Anda di halaman 1dari 38

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.

id
6

BAB II
LANDASAN TEORI

A. EFUSI PLEURA

Rongga pleura adalah rongga tipis yang berisi cairan di antara dua pleura
(viseral dan parietal) dari paru kiri maupun kanan. Pleura adalah sebuah membran
serosa yang terlipat dan membentuk dua lapis membran. Pleura bagian luar atau
parietal menempel pada dinding rongga dada tetapi terpisah oleh fasia endotoraks.
Pleura bagian dalam atau viseral menutupi paru dan menggabungkan struktur-struktur
seperti pembuluh darah, bronkus, dan saraf-saraf. Rongga pleura dipandang sebagai
rongga potensial karena dua pleura bergabung satu sama lain (melalui lapisan tipis
cairan serosa) dalam keadaan normal.1,2
Rongga pleura dengan gabungan pleuranya membantu mengoptimalkan fungsi
paru saat pernapasan. Rongga pleura juga mengandung cairan pleura yang membuat
pleura bisa bergerak lebih mudah satu sama lain saat pernapasan. Tegangan permukaan
dari cairan pleura mampu mendekatkan permukaan paru dengan dinding rongga dada
sehingga dapat terjadi inflasi yang lebih besar dari alveolus saat pernapasan. Rongga
pleura menyambungkan gerakan otot rusuk ke paru terutama saat pernapasan berat.
Interkostal eksternal berkontraksi saat menarik napas bersama dengan diafragma
menyebabkan pemekaran rongga dada yang memperbesar volume paru. Tekanan paru
menjadi rendah dan udara masuk ke paru.1,2
Cairan pleura adalah sebuah cairan serosa yang dibuat oleh membran serosa
yang menutupi pleura normal. Kebanyakan dibuat oleh sirkulasi parietal atau arteri
interkostal melalui aliran besar dan diserap oleh sistem getah bening. Cairan pleura
dibuat dan diserap secara berkelanjutan. Dalam tubuh manusia berbobot 70 kg
beberapa mililiter cairan pleura selalu ada di antara rongga interpleura. Sejumlah cairan
yang lebih besar dikumpulkan dalam rongga pleura hanya ketika jumlah produksi
melebihi kemampuan serapnya. Secara normal, kemampuan penyerapan membesar
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
7

seturut respons fisiologis dari cairan yang terkumpul, dengan kemampuan penyerapan
hingga 40 kali dari normal sebelum sejumlah cairan yang signifikan terkumpul di
antara rongga pleura. Selain itu, peningkatan produksi cairan pleura dan hambatan
penyerapan sistem getah bening memicu peningkatan cairan di rongga pleura. 1,2
Pleurodesis merupakan prosedur yang dilakukan untuk menyatukan rongga
pleura sehingga dapat mencegah efusi pleura berulang, pneumotoraks, atau untuk
mengobati pneumotoraks persisten. Pleurodesis biasanya dilakukan dengan
mengeringkan cairan pleura atau udara intrapleural diikuti dengan prosedur mekanis
atau memasukkan bahan iritan kimiawi ke dalam rongga pleura, yang menyebabkan
peradangan dan fibrosis intens yang kemudian menyebabkan adhesi antara dua
membran pleura.. Pleurodesis merupakan terapi simptomatis jangka panjang serta
diharapkan dapat meningkatkan kualitas hidup dan aktivitas kehidupan sehari-hari,
sehingga pleurodesis dapat dilakukan untuk terapi paliatif pada penderita efusi pleura
ganas.1,2

B. PLEURODESIS

Pleurodesis secara umum bertujuan mencegah berulangnya efusi pleura


berulang terutama bila terjadi dengan cepat, menghindari torakosintesis berikutnya,
dan menghindari diperlukannya insersi chest tube berulang, serta menghindari
morbiditas yang berkaitan dengan efusi pleura atau pneumothoraks berulang. Efusi
pleura ganas merupakan indikasi paling utama pada pleurodesis dikarenakan kurang
efektifnya terapi tumor lanjut sedangkan terapi paliatif perlu dilakukan untuk
mengurangi gejala pada pasien. Pleurodesis tidak ada kontraindikasi absolut namun
perlu dipertimbangkan kemungkinan tingkat keberhasilan prosedur pada pasien serta
risiko dilakukannya prosedur agar pasien mendapat manfaat optimal dari tindakan yang
dilakukan.1-5
Penggunaan teknik yang tepat, agen sklerosis, dan kriteria pemilihan pasien
merupakan hal yang menentukan keberhasilan tindakan. Agen yang sering digunakan
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
8

untuk pleurodesis diantaranya adalah talk baik dalam bentuk poudrage atau slurry,
corynebacterium parvum, tetracyclin atau derivatnya terutama doxyciclin, bleomycin,
quinacrin, silver nitrate, povidon iodin.1-5

1. Indikasi
Indikasi paling umum untuk pleurodesis adalah efusi pleura ganas yang
biasanya refrakter. Indikasi lain untuk pleurodesis adalah pneumotoraks rekuren dan
efusi pleura rekuren. Pilihan manajemen untuk tata laksana penyakit pleura ada banyak
sehingga keputusan untuk melanjutkan pleurodesis harus dilakukan dengan hati-hati
setelah berdiskusi dengan pasien dan meninjau ekspektasi dari prosedur. Pleurodesis
medis adalah pendekatan yang disukai untuk pasien. 1-5
Indikasi untuk pleurodesis kimiawi adalah efusi pleura ganas, efusi pleura non-
maligna simptomatik refrakter seperti pada kondisi dialisis peritoneal rawat jalan
kronis, kilotoraks, sindrom nefrotik, lupus, hidrotoraks hepatik, dan gagal jantung,
pneumotoraks primer berulang, dan pneumotoraks sekunder berulang. Indikasi untuk
pleurodesis mekanis mirip dengan pleurodesis kimiawi dengan manfaat tambahan
untuk mengobati penyebab yang mendasari jika ada selama prosedur yang sama
misalnya inspeksi simultan dan reseksi blebs subpleural dan bula, yang dapat menjadi
sumber pneumotoraks berulang.1-5
Kinerja pleurodesis pada efusi pleura jinak berulang transudatif masih
kontroversial dan harus dianggap sebagai prosedur yang dicadangkan untuk digunakan
dalam kasus luar biasa. Temuan studi observasional menunjukkan bahwa dalam situasi
ini pleurodesis efektif dan aman. Namun ada kekhawatiran secara teoritis bahwa
setelah pleurodesis transudat, cairan pleura akan mulai menumpuk di jaringan lain
seperti parenkim paru. Kinerja pleurodesis pada efusi pleura jinak berulang hanya
dapat diterima dalam situasi yang jarang terjadi di mana ada kegagalan mutlak dari
pengobatan klinis dari penyakit yang mendasari. Penyebab efusi pleura jinak berulang
antara lain: gagal hati, ginjal dan jantung, serta hipoproteinemia dan revaskularisasi
miokard.1-5
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
9

Efusi pleura ganas berulang merupakan indikasi utama untuk pleurodesis.


Pasien dengan efusi pleura ganas tidak semua mendapatkan manfaat dari prosedur
pleurodesis. Konsensus mengenai induksi pleurodesis seperti pada tabel satu. 3-7
Tabel 1. Indikasi pleurodesis
Indikasi Pleurodesis
 Kegagalan pengobatan onkologis untuk mengontrol efusi pleura
 Mengurangi sesak napas setelah drainase rongga pleura
 Ekspansi paru penuh yang terlihat pada rontgen dada
 Indeks status kinerja Karnofsky> 70
 Tidak adanya limfangitis
dikutip dari (6)
Kondisi ideal untuk melakukan prosedur pleurodesis harus dianalisis. Beberapa
ahli berpendapat bahwa pleurodesis harus dilakukan secepat mungkin setelah diagnosis
telah dikonfirmasi. Ahli lain merekomendasikan pleurodesis dilakukan hanya jika
kemoterapi gagal untuk mengontrol efusi pleura namun tidak ada bukti yang
mendukung penggunaan strategi ini. Dalam penentuan dilakukan pleurodesis
diperlukan analisis pengendalian efusi pleura berupa regresi radiologis efusi dan
penurunan jumlah thoracenteses untuk untuk mengurangi sesak napas, yang didahului
oleh satu atau dua siklus kemoterapi. Indikasi-indikasi tersebut saat ini diterima
meskipun ada faktor yang mendukung dan menentang pendekatan ini. Waktu yang
ideal dilakukan pleurodesis seperti tercantum pada tabel dua. 3-7
Tabel 2. Saat ideal dilakukan pleurodesis
Indikasi Pro Kontra
Sebelum Manfaat yang lebih besar Prosedur invasif
kemoterapi Lebih aman Kemoterapi dapat memgurangi
Kualitas hidup lebih baik selama efusi
kemoteapi Empyema post pleurodesis
Membuat tata laksana onkologi
lebih sulit
Penundaan kemoterapi

Setelah Dilakukan setelah tata laksana lain Menunda kemoterapi berikutnya


kemoterapi gagal Resiko empyema lebih besar
Performance status lebih jelek
Dikutip dari (6)
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
10

Setelah waktu pleurodesis telah diputuskan, faktor-faktor lain yang dapat


memodifikasi kriteria indikasi harus dipertimbangkan, karena dapat mengganggu hasil
yang diharapkan. Kondisi dimana pH asam kurang dari(<) 7,3 , kadar glukosa rendah
< 60 mg / dl, dan kejadian chylothorax telah dikaitkan dengan prognosis dan manfaat
pleurodesis yang lebih buruk terlepas dari teknik dan obat yang digunakan. Faktor-
faktor prognostik yang mempengaruhi keberhasilan pleurodesis seperti tercantum pada
tabel tiga.3-7
Tabel 3. Faktor prognostik pleurodesis
Prognostik yang lebih buruk dan efektivitas yang paling rendah
pH asam (< 7.3)
Kadar glukosa rendah (< 60 mg/dl)
Adanya chylothorax
Adanya lymphangitis
Performance status < 70
Lung entrapment
Dikutip dari (6)
Adanya limfangitis dan performance status yang lebih rendah dari 70 telah
dikaitkan dengan evolusi klinis yang lebih buruk pada pasien setelah induksi
pleurodesis. Lung entrapment baik karena lokulasi pleura atau kurangnya ekspansi paru
dapat mengurangi manfaat pleurodesis, serta meningkatkan risiko infeksi di rongga
pleura. Pleurodesis tidak dianjurkan dalam kondisi tersebut. 3-8

