Anda di halaman 1dari 69

Upaya meningkatkan kompetensi guru dalam menyusun soal ulangan

semester melalui workshop di Sekolah Dasar Negeri Kemanggisan 19 pagi


Kec. Palmerah Jakarta Barat

Drs. Sujono Tirto Pramono, MM


NIP. 195904041982061002

PUSAT PENGEMBANGAN TENAGA KEPENDIDIKAN


BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA
PENDIDIKAN DAN PENJAMINAN MUTU PENDIDIKAN
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
2012
LEMBAR PENGESAHAN

Kepala Seksi Pendidikan Dasar Kecamatan Palmerah Kota Administrasi Jakarta Barat
mengesahkan Laporan hasil penelitian Tindakan Sekolah ( PTS ) dengan judul :

Upaya meningkatkan kompetensi guru dalam menyusun soal ulangan semester


melalui workshop di Sekolah Dasar Negeri Kemanggisan 19 pagi Kec. Palmerah
Jakarta Barat

Nama Peneliti : Drs. Sujono Tirto Pramono, MM


NIP : 195904041982061002
Jabatan : Pengawas TK /SD
Unit Kerja : Seksi Pendidikan Dasar Kecamatan Palmerah

Disyahkan di : Jakarta
Pada Tanggal : 13 September 2012
Kepala Seksi Pendidikan Dasar
Kecamatan Palmerah Jakarta Barat

H .Kholil , M.M.Pd
Nip.196310271986031011
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis sampaikan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat,
hidayah serta kesehatan sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Penelitian
Tindakan ini dengan baik.

Laporan Penelitian Tindakan ini disusun berdasarkan pengalaman penulis sebagai


Pengawas Sekolah yang bertugas melakukan pembinaan terhadap sejumlah sekolah
binaannya.

Dalam penulisan laporan ini penulis banyak mengucapkan terimakasih kepada :


Kepala Seksi Dinas Dikdas Kec. Palmerah, Teman-teman Pengawas, Kepala Sekolah
maupun guru-guru di sekolah binaan peneliti hingga terselesaikannya penelitian ini Allah
SWT mencatat sebagai amal kebaikan. amin.

Akhirnya peneliti berharap agar Tim penilai OJL dapat memberikan penilaian
terhadap Laporan Penelitian Tindakan ini, sebagai salah satu persyaratan untuk
melengkapi laporan On Job Learning

Mudah-mudahan hasil Penelitian ini bermanfaat bagi para pembaca.

Jakarta, September 2012


Peneliti

Drs. Sujono Tirto Pramono, MM


Nip. 195904041982061002
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................... i
KATA PENGANTAR........................................................................................... ii
DAFTAR ISI....................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah................................................................. 1
B. Identifikasi Masalah........................................................................ 8
C. Perumusan Masalah ....................................................................... 9
D. Tujuan Penelitian............................................................................. 9
E. Manfaat Penelitian ......................................................................... 10

BAB II KAJIAN TEORI DAN HIPOTESA TINDAKAN


A. Kajian Teori..................................................................................... 12
B. Hasil Penelitian ………………………………………………………. 29
C. Kerangka konseptual....................................................................... 30
D. Hipotesa Tindakan .......................................................................... 31

BAB III METODOLOGI PENELITIAN


A. Setting Penelitian............................................................................ 32
B. Subjek Penelitian............................................................................. 33
C. Instrumen Penelitian........................................................................ 42
D. Tehnik dan Pengumpulan data........................................................ 43
E. Analisa Data..................................................................................... 43
F. Prosedur Penelitian......................................................................... 43

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN SARAN


A. Hasil Penelitian ............................................................................... 45
B. Pembahasan.................................................................................... 55

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN


A. Kesimpulan ..................................................................................... 59
B. Saran............................................................................................... 60
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kegiatan Proses Belajar Mengajar (pendidikan) yang diselenggarakan di

sekolah memiliki peran utama dan sangat menentukan, terutama dalam membina dan

menyiapkan sumber daya manusia yang bermutu. Keberhasilan dalam menyiapkan

sumber daya manusia melalui pendidikan di sekolah, banyak faktor yang ikut

menentukan. Faktor-faktor tersebut, secara sederhana dapat dikelompokkan menjadi

dua bagian yaitu faktor intern sekolah dan faktor ekstern sekolah. Lingkungan fisik,

antara lain gedung, sekolah, ruang kelas dengan pengaturan ventilasi dan

penerangannya serta perlengkapan meja-kursi, ruang laboratorium, ruang

perpustakaan, ruang kepala sekolah, dan ruang guru, buku pelajaran, buku

perpustakaan, alat peraga, alat-alat laboratorium, alat olahraga, ruang kesehatan

sekolah, pagar sekolah, halaman untuk bermain dan olahraga, serta peraturan tata

tertib. Sedangkan lingkungan sosial, antara lain : manajemen sekolah, hubungan

antar komunitas sekoilah, nilai-nilai yang berkembang dan berlaku dalam lingkungan

masyarakat sekolah, pengayaan materi pelajaran dalam kegiatan ekstra kurikuler,

suasana dan iklim proses kegiatan belajar mengajar, kepatuhan dan ketaatan seluruh

komunitas sekolah terhadap peraturan dan tata tertib sekolah.

