id
6
BAB II
LANDASAN TEORI
A. EFUSI PLEURA
Rongga pleura adalah rongga tipis yang berisi cairan di antara dua pleura
(viseral dan parietal) dari paru kiri maupun kanan. Pleura adalah sebuah membran
serosa yang terlipat dan membentuk dua lapis membran. Pleura bagian luar atau
parietal menempel pada dinding rongga dada tetapi terpisah oleh fasia endotoraks.
Pleura bagian dalam atau viseral menutupi paru dan menggabungkan struktur-struktur
seperti pembuluh darah, bronkus, dan saraf-saraf. Rongga pleura dipandang sebagai
rongga potensial karena dua pleura bergabung satu sama lain (melalui lapisan tipis
cairan serosa) dalam keadaan normal.1,2
Rongga pleura dengan gabungan pleuranya membantu mengoptimalkan fungsi
paru saat pernapasan. Rongga pleura juga mengandung cairan pleura yang membuat
pleura bisa bergerak lebih mudah satu sama lain saat pernapasan. Tegangan permukaan
dari cairan pleura mampu mendekatkan permukaan paru dengan dinding rongga dada
sehingga dapat terjadi inflasi yang lebih besar dari alveolus saat pernapasan. Rongga
pleura menyambungkan gerakan otot rusuk ke paru terutama saat pernapasan berat.
Interkostal eksternal berkontraksi saat menarik napas bersama dengan diafragma
menyebabkan pemekaran rongga dada yang memperbesar volume paru. Tekanan paru
menjadi rendah dan udara masuk ke paru.1,2
Cairan pleura adalah sebuah cairan serosa yang dibuat oleh membran serosa
yang menutupi pleura normal. Kebanyakan dibuat oleh sirkulasi parietal atau arteri
interkostal melalui aliran besar dan diserap oleh sistem getah bening. Cairan pleura
dibuat dan diserap secara berkelanjutan. Dalam tubuh manusia berbobot 70 kg
beberapa mililiter cairan pleura selalu ada di antara rongga interpleura. Sejumlah cairan
yang lebih besar dikumpulkan dalam rongga pleura hanya ketika jumlah produksi
melebihi kemampuan serapnya. Secara normal, kemampuan penyerapan membesar
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
7
seturut respons fisiologis dari cairan yang terkumpul, dengan kemampuan penyerapan
hingga 40 kali dari normal sebelum sejumlah cairan yang signifikan terkumpul di
antara rongga pleura. Selain itu, peningkatan produksi cairan pleura dan hambatan
penyerapan sistem getah bening memicu peningkatan cairan di rongga pleura. 1,2
Pleurodesis merupakan prosedur yang dilakukan untuk menyatukan rongga
pleura sehingga dapat mencegah efusi pleura berulang, pneumotoraks, atau untuk
mengobati pneumotoraks persisten. Pleurodesis biasanya dilakukan dengan
mengeringkan cairan pleura atau udara intrapleural diikuti dengan prosedur mekanis
atau memasukkan bahan iritan kimiawi ke dalam rongga pleura, yang menyebabkan
peradangan dan fibrosis intens yang kemudian menyebabkan adhesi antara dua
membran pleura.. Pleurodesis merupakan terapi simptomatis jangka panjang serta
diharapkan dapat meningkatkan kualitas hidup dan aktivitas kehidupan sehari-hari,
sehingga pleurodesis dapat dilakukan untuk terapi paliatif pada penderita efusi pleura
ganas.1,2
B. PLEURODESIS
untuk pleurodesis diantaranya adalah talk baik dalam bentuk poudrage atau slurry,
corynebacterium parvum, tetracyclin atau derivatnya terutama doxyciclin, bleomycin,
quinacrin, silver nitrate, povidon iodin.1-5
1. Indikasi
Indikasi paling umum untuk pleurodesis adalah efusi pleura ganas yang
biasanya refrakter. Indikasi lain untuk pleurodesis adalah pneumotoraks rekuren dan
efusi pleura rekuren. Pilihan manajemen untuk tata laksana penyakit pleura ada banyak
sehingga keputusan untuk melanjutkan pleurodesis harus dilakukan dengan hati-hati
setelah berdiskusi dengan pasien dan meninjau ekspektasi dari prosedur. Pleurodesis
medis adalah pendekatan yang disukai untuk pasien. 1-5
Indikasi untuk pleurodesis kimiawi adalah efusi pleura ganas, efusi pleura non-
maligna simptomatik refrakter seperti pada kondisi dialisis peritoneal rawat jalan
kronis, kilotoraks, sindrom nefrotik, lupus, hidrotoraks hepatik, dan gagal jantung,
pneumotoraks primer berulang, dan pneumotoraks sekunder berulang. Indikasi untuk
pleurodesis mekanis mirip dengan pleurodesis kimiawi dengan manfaat tambahan
untuk mengobati penyebab yang mendasari jika ada selama prosedur yang sama
misalnya inspeksi simultan dan reseksi blebs subpleural dan bula, yang dapat menjadi
sumber pneumotoraks berulang.1-5
Kinerja pleurodesis pada efusi pleura jinak berulang transudatif masih
kontroversial dan harus dianggap sebagai prosedur yang dicadangkan untuk digunakan