2. Kontra Indikasi
Tidak ada kontraindikasi absolut untuk pleurodesis. Kontra indiksi relatif antara
lain: tidak ada persetujuan dari pasien, produksi cairan efusi pleura masih lebih dari
150 ml per hari, ada kecurigaan infeksi pleura, merupakan kandidat transplantasi paru
pada LAM atau Lymphangioleiomyomatosis dan cystic fibrosis, serta adanya trapped
lung. Meskipun demikian, perlu dipertimbangkan kemungkinan tingkat keberhasilan
prosedur pada pasien serta risiko dilakukannya prosedur agar pasien mendapat manfaat
optimal dari tindakan yang dilakukan. Penggunaan teknik yang tepat, agen sklerosis
dan kriteria pemilihan pasien merupakan hal yang menentukan keberhasilan
Tindakan.1-5
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
11

C. TATA LAKSANA PLEURODESIS

Pleurodesis secara umum ada jenis yaitu pleurodesis kimiawi dan pleurodesis
mekanik atau bedah. Pleurodesis kimiawi dilakukan dengan memasukkan agen
sklerosis ke dalam rongga pleura melalui tabung dada. Pleurodesis mekanik atau bedah
dilakukan melalui torakoskopi medis, torakoskopi dengan bantuan video atau VATS,
maupun torakotomi terbuka. Pleurodesis dapat dicapai melalui penggunaan berbagai
rangsangan: lesi fisik langsung berupa abrasi; menggunakan zat kimia yang
menyebabkan iritasi atau kaustik seperti talk, doksisiklin, perak nitrat, atau bleomisin
ke dalam rongga pleura; atau induksi imunologi dengan Corynebacterium parvum,
mengubah faktor pertumbuhan (TGF-ß) atau interferon-alpha 2 (IFN-a 2). 5-8

1. Pleurodesis mekanis
Abrasi adalah metode utama rangsangan mekanis. Abrasi dilakukan selama
intervensi bedah, baik konvensional atau bantuan video di mana ahli bedah mengelupas
mesothelium pleura, menimbulkan gesekan dengan bahan yang permukaannya kasar
misalnya kain kasa. Iritasi ini menyebabkan deskuamasi mesothelium dan aktivasi jalur
inflamasi dan koagulasi, dengan proliferasi fibroblas dan deposisi kolagen yang
mengakibatkan simfisis pleura.4-7
Abrasi pleura saat ini tidak digunakan dalam pengendalian efusi pleura
neoplastik berulang karena keampuhannya yang lebih rendah serta risiko perdarahan
yang tinggi di daerah yang terkena dan kemungkinan penyebaran tumor. Kedua risiko
ini terkait dengan manipulasi langsung tumor dengan lesi pembuluh yang baru
terbentuk dan embolisasi sel tumor yang dilepaskan selama manipulasi massa tumor.
Ketidaknyamanan lain dari abrasi pleura adalah membutuhkan intervensi bedah.
Indikasi abrasi pleura saat ini hanya direkomendasikan untuk kasus pneumotoraks
rekuren tertentu.2-7
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
12

2. Pleurodesis kimiawi
Pleurodesis dengan rangsangan kimiawi pertama kali dilakukan pada awal abad
20. Spengler pada tahun 1901 menyuntikkan perak nitrat ke dalam rongga pleura untuk
mengontrol pneumotoraks berulang. Talk atau bedak pertama kali dimasukkan ke
dalam rongga pleura dengan tujuan untuk menghancurkan ruang sisa yang ada setelah
reseksi paru oleh Bethune pada tahun 1935. Berbagai zat telah digunakan untuk
menginduksi pleurodesis meskipun belum ada konsensus mengenai agen sklerosis
yang ideal. Karakter agen sklerosis yang ideal seperti tercantum pada tabel empat. 2-7
Tabel 4. Karakteristik agen sclerosis yang ideal
Karakteristik
 Biaya rendah
 Distribusi yang cukup di seluruh dunia
 Mudah ditangani dan dikelola
 Mudah disterilkan
 Indeks infeksi pleura yang rendah
 Tidak diperlukan drainase rongga
 Tidak ada rasa sakit atau ketidaknyamanan yang hebat
 Kematian nol
 Minimal, morbiditas mudah dikendalikan
 Kemanjuran mendekati 100%
Dikutip dari (6)
Stimulasi kimia memiliki keuntungan karena memungkinkan berbagai rute
akses digabungkan. Aspek terpenting dalam kasus khusus ini adalah bahwa pleurodesis
dapat dicapai dengan pembedahan atau melalui drainase sederhana. Talk atau bedak
secara klasik dianggap sebagai agen sklerosis paling manjur. Talk bila dibandingkan
dengan agen lain mempunyai risiko relatif 1,34 untuk keberhasilan terapeutik (interval
kepercayaan 95%: 1,16 hingga 1,55) dan tingkat keberhasilan lebih dari 90% di
sebagian besar penelitian. Penelitian multicenter baru-baru ini yang dilakukan di Eropa
bedak dinilai berkhasiat pada 71% sampai 78% pasien yang menjalani pleurodesis,
semuanya bertahan selama lebih dari 30 hari setelah prosedur.3-6
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
13

a. Talk
Talk telah dianggap sebagai agen pilihan karena memiliki karakteristik yang
ideal yaitu: biaya rendah, distribusi luas, administrasi mudah, efikasi tinggi, dan tingkat
efek samping rendah. Talk dapat diberikan, baik dengan insuflasi selama torakotomi
atau melalui saluran dari berbagai kaliber dalam bentuk yang disebut bubur bedak
berupa suspensi bedak dalam larutan garam. Penggunaan talk untuk pleurodesis
meskipun tingkat komplikasinya rendah, telah dikaitkan dengan sindrom gangguan
pernapasan akut yang mempengaruhi 1,2 hingga 9 persen pasien dan dapat berakibat
fatal. Komplikasi penggunaan talk diyakini terkait dengan ukuran partikel bedak yang
lebih kecil akan lebih mudah diserap dari rongga pleura dan didistribusikan ke seluruh
sirkulasi, mengakibatkan risiko komplikasi jarak jauh yang lebih besar. Akibat adanya
tingkat keparahan komplikasi penggunaan talk maka obat lain mulai dipertimbangkan
untuk digunakan sebagai agen pleurodesis.2,6-9
Talk merupakan agen pleurodesis yang murah dan sangat efektif bila diberikan
dalam bentuk poudrage atau bubur pada pasien dengan efusi pleura ganas. Efek
samping jangka pendek yang paling umum adalah demam dan nyeri. Perkembangan
gagal pernafasan dilaporkan dan mungkin berhubungan dengan dosis dan ukuran
partikel, atau faktor lain yang berhubungan dengan instillasinya. Keamanan jangka
panjang tampaknya tidak menjadi masalah dengan produk bebas asbes, terutama pada
pasien dengan efusi pleura ganas. Karena respon terhadap bedak belum dipelajari
dalam rentang dosis yang luas dan efek samping yang serius cenderung terjadi dengan
dosis yang lebih tinggi, American Thoracic Society (ATS) merekomendasikan bahwa
tidak lebih dari 5 g bedak digunakan dan pleurodesis simultan bilateral tidak dilakukan.
Dosis Talk yang optimal untuk pleurodesis belum ditetapkan, ATS merekomendasikan
sekitar 5 g (8-12 ml) untuk efusi ganas. Pemeriksaan rongga pleura berulang harus
dilakukan setelah insuflasi bedak untuk memastikan bahwa bedak telah merata di
permukaan pleura.2,7-9
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
14

b. Tetrasiklin
Pemasangan chest tube dan pleurodesis tetrasiklin menggunakan kapsul
tetrasiklin terbukti efektif dan murah. Sebuah studi menggunakan tetrasiklin radio-
labled telah menunjukkan bahwa tetrasiklin tersebar di seluruh rongga pleura dalam
beberapa detik dan rotasi pasien tidak mempengaruhi distribusi agen. Masuknya
tetrasiklin tabung dada dijepit selama dua jam dan kemudian dilepaskan. Sel
mesothelial memulai kaskade inflamasi yang mengarah ke respon fibrotik dan cedera
sel mesothelial terjadi dalam beberapa menit setelah kontak dengan bahan kimia. Tidak
ada komplikasi serius yang terkait dengan prosedur penggunaan kapsul tetrasiklin.
Pemberian agen sklerosis intrapleural dikaitkan dengan nyeri dada dan demam.
Lidokain adalah anestesi lokal yang paling baik dipelajari untuk pemberian
intrapleural. Onset kerja lidokain hampir segera dan ini digunakan dalam pembuatan
agen pleurodesis.7-9
Efek samping yang terkait dengan pleurodesis tetrasiklin berupa nyeri dan
demam dimana biasanya sering juga ditemukan pada pleurodesis kimiawi lain.
Efektivitas tetrasiklin sebagai aden sklerotik sampai batas tertentu bergantung pada
reaksi inflamasi yang menarik pada dua permukaan pleura, dan dengan demikian
beberapa kerusakan pada jaringan diharapkan terjadi. Patofisiologi meliputi stimulasi
proliferasi fibroblast, pengelupasan mesothelial, pembekuan cairan pleura,
penghambatan fibrinolisis dan fibrosis yang diakibatkan. Protokol sahn dimodifikasi
oleh Guzman et al. menyarankan satu dosis 20-30 mg / kg bubuk tetrasiklin dalam 50
ml larutan garam yang ditanamkan ke dalam rongga pleura setelah pemberian 300 mg
lidokain intrapleural.7-9

