Anda di halaman 1dari 15

BAB II

KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kajian Pustaka
2.1.1 Model Pembelajaran Kooperatif
2.1.1.1 Pengertian Model Pembelajaran Kooperatif
Soekamto dalam Shoimin (2014:23) menjelaskan bahwa model pembelajaran
merupakan kerangka yang memuat prosedur sistematis dalam mengorganisasikan
pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu dan menjadi pedoman
perancang dan mengajar dalam merencanakan kegiatan belajar mengajar. Arends
(1997) dalam Shoimin (2014:23-24) menjelaskan bahwa model pembelajaran
termasuk tujuan, sintaks, lingkungan dan system pengelolaannya. Joyce, Weil and
Shower (1992) dalam Budiyanto (2016:9) menjelaskan bahwa model pembelajaran
memiliki makna yang lebih luas dari strategi, metode atau prosedur. Serta sarana
komunikasi yang penting dalam mengajar di kelas. Sedangkan menurut Trianto
dalam Akkas (2022) menjelaskan bahwa model pembelajaran merupakan
perencanaan sebagai pedoman dalam pembelajaran di kelas ataupun tutorial.
KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) menjelaskan bahwa kooperatif
bersifat Kerjasama. Huda (2013) dalam Ilfa (2015) menjelaskan bahwa
pembelajaran kooperatif merupakan proses belajar dalam kelompok degan
menguataman kerjasama dan bersistem reward. Rusman (2012) dalam Choiriyah
(2017) menjelaskan bahwa pembelajaran kooperatif adalah bentuk pembealjaran
yang belajar dan bekerja dalam kelompok kecil secara kolaboratif dengan
anggotanya dan bersifat heterogen. Isjoni (2014) dalam Yana (2019) menjelaskan
bahwa pembelajaran kooperatif merupakan pembelajaran yang dikerjakan secara
bersama-sama dengan membantu satu sama lainnya sebagai satu kelompok atau satu
tim. Yana (2019) menyimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif pelaksanannya
tidak harus belajar dari guru namun siswa dapat saling membelajarkan. Tampubolon
(2014) dalam Choiriyah (2017) memperjelas bahwa pembelajaran kooperatif
menekankan pada sikap dan intelektual sehingga mencapai tujuan pembelajaran.
Dari pengertian yang diuraikan tersebut dapat disimpulkan bahwa model
pembelajaran merupakan kerangka ataupun prosedur yang terkonsep dan sistematis
dalam menyelenggarakan pembelajaran dikelas untuk mencapai tujuan belajar
tertentu. Sedangkan, Pembelajaran kooperatif merupakan pembelajaran yang

1
menekankan sikap maupun intelektual siswa dengan melibatkan siswa didalam
kelompok secara kolaborasi dan bersifat heterogen tanpa harus belajar dari guru.

2.1.1.2 Ciri-ciri Model Pembelajaran Kooperaif


Menurut Budiyanto (2016:10) menjelaskan bahwa ada 4 ciri model
pembelajaran yakni: 1) rasional teori yang logis dari pengembangnya; 2) landasan
pemikiran tentang tujuan pembelajaran yang akan dicapai; 3) tingkah laku mengajar
diperlukan; 4) adanya lingkungan belajar. Sedangkan, menurut Hidayat (2016)
dalam Akkas (2022) menjelaskan ciri-ciri model pembelajaran secara umum yaitu:
1) memiliki prosedur yang sistematis; 2) adanya hasil belajar yang ditetapkan secara
khusus; 3) penetapan lingkungan belajar; 4) adanya ukuran keberhasilan; 5) adanya
interaksi dengan lingkungan. Selain itu, Twelker dalam Akkas (2022) menjelaskan
beberapa ciri utama dalam model pembelajarna yakni meliputi perencanaan,
pengembangan dan mengevaluasi sistem. Dari beberapa pendapat tersebut dapat
disimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif memiliki ciri antara lain:
sistematis dan rasional dari pengembangannya, memiliki tujuan pembelajaran yang
akan dicapai secara khusus, adanya aktivitas belajar yang dihadirkan serta adanya
interaksi dengan lingkungan belajar dari ciri ini meliputi perencanaan,
pengembangan and evaluasi sistem.

