keprihatinan publik serta dapat mempengaruhi berbagai aspek kehidupan, termasuk ekonomi,
politik, dan hak asasi manusia (Kosim, 2010). Seperti yang dikatakan Muhammad Hatta –
Wakil Presiden Pertama Indonesia (Tempo, 2001), bahwa kejahatan korupsi yang terjadi di
Masifnya perilaku korupsi di Indonesia adalah suatu fenomena yang gamblang dan runtut
terjadi dalam periode waktu yang panjang. Dalam beberapa penelitian serta pengungkapan-
pengungkapan kasus menunjukan bahwa Indonesia merupakan salah satu negara dengan
Dalam masa periode 2004 sampai Oktober 2022, setidaknya, ada 1.310 kasus tindak pidana
korupsi yang ditangani oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Yang mana tercatat,
mayoritas jenis perkara tindak pidana korupsi tersebut meliputi praktek penyuapan dengan
jumlah 867 kasus. Kemudian korupsi pengadaan barang atau jasa sebanyak 274 kasus. Lalu,
sebanyak 57 kasus penyalahgunaan anggaran, serta ada pula sebanyak 49 kasus tindak pidana
pencucian uang (TPPU), perizinan dan perintangan proses yang masing-masing sebanyak 25
kasus dan 11 kasus. Laporan KPK mencatat pula bahwa tindak pidana korupsi tersebut
mana jumlah itu setara 40,99% dari total kasus korupsi pada periode tersebut. Serta diikuti
oleh instansi kementerian/lembaga dengan jumlah 406 kasus dan pemerintah provinsi
sebanyak 160 kasus (Cindy Mutia Annur & Annissa Mutia, dalam databoks, 2022).
Di samping itu, dalam data yang dirilis Transparency International-the global coalition
against corruption (dalam Corruption Perception Index, 2021), Indonesia memperoleh skor
38 dari skala 0-100 (highly corrupt to very clean). Data ini mengindikasikan bahwa
Indonesia dalam tingkat persepsi korupsi sektor publik, terlepas dari komitmen di atas kertas,
selama dua dekade terakhir hingga tahun ini, termasuk dalam negara yang berada pada posisi
terendah dalam sejarah skor CPI mereka. Atau dalam artian lain, bahwa indikasi yang
ditunjukkan oleh Indonesia dalam nilai indeks yang 38 tersebut adalah penjelasan bahwa
negara ini menunjukkan diri sebagai salah satu negara dengan tingkat korupsi yang tinggi.
Nilai indeks 100 menunjukkan bahwa negara tersebut berada dalam status negara yang bersih
dari praktik korupsi, sedang nilai indeks 0 menunjukkan bahwa negara tersebut berstatus
Tentu indikasi ini menjadi parameter yang buruk dalam sejarah perkembangan suatu negara.
Perilaku korupsi tidak hadir sebagai suatu realitas empirik yang baik dalam kehidupan
bahwa perilaku korupsi adalah salah satu bentuk kejahatan yang dikategorikan sebagai
kejahatan “luar biasa”. Subtansi korupsi dalam kategorisasi ini dipandang destruktif dari sisi
manapun, korupsi dianggap bersifat “jahat” dan “merusak” sistem tatanan masyarakat sebab
tidak memberi manfaat apapun dibanding kerugian yang ditimbulkannya dan secara praktis
merasuki berbagai aspek kehidupan masyarakat, baik itu ekonomi, politik, hukum,
Thoyyibah (2016) lebih jauh menyimpulkan bahwa esensi korupsi sejatinya adalah kejahatan
kemanusiaan yang dilakukan oleh segilintir orang dan telah menciptakan ketidakadilan,
Bahkan dapat menurunkan tingkat kebahagiaan masyarakat di suatu negara (Alvin & Lew,
2014).
Korupsi jelas dapat merugikan negara; Selain kerugian finansial bagi negara, di mana uang
yang seharusnya diperuntukan untuk keperluan publik, justru disalahgunakan oleh pelaku
Effendi, 2020). Dalam uraian yang lain, Nawatmi (2014) mengungkapkan keefektifan dan
keefisiensian yang dimaksud adalah akuntabilitas dan sifat perwakilan dalam pembuatan
melibatkan pemangku kepentingan di wilayah tertentu, termasuk aparat penegak hukum, dan
memiliki pengaruh “destruktif” dalam skala besar. Akibatnya, korupsi telah mendarah daging
korupsi ini terus meningkat dari tahun ke tahun baik dari jumlah kasus maupun jumlah
Martini (2012) melihat bahwa fenomena dan peningkatan jumlah kasus korupsi di Indonesia
bukan tanpa alasan. Baginya, peluang korupsi di Indonesia menjadikan fenomena dan
peningkatan tersebut adalah suatu keniscayaan. Yakni; peluang-peluang yang dihasilakan dari
sejumlah faktor seperti sumber daya publik yang besar yang berasal dari sumber daya alam,
kepentingan pribadi dan jaringan yang terhubung secara politik, pegawai negeri yang dibayar
rendah, kualitas regulasi yang rendah, independensi peradilan yang lemah dan memihak pada
Banyak literatur telah mencoba mendefinisikan korupsi dengan cara yang paling mewakili