Faktor ekstern lingkungan fisik dan lingkungan sosial. antara lain, gedung-

gedung, perkantoran, perumahan masyarakat, tempat-tempat keramaian (hiburan,

perdagangan), pasar tradisional, daerah terpencil, daerah banjir, dan tempat mangkal

pedagang kaki lima. Sedangkan lingkungan sosial meliputi : hubungan dan komunitas

antara masyarakat sekitar sekolah dengan komunitas sekolah, adat istiadat,


kebiasaan-kebiasaan, tata krama, dan nilai-nilai serta norma yang berkembang dan

berlaku di masyarakat, sekitar lokasi sekolah berada.

Ditinjau dari segi potensi ini pendidikan mempunyai tugas untuk

menganalisasikan potensi tersebut. Baik itu perkembangan cipta rasa keterampilan

serta moral untuk mengarah kepada hal yang baik dan benar sesuai dengan tujuan

pendidikan, maupun perkembangan sikap siswa dalam belajar.

Dalam belajar tentunya siswa membutuhkan suasana yang nyaman, aman,

dan menyenangkan, hal ini tentunya kepala sekolah melalui kinerjanya dapat

mengupayakan dan kondisikan lingkungan sekolah yang lebih menyenangkan,

sehingga siswa belajar lebih aktif, dengan keaktifan siswa tersebut, tentunya kepada

sekolah juga harus dapat memenuhi kompetensi guru sebagai fasilitator yang dapat

mengubah perilaku belajar siswa yang lemah menjadi nilai tambah terhadap

kemampuan siswa, sehingga tujuan dari pendidikan, yaitu tercapainya mutu

pendidikan dapat ditempuh dengan baik.

Mutu pendidikan dapat dicapai apabila masukan, proses, keluaran, guru,

sarana dan prasarana serta biaya apabila seluruh komponen tersebut memenuhi

syarat tertentu dalam meningkatkan mutu. Namun dari beberapa komponen tersebut

yang lebih banyak berperan adalah tenaga kependidikan yang bermutu yaitu yang

mampu menjawab tantangan-tantangan dengan cepat dan tanggung jawab. Tenaga

kependidikan pada masa mendatang akan semakin kompleks, sehingga menuntut

tenaga kependidikan untuk senantiasa melakukan berbagai peningkatan dan

penyesuaian penguasaan kompetensinya.

Pendidikan yang bermutu sangat membutuhkan tenaga kependidikan yang

professional. Tenaga kependidkan mempunyai peran yang sangat strategis dalam


pembentukan pengetahuan, keterampilan, dan karakter peserta didik. Oleh karena itu

tenaga kependidikan yang professional akan melaksanakan tugasnya secara

professional sehingga menghasilkan tamatan yang lebih bermutu. Menjadi tenaga

kependidikan yang profesional tidak akan terwujud begitu saja tanpa adanya upaya

untuk meningkatkannya, adapun salah satu cara untuk mewujudkannya adalah

dengan pengembangan profesionalisme ini membutuhkan dukungan dari pihak yang

mempunyai peran penting dalam hal ini adalah kepala sekolah, dimana kepala sekolah

merupakan pemimpin pendidikan yang sangat penting karena kepala sekolah

berhubungan langsung dengan pelaksanaan program pendidikan di sekolah.

Ketercapaian tujuan pendidikan sangat bergantung pada kecakapan dan

kebijaksanaan kepemimpinan kepala sekolah yang merupakan salah satu pemimpin

pendidikan. Karena kepala sekolah merupakan seorang pejabat yang profesional

dalam organisasi sekolah yang bertugas mengatur semua sumber organisasi dan

bekerjasama dengan guru-guru dalam mendidik siswa untuk mencapai tujuan

pendidikan. Dengan keprofesionalan kepala sekolah ini pengembangan

profesionalisme tenaga kependidikan mudah dilakukan karena sesuai dengan

fungsinya, kepala sekolah memahami kebutuhan sekolah yang ia pimpin sehingga

kompetensi guru tidak hanya berhenti pada kompetensi pribadinya saja, melainkan

meningkatnya sejumlah kompetensi sosial, hingga mencapai kompetensi profesional.

Profesionalitas guru tidak hanya menguasai bidang ilmu, bahan ajar, dan metode yang

tepat, akan tetapi mampu memotivasi peserta didik, memiliki keterampilan yang tinggi

dan wawasan yang luas terhadap dunia pendidikan.

Sebagai contoh yang dapat kita ambil didasarkan pada fenomena yang baru-

baru dialami oleh siswa SMU, dimana hasil belajar atau kelulusan ujian nasional,

banyak siswa yang gagal pada tingkat kelulusan, bila disadari, siapakah yang
bertanggung jawab dalam hal ini ? siswa, guru, sistem atau pemerintah terkait. Oleh

karena itu, gejala demikian apabila tidak dicarikan solusinya akan menjadi bumerang

pada pendidikan di negeri kita ini. Untuk itu kesiapan guru pada sejumlah

kompetensinya menjadi hal yang sangat urgen dalam dalam mengelola kelas,

sehingga terciptanya mutu pendidikan yang diharapkan.