c. Doxycycline
Doxycycline telah terbukti bermanfaat dan aman untuk induksi pleurodesis.
Doxycycline telah diusulkan sebagai alternatif dari tetrasiklin dengan tingkat
keberhasilan yang serupa berkisar antara 25% sampai 100%. Kerugian utama
penggunaan doksisiklin adalah kebutuhan untuk berangsur-angsur berulang untuk
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
15

mendapatkan respons yang memuaskan. Waktu tinggal selang interkostal yang


berkepanjangan berpotensi meningkatkan ketidaknyamanan pasien, risiko infeksi dan
biaya perawatan secara keseluruhan. Beberapa fasilitas kesehatan di Brasil
menggunakan turunan tetrasiklin atau doksisiklin oral di masa lalu untuk menginduksi
pleurodesis. Penggunaan doxycycline untuk pleurodesis ini mempunyai keraguan
apakah efek sklerosis yang diamati disebabkan oleh agen yang digunakan atau
disebabkan eksipien (bedak). Pemilihan agen pleurodesis juga harus memperhatikan
sterilisasi agen yang dimasukkan ke dalam rongga pleura, karena kapsul sebenarnya
didistribusikan secara komersial untuk konsumsi oral dan isinya tidak steril dan oleh
karena itu beberapa ahli tidak merekomendasikan untuk pleurodesis. Permasalahan
tersebut dapat diatasi dengan pemakaian prinsip tindakan aseptik dan antiseptik pada
persiapannya.7-9
Doxycycline memiliki keuntungan yang mirip dengan tetrasiklin, termasuk
kemudahan pemberian, profil efek samping terbatas, dan biaya. Doxycycline dapat
ditoleransi dengan baik dan efektif dalam uji klinis. Efek samping yang dilaporkan
adalah demam, ruam, nyeri, dan hipertensi. Dosis optimal belum sepenuhnya
ditetapkan, karena banyak pasien dalam uji coba membutuhkan dosis 500 - 1000 mg
untuk mencapai respons. Pasien diberikan prernedikasi 15-20 menit sebelum
pleurodesis dengan morfin sulfat intravena atau analgesik lain jika morfin merupakan
kontraindikasi. Selain itu, 20 ml lidokain 1% dimasukkan melalui chest tube 15 menit
sebelum pleurodesis. Doxycycline hyclate 1 g dalam 50 ml larutan normal saline
ditanamkan sebagai bolus melalui chest tube, diikuti oleh 100-200 ml udara untuk
memfasilitasi penyebaran obat yang luas di dalam pleura visceral dan parietal. Tabung
dada dijepit, dan pasien diputar ke kiri dan kanan lateral dekubitus, posisi tengkurap,
dan terlentang selama 15 menit di setiap posisi. Setelah rotasi 1 jam, chest tube
dihubungkan dengan tekanan negatif. Chest tube dilepas ketika drainase kurang dari
150 ml / 24 jam.7-9
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
16

d. Perak nitrat
Perak nitrat adalah zat pertama yang digunakan dalam induksi pleurodesis
namun sudah ditinggalkan karena alas an yang masih belum jelas sejak tahun 1980-an.
Dalam penelitian dengan hewan laboratorium berupa kelinci, perak nitrat 0,5% terbukti
sangat efektif dan menunjukkan tingkat komplikasi yang rendah. Mekanisme
patofisiologis induksi pleurodesis dengan perak nitrat berbeda dengan pleurodesis
bedak, karena, pada penelitian dengan hewan laboratorium ini, kortikosteroid tidak
mengurangi efektivitas pleurodesis yang diperoleh dengan perak nitrat, berbeda dengan
yang terjadi pada bedak. Sebuah studi yang diterbitkan baru-baru ini yang melibatkan
subjek manusia dengan efusi pleura dan menggunakan perak nitrat 0,5%, menunjukkan
indeks kemanjuran yang mirip dengan yang ditemukan untuk bedak, dengan tingkat
efek samping yang rendah. Studi komparatif lebih lanjut dibutuhkan untuk menentukan
keamanan dan kemanjuran penggunaan perak nitrat pada manusia.10-12

e. Bleomycin
Bleomycin adalah antibiotik antineoplastik dari Streptomyces Verticillus yang
melekat pada DNA dan menghambat sintesisnya dengan menyebabkan kerusakan
DNA. Bleomycin sekarang banyak digunakan karena sifatnya untuk sclrosing
pleurodesis dan mengontrol efusi pleura ganas. Efektivitasnya yang rendah dan
biayanya yang tinggi telah membatasi penggunaannya secara signifikan. Bleomycin
adalah antibiotik antitumor yang kemanjurannya lebih berkaitan dengan tindakan
sklerosis daripada efek antineoplastik. Dosis standar bleomycin adalah 60 Unit
intrapleural, dengan dosis yang lebih tinggi dapat dikaitkan dengan peningkatan
toksisitas seperti dijabarkan pada penelitian oleh Lynch Jr pada tahun 1993. Efek
samping dari bleomycin intrapleural antara lain demam dan nyeri yang dalam uji coba
secara acak mirip dengan tetrasiklin. Pleurodesis dilakulan setelah paru mengembang
penuh, produksi cairan pleura kurang dari 100 cc per hari. Pleurodesis dengan
Bleomisin dilakukan dengan memasukkan 60 unit bleomycin dilarutkan dalam 50 cc
larutan saline normal steril ke dalam rongga pleura melalui chest tube kemudian tabung
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
17

dijepit selama 4 jam dan posisi pasien diputar telentang ke posisi telentang dan posisi
lateral kiri kanan dekubitus setiap 20 menit.13-14

f. Doxorubicin
Doxorubicin adalah antibiotik golongan antrasiklin yang memiliki aktivitas
antineoplastik. Obat ini digunakan sebagai agen kemoterapi untuk kanker payudara,
limfoma Hodgkin, limfoma non-Hodgkin, leukemia limfoblastik akut, dan leukemia
mieloblastik akut. Doxorubicin berasal dari bakteri Streptomyces peucetius dan dapat
digunakan untuk penanganan kanker pada pasien dewasa maupun anak-anak. Efek
terapi doxorubicin adalah sebagai agen sitotoksik yang menginhibisi sintesis DNA dan
RNA. Inhibisi ini terjadi melalui ikatan doxorubicin secara langsung dengan DNA dan
melalui inhibisi enzim topoisomerase II yang menyebabkan fragmentasi DNA dan
apoptosis. Doxorubicin juga merupakan agen kelasi besi yang kuat. Ikatan doxorubicin
dengan besi dapat menimbulkan stres oksidatif akibat radikal bebas dan merusak
DNA.7-9,13,14
Dosis orang dewasa untuk kanker ketika digunakan dalam kombinasi dengan
obat-obatan kemoterapi lainnya paling umum sebanyak 40-60 mg/m 2 di berikan
melalui injeksi intravena setiap 21-28 hari. Pilihan lain, 60-75 mg/m 2 di berikan
melalui injeksi intravena sekali setiap 21 hari. Dosis lebih rendah disarankan pada
pasien dengan cadangan sumsum tulang tidak memadai karena usia lanjut, terapi
sebelumnya, atau infiltrasi sumsum tulang neoplastik. Dosis orang dewasa untuk
multiple myeloma (dalam kombinasi dengan agen kemoterapi lainnya sebagai bagian
regimen VAD): 8 mg/m2/hari di berikan melalui injeksi intravena (pembuluh darah)
infus berkelanjutan pada hari pertama sampai hari ke-4. 7-9
Doxorubicin dapat digunakan juga sebagai agen sklerotik untuk pleurodesis
seperti halnya dengan bleomisin. Dosis doxorubicin untuk pleurodesis adalah 30 mg
dilarutkan dalam 200 ml larutan fisiologis. Larutan tersebut kemudian dimasukkan
dalam rongga pleura melalui chest tube. Efek samping yang dapat muncul dengan
penggunaan doxorubicin untuk pleurodesis antara lain demam, nyeri dada, penurunan
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
18

nafsu makan, dan peningkatan enzim transaminase. Manfaaat penggunaan doxorubicin


tunggal sebagai agen sklerotik tidak terlalu signifikan. Penggunaan doxorubicin
intrapleural saja dengan dosis 10-40 mg menghasilkan respon lengkap pada 24% kasus
efusi pleura ganas. 13,14

g. Povidone-iodine (Betadine)
Povidone-iodine (Betadine) adalah agen antiseptik topikal berbasis yodium,
diserap secara luas dari permukaan mukosa, menyebabkan peningkatan konsentrasi
iodin serum. Ini mungkin diserap oleh kelenjar tiroid dan mungkin muncul dalam air
liur, keringat dan susu, dan diekskresikan dalam bentuk tidak berubah dalam urin.
Meskipun mekanisme pasti di mana povidone-iodine menggunakan aktivitas
pleurodesisnya masih belum jelas, hal itu diduga terkait dengan pH rendah dari larutan
sclerosing. Campuran 20 ml larutan topikal 10% povidone-iodine dan 80 ml normal
saline (NS) ditanamkan ke dalam rongga pleura melalui tabung torakostomi dan
kemudian tabung dijepit selama 2 jam. Posisi pasien ini diubah dalam waktu 2 jam oleh
staf medis untuk mengedarkan campuran tersebut. Setelah deklamasi, tabung
torakostomi dilepas segera setelah drainase berkurang <100 ml per hari. 15-17