2.1.1.3 Tujuan Model Pembelajaran Kooperaif


Ada beberapa tujuan tujuan pembelajaran kooperatif menurut Budiyanto
(2016:12) menjelaskan bahwa tujuan pembelajaran kooperatif meliputi hasil belajar,
penerimaan keanekaragaman dan pengembangan keterampilan sosial. Hal ini juga
diperkuat oleh Arends dalam Yana (2019) yakni prestasi akademik, penerimaan
keberagaman dari semua unsur dan pengembangan keterampilan sosial. Sedangkan
Menurut Isjoni (2017) dalam Choiriyah (2017) menjelaskan bahwa tujuan
pembelajaran kooperatif yakni siswa belajar berkelompok dengan saling menghargai
dan memberikan kesempatan kepada orang lain untuk menyampaikan pendapatnya.
Johnson dalam Choiriyah (2017) menjelaskan bahwa tujuan pokok pembelajaran
kooperatif yakni memaksimalkan proses belajar peserta didik untuk meningkatkan
prestasi dan pemahamannya secara individu maupun kelompok Berdasarkan
pendapat-pendapat tersebut disimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif

2
memiliki tujuan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik baik sosial,
keterampilan maupun pengetahuan secara berkelompok maupun individu.

2.1.2 Model Snowball Throwing


2.1.2.1 Pengertian Model Snowball Throwing
Snowball Throwing disingkat ST juga dikenal dengan Snowball Throwing
Snowball Fight yang mengadopsi permaian fisik segumpalan salju yang dilemparkan
(Huda dalam Hasim dan Saleh (2022). Snowball Throwing merupakan salah satu
tipe model pembelajaran kooperatif. Menurut Budiyanto (2016: 130-131) Snowball
Throwing merudapakan tipe belajar untuk memberikan konsep pemahaman materi
yang sulit serta digunakan untuk mengetahui penguasaan pengatahuan dan
kemampuan siswa pada materi tersebut. Menurut Komalasari (2013) dalam
menjelaskan bahwa m Snowball Throwing merupakan model yang menggali potensi
kepemimpinan siswa dan keterampilan membuat maupun menjawap pertanyaan
dengan permainan imajinatif membentuk hingga melempar bola salju. Sedangkan
menurut Fatturahman dalam Indrayani dan Surachman (2019) menjelaskn bahwa
Snowball Throwing adalah model pembelajarna dengan bola pertanyaan dari kertas
yang digulung bulat seperti bola kemudian dilempar bergilir sesama anggota
kelompok. Snowball Throwing merupakan pembelajaran yang menitikberatkan
pertanyaan diajukan dalam sebuah permainan (Wijayanti dalam Faslia (2021)).
Model pembelajaran Snowball Throwing menekankan bahwa setiap individu terlibat
harus mempersipkan diri menjawab pertanyaan yang diajukan temannya. Dari
uraian-uraian tersebut disimpulkan bahwa Snowball Throwing merupakan salah satu
model pembelajaran dengan permainan imajinatif guna menggali kepemimpinan,
kemampuan maupun keterampilan motoric siswa dengan penguajuan pertanyaan
melalui kertas yang digulung seperti bola kemudian dilembar begilir dengan anggota
kelompok.

2.1.2.2 Langkah-Langkah model Snowball Throwing


Menurut Faslia (2021) menjelaskan bahwa siswa membuat pertanyaan dan
kemudian kertas berisi pertanyaan diremas menjadi bola lalu dilemparkan kepada
siswa lain, siswa yang mendapat bola kertas lalu membuka dan menjawab
pertanyaannya. Sedangkan Menurut Shoimin (2014: 175-176) menjelaskan langkah-
langkah dalam pembelajaran Snowball Throwing yakni:
3
Tabel 2 1 Langkah Snowball Throwing
Fase Aktivitas
Fase 1 - Guru menyampaian tujuan pembelajaran dan
Menyampaikan Tujuan memotivasi siswa (Pembuka)
dan memotivasi siswa
Fase 2 - Guru menyajikan informasi tentang materi yang
Menyajikan Informasi dipalajari.
Fase 3 - Guru memberikan informasi tentang prosedur
Mengorganisasikan pelaksanaan Snowball Throwing. Kemudian
siswa dalam kelompok siswa dibagi menjadi kelompok belajar.
belajar.
Fase 4 - Guru memanggil ketua kelas untuk menjelaskan
Membimbing kelompok materi dan membagi tugas
bekerja dan belajar - Guru meminta ketua untuk berdisukusi dengan
anggota kelompo
- Guru memberikan kertas untuk menuliskan
pertanyaan sesuai dengan materi yang
dijelaskan.
- Guru meminta siswa menggulung dan
melempar pertanyaan pada kertas kepada
kelompok lain.
- Guru meminta kelompok menjawab pertanyaan
tersebut.
Fase 5 - Guru meminta siswa untuk membacakan
Evaluasi pertanyaan dan jawabannya.
Fase 6 - Guru memberikan penilaian hasil kerja
Memberi kelompok
penilaian/penghargaan

