- Herringbone artifact biasa juga disebut spike artifact, crisscross artifact, or corduroy
artifact
- Biasanya ditemukan di small bowel obstructions
- Causes he
o electromagnetic spikes by gradient coils
o fluctuating power supply
o RF pulse discrepancies
o biasanya disebabkan oleh lonjakan kebisingan yang disebabkan oleh kekuatan
eksternal.
2. air fluid level (ketemunya dimana pada x-ray) (gimana melakukan, tujuannya apa)
https://id.scribd.com/doc/311179328/Air-Fluid-Level
https://pspk.fkunissula.ac.id/sites/default/files/SKILL%20RADIOLOGI%20FOTO%20POLOS
%20ABDOMEN.pdf
- air fluid level garis horizontal tipis yang merupakan batas antara densitas udara diatas dan
densitas cairan dibawah
- Pada obstruksi, gas dan cairan terakumulasi didalam lumen usus dari proksimal hinggaletak
obstruksi sebagian besar dari gas terakumulasi dari udara yang tertelan dan sebagian
lainnya diproduksi usus sedangkan cairan berasal dari cairan yang diminum dan juga dari
sekresi sistem pencernaan obstruksi menstimulasi epitel pencernaan untuk mensekresi air.
- Saat keadaan obstruksi cairan dan gas terkumpul ddalam usus
- Gas dan cairan tersebut membuat suatu gambaran yang dsebut “air-fluid level”
- Gambaran air fluid level dapat ditemukan pada rontgen thorax pada keadaan :
o Emphyema loculated
o Hemopneumothorax
o Obstruksi esofagus
o Abses mediastinum
o Hidropneumopericardium
o Hiatal hernia
o Abses dinding dada
- Gambaran air fluid level dapat ditemukan pada rontgen abdomen pada keadaan :
o Obstruksi usus halus
o Obstruksi usus besarhirschsprung’s disease
https://id.scribd.com/doc/138693408/ABDOMEN-3-POSISI
https://id.scribd.com/doc/266864693/BNO-3-Posisi-Sigit
https://firzandinata.wordpress.com/2012/02/17/teknik-radiografi-abdomen-3-posisi-abdomen-
akut/
- Abdomen 3 posisi adalah prosedur pemeriksaan radiografi pada daerah abdomen khususnya
untuk memperlihatkan kelainan yang terjadi pada tractus digestivus / gastrointestinal yang
dilakukan dalam 3 posisi pemotretan.
- Teknik radiografi abdomen untuk kasus abdomen akut dilakukan dalam 3 posisi yaitu
abdomen AP supine, Abdomen AP setengah duduk, dan abdomen LLD.
o Abdomen AP supine
Posisi Pasien : Pasien supine diatas meja pemeriksaan, MSP tubuh berada di
pertengahan meja. kedua tangan diatur lurus disamping tubuh dan kedua
kaki diatur lurus.
Posisi Objek : aturlah kaset agar batas atas kaset pada diafragma, batas
bawah pada simfisis pubis dan crista iliaca berada dipertengahan. Pelvis
TIDAK mengalami rotasi (terlihat dari kedua SIAS berjarak sama dikedua
sisinya)
CR : vertikal tegak lurus ke kaset, pusat sinar diatur sejajar dengan crista
iliaca
FFD : 100 cm
Lakukan eksposi saat pasien tahan nafas setelah ekspirasi penuh (aba-
abanya : “buang nafas….. tahan!!!” atau “tahan nafas!!!” lalu ekspos.)
Prosedur
Penderita diminta untuk melepaskan pakaian dan perhiasan untuk
menghidanri terjadinya artefak pada film dan memakai
perlindungan untuk daerah gonad, terutama untuk pria
Pasien tidur terlentang, lengan pasien diletakkkan di sampingtubuh,
garis tengah badan terletak tepat pada garis tengah pemeriksaan,
kedua tungkai ekstensi.
Posisi obyek : bagian tengah kaset setinggi krista iliaka dengan
batastepi bawah setinggi simfisis pubis, tidak ada rotasi pelvis dan
bahu.Pusat sinar pada bagian tengah film dengan jarak minimal 102
cm
o Abdomen setengah duduk
Posisi Pasien : pasien duduk diatas meja pemeriksaan dengan menempatkan
MSP tubuh sejajar kaset, kedua tangan lurus disamping tubuh dan kedua
kaki diatur lurus.
Posisi Objek : kaset berada dibelakang tubuh pasien, aturlah kaset dengan
batas atas procxypoid dan batas bawahnya simfisis pubis, pelvis dan
shoulder TIDAK mengalami rotasi.
CR : horisontal tegak lurus ke kaset, pusat sinar diatur sejajar dengan crista
iliaca (umbilikus)
FFD : 100 cm
jangan lupa memakai grid
Lakukan eksposi saat pasien tahan nafas setelah ekspirasi penuh (aba-
abanya : “buang nafas….. tahan!!!” atau “tahan nafas!!!” lalu ekspos.)