3. Mekanisme pleurodesis
Pleurodesis kimiawi adalah prosedur terapeutik yang diterapkan untuk
membuat simfisis antara pleura parietal dan pleura visceralis dengan pemberian
berbagai agen kimia secara intrapleural misalnya talk, tetrasiklin, povidone-iodine, dan
lain-lain. Sejarah pleurodesis dimulai pada tahun 1901 ketika seorang ahli bedah Swiss
bernama Lucius Spengler melakukan prosedur pertama untuk menghasilkan adhesi
antara pleura visceral dan parietal. Dalam sejarah pleurodesis, berbagai metode telah
diusulkan dan diuji untuk mencapai simfisis pleura yang efektif. Metode-metode
tersebut termasuk abrasi mekanis dan sklerosan kimia yang berbeda. 16-19
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
19

a. Peradangan
Setelah drainase rongga pleura, kedua lapisan pleura bersentuhan. Perlekatan
fibrin dan pembentukan jaringan diperlukan untuk mempertahankan ikatan ini tetap
erat. Perlengketan pleura yang baik pada proses pleurodesis terjadi iritasi yang kuat
pada permukaan pleura dipicu setelah pemberian bahan kimia ke dalam rongga pleura.
Pendekatan lain adalah dekortikasi pleura namun prosedur ini sangat agresif untuk
pasien. Respons umum yang mendasari di rongga pleura setelah pemberian agen
pleurodesis yang mengiritasi adalah peradangan. Aktivasi jalur inflamasi mengarah ke
keadaan fibrotik yang dibutuhkan. Pleurodesis juga dapat dilakukan dengan mengikis
permukaan pleura. Teknik ini sering dilakukan setelah operasi pengangkatan blebs di
permukaan paru pada pasien pneumotoraks, tetapi penggunaan talk untuk pleurodesis
telah terbukti lebih efektif dalam pencegahan kekambuhan. Peran peradangan pada
pleurodesis seperti tercantum pada gambar satu. 16-21

Gambar 1. Peran proses peradangan pada pleurodesis


Dikutip dari (21)
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
20

Pleurodesis pada awalnya diduga terkait erat dengan kerusakan pada


permukaan mesothelium yang disebabkan oleh agen sklerotik Penelitian lebih lanjut
menunjukkan peran sel mesothelial sebagai target utama agen sklerotik dan struktur
kunci yang memulai rantai reaksi inflamasi. Dengan demikian, diyakini bahwa sel
mesothelial adalah poros utama dari proses inflamasi. Sel mesothelial menanggapi
agen sclerosis dengan mengeluarkan berbagai mediator yang memainkan peran penting
dalam jalur inflamasi yang berbeda. Mediator ini termasuk: kemokin, seperti
interleukin 8 (IL-8) dan monocyte chemoattractant protein (MCP-1), growth factors –
vascular endothelial growth factor (VEGF), platelet-derived growth factor (PDGF)
dan basic fibroblast growth factor (bFGF), transforming growth factor β (TGF-β), dan
mediator lainnya. Kontak agen sklerotik dan sejumlah besar sel mesothelial utuh
tampaknya penting untuk pleurodesis yang efektif. Meskipun sel mesothelial adalah
pemain kunci dalam inisiasi pleurodesis, prosesnya sangat kompleks dan juga
melibatkan sel lain, termasuk, sel endotel, makrofag, dan sel kanker serta berbagai
mediator.20-22
Proses peradangan dimulai dengan keterlibatan sel mesothelial pleura normal
dan diaktivasi oleh proses pleurodesis sehingga pada akhirnya menghasilkan
perkembangan simfisis antara permukaan pleura visceral dan parietal. Setelah
penggunaan bedak, terjadi aliran neutrofil yang cepat ke dalam rongga pleura yang
terus meningkat hingga 24 jam. Kemokin interleukin-8 (IL-8) berkorelasi dengan
jumlah neutrofil yang dihitung dalam rongga pleura, menunjukkan bahwa sclerosant
telah memulai pelepasan kemokin neutrofil di rongga pleura. Setelah perekrutan
neutrofil IL-8 mengeluarkan berbagai sitokin yang bertanggung jawab untuk
mempertahankan jalur inflamasi. Respon inflamasi terhadap sclerosant dapat dihambat
secara signifikan oleh kortikosteroid.16-21
Interleukin 8 adalah kemokin kuat yang menginduksi masuknya neutrofil ke
dalam rongga pleura. Interleukin 8 dalam kondisi normal diproduksi oleh sel
mesothelial dan produksinya meningkat secara signifikan sebagai respons terhadap
rangsangan inflamasi. Marchi dkk (2006) menilai respon sel mesothelial pleura
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
21

(PMCs) terhadap bedak dalam model eksperimental dan menemukan bahwa


konsentrasi IL-8 cairan pleura memuncak pada 6 jam setelah injeksi bedak intrapleural.
Dengan demikian, agen sklerotik dapat menyebabkan masuknya neutrofil ke rongga
pleura, terutama selama 24 jam pertama setelah pemberian. Jumlah neutrophil
berkorelasi dengan konsentrasi IL-8. Telah dibuktikan bahwa aktivitas neutrofil
kemotaktik di rongga pleura terutama terkait dengan IL-8, dan dapat diblokir oleh
antibodi anti-IL8. Neutrofil yang bermigrasi pleura menghasilkan dan melepaskan
berbagai sitokin lain yang bertanggung jawab untuk mempertahankan jalur inflamasi
yang sudah diaktifkan. Ini termasuk tumor necrosis factor α (TNF-α), IL-1α, IL-6, IL-
1β dan IL-12.20-25

b. Kaskade koagulasi
Dalam kondisi fisiologis normal terdapat keseimbangan antara fibrinogenesis
dan fibrinolisis di rongga pleura. Hal ini tergantung pada pelepasan berkelanjutan dari
faktor antikoagulan kuat yaitu tissue plasminogen activator (tPA) dan plasminogen
activator inhibitor-1 (PAI-1) yang bertindak sebagai prokoagulan. Kedua faktor
tersebut disekresikan oleh sel mesothelial. Efek umum dari aplikasi agen sklerosis
intrapleural dapat dilihat sebagai penurunan aktivitas fibrinolisis dan peningkatan
aktivitas koagulasi intrapleural. Jalur plasminogen activator inhibitor-1 (PAI-1) adalah
mekanisme penting lainnya yang dievaluasi dalam konteks pleurodesis. Plasminogen
activator inhibitor-1 (PAI-1) mengurangi aktivitas fibrinolitik di rongga pleura dengan
menghambat kerja urokinase dan tPA yang selanjutnya mengubah plasminogen
menjadi plasmin. Produksi PAI oleh sel mesothelial sangat distimulasi oleh TGF-β.
Gen target dikirim oleh adenovirus rekombinan dan diikuti oleh cedera pleura yang
diinduksi tetrasiklin. Ekspresi berlebih PAI-1 itu sendiri bukanlah penyebab cedera
pleura, efusi, atau fibrosis tetapi secara signifikan meningkatkan cedera pleura,
pembentukan adhesi, dan kepadatan jumlah adhesi yang diinduksi oleh tetrasiklin.
Peran kaskade koagulasi dalam proses pleurodesis seperti pada gambar dua. 20-25
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
22

Gambar 2. Peran kaskade koagulasi pada pleurodesis.


Dikutip dari (21)
Dalam kondisi fisiologis terdapat keseimbangan antara fibrinogenesis dan
fibrinolisis di rongga pleura. Keseimbangan ini ditentukan oleh pelepasan
berkelanjutan dari tissue plasminogen activator (tPA) dan plasminogen activator
inhibitor-1 (PAI-1) dari sel mesothelial pleura. Aplikasi agen skerosis intrapleural
menghasilkan penurunan aktivitas fibrinolisis dan peningkatan aktivitas koagulasi
intrapleural. Proses ini mengarah pada pembentukan jala fibrin. Garis padat mewakili
stimulasi, garis putus-putus mewakili hambatan; panah dengan coretan ganda mewakili
mekanisme yang secara signifikan memblokir jalur fisiologis. Gambar dua tersebut
adalah diagram sederhana yang menunjukkan jalur utama fibrinolysis dan
fibrinogenesis selama pleurodesis kimiawi. Mekanisme sebenarnya mungkin
berlangsung lebih kompleks.20-25
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
23

c. Fibrogenesis dan fibrolisis


Fibrogenesis dan fibrolisis adalah proses yang terlibat dalam regulasi fibrosis
dan komposisi matriks ekstraseluler. Fibrogenesis mengacu pada pembentukan dan
proliferasi serat atau jaringan fibrosa yang terkait dengan penyembuhan luka,
regenerasi, dan mencegah kerusakan jaringan akibat peradangan, nekrosis, dan
pelepasan lisin. Selama pleurodesis, fibrogenesis terjadi pada tahap akhir pembentukan
simfisis pleura dan melibatkan perekrutan dan proliferasi fibroblast yang menghasilkan
kolagen dan komponen matriks ekstraseluler. Hal ini menyebabkan penggantian adhesi
pleura fibrin yang baru berkembang dan halus yang terbentuk sebagai akibat awal dari
ketidakseimbangan antara koagulasi dan fibrinolisis oleh ikatan yang lebih kuat dari
serat kolagen padat. Proses ini idealnya menghasilkan perlengketan total dari rongga
pleura. Banyak faktor pertumbuhan yang mempengaruhi fungsi fibroblast telah
terdeteksi di rongga pleura pasien yang dirawat dengan pleurodesis termasuk
diantaranya adalah platelet-derived growth factor (PDGF), basic fibroblast growth
factor (bFGF), hepatocyte growth factor (HGF) dan TGF-β. 20-25
Platelet-derived growth factor (PDGF) disintesis oleh berbagai tipe sel, namun
sumber utama PDGF pada pleura kemungkinan adalah
pleural mesothelial cells (PMCs). Platelet-derived growth factor (PDGF) memainkan
peran penting dalam pembelahan fibroblast dengan melewatkan pos pemeriksaan G1
dalam siklus sel. Ini menunjukkan aktivitas pleiotropik termasuk kemotaksis,
proliferasi, dan percepatan matriks ekstraseluler serta pembentukan kolagen. Semua
efek di atas mungkin penting untuk pleurodesis yang efisien. 20-25
Basic fibroblast growth factor (bFGF), juga dikenal sebagai fibroblast growth
factor-2 (FGF-2) adalah anggota keluarga fibroblast growth factor yang mungkin
memainkan peran penting dalam pleurodesis. Basic fibroblast growth factor (bFGF)
diproduksi oleh sel normal, tetapi juga oleh sel mesothelial ganas. Dalam kondisi
fisiologis, bFGF diikat oleh proteoglikan, dan dapat dilepaskan setelah degradasi
matriks ekstraseluler oleh sel inflamasi. Dalam model sel yang tidak terkait dengan
pleurodesis, sintesisnya dirangsang oleh TNF-α, TGF-β, dan sel induk. Efek biologis
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
24

utama bFGF adalah stimulasi pembentukan pembuluh darah baru. Peran fibrinogenesis
dan fibrolisis seperti pada gambar tiga.20-25

Gambar 3. Peran fibrinogenesis dan fibrolisis pada pleurodesis.