Selain itu, menurut Suprijono (2011) dalam Asrinah (2019) menjelaskan langkah-
langkah Snowball Throwing yakni:
1. Guru menyampaikan materi yang disajikan
2. Guru membentuk kelompok dan memanggil ketua kelompok untuk memberi
penjelasan materi.
3. Ketua kelompok menejlaskan materi dari guru kepada temannya.
4. Siswa diberikan kertas kerja untuk menulis satu pertanyaan tentang materi
yang sudah dijelaskan ketua kelompok.
5. Kertas yang berisi pertanyaan dibuat seperti bola dan dilempar kepada satu
siswa.
6. Setelah satu siswa mendapat pertanyaan mereka menjawabnya.
7. Evaluasi

4
8. Penutup
Dari pendapat-pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa langkah model
pembelajaran Snowball Throwing yakni:
1. Guru menyampaikan tujuan pembelajaran dan meteri yang dipelajari.
2. Guru membentuk kelompok dan memanggil ketua kelompok untuk
memberikan penjelasan materi kepada anggotanya.
3. Ketua kelompok kembali ke kelompoknya kemudian menjelelaskan materi
kepada anggotanya.
4. Kemudian masing-masing siswa diberi kertas untuk menulis pertanyaan
tentang materi yang sudah dijelaskan ketua kelompok.
5. Kertas yang sudah berisi pertanyaan kemudia dibuat seperi bola dan dilempar
dari siswa sat uke lainnya selama ± 15 menit.
6. Setelah itu, siswa diberi kesempatan menjawab pertanyaan yang ditulis.
7. Evaluasi
8. Penurup

2.1.2.3 Kelebihan dan Kekurangan Model Snowball Throwing


Menurut Rahman (2017) model pembelajaran Snowball Throwing dapat
menciptakan pembelajaran yang menyenangkan, meningkatkan kemampuan berpikir
logis dan kritis, komunikasi, dan bekerjasama dalam memecahkan permasalahan.
Sedangkan menurut Shoimin (2014:176-177) kelebihan model Snowball Throwing
yaitu: suasana pembelajaran menyenangkan; siswa mengembangkan kemampuan
berpikir; membuat siswa lebih siap; siswa telibat aktif; pembelajaran lebih efektif;
memuat aspek kognitif, afektif maupun psikomotorik. Kekurangan model Snowball
Throwing yaitu bergantung pada kemampuan siswa memahami materi; ketua
kelompok tidak dapat menjelaskan dengan baik kepada anggotanya; tidak ada kuis
individu maupun kelompok; memerlukan waktu panjang; murid nakal cenderung
berbuat onar dan kelas sering gaduh karena aktivitas siswa dalam kelompok. Dari
pendapat-pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa kelebihan Snowball Throwing
antara lain: pembelajaran menjadi menyenangkan; meningkatkan kemampuan logis,
kritis, komunikasi dan Kerjasama dalam memecahkan masalah (kognitif, afektif, dan
psikomotrik); pembelajaran efektif dan siswa menjadi aktif; serta siswa lebih siap
menghadapi kemungkinan dari pertanyaan yang diajukan oleh temannya. Selain
memiliki kelebihan model Snowball Throwing juga memiliki kekurangan antara
5
lain: bergantung pada pemahaman siswa; ketua kelompok tidak menjelaskan dengan
baik kepada anggotanya; waktu yang diperlukan panjang; tidak adanya kuis individu
maupun kelompok; dan kelas lebih terasa gaduh maupun siswa nakal membuat onar.

2.1.2.4 Cara mengatasi kekurangan Model Snowball Throwing


Kekurangan dalam model Snowball Throwing yang sudah disajikan diatas
antara lain:
1. Bergantung pada pemahaman siswa. Hal ini dapat diantisipasi dengan guru
melakukan pendekatan personal kepada siswa apabila siswa kesulitan belajar.
2. Ketua kelompok tidak menjelaskan dengan baik kepada anggotanya. Hal ini
dapat diantisipasi dengan pembagian kelompok secara heterogen berdasarkan
kemampuan siswa adanya siswa yang lebih cepat, sedang, dan sedikit lambat.
Selain itu, mengutamakan ketua kelompok adalah siswa yang lebih cepat atau
setidaknya siswa yang memiliki kemapuan sedang.
3. Waktu yang diperlukan panjang. Hal ini dapat diantisipasi dengan adanya
manajemen waktu yang baik.
4. Tidak adanya kuis individu maupun kelompok. Hal ini dapat diantisipasi
dengan guru menyediakan kuis tambahan untuk individu maupun kelompok.
5. Kelas lebih terasa gaduh maupun siswa nakal membuat onar. Hal ini dapat
diantisipasi dengan siswa yang selalu membuat gaduh dan nakal diminta
duduk didepan, diberi sekat akses di kelas untuk teman yang sepemahaman.