dalam kasus luar biasa. Temuan studi observasional menunjukkan bahwa dalam situasi
ini pleurodesis efektif dan aman. Namun ada kekhawatiran secara teoritis bahwa
setelah pleurodesis transudat, cairan pleura akan mulai menumpuk di jaringan lain
seperti parenkim paru. Kinerja pleurodesis pada efusi pleura jinak berulang hanya
dapat diterima dalam situasi yang jarang terjadi di mana ada kegagalan mutlak dari
pengobatan klinis dari penyakit yang mendasari. Penyebab efusi pleura jinak berulang
antara lain: gagal hati, ginjal dan jantung, serta hipoproteinemia dan revaskularisasi
miokard.1-5
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
9
2. Kontra Indikasi
Tidak ada kontraindikasi absolut untuk pleurodesis. Kontra indiksi relatif antara
lain: tidak ada persetujuan dari pasien, produksi cairan efusi pleura masih lebih dari
150 ml per hari, ada kecurigaan infeksi pleura, merupakan kandidat transplantasi paru
pada LAM atau Lymphangioleiomyomatosis dan cystic fibrosis, serta adanya trapped
lung. Meskipun demikian, perlu dipertimbangkan kemungkinan tingkat keberhasilan
prosedur pada pasien serta risiko dilakukannya prosedur agar pasien mendapat manfaat
optimal dari tindakan yang dilakukan. Penggunaan teknik yang tepat, agen sklerosis
dan kriteria pemilihan pasien merupakan hal yang menentukan keberhasilan
Tindakan.1-5
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
11
Pleurodesis secara umum ada jenis yaitu pleurodesis kimiawi dan pleurodesis
mekanik atau bedah. Pleurodesis kimiawi dilakukan dengan memasukkan agen
sklerosis ke dalam rongga pleura melalui tabung dada. Pleurodesis mekanik atau bedah
dilakukan melalui torakoskopi medis, torakoskopi dengan bantuan video atau VATS,
maupun torakotomi terbuka. Pleurodesis dapat dicapai melalui penggunaan berbagai
rangsangan: lesi fisik langsung berupa abrasi; menggunakan zat kimia yang
menyebabkan iritasi atau kaustik seperti talk, doksisiklin, perak nitrat, atau bleomisin
ke dalam rongga pleura; atau induksi imunologi dengan Corynebacterium parvum,
mengubah faktor pertumbuhan (TGF-ß) atau interferon-alpha 2 (IFN-a 2). 5-8
1. Pleurodesis mekanis
Abrasi adalah metode utama rangsangan mekanis. Abrasi dilakukan selama
intervensi bedah, baik konvensional atau bantuan video di mana ahli bedah mengelupas
mesothelium pleura, menimbulkan gesekan dengan bahan yang permukaannya kasar
misalnya kain kasa. Iritasi ini menyebabkan deskuamasi mesothelium dan aktivasi jalur
inflamasi dan koagulasi, dengan proliferasi fibroblas dan deposisi kolagen yang
mengakibatkan simfisis pleura.4-7
Abrasi pleura saat ini tidak digunakan dalam pengendalian efusi pleura
neoplastik berulang karena keampuhannya yang lebih rendah serta risiko perdarahan
yang tinggi di daerah yang terkena dan kemungkinan penyebaran tumor. Kedua risiko
ini terkait dengan manipulasi langsung tumor dengan lesi pembuluh yang baru
terbentuk dan embolisasi sel tumor yang dilepaskan selama manipulasi massa tumor.
Ketidaknyamanan lain dari abrasi pleura adalah membutuhkan intervensi bedah.
Indikasi abrasi pleura saat ini hanya direkomendasikan untuk kasus pneumotoraks
rekuren tertentu.2-7
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
12
2. Pleurodesis kimiawi
Pleurodesis dengan rangsangan kimiawi pertama kali dilakukan pada awal abad
20. Spengler pada tahun 1901 menyuntikkan perak nitrat ke dalam rongga pleura untuk
mengontrol pneumotoraks berulang. Talk atau bedak pertama kali dimasukkan ke
dalam rongga pleura dengan tujuan untuk menghancurkan ruang sisa yang ada setelah
reseksi paru oleh Bethune pada tahun 1935. Berbagai zat telah digunakan untuk
menginduksi pleurodesis meskipun belum ada konsensus mengenai agen sklerosis
yang ideal. Karakter agen sklerosis yang ideal seperti tercantum pada tabel empat. 2-7
Tabel 4. Karakteristik agen sclerosis yang ideal
Karakteristik
Biaya rendah
Distribusi yang cukup di seluruh dunia
Mudah ditangani dan dikelola
Mudah disterilkan
Indeks infeksi pleura yang rendah
Tidak diperlukan drainase rongga
Tidak ada rasa sakit atau ketidaknyamanan yang hebat
Kematian nol
Minimal, morbiditas mudah dikendalikan
Kemanjuran mendekati 100%
Dikutip dari (6)
Stimulasi kimia memiliki keuntungan karena memungkinkan berbagai rute
akses digabungkan. Aspek terpenting dalam kasus khusus ini adalah bahwa pleurodesis
dapat dicapai dengan pembedahan atau melalui drainase sederhana. Talk atau bedak