Prosedur
Pasien dapat dengan posisi duduk atau berdiri kalau
memungkinkan,dengan sinar horizontal proyeksi
Posisi pasien dalam posisi anteroposterior dengan bagian
belakangtegak.
Pastikan punggung tidak rotasi. Letakan lengan dan tangandalam
posisi anatomi. Pasien tidak boleh bergerak.
Point sentral terletak pada garis tengah tubuh dengan garis tengah
film
o Abdomen LLD
Posisi Pasien : Pasien tidur miring ke sisi kiri, kedua genue ditekuk
(difleksikan), kedua tangan diletakkan ditas kepala
Posisi Objek : aturlah kaset agar batas atas kaset pada diafragma, batas
bawah pada simfisis pubis dan crista iliaca berada dipertengahan. kaset
berada dibelakang punggung.
CR : horizontal sejajar kaset, pusat sinar diatur sejajar dengan crista iliaca.
FFD : 100 cm
Lakukan eksposi saat pasien tahan nafas setelah ekspirasi penuh (aba-
abanya : “buang nafas….. tahan!!!” atau “tahan nafas!!!” lalu ekspos.)
Prosedur
Pasien tidur miring ke kiri, tekuk lengan melingkari kepala.
Film diletakan di depan atau belakang perut pasien. Mengikuti
areasimphisis pubis pada film. Titik tengah terletak pada garis
tengah film.
- Tujuan
4. rigler sign
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK539847/
https://radiopaedia.org/articles/rigler-sign-bowel
https://pspk.fkunissula.ac.id/sites/default/files/Pemeriksaan%20Radiologi%20Tr.%20Digestivus
%20-%20Kuliah%20.pdf
- adalah suatu kondisi dimana adanya Air outlining kedua sisi dinding usus.
- Rigler sign atau double-wall sign merupakan indikasi adanya udara bebas yang tertutup di
dalam rongga peritoneum (pneumoperitoneum), yang membentuk pola yang terlihat pada
gambar radiografi polos abdomen, dalam teknik terlentang
- Tanda ini muncul karena pemisahan antara udara bebas dan intraluminal oleh dinding usus
menandai radiolusensi udara dan radiopasitas dinding.
- serosal and luminal surfaces akan terlihat
- gambaran dimana dua sisi dari dinding bowel dapat tervisualisasi pada foto polos abdomen
- double wall sign atau gas relief sign atau serosal sign
- tanda ini tidak terlalu sensitif, dan akan muncul apabila volume free air mencapai 1 liter
(moderate)
LO jumat
1. Semua WO di kasus
- Define postpartum hemorrhage (PPH), early PPH and late PPH.
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK499988/
o postpartum hemorrhage (PPH) perkiraan kehilangan darah pada persalinan
pervaginam atau lebih besar dari 1000 mL perkiraan kehilangan darah pada saat
persalinan sesar
menurut American College of Obstetrics and Gynecology postpartum
hemorrhage adalah kehilangan darah kumulatif lebih besar dari 1000 mL
dengan tanda dan gejala hipovolemia dalam waktu 24 jam dari proses
kelahiran, terlepas dari the route of delivery.
o Early PPH (primary PPH) adalah perdarahan yang terjadi pada 24 jam pertama
setelah melahirkan
o Late PPH (secondary PPH) ditandai dengan perdarahan yang terjadi 24 jam
sampai 12 minggu postpartum.
- List the causes, risk factors, and identify the avoidable factors.
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK499988/
https://www.stanfordchildrens.org/en/topic/default?id=postpartum-hemorrhage-90-
P02486
o Penyebab
Penyebab berdasarkan jenis :
Perdarahan Postpartum Primer (Primery Postpartum Haemorrhage)
o Atonia Uteri
adalah kegagalan miometrium untuk berkontraksi
setelah persalinan sehingga uterus dalam keadaan
relaksasi penuh, melebar, lembek, dan tidak mampu
menjalankan fungsi oklusi pembuluh darah.
Perdarahan pada atonia uteri ini berasal dari
pembuluh darah yang terbuka pada bekas
menempelnya plasenta yang lepas sebagian atau
lepas keseluruhan.
Miometrium adalah lapisan tengah dari dinding
rahim yang terdiri dari sel-sel otot polos dan
mendukung jaringan stroma dan pembuluh darah.
Miometrium merupakan bagian uterus yang
memegang peranan penting dan terdiri dari banyak
jaringan otot.
Selama kehamilan serat otot miometrium
menjadi berbeda dan strukturnya lebih terorganisir
dalam rangka persiapan kinerjanya saat persalinan.
Miometrium lapisan tengah tersusun sebagai
anyaman dan ditembus oleh pembuluh darah.
Masing-masing serabut mempunyai dua buah
lengkungan sehingga tiap-tiap dua buah serabut
kira-kira berbentuk angka delapan.