2.1.3 Hasil Belajar


2.1.3.1 Pengertian Hasil Belajar
Suprijono (2013) dalam Ilfa (2015) menjelaskan hasil belajar merupakan
suatu perubahan perbuatan, nilai, pengertian, sikap, apresiasi, dan keterampilan.
Gagne dalam Wulandari (2020) hasil belajar berkaitan dengan informasi verbal,
keterampilan, intelektual, strategi, motoric dan sikap. Mulyasa (2010) dalam
Wulandari (2020) menjelaskan hasil belajar adalah prestasi belajar secara
menyeluruh yang menjadi indicktor kompetensi dan derajat perubahan tingkah laku
siswa. Susanto (2016:5) menjelaskan bahwa hasil belajar merupakan hasil proses
belajar berupa perubahan diri yang mencakup kognitif, afektif, maupun
psikomotorik. Hasil belajar merupakan cerminan penguasaan materi yang

6
disyaratkan (Purwanti,2018). Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa hasil
belajar merupakan cerminan penguasaan suatu materi dari proses belajar berupa
kognitif, afektif maupun psikomotorik siswa.

2.1.3.2 Faktor-Faktor yang mempengaruhi Hasil Belajar


Susanto (2016:12) dalam teori Gestalt belajar menjadi proses perkembangan
dari siswa maupun pengaruh lingkungan ada beberapa faktor yang mempengaruhi
yakni dari diri sendiri (meliputi: intelektual, minat, motivasi kesiapan jasmani
maupun rohani), sedangkan pengaruh lingkungan (meliputi: kompetensi guru,
kreativitas guru, sarana prasarana, sumber belajar, metode/model, dukungan sekolah
dan lingkungan masyarakat). Selain itu, Ruseffensi menyelaskan faktor yang
mempengaruhi meliputi: kecerdasan, bakat, kemauan belajar, minat, kesiapan,
model, karakter guru, kompetensi guru, sarana belajar dan kondisi masyarakat. Dari
pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa faktor belajar dipengaruhi oleh 2 yakni
dari diri sendiri maupun lingkungan. Dari diri sendiri dapat berupa kemampuan diri,
motivasi dan minat belajar, kesiapan diri dan bakat. Sedangkan dari lingkungan
meliputi karakter guru, kompetensi guru, kreativitas guru, sarana prasarana, sumber
belajar, suasana belajar, model/metode pembelajaran, dan kondisi masyarakat.

2.1.4 Karakteristik Peserta Didik


2.1.4.1 Karakteristik Anak Sekolah Dasar
Adapun karakteristik peserta didik peserta didik sekolah dasar dalam
Sugiyanto yaitu:
1. Anak senang bermain, sehingga perlu adanya pelaksanaan pembelajaran
dilakukan selang-seling dengan unsur permainan agar pengajaran dapat serius
tapi santai.
2. Anak senang bergerak, sehingga perlu adanya pelaksanaan pembelajaran yang
memungkinkan anak bergerak karena biasanya anak usia sekolah dasar dapat
duduk dengan tenang paling lama sekitar 30 menit.
3. Anak senang bekerja dalam kelompok, hal ini karena mereka suka bergaul
dengan teman sebaya sehingga perlu adanya pelaksanaan pembelajaran yang
mengimplikasikan bekerja kelompok, belajar keadilan dan demokrasi.