Dikutip dari (21)
Fibrogenesis terjadi pada tahap akhir pembentukan simfisis pleura dan
melibatkan perekrutan dan proliferasi fibroblast yang menghasilkan kolagen dan
komponen matriks ekstraseluler untuk menggantikan adhesi pleura fibrin yang halus
oleh serat kolagen yang lebih kuat dan padat.. Garis padat pada gambar tiga mewakili
stimulasi, garis putus-putus mewakili hambatan. Belum ada penelitian tentang efek
pleurodesis pada aktivitas HGF atau potensi efek profibrinogenik dari antibodi anti-
HGF di rongga pleura. Dapat dihipotesiskan bahwa penghambatan HGF dapat
meningkatkan fibrogenesis pleura yang diprakarsai oleh agen sclerosis. 20-25
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
25

d. Angiogenesis dan angiostasis


Angiogenesis adalah proses dimana kapiler baru dibuat dari pembuluh yang
sudah ada sebelumnya, sedangkan angiostasis adalah aktivitas pengaturan negatif dari
proses tersebut. Kedua proses tersebut memainkan peran penting dalam berbagai
kondisi fisiologis dan patologis misalnya penyembuhan luka dan pertumbuhan tumor.
Ada bukti bahwa angiogenesis terlibat dalam pleurodesis dan pembentukan cairan
pleura. Efek ini dimediasi oleh endostatin, sebuah fragmen terminal C dari kolagen
XVIII yang dihasilkan oleh pembelahan proteolitiknya yang secara spesifik
menghambat angiogenesis melalui gangguan migrasi sel endotel, menginduksi
penangkapan siklus sel dan apoptosis. Peran angiogenesis dan angiostasis seperti pada
gambar empat. 20-25

Gambar 4. Peran angiogenesis dan angiostasis pada pleurodesis.


Dikutip dari (21)
Pleurodesis tidak hanya menghasilkan bekas luka perbaikan, tetapi juga
jaringan ikat yang bervaskularisasi dan dipersarafi yang menciptakan kontinuitas
antara pleura visceral dan parietal. Peran vascular endothelial growth factor (VEGF)
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
26

ambigu dimana VEGF mengaktifkan sel endotel yang merangsang pembentukan


pembuluh darah baru dan menginduksi pembentukan adhesi tetapi pada saat yang sama
VEGF adalah salah satu sitokin paling kuat yang meningkatkan permeabilitas vaskular
dan menginduksi pembentukan cairan pleura. Keseimbangan angiogenesis angiostasis
berubah seiring waktu proses. Garis solid melambangkan stimulasi, garis putus-putus
melambangkan hambatan. Efek dua arah dan efek tergantung dosis pada produksi
endostatin diamati.20-25

4. Respons pleurodesis
Jenis tumor yang menyebar ke permukaan pleura berperan menentukan respon
terhadap pleurodesis, terlepas dari agen sklerosis yang digunakan. Efusi ganas akibat
mesothelioma dan kanker paru-paru sangat rentan menyebabkan kegagalan
pleurodesis, sementara hasil tampaknya lebih baik pada pasien dengan kanker payudara
atau ovarium. Hasil yang baik serupa diperoleh dengan pleurodesis pada pasien
limfoma. Paru yang terperangkap atau trapped lung relatif umum terjadi pada
mesothelioma dan tumor metastasis paru sebagai akibat dari restriksi pleura viseral
(mesothelioma) atau obstruksi endobronkial (kanker paru). Beban tumor yang tinggi di
rongga pleura berhubungan negatif dengan hasil pleurodesis. Peluang keberhasilan
pleurodesis menurun dengan meningkatnya beban tumor pleura yang diamati selama
thoracoscopy. Mekanisme biologis lain juga mungkin terlibat dalam kegagalan
pleurodesis terutama pada mesothelioma mungkin dikarenakan beban tumor yang
tinggi membahayakan peran sel mesothelial normal dalam mencapai simfisis pleura
yang baik. Kriteria respons pleurodesis seperti pada tabel lima. 26,27
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
27

Tabel 5. Kriteria respons pleurodesis.


Kriteria respon
Respons lengkap atau complete response (CR)
Tidak ada akumulasi kembali cairan dalam 30 hari pertama seperti yang ditentukan oleh
pemeriksaan klinis & rontgen dada.

Respons sebagian atau partial response (PR)


Gejala, kekambuhan cairan minimal, tidak memerlukan aspirasi dalam periode evaluasi awal
30 hari.

Kegagalan pengobatan atau treatment failures (TF)


Akumulasi kembali cairan pleura membutuhkan aspirasi ulang cairan dalam waktu kurang
dari 30 hari.
Dikutip dari (26)
Diperkirakan hingga 15% pasien kanker paru pada awalnya akan datang dengan
efusi pleura ganas (EPG) dan sebanyak 46% akan muncul efusi pleura pada kemudian
hari. Pasien kanker payudara stadium lanjut, efusi dapat terjadi pada setengah dari
semua jumlah pasien. Gejala terpenting yang terkait dengan EPG adalah sesak napas.
Pendekatan tradisional untuk EPG mencoba menyatukan rongga pleura sehingga
menghilangkan ruang potensial di mana cairan dapat menumpuk dan menyebabkan
gejala sesak napas. Penyatuan rongga pleura dicapai dengan memasukkan agen
sklerosis ke rongga pleura, merangsang inflamasi dan fibrosis sambil mempertahankan
aposisi antara permukaan pleura viseral dan parietal. Beberapa agen sklerosis yang
berbeda telah digunakan dimana yang paling sering adalah bedak, tetrasiklin,
doksisiklin, bleomisin, dan perak nitrat. Bedak atau talk umumnya dianggap paling
efektif.26-27
Tetrasiklin merupakan agen yang paling sering digunakan di masa lalu namun
saat ini tidak lagi tersedia secara komersial. Bleomycin, doksisiklin HCl (Vibramycin),
atau tetrasiklin HCl (Hostacycline), dan bedak (talk) tetap menjadi agen yang paling
umum digunakan. Doksisiklin telah dianjurkan sebagai pengganti tetrasiklin namun
penelitian terbaru menunjukkan bahwa hingga dua pertiga dari pasien akan
memerlukan beberapa perawatan. Kebutuhan akan perawatan dalam penggunaan
doksisiklin ini kurang optimal pada pasien dengan harapan hidup yang terbatas. 26-28
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
28

5. Penanda biokomia efusi pleura


Berbagai parameter biokimia efusi pleura ganas dalam memprediksi hasil
pleurodesis masih kontroversial. Beberapa penelitian telah dipublikasikan dalam
literatur menyebutkan keberhasilan pleurodesis berhubungan dengan beberapa
parameter biokimia antara lain pH cairan pleura, glukosa, CRP, kolesterol, adenosine
deaminase (ADA) atau elastance. Konsentrasi glukosa yang rendah dan nilai pH dalam
cairan pleura dikaitkan dengan peningkatan beban tumor dan penurunan keberhasilan
pleurodesis. Nilai batas pH sebagai prediktor keberhasilan pleurodesis dilaporkan
bervariasi diantara beberapa penelitian, sedangkan akurasi prognostik dari kadar
glukosa masih dipertanyakan karena sensitivitasnya terhadap fluktuasi glukosa
serum.26-28

a. Lactate dehydrogenase
Lactate dehydrogenase (LDH) adalah enzim penting dari jalur metabolisme
anaerobik. Itu termasuk dalam kelas oksidoreduktase, dengan nomor komisi enzim EC
1.1.1.27. Fungsi enzim adalah untuk mengkatalisis konversi reversibel laktat menjadi
piruvat dengan reduksi NAD+ menjadi NADH dan sebaliknya. Enzim hadir dalam
berbagai organisme, termasuk tumbuhan dan hewan. Lactate dehydrogenase (LDH)
ada di semua jaringan dan berfungsi sebagai titik pemeriksaan penting glukoneogenesis
dan metabolisme DNA. Analisis LDH di seluruh spesies menunjukkan strukturnya
yang terpelihara dengan baik hanya dengan sedikit perubahan dalam urutan asam
amino di seluruh spesies. Kemiripan struktural dengan sedikit perubahan asam amino
memberikan landasan logis untuk merancang molekul fungsional untuk memodulasi
potensi katalitik dan ekspresi enzim.26-28
Aktivitas LDH telah banyak digunakan dalam analisis efusi pleura terutama
dalam membedakan antara transudat dan eksudat, serta membedakan antara efusi
maligna dan nonmalignant. Richterich dan Burger pada tahun 1963 melaporkan bahwa
pola isoenzim LDH dari efusi jinak mencerminkan pola serum, sedangkan efusi ganas
mengandung lebih banyak LDH-4 dan LDH-5. Sebaliknya, Light dan Ball pada tahun
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
29