secara klasik dianggap sebagai agen sklerosis paling manjur. Talk bila dibandingkan
dengan agen lain mempunyai risiko relatif 1,34 untuk keberhasilan terapeutik (interval
kepercayaan 95%: 1,16 hingga 1,55) dan tingkat keberhasilan lebih dari 90% di
sebagian besar penelitian. Penelitian multicenter baru-baru ini yang dilakukan di Eropa
bedak dinilai berkhasiat pada 71% sampai 78% pasien yang menjalani pleurodesis,
semuanya bertahan selama lebih dari 30 hari setelah prosedur.3-6
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
13
a. Talk
Talk telah dianggap sebagai agen pilihan karena memiliki karakteristik yang
ideal yaitu: biaya rendah, distribusi luas, administrasi mudah, efikasi tinggi, dan tingkat
efek samping rendah. Talk dapat diberikan, baik dengan insuflasi selama torakotomi
atau melalui saluran dari berbagai kaliber dalam bentuk yang disebut bubur bedak
berupa suspensi bedak dalam larutan garam. Penggunaan talk untuk pleurodesis
meskipun tingkat komplikasinya rendah, telah dikaitkan dengan sindrom gangguan
pernapasan akut yang mempengaruhi 1,2 hingga 9 persen pasien dan dapat berakibat
fatal. Komplikasi penggunaan talk diyakini terkait dengan ukuran partikel bedak yang
lebih kecil akan lebih mudah diserap dari rongga pleura dan didistribusikan ke seluruh
sirkulasi, mengakibatkan risiko komplikasi jarak jauh yang lebih besar. Akibat adanya
tingkat keparahan komplikasi penggunaan talk maka obat lain mulai dipertimbangkan
untuk digunakan sebagai agen pleurodesis.2,6-9
Talk merupakan agen pleurodesis yang murah dan sangat efektif bila diberikan
dalam bentuk poudrage atau bubur pada pasien dengan efusi pleura ganas. Efek
samping jangka pendek yang paling umum adalah demam dan nyeri. Perkembangan
gagal pernafasan dilaporkan dan mungkin berhubungan dengan dosis dan ukuran
partikel, atau faktor lain yang berhubungan dengan instillasinya. Keamanan jangka
panjang tampaknya tidak menjadi masalah dengan produk bebas asbes, terutama pada
pasien dengan efusi pleura ganas. Karena respon terhadap bedak belum dipelajari
dalam rentang dosis yang luas dan efek samping yang serius cenderung terjadi dengan
dosis yang lebih tinggi, American Thoracic Society (ATS) merekomendasikan bahwa
tidak lebih dari 5 g bedak digunakan dan pleurodesis simultan bilateral tidak dilakukan.
Dosis Talk yang optimal untuk pleurodesis belum ditetapkan, ATS merekomendasikan
sekitar 5 g (8-12 ml) untuk efusi ganas. Pemeriksaan rongga pleura berulang harus
dilakukan setelah insuflasi bedak untuk memastikan bahwa bedak telah merata di
permukaan pleura.2,7-9
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
14
b. Tetrasiklin
Pemasangan chest tube dan pleurodesis tetrasiklin menggunakan kapsul
tetrasiklin terbukti efektif dan murah. Sebuah studi menggunakan tetrasiklin radio-
labled telah menunjukkan bahwa tetrasiklin tersebar di seluruh rongga pleura dalam
beberapa detik dan rotasi pasien tidak mempengaruhi distribusi agen. Masuknya
tetrasiklin tabung dada dijepit selama dua jam dan kemudian dilepaskan. Sel
mesothelial memulai kaskade inflamasi yang mengarah ke respon fibrotik dan cedera
sel mesothelial terjadi dalam beberapa menit setelah kontak dengan bahan kimia. Tidak
ada komplikasi serius yang terkait dengan prosedur penggunaan kapsul tetrasiklin.
Pemberian agen sklerosis intrapleural dikaitkan dengan nyeri dada dan demam.
Lidokain adalah anestesi lokal yang paling baik dipelajari untuk pemberian
intrapleural. Onset kerja lidokain hampir segera dan ini digunakan dalam pembuatan
agen pleurodesis.7-9
Efek samping yang terkait dengan pleurodesis tetrasiklin berupa nyeri dan
demam dimana biasanya sering juga ditemukan pada pleurodesis kimiawi lain.
Efektivitas tetrasiklin sebagai aden sklerotik sampai batas tertentu bergantung pada
reaksi inflamasi yang menarik pada dua permukaan pleura, dan dengan demikian
beberapa kerusakan pada jaringan diharapkan terjadi. Patofisiologi meliputi stimulasi
proliferasi fibroblast, pengelupasan mesothelial, pembekuan cairan pleura,
penghambatan fibrinolisis dan fibrosis yang diakibatkan. Protokol sahn dimodifikasi
oleh Guzman et al. menyarankan satu dosis 20-30 mg / kg bubuk tetrasiklin dalam 50
ml larutan garam yang ditanamkan ke dalam rongga pleura setelah pemberian 300 mg
lidokain intrapleural.7-9
c. Doxycycline
Doxycycline telah terbukti bermanfaat dan aman untuk induksi pleurodesis.