7
4. Anak senang merasakan, melakukan atau memperagakan sesuatu secara
langsung, melalui pengalaman ini ia akan menghubungkan konsep yang mereka
dapatkan sehingga perlu adanya keterlibatan langsung dari anak.
Sedangkan menurut Syamsu (2011) dalam bahan ajar Ilmu pendidikan
(2017) menjelaskan karakteristik peserta didik kelas rendah sebagai berikut:
1. Adanya hubungan positif yang tinggi antara kondisi jasmani dengan prestasi
maka, apabila jasmani sehat maka potensi mendapatkan prestasi semakin besar
2. Memiliki sikap taat atau tunduk pada aturan – aturan permainan
3. Cenderung memuji diri sendiri dengan menyebutkan nama sendiri
4. Suka membanding-bandingkan dirinya dengan anak yang lain
5. Jika tidak mampu menyelesaikan suatu soal, maka soal dianggap tidak penting
6. Khusus masa usia 6-8 tahun, anak menghendaki nilai rapor yang baik, tanpa
mempertimbangkan apakah prestasinya memadai atau tidak
Untuk usia kelas tinggi sebagai berikut:
1. Adanya minat terhadap hal yang praktis dan konkret sehingga cenderung
membandingkan pekerjaan-pekerjaan praktis
2. Realistik, memiliki rasa ingin tahu yang besar, ingin belajar
3. Menjelang akhir masa ini muncul minat pada hal dan mata pelajaran khusus,
bakat-bakat tertentu mulai mulai menonjol
4. Saat usia 11 tahun anak membutuhkan guru atau orang dewasa untuk
menyelesaikan dan memenuhi keinginannya. Selepas umur tersebut anak akan
akan berusaha menyelesaikan tugasnya sendiri
5. Anak mampu memandang nilai rapor sesuai dengan prestasi yang diraih
6. Anak-anak gemar membentuk kelompok sebaya untuk bermain bersama. Anak
mulai mampu membuat aturan permainan sendiri, tidak tergantung pada aturan
permainan yang lazim
Berdasarkan penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa anak usia sekolah
dasar khususnya kelas empat memiliki karakteristik anak senang bermain, bergerak,
bekerja dalam kelompok dan senang merasakan, melakukan maupun memperagakan
sesuatu secara langsung.

2.1.4.2 Kesulitan Belajar Peserta Didik


Kesulitan belajar adalah beberapa ganguan dari fisik dan psikis yang
mendasar sehingga menghambat tercapainya kinerja akademik (Nurjan, 2016:161).
8
Menurut betty dalam Nurjan, ganguan ini dapat berbentuk pemahaman atau
penggunaan bahasa, lisan atau tulisan yang dengan sendirinya muncul sebagai
kemampuan tidak sempurna untuk mendengarkan, berfikir, berbicara, membaca,
menulis, atau membuat perhitungan matematikal, termasuk juga kelemahan motorik
ringan, gangguan emosional atau akibat keadaan ekonomi, budaya, atau lingkungan
yang tidak menguntungkan. Menurut Nurjan (2016) faktor penyebab kesulitan
belajar digolongkan menjadi dua, yaitu:
1. Faktor internal (dari dalam diri manusia) meliputi fisiologi dan psikologis
(Inteligensi, Bakat, Minat, Motivasi dan kesehatan mental).
2. Faktor eksternal (dari luar diri manusia) meliputi social, dan nonsosial.
Selain itu, Smith juga menambahkan penyebab kesulitan belajar adalah
metode mengajar maupun belajar, masalah sosial dan emosional, intelektual, dan
mental. Kesulitan belajar ditandai dengan adanaya hambatan untuk mencapai hasil
belajar. Menurut Nurjan (2016) jenis kesulitan belajar yang umum dialami oleh
murid-murid usia sekolah dasar yaitu:
1. Learning Difabilities, yaitu ketidakmampuan yang mengacu pada gejalan tidak
mampu ataupun menghindari belajar sehingga hasil belajar dibawah potensi
intelektualnya.
2. Underachiever, yaitu prestasi di bawah kemampuannya sehingga adanya
ketimpangan antara prestasi akademik dengan kemampuan intelektualnya.
3. Slow Learner, yaitu keterlambatan dalam proses belajar sehingga membutuhkan
waktu yang lebiih lama dibandingkan sekelompok individu lain yang memiliki
potensi intelektual sama.
Berdasarkan pendapat diatas maka dapat disimpulkan bahwa kesullitan
belajar merupakan hambatan yang dialami individu dalam kegiatan belajar
mengajar. Adapun faktor yang memberikan pengaruh dalam kesulitan belajar adalah
faktor internal dan eksternal indivu serta metode mengajar maupun belajar, masalah
sosial dan emosional, intelektual ataupun mental. Selain itu, kesulitan yang umum
dialami oleh anak-anak usia sekolah dasar adalah Learning Difabilities,
Underachiever dan Slow Learner.