1973 telah melaporkan bahwa efusi ganas ditandai dengan aktivitas enzim maksimal
di LDH-2, LDH-3 dan LDH-4, sedangkan efusi jinak ditandai dengan aktivitas enzim
maksimal LDH-4 dan LDH-5. Sebuah studi tentang cairan pleura dari 122 pasien di
Rumah Sakit Johns Hopkins pada tahun 1971 menunjukkan hasil secara umum efusi
pleura transudatif yang memiliki total LDH lebih rendah dari 200 U·L -1 atau 60% dari
nilai serum, menunjukkan persentase LDH-4 dan LDH-5 yang sedikit lebih tinggi
dibandingkan dengan nilai serum. Studi efusi eksudatif menunjukkan bahwa beberapa
efusi ganas memiliki pola isoenzim LDH yang berbeda dari eksudat jinak. Fraksi LDH-
2 sangat tinggi pada sekitar sepertiga dari efusi eksudatif ganas dengan penurunan yang
sesuai pada fraksi LDH-4 dan LDH-5. Tidak ada hubungan yang ditemukan antara pola
histologis keganasan dan pola isoenzim cairan pleura, selain itu tidak ada perbedaan
signifikan yang ditemukan dalam pola isoenzim LDH cairan pleura antara berbagai
kelompok efusi eksudatif jinak.26-28
Vergnon pada tahun 1984 menemukan peningkatan kadar isoenzim LDH-5
menjadi penanda yang baik untuk efusi pleura ganas, kecuali jika pleura terlibat oleh
limfoma ganas atau karsinoma paru sel kecil. Vergnon juga menyimpulkan bahwa
tindak lanjut dari tingkat isoenzim LDH-5 dalam cairan pleura tampaknya menjadi
penanda yang akurat dari evolusi efusi pleura ganas. Dev dan Joseph pada tahun 1994
menemukan perbedaan yang signifikan dalam LDH total, rasio cairan pleura / serum
LDH dan isoenzim LDH dimana nilainya minimal pada gagal jantung dan maksimal
pada empyema sedangkan pada keganasan dan kondisi eksudatif lainnya nilainya tidak
terlalu tinggi. Rasio aktivitas isoenzim LDH-5 antara cairan pleura dan serum
cenderung lebih tinggi pada efusi pleura yang berasal dari mesothelioma dibandingkan
pada mereka yang berasal dari tumor nonmesothelial. Perbandingan pola elektroforesis
LDH yang ditemukan dalam serum dan cairan pleura, merupakan alat yang berharga
dalam kerja diagnostik efusi pleura, terutama dalam diferensiasi antara asal maligna
dan nonmalignant dari cairan pleura. Lactate dehydrogenase (LDH) merupakan enzim
sitoplasma yang pada dasarnya ada di semua sistem organ, diperkirakan dilepaskan
hanya setelah kematian sel. Berbagai jenis sel sering dicirikan oleh profil isoenzim
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
30

LDH yang berbeda. Pola aktivitas isoenzim LDH dapat digunakan untuk melokalisasi
kerusakan sel. Dalam bronchoalveolar lavage fluid (BALF) aktivitas LDH dan pola
isoenzimnya memberikan indikasi langsung kerusakan sel paru. Penelitian kedepannya
harus fokus pada sel paru spesifik yang berkontribusi pada peningkatan LDH local dan
dampak LDH intra-alveolar pada LDH serum. Skrining BALF dengan uji biokimia
yang relatif sederhana dan mapan telah terbukti berguna sebagai indikator kurangnya
cedera paru dan nilai dalam evaluasi kerusakan terutama pada penelitian pada hewan.
Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk menentukan batas kegunaan skrining BALF
untuk mendeteksi respon inflamasi akut di paru, dan untuk menilai hubungan antara
aktivitas LDH dan keparahan dan prognosis penyakit paru. Selain itu, perlu untuk
menentukan apakah perubahan dalam komposisi isoenzim laktat dehidrogenase dalam
efusi pleura dan BALF, yang diamati pada penelitian sebelumnya, dibatasi pada
penyakit paru-paru tertentu atau apakah mereka mewakili pola yang lebih umum dari
kelainan profil isoenzim laktat dehidrogenase.26-28
Lactate dehydrogenase (LDH) merupakan penanda peradangan atau cedera sel,
begitu juga dengan penanda patologis yang sensitif, tetapi tidak spesifik. Kadar LDH
lebih dari tiga kali batas atas normal (> 1.000 U / L) sering menjadi indikasi infeksi
pleura. Kadar LDH yang tinggi juga dapat dikaitkan dengan rheumatoid pleurisy,
tuberculous pleurisy, atau keganasan. Pasien dengan LDH pleura rendah mungkin
dianggap cocok untuk tindakan yang memberikan efek berkelanjutan pada pencegahan
akumulasi cairan pleura ulang seperti pleurodesis kimiawi atau kateter pleura
terowongan. Thoracentesis terapeutik berulang atau perawatan suportif terbaik (BSC)
dapat disediakan untuk mereka dengan LDH pleura tinggi.26-28
Lactate dehydrogenase (LDH) merupakan enzim seluler yang ada di mana-
mana, tingkatnya meningkat sebagai akibat dari cedera jaringan secara nonspesifik.
Oleh karena itu, LDH meningkat dalam beberapa kondisi klinis. Namun, tingginya
tidak proporsional dan terisolasi. Lactate dehydrogenase (LDH) serum khusus untuk
kelompok diagnostik tertentu seperti pasien sepsis dan kanker. Ini adalah penanda
prognosis yang buruk dalam kondisi ini. Tingkat LDH pleura yang tinggi di rongga
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
31

pleura berhubungan dengan kelangsungan hidup yang pada kelompok pasien dengan
kanker campuran meskipun mekanisme yang mendasari tidak sepenuhnya dipahami.
Peningkatan regulasi enzim LDH untuk memungkinkan penggunaan glikolisis yang
lebih istimewa daripada fosforilasi oksidatif untuk energi oleh sel tumor. Tingkat
glikolisis yang tinggi menguntungkan sel yang sedang tumbuh karena mampu
menghasilkan adenosin trifosfat (ATP) jauh lebih cepat daripada fosforilasi oksidatif.
Mekanisme kelangsungan hidup yang buruk berhubungan dengan kadar LDH tinggi
dan nekrosis tingkat tinggi di rongga pleura.26-28
Lactate dehydrogenase (LDH) pleura yang tinggi (> 1500 IU/L) memprediksi
kelangsungan hidup yang lebih pendek (kurang dari satu tahun) pada pasien dengan
adenokarsinoma paru yang datang dengan EPG pada saat diagnosis awal. Penanda ini
dapat diterapkan secara klinis untuk memilih modalitas terapeutik yang diarahkan pada
pencegahan akumulasi kembali efusi pleura. Pasien dengan LDH pleura rendah
mungkin dianggap cocok untuk tindakan yang memberikan efek berkelanjutan pada
pencegahan akumulasi ulang seperti pleurodesis kimiawi atau kateter pleura
terowongan. Thoracentesis terapeutik berulang atau perawatan suportif terbaik / best
supportive care (BSC) dapat disediakan untuk mereka dengan LDH pleura tinggi. 26-28

b. Kadar glukosa dan pH


Glukosa dan pH cairan pleura termasuk dalam pedoman klinis yang umum
digunakan untuk pemeriksaan efusi pleura. PH cairan pleura ditentukan oleh asam yang
dihasilkan dari metabolisme glukosa sel di dalam rongga pleura, serta keluarnya asam
tersebut dan masuknya glukosa ke seluruh membran pleura. Difusi di seluruh pleura
dapat dipengaruhi pada keadaan inflamasi akut misalnya infeksi, kondisi fibrotik kronis
misalnya rheumatoid pleurisy, dan infiltrasi tumor pada keganasan pleura. PH rendah
paling sering digunakan secara klinis untuk memandu kebutuhan drainase chest tube
dari efusi parapneumonik. Beberapa penelitian juga menunjukkan bahwa pH rendah
dan glukosa memprediksi kegagalan pleurodesis dan prognosis yang lebih buruk pada
efusi pleura ganas.29,30
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
32

Berbagai tingkat batas untuk pH dan glukosa telah digunakan di seluruh


literatur. Paling umum pH 7,20 digunakan untuk memandu drainase pada infeksi pleura
dan pH antara 7,20 dan 7,30 dianggap prognostik pada keganasan pleura. Pedoman
British Thoracic Society (BTS) dan American College of Chest Physicians (ACCP)
untuk infeksi pleura merekomendasikan drainase cairan pleura jika pH <7.20. Kadar
glukosa ekuivalen yang dianggap rendah adalah <3,30 mmol / L (60 mg/dL). 29-31
Model penelitian in vitro dan in vivo menunjukkan penurunan yang signifikan
pada pH dan glukosa cairan pleura dengan adanya bakteri, sel polimorfonuklear dan
sel ganas. Secara in vivo, kadar yang diukur berhubungan dengan tingkat aktivitas
metabolik pada efusi dan disfungsi membran pleura. Diduga bahwa pH menurun lebih
awal dengan adanya inflamasi yang signifikan, diikuti dengan penurunan glukosa.
Pembentukan ion hidrogen dari metabolisme glukosa terus berlanjut selama glukosa,
substrat yang diperlukan, tersedia, yang bergantung pada masuknya glukosa melintasi
membran pleura. Perlintasan glukosa melewati membran pleura kemungkinan besar
dipengaruhi oleh derajat penebalan membran pleura yang bervariasi tergantung pada
etiologi yang mendasari.29-31
Pengukuran pH cairan pleura meningkatkan diagnosis, mempercepat terapi,
dan menentukan prognosis pada banyak kasus efusi pleura yang tidak diketahui
penyebabnya. PH cairan pleura kurang dari 7,3 dapat menunjukkan efusi eksudatif
akibat keganasan, empyema, penyakit jaringan ikat (rheumatoid arthritis, tuberkulosis,
dan ruptur esofagus), atau hemotoraks. PH cairan pleura kurang dari 7,3 pada efusi
parapneumonik biasanya memerlukan drainase chest tube, tetapi pH cairan pleura lebih
dari 7,3 dapat diatasi dengan terapi antibiotik. Faktor yang mungkin berkontribusi
terhadap pH rendah dari efusi ganas meliputi: pertama aktivitas metabolisme cairan
pleura termasuk leukosit dan sel ganas bebas, kedua metabolisme membran pleura
terutama oleh sel-sel ganas, dan ketiga transportasi abnormal produk metabolik
melintasi membran pleura yang terkena tumor dan fibrosis dimana kemungkinan
dimodulasi oleh volume cairan yang besar.29-31
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
33