Doxycycline telah diusulkan sebagai alternatif dari tetrasiklin dengan tingkat
keberhasilan yang serupa berkisar antara 25% sampai 100%. Kerugian utama
penggunaan doksisiklin adalah kebutuhan untuk berangsur-angsur berulang untuk
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
15
d. Perak nitrat
Perak nitrat adalah zat pertama yang digunakan dalam induksi pleurodesis
namun sudah ditinggalkan karena alas an yang masih belum jelas sejak tahun 1980-an.
Dalam penelitian dengan hewan laboratorium berupa kelinci, perak nitrat 0,5% terbukti
sangat efektif dan menunjukkan tingkat komplikasi yang rendah. Mekanisme
patofisiologis induksi pleurodesis dengan perak nitrat berbeda dengan pleurodesis
bedak, karena, pada penelitian dengan hewan laboratorium ini, kortikosteroid tidak
mengurangi efektivitas pleurodesis yang diperoleh dengan perak nitrat, berbeda dengan
yang terjadi pada bedak. Sebuah studi yang diterbitkan baru-baru ini yang melibatkan
subjek manusia dengan efusi pleura dan menggunakan perak nitrat 0,5%, menunjukkan
indeks kemanjuran yang mirip dengan yang ditemukan untuk bedak, dengan tingkat
efek samping yang rendah. Studi komparatif lebih lanjut dibutuhkan untuk menentukan
keamanan dan kemanjuran penggunaan perak nitrat pada manusia.10-12
e. Bleomycin
Bleomycin adalah antibiotik antineoplastik dari Streptomyces Verticillus yang
melekat pada DNA dan menghambat sintesisnya dengan menyebabkan kerusakan
DNA. Bleomycin sekarang banyak digunakan karena sifatnya untuk sclrosing
pleurodesis dan mengontrol efusi pleura ganas. Efektivitasnya yang rendah dan
biayanya yang tinggi telah membatasi penggunaannya secara signifikan. Bleomycin
adalah antibiotik antitumor yang kemanjurannya lebih berkaitan dengan tindakan
sklerosis daripada efek antineoplastik. Dosis standar bleomycin adalah 60 Unit
intrapleural, dengan dosis yang lebih tinggi dapat dikaitkan dengan peningkatan
toksisitas seperti dijabarkan pada penelitian oleh Lynch Jr pada tahun 1993. Efek
samping dari bleomycin intrapleural antara lain demam dan nyeri yang dalam uji coba
secara acak mirip dengan tetrasiklin. Pleurodesis dilakulan setelah paru mengembang
penuh, produksi cairan pleura kurang dari 100 cc per hari. Pleurodesis dengan
Bleomisin dilakukan dengan memasukkan 60 unit bleomycin dilarutkan dalam 50 cc
larutan saline normal steril ke dalam rongga pleura melalui chest tube kemudian tabung
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
17
dijepit selama 4 jam dan posisi pasien diputar telentang ke posisi telentang dan posisi
lateral kiri kanan dekubitus setiap 20 menit.13-14
f. Doxorubicin
Doxorubicin adalah antibiotik golongan antrasiklin yang memiliki aktivitas
antineoplastik. Obat ini digunakan sebagai agen kemoterapi untuk kanker payudara,
limfoma Hodgkin, limfoma non-Hodgkin, leukemia limfoblastik akut, dan leukemia
mieloblastik akut. Doxorubicin berasal dari bakteri Streptomyces peucetius dan dapat
digunakan untuk penanganan kanker pada pasien dewasa maupun anak-anak. Efek
terapi doxorubicin adalah sebagai agen sitotoksik yang menginhibisi sintesis DNA dan
RNA. Inhibisi ini terjadi melalui ikatan doxorubicin secara langsung dengan DNA dan
melalui inhibisi enzim topoisomerase II yang menyebabkan fragmentasi DNA dan
apoptosis. Doxorubicin juga merupakan agen kelasi besi yang kuat. Ikatan doxorubicin
dengan besi dapat menimbulkan stres oksidatif akibat radikal bebas dan merusak
DNA.7-9,13,14
Dosis orang dewasa untuk kanker ketika digunakan dalam kombinasi dengan
obat-obatan kemoterapi lainnya paling umum sebanyak 40-60 mg/m 2 di berikan
melalui injeksi intravena setiap 21-28 hari. Pilihan lain, 60-75 mg/m 2 di berikan
melalui injeksi intravena sekali setiap 21 hari. Dosis lebih rendah disarankan pada
pasien dengan cadangan sumsum tulang tidak memadai karena usia lanjut, terapi
sebelumnya, atau infiltrasi sumsum tulang neoplastik. Dosis orang dewasa untuk
multiple myeloma (dalam kombinasi dengan agen kemoterapi lainnya sebagai bagian
regimen VAD): 8 mg/m2/hari di berikan melalui injeksi intravena (pembuluh darah)
infus berkelanjutan pada hari pertama sampai hari ke-4. 7-9
Doxorubicin dapat digunakan juga sebagai agen sklerotik untuk pleurodesis
seperti halnya dengan bleomisin. Dosis doxorubicin untuk pleurodesis adalah 30 mg
dilarutkan dalam 200 ml larutan fisiologis. Larutan tersebut kemudian dimasukkan
dalam rongga pleura melalui chest tube. Efek samping yang dapat muncul dengan
penggunaan doxorubicin untuk pleurodesis antara lain demam, nyeri dada, penurunan
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
18
g. Povidone-iodine (Betadine)
Povidone-iodine (Betadine) adalah agen antiseptik topikal berbasis yodium,
diserap secara luas dari permukaan mukosa, menyebabkan peningkatan konsentrasi
iodin serum. Ini mungkin diserap oleh kelenjar tiroid dan mungkin muncul dalam air
liur, keringat dan susu, dan diekskresikan dalam bentuk tidak berubah dalam urin.