9
2.1.5 Pembelajaran Matematika SD
2.1.5.1 Pembelajaran Matematika
Menurut Sudarajat dalam Latifa dkk (2022) matematika menjadi alat untuk
menyampaikan ide-ide maupun informasi. Matematika penting dipelajari oleh
peserta didik karena berkaitan dengan kehidupan sehari-hari. Muhsetyo, dkk dalam
Marsinah, dkk menjelaskan bahwa pembelajaran matematika adalah proses belajar
peserta didik melalui kegiatan terencana sehingga mendapatkan kompetensi tentang
bahan matematika yang dipelajari. Sedangkan menurut Marsinah, dkk pembelajaran
mateamtika merupakan proses pemberian pengalaman belajar yang dirancang
dengan sengaja untuk mencapai tujuan suasana lingkungan dan diperolehnya
kompetensi matematika yang dipelajari. Berdasarkan beberapa pendapat tersebut
dapat disimpulkan bahwa pembelajaran matematika merupakan proses belajar
peserta didik yang dilakukan secara sengaja dan terencana untuk mencapai tujuan
kompetensi matematika yang dipelajari.

2.1.5.2 Ruang Lingkup Matematika SD


Kemendikbud (2013) dalam latifa, dkk. (2022) Kebutuhan Proses belajar
matematika yaitu kemampuan berpikir anisis, kreatif, logis, kritis, dan sistematis
serta dapat bekerja sama. Kemampuan tersebut akan tercapai jika peserta didik
memiliki motivasi yang tinggi untuk belajar matematika sehingga fokus dalam
kegiatan pembelajaran (Sudrajat dalam Latifa, dkk). Sedangkan menurut Karso, dkk.
dalam Marsinah dkk mengungkapkan ruang lingkup pembelajaran matematika di
Sekolah Dasar yaitu (1) Unit aritmetika (berhitung), mendapat porsi dan penekanan
utama. (2) Unit pengantar aljabar, adalah perluasan terbatas dari unit matematika
dasar. (3) Unit geometri, mengutamakan pengenalan bangun datar dan bangun
ruang. (4) Unit pengukuran, pengukuran diperkenalkan sejak kelas 1 sampai kelas
IV dan diawali dengan pengukuran tanpa menggunakan satuan baku. (5) Unit kajian
data, yang dimaksud dengan kajian data adalah pembahasan materi statistik secara
sederhana di SD. Sedangkan dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (2011/10)
ruang lingkup pembelajaran matematika pada satuan pendidikan SD/MI meliputi
aspek bilangan, geometri dan pengukuran, dan pengolahan data (Karso, dkk
2007:2.10). Berdasarkan pemaparan pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa
ruang lingkup pembelajaran matematika di sekolah dasar meliputi Aritmatika,
Pengantar Aljabar, Geometri, Pengukuran, serta Kajian Data.
10
2.1.5.3 Tinjauan Materi Geometri Bangun Ruang
Salah satu cabang pokok pembahasan materi matematika di Sekolah dasar
yakni geometri. Bird dalam Rustiyanti (2014) menjelaskan bahwa Geometri
merupakan bagian matematika yang membahas tentang tiitk, garis, bidang maupun
ruang. Dalam geometri membahas objek yang berhubungan dengan berbagai
dimensi, struktur berpola dan Teknik -teknik yang membantu menyelesaikan cabang
matematika. Sedangkan menurut Travers dkk dalam Purwaningrum (2019:1)
menjelaskan bahwa “Geometry is the study of the relationships among points, lines,
angles, surfaces, and solids”. Yang artinya geometri merupakan ilmu yang
membahas tentang hubungan antara titik, garis, sudur, bidang dan bangun ruang.
Mursalin menjelaskan tujuan pengenalan geometri di sekolah dsar bertujuan
untuk memberi kesempatan kepada peserta didik untuk menganalisis lebih jauh dan
memberikan landasan berupa konsep istilah yang diperlukan untuk studi lanjut
sehingga pemahamn konsep ini menentukan keberhasilan belajar selanjutnya. Materi
geometri terkhusunya bangun ruang di Sekolah dasar meliputi macam-macam
bangun ruang, ciri-ciri bangun ruang, jaring-jaring bangun ruang, rumus-rumus
seperti volume dan luas permukaan. Berikut macam-macam bangun datar yang perlu
diketahui pada pembelajaran matematika di sekolah dasar, yaitu :1) Kubus; 2)
Balok; 3) Prisma; 4) Tabung; 5) Kerucut; 6) Limas; 7) Bola.