Efusi pleura dengan pH rendah cenderung terjadi pada kondisi terjadi


peningkatan PCO2 dan peningkatan rasio laktat / piruvat dengan perubahan timbal balik
dalam konsentrasi glukosa. Metabolisme glukosa dengan pembentukan asam laktat
atau CO2 terutama bertanggung jawab untuk produksi asam ini. Pada membran pleura
normal produk akhir metabolisme glukosa ini dapat berdifusi dengan mudah dari ruang
pleura dengan mempertahankan pH> 7,30. Pada pleura abnormal baik karena
peradangan akut atau kronis maupun karena infiltrasi tumor atau fibrosis, asam yang
dihasilkan tidak lagi mampu keluar pada tingkat yang diinginkan dan terakumulasi
dalam rongga pleura dan menyebabkan pH cairan pleura turun. 29-31
Banyak model eksperimental telah dikembangkan untuk mempelajari
mekanisme asidosis cairan pleura. Kadar glukosa cairan pleura yang rendah dan
asidosis cairan pleura berhubungan dengan inflamasi pleura yang parah dan aktivitas
seluler yang meningkat, terutama leukosit cairan pleura, yang meningkatkan produksi
asam dimana hal ini umum terjadi pada empiema, rheumatoid pleurisy, tuberculosis,
dan karsinoma. Akumulasi karbon dioksida dan laktat berkontribusi pada asidosis.
Peningkatan kadar karbon dioksida adalah efek sekunder dari peningkatan produksi
permukaan pleura, peningkatan produksi cairan pleura, penurunan transportasi
karbondioksida melintasi permukaan pleura, dan peningkatan glikolisis leukosit cairan
pleura. Peningkatan kadar laktat cairan pleura adalah pertama hasil dari peningkatan
glikolisis dalam neutrophil dimana mirip dengan yang terjadi pada cairan sinovial
reumatoid, kedua perubahan aktivitas metabolisme cairan pleura, dan ketiga
metabolisme bakteri.29-33
Pengangkutan glukosa dan gas melintasi membran pleura perlu perlu dievaluasi
karena pH rendah pada efusi maligna kadar glukosa dan PO 2 cenderung rendah
sedangkan PCO2 cenderung meningkat. Pemberian glukosa intravena yang
mengakibatkan peningkatan glukosa cairan pleura pada kondisi normal tetapi tidak
menghasilkan peningkatan kadar glukosa cairan pleura pada kondisi efusi pleura
dengan pH rendah menunjukkan bahwa terjadi penghambatan transportasi glukosa dari
darah ke rongga pleura. Fenomena tersebut dijelaskan pada kondisi efusi pleura
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
34

rheumatoid. Penghambatan transportasi glukosa ini bertanggung jawab untuk glukosa


rendah dalam efusi dengan pH rendah karena aktivitas metabolisme yang terjadi serupa
pada kondisi cairan pleura pH normal maupun rendah dan glukosa cairan pleura tidak
menurun setelah instilasi intrapleural pada efusi pleura dengan pH rendah. Patogenesis
penyebab kadar glukosa cairan pleura rendah disebutkan bahwa pada efusi maligna pH
rendah, konsentrasi glukosa menjadi rendah karena penurunan transportasi dan
pemanfaatan ruang pleura. Metabolisme glukosa menghasilkan laktat dan CO 2. Produk
akhir ini menumpuk di rongga pleura karena aliran keluar terhalang oleh membran
abnormal sehingga ion hidrogen terakumulasi dan pH turun. 29-33
Pengukuran glukosa biasa dilakukan pada sampel cairan pleura. Glukosa cairan
pleura diukur pada awal thoracentesis. Konsentrasi glukosa yang lebih besar dari 95
mg / dL hampir selalu dikaitkan dengan transudat. Konsentrasi yang lebih rendah
dilaporkan pada eksudat dengan infeksi dan keganasan tetapi konsentrasi glukosa
sangat bervariasi pada eksudat yang tumpang tindih dengan banyak penyakit.
Konsentrasi glukosa cairan pleura dalam transudat sama dengan kadar glukosa darah
namun konsentrasi asam urat meningkat dalam transudat dibandingkan dengan
eksudat.30-33
Capillary bed paru terdiri dari jaringan non-spesifik yang memiliki pori-pori
kecil yang menampung molekul hingga berat molekul 1000. Dengan demikian,
molekul glukosa dengan berat molekul 180 harus dengan mudah melewati antara cairan
pleura dan plasma. Jika tidak ada blok dalam pengangkutan glukosa dari darah ke
rongga pleura, konsentrasi glukosa cairan pleura sama seperti di plasma. Oleh karena
itu kadar glukosa pleura dalam transudat sama dengan plasma. Penyebab penurunan
kadar glukosa pada efusi pleura adalah karena gangguan inflamasi seperti tuberkulosis,
keganasan, efusi parapneumonik, rheumatoid pleurisy, ruptur esofagus dan empiema.
Penyebab langka lainnya adalah paragonimiasis, haemothorax, Churg - Sindrom
Strauss dan kadang lupus pleuritis. Efusi tuberkulosis dan maligna memiliki kadar
glukosa pleura di bawah 60 mg / dL. Ada dua alasan yaitu penggunaan glukosa yang
berlebihan oleh cairan pleura dan penebalan pleura yang menyebabkan cacat
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
35

transportasi glukosa. Terjadi asidosis cairan pleura pada efusi tuberkulosis dan maligna
dan penyebab asidosis ini adalah akumulasi asam laktat dan karbondioksida terlarut
sebagai produk akhir metabolisme glukosa. Efusi asam memiliki glukosa dan pH
rendah dan laktat tinggi. Melakukan pemeriksaan baik pH atau glukosa cairan pleura
akan memberikan informasi yang sama di lebih dari 90% kasus. 30-33

6. Prediktor respons pleurodesis


Studi yang berbeda mencoba menjelaskan prediktor respons pleurodesis untuk
efusi pleura ganas pada kondisi klinis yang berbeda dan terkait dengan faktor yang
berbeda. Hasil dari banyak studi yang tersedia dalam literatur sangat bervariasi.
Distribusi statistik efusi ganas di antara berbagai jenis kanker dalam penelitian ini mirip
dengan yang ada di literatur. Penyebab utama efusi ganas adalah karsinoma paru diikuti
oleh karsinoma payudara. Adenokarsinoma paru merupakan karsinoma paru yang
paling umum menjalani pleurodesis untuk efusi pleura ganas. 29-32
Prediktor respons pleurodesis untuk efusi ganas masih merupakan bidang studi
yang kontroversial karena tampaknya masih spesifik di masing-masing institusi. Perlu
analisis mendalam untuk menentukan faktor-faktor yang menyebabkan pleurodesis
sukses secara umum. Pemahaman yang lebih baik diperlukan karena mengetahui
bahwa tingkat respons pleurodesis pada beberapa penelitian di seluruh dunia belum
terlalu jelas. Analisis yang dilakukan selama periode waktu yang lebih lama dan dalam
skala yang lebih besar diperlukan untuk meningkatkan kekuatan statistik dan
menghasilkan hasil yang konsisten yang dapat digunakan sebagai database untuk
memperbaiki kinerja prosedur ini. Hubungan positif dan negatif antara faktor yang
berbeda dan respons pleurodesis penting untuk diungkapkan. Asosiasi positif dapat
mengarah pada penerapan teknik pemasangan pleurodesis yang lebih baik serta
pedoman khusus untuk indikasi kinerjanya. Hasil negatif dapat mengarahkan kita
dalam pemilihan metode ke kriteria yang lebih efektif misalnya karena agen sklerotik
yang berbeda menghasilkan tingkat respons yang berbeda pula. Biaya serta
ketersediaan mungkin menjadi faktor yang lebih penting dalam pemilihan agen
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
36

sklerotik yang akan digunakan. Respons pleurodesis ditentukan dengan mengamati


apakah cairan terjadi kembali dalam 4 minggu setelah penggunaan agen sklerotik.
Kadar glukosa, LDH dan pH cairan pleura awal dapat diandalkan untuk memprediksi
respons pleurodesis pada pasien dengan efusi pleura ganas. 29-32

7. Penelitian prediktor pleurodesis


Heffner pada tahun 2000 di South Carolina melakukan penelitian terhadap 433
pasien untuk menentukan akurasi prediksi parameter pH cairan pleura untuk
mengidentifikasi pasien dengan efusi pleura ganas yang akan gagal pleurodesis. Pada
penelitian ini pH cairan pleura merupakan satu-satunya prediktor independen dari
kegagalan pleurodesis (rasio odds, 4,46; interval kepercayaan 95% [CI], 2,69 hingga
7,45; p <0,0001). Didapatkan hasil spesifisitas dan nilai prediksi negatif untuk
kegagalan pleurodesis masing-masing melebihi 90% dan 80%, dengan nilai prediksi
positif 45.7% pada nilai pH <7.15. Shehatta pada tahun 2013 di mesir meneliti nilai
LDH cairan pleura awal, CRP dan karakteristik pH pada hasil pleurodesis untuk efusi
pleura ganas. Penelitian dilakukan terhadap 40 pasien dengan EPG yang dilakukan
pleurodesis dengan doxycycline. Setelah 4 minggu follow up, tingkat keberhasilan
pleurodesis adalah 62,5%. Dalam pleurodesis yang berhasil, protein cairan pleura total
awal, LDH cairan pleura dan CRP cairan pleura secara signifikan lebih rendah daripada
pleurodesis yang tidak berhasil, dengan nilai P masing-masing <0,05, <0,001, <0,05.
Nilai glukosa cairan pleura secara statistik sangat rendah pada kelompok pleurodesis
yang tidak berhasil (P <0,001). Penelitian ini mengungkapkan korelasi positif antara
LDH cairan pleura dan CRP serta protein cairan pleura dengan nilai P masing-masing
<0,01 dan <0,05, sedangkan korelasi negatif ditemukan antara LDH dan glukosa cairan
pleura dengan nilai P <0,01.32,34
Verma pada tahun 2012 di Singapura meneliti kinerja serum dan tingkat LDH
cairan pleura dalam memprediksi kelangsungan hidup pada pasien dengan
adenokarsinoma paru dengan gejala efusi pleura ganas (EPG) pada diagnosis awal.
Laktat dehidrogenase (LDH) cairan pleura yang tinggi (> 1500 IU / L) memprediksi
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
37