Ketidakmampuan miometrium untuk berkontraksi
akan menyebabkan perdarahan postpartum.
Penyebab atonia uteri adalah akibat dari partus
lama, pembesaran uterus yang berlebihan pada
waktu hamil, multiparitas, anestesi yang dalam,
serta anestesi lumbal.
Atonia uteri juga dapat disebabkan karena salah
penanganan kala III persalinan Kesalahan
tersebut yaitu memijat uterus dan mendorongnya
kebawah dalam usaha melahirkan plasenta, yang
seharusnya belum terlepas dari dinding uterus.
o Retensio Plasenta
Retensio plasenta adalah keadaan dimana plasenta
belum lahir 30 menit setelah janin lahir. Kondisi
tersebut disebabkan karena plasenta belum lepas
dari dinding uterus atau plasenta sudah lepas, akan
tetapi belum dilahirkan.
Penyebab plasenta belum lepas dari dinding uterus
yaitu karena kontraksi uterus kurang kuat untuk
melepaskan plasenta (placenta adhesiva), plasenta
melekat erat pada dinding uterus oleh sebab villi
korialis menembus desidua sampai miometrium
(plasenta akreta), serta plasenta merekat erat pada
dinding uterus oleh sebab villi korialis menembus
sampai dibawah peritoneum (plasenta perkreta)
o Retensio Sisa Plasenta
Retensio sisa plasenta adalah keadaan plasenta
yang tidak lepas sempurna dan meninggalkan sisa.
Keadaan tersebut dapat berupa fragmen plasenta
atau selaput ketuban yang dapat menimbulkan
perdarahan. Inspeksi segera setelah persalinan bayi
harus menjadi tindakan rutin. Jika ada bagian
plasenta yang hilang, uterus terus dieksplorasi dan
potongan plasenta dikeluarkan
o Robekan Jalan Lahir
Robekan jalan lahir selalu memberikan perdarahan
dalam jumlah yang bervariasi banyaknya. Sumber
perdarahan dapat berasal dari perineum, vagina,
serviks, dan robekan uterus (rupture uteri)
o Inversion Uteri
Inversio uteri merupakan keadaan dimana fundus
uteri masuk kedalam kavum uteri terjadi secara
mendadak atau perlahan. Pada inversio uteri bagian
atas, uterus memasuki kavum uteri sehingga fundus
uteri bagian dalam menonjol kedalam kavum uteri.
Penyebab inversion uteri adalah kesalahan dalam
memimpin kala III, yaitu menekan fundus uteri
terlalu kuat dan menarik tali pusat pada plasenta
yang belum terlepas dari insersinya
Perdarahan Postpartum Sekunder (Secondary Postpartum
Haemorrhage)
o Sub Involusi
Sub involusi adalah kemacetan atau kelambatan
involusio yang disertai pemanjangan periode
pengeluaran lokhea dan kadang disebabkan oleh
perdarahan yang banyak.
Proses ini dapat diikuti oleh keputihan yang
berlangsung lama dan perdarahan uterus yang tidak
teratur atau berlebihan. Uterus akan teraba lebih
besar dan lebih lunak daripada keadaan normalnya.
o Hematoma Vulva
Hematoma adalah adalah gumpalan darah sebagai
akibat cidera atau robeknya pembuluh darah wanita
hamil aterm tanpa cidera mutlak pada lapisan
jaringan luar. Penyebab hematoma vulva adalah
akibat dari pertolongan persalinan, karena tusukan
pembuluh darah selama anestesi lokal atau
penjahitan dan dapat juga karena penjahitan luka
episiotomi atau rupture perineum yang kurang
sempurna.
o Retensio Sisa Plasenta
Retensio sisa plasenta dan ketuban yang masih
tertinggal dalam rongga rahim pada perdarahan
postpartum lambat gajalanya yaitu perdarahan
yang berulang atau berlangsung terus dan berasal
dari rongga rahim
Berdasarkan frekuensi (sering-engga)
Penyebab utama
o Uterine atony
o Genital tract lacerations
o Retained placenta
o Uterine inversion
o Abnormal placentation
o Coagulation disorders
o Uterine atony atau kurangnya kontraksi uterus yang efektif
penyebab paling umum dari perdarahan postpartum.
o Perdarahan postpartum pada kehamilan sebelumnya
merupakan faktor risiko yang signifikan
Penyebab sekunder
o Retained products of conception
o Infection
o Subinvolution of the placental site
o Inherited coagulation deficits
Etiologi lain (berdasarkan kriteria lain)
Trauma jalan lahir
o Episiotomi yang lebar.
o Laserasi perineum, vagina, dan serviks.
o Ruptur uterus.
o Kegiatan kompresi pembuluh darah tempat implantasi
plasenta.