2.2 Penelitian Yang Relevan


Penelitian yang pertama dilakukan Oleh Yatinah pad atahun 2022 dengan
judul “Meningkatkan Aktivitas dan Hasil Belajar IPS Melalui Model Pembelajaran
Kooperatif Tipe Snowball Throwing Siswa Kelas 6 SDN 3 Jatibanteng, Situbondo”.
Hasil yang diperoleh yakni model pemebelajaran Snowball Throwning berpengaruh
positif terhadap aktivitas dan hasil belajar siswa.
Penelitian relevan yang kedua adalah penelitian oleh Ainun Annisa Akkas
pada tahun 2022. Judul penelitian yang dilakukan “Penerapan Model Pembelajaran
Snowball Throwing Terhadap Hasil Belajar Pelajaran IPA Kelas VI SDN 3
Maccorawalie” dengan hasil bahwa model pembelajaran Snowball Throwing dapat
digunakan untuk meningkatkan hasil belajar peserta didik serta membuat peserta
didik lebih semangat belajar terhadap materi yang diajarkan dalam pembelajaran.

11
Penelitian yang dilakukan Oleh Evi Hasim dan Meylan Saleh dengan jduul
“Menulis Kalimat Sederhana Melalui Implementasi Model Snowball Throwing Pada
Siswa Kelas II SDN 11 Limboto Barat Kabupaten Gorontalo”. Adapun hasil yang
penelitian adanya peningkatan kemampuan soswa dengan menggunakan model
Snowball Throwing.
Penelitian Selanjutnya dengan judul “Penggunaan Metode Snowball
Throwing untuk Meningkatkan Hasil Belajar IPS di Sekolah Dasar” pada tahun
2021 oleh Faslia. Adapun hasil yang peroleh yakni metide Snowball Throwing dapat
meningkatkan hasil belajar siswa.
Penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah penelitian oleh Zeni
Wulandari tahun 2020 dengan judul “Pengaruh Model Pembelajaran Snowball
Throwing Berbantuan Media Magic Box Terhadap Hasil Belajar IPS (Penelitian
Pada Siswa Kelas IV Di SDN Menayu 1, Kecamatan Muntilan, Kabupaten
Magelang”. Berdasarkan penelitian yang dilakukan diketahui bahwa model
pembelajaran Snowball Throwing berbantuan media magic box memberikan
pengaruh terhadap hasil belajar peserta didik.
Penelitian Selanjutnya oleh Redho Ade Putra, Hadiyanto dan Ahmad Zikri
dengan judul “Pengaruh Model Snowball Throwing Terhadap Hasil Belajar Siswa
Kelas V Sekolah Dasar” pada tahun 2020. Adapun hasil penelitian yang diperoleh
yakni model pembelajaran Snowball Throwing memberikan pengaruh terhadap hasil
belajar siswa.
Penelitian selanjutnya yang dilakukan oleh Lili Said Jamili pada tahun 2019
dengan jduul “Peningkatan hasil Belajar Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam
Dengan Metode Snowball Throwing”. Adapun hasil penelitian yang diperoleh yakni
Pembelajaran dengan metode Snowball Throwing dapat meningkatkan hasil belajar
siswa.
Penelitian selanjutnya dengan judul “Pengaruh Model Snowball Throwing
Terhadap Hasil Belajar IPA Siswa Kelas V SD Negeri 104230 Tanjung Sari
Kecamatan Batang Kuis Kabupaten Deli Serdang T.A 2018/2019” yang dilakukan
oleh Rizka Desi Yana pada tahun 2019. Hasil dari penelitian yang dilakukan yakni
adanya pengaruh signifikan dalam penerapan model pembealajaran Snowball
Throwing terhadap hasil belajar peserta didik.
Penelitian selanjutnya berjudul “Pengaruh Model Pembelajaran Snowball
Throwing Terhadap Hasil Belajar Siswa Pada Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam
12
(IPA) Materi Perubahan Sifat Benda Di Kelas V SD Negeri Prapag Kidul 01
Kecamatan Losari Kabupaten Brebes” oleh Christin Indrayani dan Dicky Surachman
pada tahun 2019. Adapun hasil penelitian yang diperoleh yakni model pembelajaran
Snowball Throwing memberikan pengaruh terhadap hasil belajar siswa.
Penelitian yang relevan selanjutnya dengan judul “Penerapan Model
Pembelajaran Snowball Throwing Dalam Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas
IV Pada Mata Pelajaran IPA di SD Negeri 151 Seluma” pada tahun 2018 oleh Meka
Aristianda. Hasil dari penelitian yang dilakukan yaitu Hasil belajar siswa meningkat
setelah menerapkan pembelajaran Snowball Throwing.
Penelitian selanjutnya, dari Purwanti tahun 2017 dengan Judul
“Perbandingan Hasil Belajar Siswa Menggunakan Metode Snowball Throwing
Dengan Metode Ceramah Pada Mata Pelajaran IPS Materi Perkembangan Teknologi
Komunikasi Kelas IV MI Islahul Muttaallim Karang Genteng Kota Semarang Tahun
Pelajaran 2016/2017. Hasil dari penelitian yang dilakukan yakni terdapat perbedaan
hasil belajar siswa dalam menggunakan metode Snowball Throwing dengan metode
ceramah.
Penelitian relevan selanjutnya dengan judul “Pengaruh Penerapan Model
Snowball Throwing Terhadap hasil belajar Peserta Didik Kelas V Pada Mata
Pelajaran Matematika Di SDN. Gunung Sari I Kecamatan Rappocini Kota
Makassar” yang dilakukan pada tahun 2017 oleh Hasneti. Hasil yang diperoleh
bahwa penerapan Snowball Throwing efektif digunakan untuk peningkatan hasil
belajar peserta didik.
Penelitian relevan selanjutnya yakni berjudul “Penerapan Model Snowball
Throwing Berbantuan Media Powerpoint Untuk Meningkatkan Kualitas
Pembelajaran IPS Pada Siswa Kelas IV SD Tunas Harum Bangsa Kota Semarang”
yang dilakukan oleh Farah Nur Anina Ilfa pada tahun 2015. Berdasarkan kajian
literatur yang telah dilakukan diketahui bahwa model Snowball Throwing dapat
meningkatkan kulitas pembelajaran IPS.

