Anda di halaman 1dari 2

Lihat pula

Referensi
Pranala luar

Gunung Lawu
Halaman
Pembicaraan
Baca
Sunting
Sunting sumber
Lihat riwayat
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Untuk layanan kereta api milik PT Kereta Api Indonesia, lihat kereta api Argo Lawu.

Artikel ini membutuhkan rujukan tambahan agar kualitasnya dapat dipastikan. Mohon
bantu kami mengembangkan artikel ini dengan cara menambahkan rujukan ke sumber
tepercaya. Pernyataan tak bersumber bisa saja dipertentangkan dan dihapus.
Cari sumber: "Gunung Lawu" – berita · surat kabar · buku · cendekiawan · JSTOR
(Juni 2021)
Gunung Lawu
Jawa:ꦒꦸꦤꦸꦁꦭꦮꦸ
Lawu.jpg
Titik tertinggi
Ketinggian 3.265 m (10.712 ft)[1]
Puncak 3.118 m (10.230 ft)[2]
Posisi ke-76 gunung tertinggi di dunia
Geografi
Gunung Lawu di JawaGunung LawuGunung Lawu
Lokasi di pulau Jawa
Letak Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah dan Kabupaten Magetan, Kabupaten Ngawi
Jawa Timur, Indonesia
Geologi
Jenis gunung Stratovolcano
Letusan terakhir 28 November 1885
Pendakian
Rute termudah Cemoro Sewu
Rute normal Cemoro Kandang, Candi Cetho
Gunung Lawu (Hanacaraka:ꦒꦸꦤꦸꦁꦭꦮꦸ) (3.265 MDPL) terletak di Pulau Jawa, Indonesia,
tepatnya di perbatasan Provinsi Jawa Tengah dan Jawa Timur. Gunung Lawu terletak di
antara tiga kabupaten yaitu Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah, Kabupaten Ngawi,
dan Kabupaten Magetan, Jawa Timur. Status gunung ini adalah gunung api "istirahat"
(diperkirakan terakhir meletus pada tanggal 28 November 1885[3][4]) dan telah lama
tidak aktif, terlihat dari rapatnya vegetasi serta puncaknya yang tererosi. Studi
pada 2019 tentang geothermal heat flow mensugestikan bahwa Gunung Lawu masih aktif
sampai sekarang[5]

Di lerengnya terdapat kepundan kecil yang masih mengeluarkan uap air (fumarol) dan
belerang (solfatara). Gunung Lawu mempunyai kawasan hutan Dipterokarp Bukit, hutan
Dipterokarp Atas, hutan Montane, dan hutan Ericaceous. Gunung Lawu adalah sumber
inspirasi dari nama kereta api Argo Lawu, kereta api eksekutif yang melayani Solo
Balapan-Gambir.

Gunung Lawu memiliki tiga puncak, yakni Hargo Dalem, Hargo Dumiling, dan puncak
tertinggi bernama Hargo Dumilah.i.[6]

Di lereng gunung ini terdapat sejumlah tempat yang populer sebagai tujuan wisata,
terutama di daerah Tawangmangu, Cemorosewu, dan Sarangan. Agak ke bawah, di sisi
barat terdapat dua komplek percandian dari masa akhir Majapahit: Candi Sukuh dan
Candi Cetho. Di kaki gunung ini juga terletak komplek pemakaman kerabat Praja
Mangkunagaran: Astana Girilayu dan Astana Mangadeg. Di dekat komplek ini terletak
Astana Giribangun, mausoleum untuk keluarga presiden kedua Indonesia, Soeharto.

Legenda
Cerita dimulai dari masa akhir kerajaan Majapahit (1400 M) pada masa pemerintahan
Sinuwun Bumi Nata Bhrawijaya Ingkang Jumeneng kaping 5 (Pamungkas). Dua istrinya
yang terkenal ialah Dara Petak putri dari daratan Tiongkok dan Dara Jingga. Dara
Petak melahirkan putra bernama Raden Fatah, sementara Dara Jingga melahirkan putra
bernama Pangeran Katong. Raden Fatah setelah dewasa beragama islam, berbeda dengan
ayahandanya yang beragama Budha. Bersamaan dengan pudarnya Majapahit, Raden Fatah
mendirikan Kerajaan Demak dengan pusatnya di Glagah Wangi (Alun-Alun Demak).

Melihat kondisi yang demikian itu, hati Sang Prabu terusik. Sebagai raja yang
bijak, pada suatu malam, dia pun akhirnya bermeditasi memohon petunjuk Sang Maha
Kuasa. Dalam semadinya didapatkannya wangsit yang menyatakan bahwa sudah saatnya
cahaya Majapahit memudar dan wahyu kedaton akan berpindah ke kerajaan Demak.

Pada malam itu pulalah Sang Prabu dengan hanya disertai pemomongnya yang setia
Sabdopalon diam-diam meninggalkan keraton dan melanglang praja dan pada akhirnya
naik ke Puncak Lawu. Sebelum sampai di puncak, dia bertemu dengan dua orang kepala
dusun yakni Dipa Menggala dan Wangsa Menggala. Sebagai abdi dalem yang setia dua
orang itu pun tak tega membiarkan tuannya begitu saja. Merekapun pergi bersama ke
puncak Harga Dalem.

Saat itu Sang Prabu bertitah, "Wahai para abdiku yang setia sudah saatnya aku harus
mundur, aku harus muksa dan meninggalkan dunia ramai ini. Dipa Menggala, karena
kesetiaanmu kuangkat kau menjadi penguasa gunung Lawu dan membawahi semua makhluk
gaib dengan wilayah ke barat hingga wilayah gunung Merapi/gunung Merbabu, ke timur
hingga gunung Wilis, ke selatan hingga Pantai selatan, dan ke utara sampai dengan
pantai utara dengan gelar Sunan Gunung Lawu. Dan kepada Wangsa Menggala, kau
kuangkat sebagai patihnya, dengan gelar Kyai Jalak.

Tak kuasa menahan gejolak di hatinya, Sabdopalon pun memberanikan diri berkata
kepada Sang Prabu: Bila demikian adanya hamba pun juga pamit berpisah dengan Sang
Prabu, hamba akan naik ke Harga Dumiling dan meninggalkan Sang Prabu di sini.

Singkat cerita Sang Prabu Brawijaya pun muksa di Harga Dalem, dan Sabdopalon moksa
di Harga Dumiling. Tinggalah Sunan Lawu Sang Penguasa gunung dan Kyai Jalak yang
karena kesaktian dan kesempurnaan ilmunya kemudian menjadi mahluk gaib yang hingga
kini masih setia melaksanakan tugas sesuai amanat Sang Prabu Brawijaya.

Pendakian

Anda mungkin juga menyukai