Miometrium hipotonia (atonia uteri).
o Anestesi umum (trauma dengan senyawa halogen dan eter).
o Perfusi miometrium yang kurang.
o Setelah persalinan yang lama.
o Setelah persalinan yang terlalu cepat.
o Setelah persalinan yang dirangsang dengan oksitosin dalam
jumlah yang besar.
o Paritas tinggi meningkatkan risiko perdarahan postpartum.
o Distensi rahim berlebihan (janin yang besar, kehamilan
multipel, hidramnion).
o Retensi sisa plasenta.
o Perlekatan yang abnormal (plasenta akreta dan perkreta).
Gangguan Koagulasi Gangguan koagulasi yang didapat maupun
kongenital akan memperberat perdarahan
o Risk factors
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK499988/
https://www.stanfordchildrens.org/en/topic/default?id=postpartum-hemorrhage-
90-P02486
Placental abruption adalah pelepasan awal plasenta dari rahim.
Placenta previa adalah saat plasenta menutupi atau berada di dekat
pembukaan serviks.
Overdistended uterus terjadi ketika rahim lebih besar dari biasanya
karena terlalu banyak cairan ketuban atau bayi besar.
Multiple-baby pregnancy (Kehamilan kembar)
High blood pressure disorders of pregnancy
Having many previous births (Memiliki banyak kelahiran sebelumnya)
Prolonged labor
Infection
Obesity
Use of forceps or vacuum-assisted delivery (Penggunaan forsep atau
persalinan dengan bantuan vakum)
Being of Asian or Hispanic ethnic background
Faktor risiko berdasarkan etiologi :
Risk factors for uterine atony
o high maternal parity, chorioamnionitis, prolonged use of
oxytocin, general anesthesia dan kondisi yang
menyebabkan peningkatan distensi uterus seperti multiple
gestation, polyhydramnios, fetal macrosomia, and uterine
fibroids
risk factors for uterine inversion
o excessive umbilical cord traction, short umbilical cord, and
fundal implantation of the placent
Genital tract trauma risk factors
o operative vaginal delivery and precipitous delivery.
Coagulation abnormalities
o lebih sering terjadi pada pasien dengan kematian janin
dalam kandungan, placental abruption, sepsis, disseminated
intravascular coagulopathy (DIC), dan pada mereka yang
memiliki inherited coagulation defect.
o Diagnosis PPH
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK499988/
https://www.emra.org/emresident/article/postpartum-hemorrhage/
Anamnesis dan physical examination
pasien mengalami peningkatan detak jantung, peningkatan
frekuensi pernapasan, dan merasa pingsan saat berdiri
pasien terus kehilangan darah, mereka mungkin juga merasa
kedinginan, tekanan darah menurun, dan mungkin kehilangan
kesadaran.
Pasien mungkin juga memiliki tanda dan gejala syok, seperti
kebingungan, penglihatan kabur, kulit lembab, dan kelemahan.
Pada wanita pascapersalinan tanda atau gejala kehilangan darah seperti
takikardia dan hipotensi mungkin tersembunyi jika tanda-tanda ini ada,
harus ada kekhawatiran akan kehilangan volume darah yang cukup besar
(lebih dari 25% dari total volume darah).
Tanda-tanda vital menurun terus menerus dan estimasi total kehilangan
darah yang berkelanjutan
Pemeriksaan pasien pada saat perdarahan dapat membantu
mengidentifikasi kemungkinan penyebab perdarahan yang difokuskan pada
faktor risiko spesifik yang mungkin dimiliki pasien.
Pemeriksaan genital
untuk laserasi, hematoma, atau tanda-tanda ruptur uteri harus
dilakukan
manual exam and extraction disertai degan ultrasonografi
untuk mengecek jaringan plasenta yang tertinggal
pada uterine atony ditemukan adanya soft, “boggy” or non-
contracted uterus
pada Uterine inversion ditemukan adanya tonjolan bulat atau
massa dengan palpasi dinding fundus di serviks atau segmen bawah
rahim dan sering dikaitkan dengan traksi berlebihan pada tali pusat
atau plasenta yang melekat secara abnormal
pada disseminated intravascular coagulation (DIC) ada
ditemukan Widespread bleeding dari venipuncture sites
melakukan pemeriksaan laboratorium
untuk membantu mengevaluasi dan mengelola pasien, meskipun
intervensi seperti pemberian obat atau produk darah tidak boleh
ditahan, sambil menunggu hasil studi tersebut.
Hitung darah lengkap untuk menilai hemoglobin, hematokrit, dan
trombosit dapat dievaluasi pada interval, meskipun nilai
laboratorium sering tertinggal dari presentasi klinis.
pemeriksaanCoagulation studies dan fibrinogen akan berguna pada
pasien yang dicurigai DIC.