2.3 Kerangka Berpikir


Kerangka berpikir didefinisikan oleh Uma Sekaran (dalam Sugiyono,
2018:91) menjelaskan kerangka berpikir merupakan model konseptual terkait
hubungan antara teori dengan faktor yang diidentifikasi sebagai masalah penting.
Kerangka berpikir yang disusun haruslah bersumber pada permasalahan yang
13
diperoleh di lapangan. Proses belajar mengajar merupakan proses yang dilakukan
oleh peserta didik dalam mencapai perubahan untuk menjadi lebih baik, dari tidak
tau menjadi tahu, dari tidak bisa menjadi bisa, sehingga terbentuk pribadi yang
berguna bagi diri sendiri dan lingkungan sekitarnya. Pada Proses tersebut
dipengaruhi oleh faktor yang meliputi guru, mata pelajaran, media penyampaian
materi, sarana penunjang, serta lingkungan sekitarnya.
Bersumber pada hasil observasi yang dilakukan di kelas V SD Negeri
Pujokusuman 1 ada beberapa kendala dalam pelaksanaan pembelajaran Matematika
yakni keaktifan peserta didik yang masih rendah terlihat dari kurang antusiasnya
mereka dalam proses belajar, perhatian peserta didik saat proses belajar masih ada
beberapa siswa yang mengganggu teman yang lain, hasil belajar peserta didik pada
mata pelajaran matematika serta penggunaan pembelajaran yang belum bervariasi.
Dari beberapa permasalahan ini memberikan pengaruh terhadap hasil belajar
matematika. Berdasarkan uraian permasalahan tersebut, maka diperlukan solusi
salah satunya guru menerapakan model pembelajaran kooperatif tipe snowball
throwing dalam proses belajar matematika. Penelitian tindakan kelas yang dilakukan
merupakan penelitian yang dirancang untuk meningkatkan kualitas pembelajaran.
Penelitian yang akan dilakukan adalah menerapakan model pembelajaran kooperatif
tipe snowball throwing dalam pembelajaran matematika. Adapun kerangka berpikir
dalam penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut:

INPUT PROSES OUTPUT

1.Merencanakan
Analisis dampak
tindakan dalam
penerapan model
Identifikasi Masalah pembelajaran
pembelajaran
dan Potensi di Kelas V menerapkan model
kooperatif tipe
SD Negeri pembelajaran
snowball throwing pada
Pujokusuman 1 kooperatif tipe
hasil belajar peserta
snowball throwing.
didik.
2. Melakukan Uji
Lapangan dengan
beberapa siklus

Gambar 2. 1 Kerangka Berpikir Penelitian Tindakan Kelas

14
2.4 Hipotesis
Adapun hipotesis dalam peneilitian Tindakan kelas ini adalah Jika
menerapkan model pembelajaran Snowball Throwing pada pelaksanaan
pembelajaran matematika di kelas V SD Negeri Pujokusuman 1 maka, hasil belajar
peserta didik dapat meningkat.

15

Anda mungkin juga menyukai