Meskipun mekanisme pasti di mana povidone-iodine menggunakan aktivitas
pleurodesisnya masih belum jelas, hal itu diduga terkait dengan pH rendah dari larutan
sclerosing. Campuran 20 ml larutan topikal 10% povidone-iodine dan 80 ml normal
saline (NS) ditanamkan ke dalam rongga pleura melalui tabung torakostomi dan
kemudian tabung dijepit selama 2 jam. Posisi pasien ini diubah dalam waktu 2 jam oleh
staf medis untuk mengedarkan campuran tersebut. Setelah deklamasi, tabung
torakostomi dilepas segera setelah drainase berkurang <100 ml per hari. 15-17
3. Mekanisme pleurodesis
Pleurodesis kimiawi adalah prosedur terapeutik yang diterapkan untuk
membuat simfisis antara pleura parietal dan pleura visceralis dengan pemberian
berbagai agen kimia secara intrapleural misalnya talk, tetrasiklin, povidone-iodine, dan
lain-lain. Sejarah pleurodesis dimulai pada tahun 1901 ketika seorang ahli bedah Swiss
bernama Lucius Spengler melakukan prosedur pertama untuk menghasilkan adhesi
antara pleura visceral dan parietal. Dalam sejarah pleurodesis, berbagai metode telah
diusulkan dan diuji untuk mencapai simfisis pleura yang efektif. Metode-metode
tersebut termasuk abrasi mekanis dan sklerosan kimia yang berbeda. 16-19
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
19
a. Peradangan
Setelah drainase rongga pleura, kedua lapisan pleura bersentuhan. Perlekatan
fibrin dan pembentukan jaringan diperlukan untuk mempertahankan ikatan ini tetap
erat. Perlengketan pleura yang baik pada proses pleurodesis terjadi iritasi yang kuat
pada permukaan pleura dipicu setelah pemberian bahan kimia ke dalam rongga pleura.
Pendekatan lain adalah dekortikasi pleura namun prosedur ini sangat agresif untuk
pasien. Respons umum yang mendasari di rongga pleura setelah pemberian agen
pleurodesis yang mengiritasi adalah peradangan. Aktivasi jalur inflamasi mengarah ke
keadaan fibrotik yang dibutuhkan. Pleurodesis juga dapat dilakukan dengan mengikis
permukaan pleura. Teknik ini sering dilakukan setelah operasi pengangkatan blebs di
permukaan paru pada pasien pneumotoraks, tetapi penggunaan talk untuk pleurodesis
telah terbukti lebih efektif dalam pencegahan kekambuhan. Peran peradangan pada
pleurodesis seperti tercantum pada gambar satu. 16-21
b. Kaskade koagulasi
Dalam kondisi fisiologis normal terdapat keseimbangan antara fibrinogenesis
dan fibrinolisis di rongga pleura. Hal ini tergantung pada pelepasan berkelanjutan dari
faktor antikoagulan kuat yaitu tissue plasminogen activator (tPA) dan plasminogen
activator inhibitor-1 (PAI-1) yang bertindak sebagai prokoagulan. Kedua faktor
tersebut disekresikan oleh sel mesothelial. Efek umum dari aplikasi agen sklerosis
intrapleural dapat dilihat sebagai penurunan aktivitas fibrinolisis dan peningkatan
aktivitas koagulasi intrapleural. Jalur plasminogen activator inhibitor-1 (PAI-1) adalah
mekanisme penting lainnya yang dievaluasi dalam konteks pleurodesis. Plasminogen
activator inhibitor-1 (PAI-1) mengurangi aktivitas fibrinolitik di rongga pleura dengan
menghambat kerja urokinase dan tPA yang selanjutnya mengubah plasminogen
menjadi plasmin. Produksi PAI oleh sel mesothelial sangat distimulasi oleh TGF-β.
Gen target dikirim oleh adenovirus rekombinan dan diikuti oleh cedera pleura yang
diinduksi tetrasiklin. Ekspresi berlebih PAI-1 itu sendiri bukanlah penyebab cedera
pleura, efusi, atau fibrosis tetapi secara signifikan meningkatkan cedera pleura,
pembentukan adhesi, dan kepadatan jumlah adhesi yang diinduksi oleh tetrasiklin.