Pemeriksaan penunjang
Melakukan pemeriksaan ultrasound untuk mengecek uterus dan
organ lain
- Describe the signs of shock.
https://eu-ireland-custom-media-prod.s3-eu-west-1.amazonaws.com/UKMEAEU/eSample/
9780323484206-sample-chapter.pdf
https://www.moh.gov.bt/wp-content/uploads/moh-files/2017/10/Chapter-6-Approach-to-
Patient-in-Shock.pdf
o Tanda-tanda klinis syok tergantung pada keparahan dan persistensi kehilangan atau
redistribusi volume darah
o Kelas I
kehilangan darah ringan kurang dari 15% total volume darah
tubuh mampu memulihkan defisit volume melalui respon kompensasi dan
mungkin ada sedikit atau tidak ada perubahan dalam temuan fisik selain
penurunan output urin
Tekanan darah tetap terjaga. Tanda-tanda klinis biasanya menjadi jelas
ketika kehilangan darah melebihi 15%
o Kelas II
Kehilangan darah kelas II (15% -30%) didefinisikan sebagai awitan syok
hiperdinamik.
Tanda-tanda klinis termasuk takikardia, takipnea, dan denyut nadi
(peningkatan CO dan resistensi pembuluh darah perifer).
Ada agitasi atau kecemasan mental, dan peningkatan output simpatis
menyebabkan dilatasi pupil dan berkeringat.
Meskipun mekanisme kompensasi ini dapat menormalkan tekanan darah,
defisit perfusi akan tetap ada dan dapat dideteksi dengan analisis gas darah
(peningkatan laktat dan asidosis metabolik gap anion yang tinggi).
Jika kehilangan darah berlanjut, atau jika hipovolemia berlanjut, mekanisme
kompensasi dapat menjadi tidak cukup untuk mengembalikan volume
sirkulasi dan syok hipodinamik/dekompensasi dimulai (syok hipovolemik
kelas III atau sedang)
o Kelas III
Pada saat ini takikardia dan takipnea, kecemasan, dan agitasi yang
mendalam hadir. Haluaran urin dapat berhenti, jugular filling dan CRT
memanjang, tekanan nadi lemah, dan suhu ekstremitas menurun.
Jika gas darah dikumpulkan asidosis laktat akan muncul.
Tekanan darah akan turun meskipun terjadi peningkatan denyut jantung,
kontraktilitas jantung, dan resistensi perifer total.
Tanpa intervensi, hipoksia seluler dan asidosis yang berlanjut
mengakibatkan kegagalan mekanisme kompensasi, menyebabkan
vasodilatasi perifer dan penurunan kontraktilitas miokard
o Kelas IV
Sebuah lingkaran setan terjadi dengan penurunan perfusi arteri koroner
yang menyebabkan penurunan fungsi jantung, mengakibatkan penurunan
CO2 dan penurunan perfusi lebih lanjut
Jika tidak terkontrol tanda-tanda klinis akan berkembang dari takikardia
dan kecemasan menjadi bradikardia, obtundasi, anuria, hipotensi berat,
kolaps sirkulasi, dan kematian
- Tahapan shock,
- Blood transfusion sesuai respon pasien, biasanya diberikan pada pasien yang minimal-no
response dengan cairan + tetap perhatikan suhu tubuh pasien + bisa berikan tranexamic
acid
- Selanjutnya dilakukan monitoring terhadap UO + fungsi CNS + warna kulit + pulse & BP
pasien.
- Explain the action which the physician must take in order to stop bleeding due to primary
PPH.
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC6483801/
https://teachmeobgyn.com/labour/puerperium/primary-post-partum-haemorrhage/
https://www.health.qld.gov.au/__data/assets/pdf_file/0015/140136/g-pph.pdf
o Dapat diberikan uterotonic
Jenis uterotenic yang digunakan oksitosin dan ergometrin merupakan
terapi lini pertama
Ergometrin (dan kombinasi obat campuran oksitosin dan
ergometrin) dikontraindikasikan pada wanita dengan riwayat
hipertensi, penyakit jantung, preeklamsia atau eklampsia.
Jenis oksitosin yang digunakan
o Carbetocin adalah ong‐acting synthetic oxytocin
analogue diberikan dengan dosis tunggal secara intravena
atau intramuscular
diberikan secara intravena memiliki waktu paruh 40
menit (empat hingga 10 kali lebih lama dari
oksitosin).
memiliki efek samping yang tidak menyenangkan,
termasuk sakit kepala, tremor, hipotensi,
kemerahan, mual, sakit perut, pruritus
dapat diberikan prostaglandin
jenis yang digunakan misoprostol methyl ester synthetic
analogue of natural prostaglandin E1 dapat digunakan untuk
pencegahan dan pengobatan PPH dapat diberikan secara oral,
sublingual, bukal, vagina atau rektal
Pemberian prostaglandin dapat dikaitkan dengan efek samping yang
tidak menyenangkan, termasuk muntah, diare, hipertensi dan
demam
Biasanya uterotonic drugs akan mengontrol perdarahan postpartum
tetapi jika tidak, intervensi bedah harus dipertimbangkan.
o Kalau masih ada pendarahan lagi
Bisa diberikan Haemostatic drugs kalo tidak merespon pengobatan lini
pertama dan kedua
Jenis yang diunakan tranexamic acid dan recombinant activated
factor VII (rFVIIa)
tranexamic acid adalah agen antifibrinolitik sistemik yang banyak
digunakan dalam pembedahan untuk mencegah pemecahan bekuan
darah (fibrinolisis) dan oleh karena itu untuk mengurangi kehilangan
darah
o efek samping termasuk mual, muntah dan diare.
