di serviks (biasanya, 250 hingga 300 ml, maksimum 500 ml); mencatat
volume yang digunakan).
o Terapkan traksi lembut ke kateter dan rekatkan ujungnya ke paha pasien.
o Hubungkan port drainase ke kantong pengumpul cairan (kantong urin) untuk
memantau hemostasis.
- Associated treatment
o Continuous infusion of oxytocin  20 hingga 40 IU tergantung pada dosis yang telah
diberikan (dosis total maks. 60 IU) dalam 1 liter Ringer laktat atau natrium klorida
0,9% selama 8 jam (42 tetes/menit).
o Antibiotic treatment  ampisilin IV 1 g + metronidazol IV infus 500 mg atau
amoksisilin/asam klavulanat IV (dosis dinyatakan dalam amoksisilin) 1 g, setiap 8
jam, sampai balon dikeluarkan.
o Mulai atau lanjutkan transfusi darah  untuk mengoreksi anemia.
- Patient follow-up
o Pemantauan yang dilakukan setiap jam  tanda-tanda vital, urine putput, tinggi
fundus, perdarahan pervaginam, volume darah yang dikumpulkan dalam kantong
pengumpul, SpO2 (jika tersedia).
o Jika tidak ada darah yang mengalir ke dalam kantong penampung tetapi tinggi
fundus meningkat, kateter mungkin tersumbat oleh gumpalan: periksa untuk
memastikannya terbuka dengan memasukkan 15 sampai 30 ml natrium klorida 0,9%
steril.
o Jika tidak ada darah yang mengalir ke dalam kantong penampung, tidak ada aliran
vagina, tidak ada peningkatan tinggi fundus dan pasien stabil, perdarahan terkontrol
 biarkan balon di tempatnya selama 24 jam.
 Setelah 24 jam, keluarkan setengah volume yang disuntikkan dari balon dan
periksa perdarahan dan tanda-tanda vital setelah 30 menit :
 Jika tidak ada perdarahan yang terlihat dan pasien stabil, kempiskan
sepenuhnya dan keluarkan balon.
 Jika pendarahan mulai lagi, kembangkan kembali balon selama 6
sampai 8 jam dan/atau pertimbangkan untuk operasi
o Jika tamponade awal gagal atau perdarahan mulai lagi saat balon yang dipompa
masih terpasang  perawatan bedah diindikasikan.

8. Patof pph yang ke-2 pada pasien ini

Anda mungkin juga menyukai