Peran kaskade koagulasi dalam proses pleurodesis seperti pada gambar dua. 20-25
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
22
utama bFGF adalah stimulasi pembentukan pembuluh darah baru. Peran fibrinogenesis
dan fibrolisis seperti pada gambar tiga.20-25
4. Respons pleurodesis
Jenis tumor yang menyebar ke permukaan pleura berperan menentukan respon
terhadap pleurodesis, terlepas dari agen sklerosis yang digunakan. Efusi ganas akibat
mesothelioma dan kanker paru-paru sangat rentan menyebabkan kegagalan
pleurodesis, sementara hasil tampaknya lebih baik pada pasien dengan kanker payudara
atau ovarium. Hasil yang baik serupa diperoleh dengan pleurodesis pada pasien
limfoma. Paru yang terperangkap atau trapped lung relatif umum terjadi pada
mesothelioma dan tumor metastasis paru sebagai akibat dari restriksi pleura viseral
(mesothelioma) atau obstruksi endobronkial (kanker paru). Beban tumor yang tinggi di
rongga pleura berhubungan negatif dengan hasil pleurodesis. Peluang keberhasilan
pleurodesis menurun dengan meningkatnya beban tumor pleura yang diamati selama
thoracoscopy. Mekanisme biologis lain juga mungkin terlibat dalam kegagalan
pleurodesis terutama pada mesothelioma mungkin dikarenakan beban tumor yang
tinggi membahayakan peran sel mesothelial normal dalam mencapai simfisis pleura
yang baik. Kriteria respons pleurodesis seperti pada tabel lima. 26,27
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
27
a. Lactate dehydrogenase
Lactate dehydrogenase (LDH) adalah enzim penting dari jalur metabolisme
anaerobik. Itu termasuk dalam kelas oksidoreduktase, dengan nomor komisi enzim EC
1.1.1.27. Fungsi enzim adalah untuk mengkatalisis konversi reversibel laktat menjadi
piruvat dengan reduksi NAD+ menjadi NADH dan sebaliknya. Enzim hadir dalam
berbagai organisme, termasuk tumbuhan dan hewan. Lactate dehydrogenase (LDH)
ada di semua jaringan dan berfungsi sebagai titik pemeriksaan penting glukoneogenesis
dan metabolisme DNA. Analisis LDH di seluruh spesies menunjukkan strukturnya
yang terpelihara dengan baik hanya dengan sedikit perubahan dalam urutan asam
amino di seluruh spesies. Kemiripan struktural dengan sedikit perubahan asam amino
memberikan landasan logis untuk merancang molekul fungsional untuk memodulasi
potensi katalitik dan ekspresi enzim.26-28
Aktivitas LDH telah banyak digunakan dalam analisis efusi pleura terutama
dalam membedakan antara transudat dan eksudat, serta membedakan antara efusi
maligna dan nonmalignant. Richterich dan Burger pada tahun 1963 melaporkan bahwa
pola isoenzim LDH dari efusi jinak mencerminkan pola serum, sedangkan efusi ganas
mengandung lebih banyak LDH-4 dan LDH-5. Sebaliknya, Light dan Ball pada tahun
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
29
1973 telah melaporkan bahwa efusi ganas ditandai dengan aktivitas enzim maksimal
di LDH-2, LDH-3 dan LDH-4, sedangkan efusi jinak ditandai dengan aktivitas enzim
maksimal LDH-4 dan LDH-5. Sebuah studi tentang cairan pleura dari 122 pasien di
Rumah Sakit Johns Hopkins pada tahun 1971 menunjukkan hasil secara umum efusi
pleura transudatif yang memiliki total LDH lebih rendah dari 200 U·L -1 atau 60% dari
nilai serum, menunjukkan persentase LDH-4 dan LDH-5 yang sedikit lebih tinggi
dibandingkan dengan nilai serum. Studi efusi eksudatif menunjukkan bahwa beberapa
efusi ganas memiliki pola isoenzim LDH yang berbeda dari eksudat jinak. Fraksi LDH-
2 sangat tinggi pada sekitar sepertiga dari efusi eksudatif ganas dengan penurunan yang
sesuai pada fraksi LDH-4 dan LDH-5. Tidak ada hubungan yang ditemukan antara pola
histologis keganasan dan pola isoenzim cairan pleura, selain itu tidak ada perbedaan
signifikan yang ditemukan dalam pola isoenzim LDH cairan pleura antara berbagai
kelompok efusi eksudatif jinak.26-28
Vergnon pada tahun 1984 menemukan peningkatan kadar isoenzim LDH-5
menjadi penanda yang baik untuk efusi pleura ganas, kecuali jika pleura terlibat oleh
limfoma ganas atau karsinoma paru sel kecil. Vergnon juga menyimpulkan bahwa
tindak lanjut dari tingkat isoenzim LDH-5 dalam cairan pleura tampaknya menjadi
penanda yang akurat dari evolusi efusi pleura ganas. Dev dan Joseph pada tahun 1994
menemukan perbedaan yang signifikan dalam LDH total, rasio cairan pleura / serum
LDH dan isoenzim LDH dimana nilainya minimal pada gagal jantung dan maksimal
pada empyema sedangkan pada keganasan dan kondisi eksudatif lainnya nilainya tidak
terlalu tinggi. Rasio aktivitas isoenzim LDH-5 antara cairan pleura dan serum
cenderung lebih tinggi pada efusi pleura yang berasal dari mesothelioma dibandingkan
pada mereka yang berasal dari tumor nonmesothelial. Perbandingan pola elektroforesis
LDH yang ditemukan dalam serum dan cairan pleura, merupakan alat yang berharga
dalam kerja diagnostik efusi pleura, terutama dalam diferensiasi antara asal maligna
dan nonmalignant dari cairan pleura. Lactate dehydrogenase (LDH) merupakan enzim
sitoplasma yang pada dasarnya ada di semua sistem organ, diperkirakan dilepaskan
hanya setelah kematian sel. Berbagai jenis sel sering dicirikan oleh profil isoenzim
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
30
LDH yang berbeda. Pola aktivitas isoenzim LDH dapat digunakan untuk melokalisasi
kerusakan sel. Dalam bronchoalveolar lavage fluid (BALF) aktivitas LDH dan pola
isoenzimnya memberikan indikasi langsung kerusakan sel paru. Penelitian kedepannya
harus fokus pada sel paru spesifik yang berkontribusi pada peningkatan LDH local dan
dampak LDH intra-alveolar pada LDH serum. Skrining BALF dengan uji biokimia
yang relatif sederhana dan mapan telah terbukti berguna sebagai indikator kurangnya
cedera paru dan nilai dalam evaluasi kerusakan terutama pada penelitian pada hewan.
Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk menentukan batas kegunaan skrining BALF
untuk mendeteksi respon inflamasi akut di paru, dan untuk menilai hubungan antara
aktivitas LDH dan keparahan dan prognosis penyakit paru. Selain itu, perlu untuk
menentukan apakah perubahan dalam komposisi isoenzim laktat dehidrogenase dalam
efusi pleura dan BALF, yang diamati pada penelitian sebelumnya, dibatasi pada
penyakit paru-paru tertentu atau apakah mereka mewakili pola yang lebih umum dari
kelainan profil isoenzim laktat dehidrogenase.26-28
Lactate dehydrogenase (LDH) merupakan penanda peradangan atau cedera sel,
begitu juga dengan penanda patologis yang sensitif, tetapi tidak spesifik. Kadar LDH
lebih dari tiga kali batas atas normal (> 1.000 U / L) sering menjadi indikasi infeksi
pleura. Kadar LDH yang tinggi juga dapat dikaitkan dengan rheumatoid pleurisy,
tuberculous pleurisy, atau keganasan. Pasien dengan LDH pleura rendah mungkin
dianggap cocok untuk tindakan yang memberikan efek berkelanjutan pada pencegahan
akumulasi cairan pleura ulang seperti pleurodesis kimiawi atau kateter pleura
terowongan. Thoracentesis terapeutik berulang atau perawatan suportif terbaik (BSC)
dapat disediakan untuk mereka dengan LDH pleura tinggi.26-28
Lactate dehydrogenase (LDH) merupakan enzim seluler yang ada di mana-
mana, tingkatnya meningkat sebagai akibat dari cedera jaringan secara nonspesifik.
Oleh karena itu, LDH meningkat dalam beberapa kondisi klinis. Namun, tingginya
tidak proporsional dan terisolasi. Lactate dehydrogenase (LDH) serum khusus untuk
kelompok diagnostik tertentu seperti pasien sepsis dan kanker. Ini adalah penanda
prognosis yang buruk dalam kondisi ini. Tingkat LDH pleura yang tinggi di rongga
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
31
pleura berhubungan dengan kelangsungan hidup yang pada kelompok pasien dengan
kanker campuran meskipun mekanisme yang mendasari tidak sepenuhnya dipahami.
Peningkatan regulasi enzim LDH untuk memungkinkan penggunaan glikolisis yang
lebih istimewa daripada fosforilasi oksidatif untuk energi oleh sel tumor. Tingkat
glikolisis yang tinggi menguntungkan sel yang sedang tumbuh karena mampu
menghasilkan adenosin trifosfat (ATP) jauh lebih cepat daripada fosforilasi oksidatif.