Komplikasi langka lainnya termasuk hipotensi, trombosis,
penglihatan kabur, nekrosis kortikal ginjal dan obstruksi
arteri retina
recombinant activated factor VII (rFVIIa) digunakan untuk
mengendalikan PPH yang mengancam jiwa.
o mengurangi kehilangan darah melalui peningkatan
koagulasi yang bergantung pada faktor jaringan
o efek samping adalah trombotik, termasuk trombosis
vena dalam, emboli paru, trombosis serebral, dan infark
miokard.
o Surgical interventions melakukan caesarean hysterectomy untuk mencegah
kematian akibat perdarahan uterus
Melakukan Artery ligation and uterine compression sutures Saat diikat,
jahitan memungkinkan kompresi ketat dinding rahim dan menghentikan
pendarahan
o Dapat melakukan Radiological embolization
Dilakukan pada pembuluh darah
o Dapat melakukan Non‐pneumatic antishock garment (NASG) and aortic compression
NASG adalah perangkat tekanan berteknologi rendah yang mengurangi
kehilangan darah, memulihkan tanda-tanda vital dan memiliki potensi untuk
mengurangi hasil yang merugikan dengan membantu wanita bertahan dari
penundaan dalam menerima perawatan obstetrik darurat yang memadai.
- Describe the management of each causes of PPH
https://www.health.qld.gov.au/__data/assets/pdf_file/0015/140136/g-pph.pdf
https://www.aafp.org/dam/brand/aafp/pubs/afp/issues/2017/0401/p442.pdf
o H = Ask for help, hands on uterus
o A = Assess vital signs, blood loss, and resuscitate
o E = Etiology (treat accordingly); Ensure availability of blood
o M = Massage the uterus
External bimanual uterine massage
Internal bimanual compression
o O = Oxytocin and other uterotonic drugs*
o S = Shift to operating theatre
o T = Tissue and trauma excluded; Tamponade balloon
Bakri balloon, catheter condom with 300-400 cc infusion
Compression sutures (B-Lynch)
o A = Apply sutures
o S = Systemic pelvic devascularization
o I = Interventional radiology (artery embolization)
o S = Subtotal or total hysterectomy
3. Manajemen pph yg lengkap (bisa pake obat apa aja, gmn cara kasi nya, pake yg mana dulu, dosis
dan max dose per day nya brp)
- Pemberian obat terlebih dahulu oxytocin diberikan secara IV
- Uterotonics
Drugs Dosage Side effects Contraindications
Oxytocin 20 IU in 1L of Water intoxication and Nil
saline may be nausea at high dosage
infused IV at a
rate of 125 mL per
hour
Methylergometrine 0.25 mg IM or IV Nausea, vomiting, Hypertension, heart
(methergine) hypertension, retained disease
placenta, if given before
placental separation
occurs
Carboprost (15- 250 ug given as Diarrhea, vomiting, Significant
methyl PGF 2a) IM injection every flushing, pyrexia, pulmonary, cardiac,
15 minutes for a hypertension, hepatic, or renal
maximum of eight bronchoconstriction, etc. disease
doses
Misoprostol 600-1000 ug Diarrhea, pyrexia (>40 C) Significant
perrectally or pulmonary, cardiac,
orally. Dose and or renal disease
frequency has yet
not been
standardized
- Oxytocin
o Nanopeptide, posterior pituitary
o Stimulates upper segment uterus
o Lower segment remains relaxed
o Storage: refrigerator 2-6 C
o Administration:
o 10 IU IM or intramiometrium or IV bolus
o 20-50 IU/ 1L saline, 125 mL/ hour
o Side effect: water intoxication, hypotension
- Ergometrine/ methylergometrine
o Generalized smooth muscle contraction 🡪 upper and lower segment contract
tetanically
o Storage: refrigerator 2-6 C
o Administration: PO, IM, IV 🡪 IV more side effects
o Dosage:
o 0,2 mg IM, can be repeated every 2-4 hrs
o 0,2 mg IM, can be repeated every 15 min
o max 1,25 mg/ 24 hrs
o Side effects: vomiting, hypertension, inhibition of lactation
o Caution: preeclampsia, Rh- negative mother, cardiac disease
- Misoprostol
o Prostaglandin E1
o Administration: sublingual, PO, vaginal, rectal
o Vaginal route: more potent and less side effect
o Storage: room temperature
o Dosage: 600-1000 ug
o SE: pyrexia, shivering, diarrhea
o Can be safely used in asthmatic patient
- Setelah memberikan obat-obatan, langkah selanjutnya adalah memberikan tatalaksana
konservatif non bedah seperti menyingkirkan faktor sisa plasenta atau robekan jalan
lahir, melakukan kompresi bimanual atau kompresi aorta abdominal, serta memasang
tampon uterus vagina dan kondom kateter.
