Anda di halaman 1dari 3

BIOGRAFI ALADIUS TJARDA VAN STARKENBORGH

Nama pribadinya adalah Aladius


Warmoldus Lambertus, sedangkan Tjarda
Van Starkenborgh-Stachouwer adalah nama
gelar bangsawan serta wangsanya, dan ia
sering dipanggil namanya sebagai sekadar
Tjarda. Ia berasal dari keluarga bangsawan
lama di Groningen dan anak dari Edzard
Tjarda van Starkenborgh-Stachouwer. Lahir
di Groningen, Belanda pada 7 Maret 1888.
Tjarda menempuh pendidikan dasar
dan menengah di Kota Groningen dan
melanjutkan pendidikan tinggi bidang ilmu
hukum di Universitas Groningen pada 25
September 1906 hingga 11 April 1911. Di
tahun 1911-1913 ia magang pada beberapa
firma hukum dan memberikan bantuan
profesional kepada Menteri Luar Negeri
Belanda yang saat itu di pimpin oleh Reneke
de Marees van Swinderen. Lalu sepanjang
tahun 1813-1915 ia ditunjuk menjadi deputi
Kantor Urusan Luar Negeri Belanda.

Usai tugas domestik yang dijalaninya, ia dikirim pada tugas luar negeri pertama sebagai
atase umum pada Kedutaan Besar Kerajaan Belanda di Washington. Pada periode inilah ia
kemudian bertemu dengan calon istrinya, Christine Marburg, putri dari Theodore Marburg, duta
besar Amerika Serikat untuk Belgia, dan mereka menikah pada bulan November 191 5.
Pada tahun 1921, Tjarda dihubungi oleh Menteri Luar Negeri Herman Adriaan Van
Kanerbeek untuk mendampingi delegasi Belanda dalam Konferensi Angkatan Laut Washington.
Dan itu adalah pengalaman pertama kali Tjarda masuk dalam urusan kolonial. Setelah menempuh
karir internasional, ia ditunjuk menjadi Komisaris Ratu (gubernur kerajaan) untuk Provinsi
Groningen pada tahun 1925-1933 dan Duta Besar Kerajaan Belanda di Brussel pada tahun 1933-
1936.
Kemudian, pada 4 Juni 1936, terbit surat keputusan kerajaan yang menunjuk ia untuk
menjadi Gubernur Jenderal Hindia Belanda. Ia menumpang kapal Johan Van Oldenbarnevelt
untuk menuju Hindia Belanda setelah berpamitan kepada Ratu Wilhelmina dalam pertemuan pada
24 Agustus 1936. Dan upacara resmi serah terima jabatan dilaksanakan pada 16 September 1936
di Batavia. Tjarda adalah gubernur jenderal ke-69 dari koloni Belanda yang terbesar di Asia.
Ketika Belanda menyerah kepada Jerman pada 14 Mei 1940, Tjarda mengumumkan
darurat militer di Hindia Belanda. Ia memerintahkan untuk menyita 19 kapal kargo Jerman dan
semua warga negara Jerman diasingkan sambil menunggu pembebasan Belanda. Kemudian pada
bulan Desember 1941, ketika Jepang memulai operasi di Pasifik, ada 93.000 tentara Belanda dan
5.000 tentara Amerika, Inggris, dan Australia dipersiapkan untuk mempertahankan Hindia
Belanda.
Pada tanggal 15 Februari, pengebom Jepang menyerang Batavia dan pemerintahan dan
dipindahkan ke Bandung, tepatnya ke Hotel Savoy Homann dan Hotel Preager. Gurbernur Jenderal
dan beberapa pejabat penting kemudian memutuskan untuk tinggal di tempat lain, yaitu Vila Mei
Ling (yang saat ini berfungsi sebagai Dinas Psikologi TNI AD yang terletak di Jl. Sangkuriang no.
17). Dari sini, rombongan Tjarda kemudian berangkat menemui Letnan Jenderal Hitoshi Imamura
pada 8 Maret 1942. Pada pertemuan pertama, mereka menetapkan tenggat waktu untuk penyerahan
tanpa syarat Hindia Belanda. Tjarda kemudian memerintahkan pasukan Belanda dan Sekutu untuk
menghentikan tembakan dalam siaran radio keesokan harinya dan pasukan Sekutu menyerah pada
pukul satu siang.
Pa da sa at se te la h me nye ra hn ya a ngka ta n pe rang se luruh Hindia
Belanda tanpa syarat dalam Kapitulasi Kalijati pada 8 atau 9 Maret 1942, ia ditahandi Bandung
dan Batavia, kemudian dipindahkan ke Manchuria. Pada saat penandatanganan kapitulasi yang
dilakukan oleh Jenderal Hein ter Poorten, Tjarda telah meninggalkan ruangan perundingan.
Sebelumnya, pada tanggal 5 Maret 1942, Tjarda telah memisahkan kekuasaan sipil dan militer
serta mengalihkan kekuasaan militer kepada Ter Poorten. Ia kemudian tidak menyerahkan
kekuasaan sipil atas Hindia Belanda pada Kapitulasi Kalijati. Tindakan tersebut dijadikan dasar
bagi Belanda untuk mengalihkan kekuasaan sipil kepada Letnan Gubernur Jenderal Hubertus Van
Mook yang telah mengasingkan diri ke Australia. Legitimasi inilah yang digunakan untuk
membentuk Pemerintahan Sipil Hindia Belanda (NICA) di pengasingan Australia.
Tjarda, keluarganya, beserta personel militer dan pemerintahan Hindia Belanda lainnya
kemudian ditawan. Jepang sempat menawari untuk membiarkan ia tinggal sebagai tahanan rumah
dan menerima perlakuan khusus, tetapi ia menolak. Ia dipisahkan dari istrinya, Christine
Marburg, dan kedua putrinya, yang ditahan di kamp tawanan perang yang berbeda di Bandung.
Tjarda awalnya ditahan di Bandung, sebelum dipindahkan ke Batavia, dan akhirnya ke Manchuria,
tepatnya di Hsien (sekarang Liaoyuan, Tiongkok), di mana ia ditahan bersama dengan tahanan
terkenal lainnya, seperti Jenderal Jonathan M. Wainwright, hingga dibebaskan pada 16 Agustus
1945.
Usai perang, Tjarda kembali ke Belanda bersama keluarganya. Ia sempat ditawari untuk
kembali menjadi gubernur jenderal (jabatan pengganti yang setara) tetapi ia menolak berurusan
dengan Indonesia dan proses dekolonisasi Indonesia. Ia mengembalikan mandatnya sebagai
gubernur jenderal pada pertengahan Oktober 1945 karena adanya perbedaan pandangan dengan
Menteri Daerah Seberang Lautan (sebelumnya disebut Menteri Koloni) yaitu Johann Heinrich
Adolf Logemann. Ia kemudian menjadi Duta Besar Belanda untuk Prancis pada tahun 1945–1948
dan kemudian menjadi Perwakilan Belanda untuk NATO pada tahun 1950–1956.

Anda mungkin juga menyukai