Mekanisme kelangsungan hidup yang buruk berhubungan dengan kadar LDH tinggi
dan nekrosis tingkat tinggi di rongga pleura.26-28
Lactate dehydrogenase (LDH) pleura yang tinggi (> 1500 IU/L) memprediksi
kelangsungan hidup yang lebih pendek (kurang dari satu tahun) pada pasien dengan
adenokarsinoma paru yang datang dengan EPG pada saat diagnosis awal. Penanda ini
dapat diterapkan secara klinis untuk memilih modalitas terapeutik yang diarahkan pada
pencegahan akumulasi kembali efusi pleura. Pasien dengan LDH pleura rendah
mungkin dianggap cocok untuk tindakan yang memberikan efek berkelanjutan pada
pencegahan akumulasi ulang seperti pleurodesis kimiawi atau kateter pleura
terowongan. Thoracentesis terapeutik berulang atau perawatan suportif terbaik / best
supportive care (BSC) dapat disediakan untuk mereka dengan LDH pleura tinggi. 26-28
transportasi glukosa. Terjadi asidosis cairan pleura pada efusi tuberkulosis dan maligna
dan penyebab asidosis ini adalah akumulasi asam laktat dan karbondioksida terlarut
sebagai produk akhir metabolisme glukosa. Efusi asam memiliki glukosa dan pH
rendah dan laktat tinggi. Melakukan pemeriksaan baik pH atau glukosa cairan pleura
akan memberikan informasi yang sama di lebih dari 90% kasus. 30-33
kelangsungan hidup yang lebih singkat (kurang dari satu tahun) pada pasien dengan
adenokarsinoma paru yang datang dengan EPG pada saat diagnosis awal. Penanda ini
dapat diterapkan secara klinis untuk memilih modalitas terapeutik yang diarahkan pada
pencegahan akumulasi kembali MPE. Pasien dengan LDH pleura rendah mungkin
dianggap cocok untuk tindakan yang memberikan efek yang lebih berkelanjutan pada
pencegahan akumulasi ulang seperti pleurodesis kimiawi atau tunneled pleural
catheter. Pantazopoulos et al pada tahun 2014 di Yunani melakukan penelitian untuk
menilai apakah eksklusi pasien dengan kondisi yang dapat menyebabkan fluktuasi
besar glukosa serum, akan meningkatkan akurasi penggunaan kadar glukosa cairan
pleura dalam memprediksi hasil pleurodesis pada pasien dengan efusi pleura maligna
yang mengalami pleurodesis bleomisin. Pada penelitian ini glukosa cairan pleura
adalah satu-satunya prediktor independen untuk hasil pleurodesis dan dengan titik
potong 65 mg/dl memiliki sensitivitas tinggi 90,7% dengan spesifisitas 76,8% (p
<0,001). Model regresi yang menunjukkan akurasi prediksi tertinggi termasuk glukosa
cairan pleura dan albumin (sensitivitas 89,3%, spesifisitas 84,5%, p <0,001). Produk
glukosa dan albumin kurang dari 152 dapat memprediksi kegagalan pleurodesis dengan
sensitivitas 88,9% dan spesifisitas 82,8% (p <0,001).35,36
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
38
D. KERANGKA TEORI
Efusi pleura ganas adalah kondisi umum yang terjadi pada 500 - 700 orang per
juta populasi setiap tahun. Beban efusi pleura ganas meningka seiring dengan
peningkatan prevalensi kanker dan dengan perbaikan dalam terapi sistemik yang
memungkinkan banyak pasien untuk hidup lebih lama. Penyebaran sel kanker di
rongga pleura adalah ciri biologis keganasan yang sangat metastasis, terlepas dari
neoplasma primer dan pedoman saat ini menyebutkan kelangsungan hidup rata-rata 3-
12 bulan. Pleurodesis , prosedur yang paling umum digunakan untuk mengobati efusi
pleura ganas, mencegah akumulasi cairan melalui induksi inflamasi pleura dan fibrosis,
berhasil pada sekitar 70% pasien yang diperiksa dalam 1 bulan. 30,33,37
drainase bedah tidak diperlukan. Kadar glukosa pleura yang rendah selalu terlihat pada
empiema dengan kadar yang sangat rendah terjadi dengan frekuensi tertentu.
Mekanisme utama untuk ini adalah peningkatan pemanfaatan glukosa oleh konstituen
cairan pleura, yaitu, bakteri penggandaan dan leukosit fagositosis. Kadar glukosa
pleura yang sangat rendah yaitu kurang dari 10 mg / dL hampir terlihat pada efusi
reumatoid. Hal ini karena konsentrasi glukosa cairan pleura dalam cairan pleura
asidosis berkorelasi dengan derajat asidosis cairan pleura daripada keadaan penyakit
itu sendiri. Sementara Light RW pada tahun 1973 telah menyarankan bahwa akumulasi
produk akhir glukosa yang dihasilkan dari metabolisme pleura mungkin berkontribusi
pada pH rendah dari efusi rheumatoid. Penghambatan eflux terhadap H+ oleh
rheumatoid pleura merupakan faktor yang lebih penting untuk tingkat glukosa yang
rendah. Kadar glukosa pleura juga menunjukkan hasil dari pleurodesis pada efusi
pleura ganas. Kadar glukosa pleura di bawah 60 mg / dL dikaitkan dengan kegagalan
pleurodesis.30,37,38
Dalam patogenesis penyebab glukosa cairan pleura rendah, pada efusi pleura
maligna kadar pH rendah menyebabkan konsentrasi glukosa cairan pleura menjadi
rendah karena penurunan transportasi dan pemanfaatan ruang pleura. Metabolisme
glukosa menghasilkan laktat dan CO2. Produk akhir ini menumpuk di rongga pleura
karena aliran keluar terhalang oleh membran abnormal. Dengan demikian, ion
hidrogen terakumulasi dan pH turun. Pemeriksaan glukosa cairan pleura merupakan
alternatif dari pH dan telah terbukti berkorelasi kuat dengan parapneumonic. Namun
pada penelitian sebelumnya membandingkan pH cairan pleura dengan hubungan
glukosa.37,38
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
41
Akumulasi cairan
Di rongga pleura
Kriteria Light
Respons
Pleurodesis
Respons sebagian
atau
Respons lengkap Gagal terapi
E. KERANGKA KONSEP
Akumulasi cairan
Di rongga pleura
Kriteria Light
LDH Respons
Pleurodesis
Glukosa
Respons sebagian
atau
Respons lengkap
Gagal terapi
Analisis statistik
Keterangan:
Yang diteliti :
F. HIPOTESIS PENELITIAN