- Langkah selanjutnya dari tatalaksana perdarahan postpartum adalah melakukan :
- tatalaksana konservatif bedah,
o yakni metode kompresi uterus dengan teknik B-Lynch, devaskularisasi sistem
perdarahan pelvis, atau embolisasi arteri uterina dengan radiologi intervensi.
- Langkah terakhir adalah melakukan histerektomi subtotal atau total.
- WHO membuat rekomendasi penanganan perdarahan postpartum yang kurang lebih
- sama dengan langkah HAEMOSTASIS.
4. Bagan algoritma manajemen pp
https://www.aafp.org/dam/brand/aafp/pubs/afp/issues/2017/0401/p442.pdf
5. Kl ga berhenti jg perdarahan nya mau diapain?
- Kalau masih ada pendarahan lagi
o Bisa diberikan Haemostatic drugs kalo tidak merespon pengobatan lini pertama
dan kedua
Jenis yang diunakan tranexamic acid dan recombinant activated factor VII
(rFVIIa)
tranexamic acid adalah agen antifibrinolitik sistemik yang banyak
digunakan dalam pembedahan untuk mencegah pemecahan bekuan darah
(fibrinolisis) dan oleh karena itu untuk mengurangi kehilangan darah
efek samping termasuk mual, muntah dan diare. Komplikasi
langka lainnya termasuk hipotensi, trombosis, penglihatan kabur,
nekrosis kortikal ginjal dan obstruksi arteri retina
recombinant activated factor VII (rFVIIa) digunakan untuk mengendalikan
PPH yang mengancam jiwa.
mengurangi kehilangan darah melalui peningkatan koagulasi yang
bergantung pada faktor jaringan
efek samping adalah trombotik, termasuk trombosis vena dalam,
emboli paru, trombosis serebral, dan infark miokard.
o Surgical interventions melakukan caesarean hysterectomy untuk mencegah
kematian akibat perdarahan uterus
o Melakukan Artery ligation and uterine compression sutures Saat diikat, jahitan
memungkinkan kompresi ketat dinding rahim dan menghentikan pendarahan
-
-
-
6. Gmn cara pemberian oxytocin iv dan apa indikasi nya
https://pionas.pom.go.id/monografi/oksitosin
https://reference.medscape.com/drug/pitocin-oxytocin-343132
- Cara pemberian oxytocin IV :
o Induksi persalinan pada lemah uterus infus intravena 1-4 miliunit/menit
dinaikkan dalam interval tak kurang dari 20 menit sampai dicapai pola persalinan
mirip persalinan normal (biasanya kurang dari 10 miliunit/menit untuk persalinan
aterm); dosis maksimum 20 miliunit/menit (bila dibutuhkan dosis tinggi, gunakan
larutan 10 unit/500 mL); jangan menggunakan total lebih dari 5 unit per hari
(pengulangan pada hari berikutnya mulai lagi dengan 1-4 miliunit/menit). Monitor
DJJ dan kuatnya kontraksi penting untuk menyesuaikan dosis dengan respons klinik.
Bila ada gawat janin atau hipereaksi uterus, infus harus dihentikan.
o Bedah Caesar injeksi intravena lambat 5 unit segera setelah persalinan;
Pencegahan perdarahan pasca persalinan: injeksi intravena lambat 5 unit setelah
keluar plasenta; bila memang telah diberikan infus obat, percepat infus selama kala
III dan beberapa jam berikutnya; dapat juga diberikan injeksi intramuskular
kombinasi oksitosin dan ergometrin (lihat keterangan di atas).
o Perdarahan pasca persalinan (postpartum hemorrhage) injeksi intravena lambat
5 unit, diikuti dengan infus 5-20 unit dalam 500 mL glukosa 5% dengan kecepatan
yang dianjurkan untuk atonia uterus Abortus inkomplit atau missed abortion: 5 unit
injeksi intravena lambat diikuti dengan infus 20-40 miliunit/menit.