kelangsungan hidup yang lebih singkat (kurang dari satu tahun) pada pasien dengan
adenokarsinoma paru yang datang dengan EPG pada saat diagnosis awal. Penanda ini
dapat diterapkan secara klinis untuk memilih modalitas terapeutik yang diarahkan pada
pencegahan akumulasi kembali MPE. Pasien dengan LDH pleura rendah mungkin
dianggap cocok untuk tindakan yang memberikan efek yang lebih berkelanjutan pada
pencegahan akumulasi ulang seperti pleurodesis kimiawi atau tunneled pleural
catheter. Pantazopoulos et al pada tahun 2014 di Yunani melakukan penelitian untuk
menilai apakah eksklusi pasien dengan kondisi yang dapat menyebabkan fluktuasi
besar glukosa serum, akan meningkatkan akurasi penggunaan kadar glukosa cairan
pleura dalam memprediksi hasil pleurodesis pada pasien dengan efusi pleura maligna
yang mengalami pleurodesis bleomisin. Pada penelitian ini glukosa cairan pleura
adalah satu-satunya prediktor independen untuk hasil pleurodesis dan dengan titik
potong 65 mg/dl memiliki sensitivitas tinggi 90,7% dengan spesifisitas 76,8% (p
<0,001). Model regresi yang menunjukkan akurasi prediksi tertinggi termasuk glukosa
cairan pleura dan albumin (sensitivitas 89,3%, spesifisitas 84,5%, p <0,001). Produk
glukosa dan albumin kurang dari 152 dapat memprediksi kegagalan pleurodesis dengan
sensitivitas 88,9% dan spesifisitas 82,8% (p <0,001).35,36
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
38

D. KERANGKA TEORI

Efusi pleura ganas adalah kondisi umum yang terjadi pada 500 - 700 orang per
juta populasi setiap tahun. Beban efusi pleura ganas meningka seiring dengan
peningkatan prevalensi kanker dan dengan perbaikan dalam terapi sistemik yang
memungkinkan banyak pasien untuk hidup lebih lama. Penyebaran sel kanker di
rongga pleura adalah ciri biologis keganasan yang sangat metastasis, terlepas dari
neoplasma primer dan pedoman saat ini menyebutkan kelangsungan hidup rata-rata 3-
12 bulan. Pleurodesis , prosedur yang paling umum digunakan untuk mengobati efusi
pleura ganas, mencegah akumulasi cairan melalui induksi inflamasi pleura dan fibrosis,
berhasil pada sekitar 70% pasien yang diperiksa dalam 1 bulan. 30,33,37

1. Lactate dehydrogenase cairan pleura


Lactate dehydrogenase (LDH) adalah enzim seluler yang ada di hampir semua
jaringan tubuh dimana kadarnya meningkat sebagai akibat dari cedera jaringan secara
nonspesifik. Oleh karena itu, LDH meningkat dalam beberapa kondisi klinis namun
tingginya tidak proporsional dan terisolasi. LDH serum khusus untuk kelompok
diagnostik tertentu seperti pasien sepsis dan kanker dimana merupakan penanda
prognosis yang buruk. Tingkat LDH pleura yang tinggi di rongga pleura dan
hubungannya dengan kelangsungan hidup yang buruk telah dijelaskan pada kelompok
kanker campuran meskipun mekanisme yang mendasari tidak sepenuhnya dipahami.
Peningkatan regulasi enzim LDH untuk memungkinkan penggunaan glikolisis yang
lebih istimewa daripada fosforilasi oksidatif untuk energi oleh sel tumor telah
dijelaskan. Tingkat glikolisis yang tinggi menguntungkan untuk pertumbuhan sel
karena mampu menghasilkan adenosin trifosfat (ATP) jauh lebih cepat daripada
fosforilasi oksidatif. Mekanisme kelangsungan hidup yang buruk adalah hubungan
antara kadar LDH tinggi dengan nekrosis tingkat tinggi di pleura. rongga. Temuan kami
mengkonfirmasi hubungan antara LDH pleura dan prognosis pada populasi Asia yang
terkena adenokarsinoma paru dengan EPG dan menunjukkan validitas LDH pleura
sebagai prediktor kelangsungan hidup pada populasi ini. Lactate Dehydrogenase
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
39

(LDH) cairan pleura menggambarkan permeabilitas membran yang bisa dipakai


pedoman untuk melihat tingkat inflamasi dari membran tersebut. Dengan kata lain
LDH bisa dipakai sebagai sarana evaluasi aktifitas penyakitnya. Meskipun demikian
LDH tidak bisa dipakai sebagai pedoman untuk diagnostik penyebabnya. Nilai LDH
yang tinggi menandakan telah terjadi proses inflamasi yang luas, adanya inflamasi
akut, nekrosis, dan kematian sel di dalam rongga pleura. Sehingga nilai LDH cairan
pleura dapat dipakai untuk menilai beratnya kerusakan akibat infiltrasi sel tumor
didalam rongga pleura.18 Penelitian ini menunjukkan bahwa nilai LDH penderita
dengan kategori pleurodesis berhasil lebih rendah jika dibandingkan dengan nilai LDH
pada pleurodesis yang tidak berhasil.30-35,37

2. Kadar glukosa cairan pleura


Pada efusi tuberkulosis dan ganas, terjadi produksi asam laktat dan karbon
dioksida yang berlebihan karena penggunaan glukosa dan oksigen yang berlebihan.
Penurunan pH cairan pleura dan peningkatan karbon dioksida cairan pleura memiliki
hubungan linier yang signifikan dengan penurunan PO 2, peningkatan protein dan
penurunan glukosa dalam cairan pleura. Ini menunjukkan kebocoran protein serum ke
dalam rongga pleura dan penggunaan glukosa yang berlebihan relatif terhadap defek
transpor konsentrasi glukosa cairan pleura yang rendah dalam cairan asidosis dari efusi
tuberkulosis dan maligna. A de Pablo et al pada tahun 1997 menyatakan bahwa pasien
dengan sisa penebalan pleura lebih atau sama dengan 10 pada tuberkulosis memiliki
kadar glukosa yang sangat rendah.30,37,38
Light RW et al pada tahun 1980 menyatakan bahwa pasien dengan komplikasi
parapneumonic effusion memiliki glukosa dan pH yang rendah serta LDH yang tinggi.
Pasien dengan glukosa cairan pleura 40 mg / dL dan pH di bawah 7,0 mengalami efusi
parapneumonik yang rumit dan harus segera dilakukan torakotomi. Glukosa pleura di
atas 40 mg / dL memiliki efusi parapneumonik yang rumit atau tanpa komplikasi. Sahn
dan Light pada tahun 1989 mengusulkan bahwa jika pH pleura di atas 7,30, glukosa 60
mg / dL dan nilai LDH di bawah 1000 IU / L, efusi parapneumonik tidak rumit dan
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
40

drainase bedah tidak diperlukan. Kadar glukosa pleura yang rendah selalu terlihat pada
empiema dengan kadar yang sangat rendah terjadi dengan frekuensi tertentu.
Mekanisme utama untuk ini adalah peningkatan pemanfaatan glukosa oleh konstituen
cairan pleura, yaitu, bakteri penggandaan dan leukosit fagositosis. Kadar glukosa
pleura yang sangat rendah yaitu kurang dari 10 mg / dL hampir terlihat pada efusi
reumatoid. Hal ini karena konsentrasi glukosa cairan pleura dalam cairan pleura
asidosis berkorelasi dengan derajat asidosis cairan pleura daripada keadaan penyakit
itu sendiri. Sementara Light RW pada tahun 1973 telah menyarankan bahwa akumulasi
produk akhir glukosa yang dihasilkan dari metabolisme pleura mungkin berkontribusi
pada pH rendah dari efusi rheumatoid. Penghambatan eflux terhadap H+ oleh
rheumatoid pleura merupakan faktor yang lebih penting untuk tingkat glukosa yang
rendah. Kadar glukosa pleura juga menunjukkan hasil dari pleurodesis pada efusi
pleura ganas. Kadar glukosa pleura di bawah 60 mg / dL dikaitkan dengan kegagalan
pleurodesis.30,37,38
Dalam patogenesis penyebab glukosa cairan pleura rendah, pada efusi pleura
maligna kadar pH rendah menyebabkan konsentrasi glukosa cairan pleura menjadi
rendah karena penurunan transportasi dan pemanfaatan ruang pleura. Metabolisme
glukosa menghasilkan laktat dan CO2. Produk akhir ini menumpuk di rongga pleura
karena aliran keluar terhalang oleh membran abnormal. Dengan demikian, ion
hidrogen terakumulasi dan pH turun. Pemeriksaan glukosa cairan pleura merupakan
alternatif dari pH dan telah terbukti berkorelasi kuat dengan parapneumonic. Namun
pada penelitian sebelumnya membandingkan pH cairan pleura dengan hubungan
glukosa.37,38
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
41

Akumulasi cairan
Di rongga pleura

Kriteria Light

Cairan pleura eksudatif

Efusi pleura ganas/ paramaligna

Evakuasi cairan pleura


dengan selang dada

Produksi cairan pleura Pleurodesis


minimal

Respons
Pleurodesis

Respons sebagian
atau
Respons lengkap Gagal terapi

Gambar 5. Kerangka teori


library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
42

E. KERANGKA KONSEP

Akumulasi cairan
Di rongga pleura

Kriteria Light

Cairan pleura eksudatif

Efusi pleura ganas/ paramaligna

Evakuasi cairan pleura


dengan selang dada

Produksi cairan pleura Pleurodesis


minimal

LDH Respons
Pleurodesis

Glukosa

Respons sebagian
atau
Respons lengkap
Gagal terapi

Analisis statistik

Keterangan:
Yang diteliti :

Gambar 6. Kerangka konsep


library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
43

F. HIPOTESIS PENELITIAN

1. Kadar LDH cairan pleura dapat memprediksi respons pleurodesis.


2. Kadar glukosa cairan pleura dapat memprediksi respons pleurodesis.

Anda mungkin juga menyukai