Infus berkepanjangan dengan dosis tinggi dapat menyebabkan kelebihan
cairan dan hiponatremia. Untuk mencegah ini, gunakan cairan elektrolit
(jangan glukosa), pekatkan larutannya, kurangi asupan cairan per oral,
monitor cairan dan elektrolit
Postpartum hemorrhage diberikan 10 unit intramuscular (IM) etelah
plasenta lahir
tambahkan 10-40 unit; tidak melebihi 40 unit; untuk 1000 mL
larutan IV nonhydrating dan infus pada tingkat yang diperlukan
untuk mengontrol atonia uteri
- indikasi :
https://www.rxlist.com/pitocin-drug.htm
https://pspk.fkunissula.ac.id/sites/default/files/4.%20Oksitosin.pdf
o induksi persalinan pada pasien dengan indikasi medis untuk inisiasi persalinan,
seperti Rh problems, maternal diabetes, preeclampsia pada atau mendekati aterm,
ketika persalinan adalah demi kepentingan terbaik ibu dan janin atau ketika ketuban
prematur. pecah dan pengiriman diindikasikan;
o stimulasi atau penguatan persalinan, seperti pada kasus uterine inertia tertentu;
o sebagai terapi tambahan dalam pengelolaan aborsi tidak lengkap atau tak
terelakkan.
o Induksi partus aterm & mempercepat persalinan pada kasus-kasus tertentu
o Mengontrol pendarahan dan atoni uteri postpartum
o Merangsang kontraksi uterus post operasi section-caessar / operasi uterus lain
o Induksi abortus terapeutik
o Uji oksitosin
o Mengurangi pembengkakkan payudara
7. Apa itu intrauterine baloon tamponade, gmn cara melakukan nya (jelaskan secara rinci)
https://medicalguidelines.msf.org/en/viewport/ONC/english/appendix-2-intrauterine-balloon-
tamponade-51416378.html
- Indikasi
o Perdarahan postpartum karena atonia uteri, ketika uterotonika gagal mengontrol
perdarahan.
o Balon intrauterin digunakan untuk mengurangi perdarahan intrauterin dan
menghindari histerektomi hemostasis.
o Di fasilitas BEmONC balon intrauterin dapat digunakan untuk menstabilkan
pasien sebelum merujuknya ke fasilitas CEmONC.
- Kontraindikasi
o Uterine rupture
o Purulent infection of the vagina, cervix or uterus
- Prosedur
o Kaji kebutuhan analgesia/anestesi.
o Oleskan larutan antiseptik (10% povidone iodine) pada area perineum.
o Keluarkan semua gumpalan darah dari rahim (eksplorasi rahim).
o Pasang folley catheter
o Perkirakan ukuran rahim dan catat (untuk pemantauan).
o Masukkan spekulum
o Masukkan balon (yang tidak dipompa) ke dalam rahim, baik secara manual atau
dengan forsep atraumatic Pastikan seluruh balon melewati os serviks interna.
o Kembangkan balon dengan natrium klorida 0,9% suhu kamar steril, sampai dapat
terlihat di serviks (biasanya, 250 hingga 300 ml, maksimum 500 ml); mencatat
volume yang digunakan).
o Terapkan traksi lembut ke kateter dan rekatkan ujungnya ke paha pasien.
o Hubungkan port drainase ke kantong pengumpul cairan (kantong urin) untuk
memantau hemostasis.
- Associated treatment
o Continuous infusion of oxytocin 20 hingga 40 IU tergantung pada dosis yang telah
diberikan (dosis total maks. 60 IU) dalam 1 liter Ringer laktat atau natrium klorida
0,9% selama 8 jam (42 tetes/menit).
o Antibiotic treatment ampisilin IV 1 g + metronidazol IV infus 500 mg atau
amoksisilin/asam klavulanat IV (dosis dinyatakan dalam amoksisilin) 1 g, setiap 8
jam, sampai balon dikeluarkan.
o Mulai atau lanjutkan transfusi darah untuk mengoreksi anemia.
- Patient follow-up
o Pemantauan yang dilakukan setiap jam tanda-tanda vital, urine putput, tinggi
fundus, perdarahan pervaginam, volume darah yang dikumpulkan dalam kantong
pengumpul, SpO2 (jika tersedia).
o Jika tidak ada darah yang mengalir ke dalam kantong penampung tetapi tinggi
fundus meningkat, kateter mungkin tersumbat oleh gumpalan: periksa untuk
memastikannya terbuka dengan memasukkan 15 sampai 30 ml natrium klorida 0,9%
steril.
o Jika tidak ada darah yang mengalir ke dalam kantong penampung, tidak ada aliran
vagina, tidak ada peningkatan tinggi fundus dan pasien stabil, perdarahan terkontrol
biarkan balon di tempatnya selama 24 jam.
Setelah 24 jam, keluarkan setengah volume yang disuntikkan dari balon dan
periksa perdarahan dan tanda-tanda vital setelah 30 menit :
Jika tidak ada perdarahan yang terlihat dan pasien stabil, kempiskan
sepenuhnya dan keluarkan balon.
Jika pendarahan mulai lagi, kembangkan kembali balon selama 6
sampai 8 jam dan/atau pertimbangkan untuk operasi
o Jika tamponade awal gagal atau perdarahan mulai lagi saat balon yang dipompa
masih terpasang perawatan bedah diindikasikan.