Bertitik tolak dari hal di atas, maka pendidikan merupakan tanggung jawab

bersama antara lembaga sekolah, masyarakat, dan pemerintah. Keberhasilan

pembangunan pendidikan, ditentukan oleh kualitas sumber daya manusia bukan

ditentukan oleh kuantitas dan kekayaan sumber alam. Untuk itu melalui pembinaan

dan kompetensi terhadap guru diharapkan mutu pendidikan akan lebih meningkat,

mengingat guru sebagai penopang terdepan terhadap mutu penyelenggaraan

pendidikan, sehingga guru dapat dijadikan sebagai modal dasar untuk mengupayakan

kemajuan bangsa, seperti terungkap dalam naskah Propenas, Bab IV, tentang arah

kebijakan dibagian pendidikan, sebagai berikut :

Mengembangkan kualitas sumber daya manusia sedini mungkin secara


terarah, terpadu, dan menyeluruh melalui berbagai proaktif dan reaktif oleh
seluruh komponen bangsa agar generasi muda dapat berkembang secara
optimal disertai dengan hak dukungan dan lindungan sesuai dengan potensi.
(MPR, Propenas : 2003).

Sumber daya manusia yang berkualitas tidak muncul begitu saja, tetapi harus

melalui suatu proses pendidikan, yang juga harus berkualitas tinggi. Upaya untuk

meningkatkan mutu pendidikan telah dilakukan pemerintah secara bertahap dan

didasari oleh kebutuhan masing-masing individu untuk mengembangkan kemampuan

dirinya mengatasi tentang hidup.

Dengan berpedoman pada pendapat diatas, upaya meningkatkan mutu

pendidikan juga didasari perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang cepat

dan tidak terduga sehingga guru kiranya perlu mengejar ketinggalan dibidang ilmu
pengetahuan dan teknologi, sebagaimana yang diamanatkan dalam propernas. Usaha

pemerintah dalam rangka peningkatan mutu pendidikan antara lain :

Melakukan pembaharuan system pendidikan termasuk pembaharuan


kurikulum berupa diversifikasi kurikulum untuk melayani keberagaman peserta
didik, penyusunan kurikulum yang berlaku nasional dan local sesuai dengan
kepentingan setempat serta diversifikasi jenis pendidikan secara proses
profesional (MPR : 2003).

Secara konseptual peningkatan kualitas mutu pendidikan lazimnya

mempunyai tiga dimensi yaitu masukan, proses, dan hasil. Dimensi masukan antara

lain guru, sarana dan prasarana, dana, lingkungan dan siswa. Sementara dimensi

proses berorientasi pada metode, cara, prosedur, strategi, dan pendekatan dalam

interaksi belajar mengajar.

Dengan memperhatikan masukan-masukan tersebut, upaya untuk

meningkatkan mutu pendidikan dapat dilaksanakan. Antara lain dengan cara

meningkatkan kompetensi guru, menyempurnakan kurikulum, menyediakan sarana

prasarana yang memadai, serta pembuatan soal-soal yang menuntut kemampuan

guru untuk berperan aktif dalam rangkan meningkatkan mutu pendidikan. Penyediaan

sarana dan prasarana tersebut hendaknya dibarengi dengan upaya untuk

meningkatkan dan memanfaatkan secara efektif dan efisien. Sedangkan kompetensi

guru akan mampu menggunakan metode mengajar dengan baik, menjabarkan

kurikulum ke dalam satuan pembelajaran dapat ditempuh dengan kinerja Kepala

Sekolah, bagaimana ia mengaplikasikannya dengan memberikan bimbingan kepada

guru agar mereka mampu menyusun soal-soal dengan baik dan menghasilkan

keluaran atau mutu pendidikan yang optimal .

Atas dasar ini gejala yang tampak pada Sekolah Dasar Negeri Kemanggisan

19 pagi, Jakarta Barat sebagai salah unsur pembina lembaga sekolah yang memiliki

kewenangan untuk meningkatkan mutu pendidikan, dan berusaha meningkatkan

kompetensi guru dalam rangka optimalisasi mutu pendidikan.


Dalam peningkatan mutu pendidikan tentunya Kepala Sekolah sebelum

melaksanakan tugas mengidentifikasi terlebih dahulu perangkat kurikulum Tingkat

Satuan Pendidikan (KTSP) yang akan dilaksanakan dan dikembangkan, hal ini

tentunya terkait dengan kinerja guru dalam menyusun soal-soal, tetapi pada

pelaksanaannya Kepala Sekolah telah menjabarkan KTSP kepada guru, namun daya

serap siswa belum menjadi harapan, hal ini perlu dibuat kerangka pembinaan yang

lebih memfokuskan pada komptensi guru, mengingat kecenderungan guru dalam

menyusun soal-soal kurang berpedoman belum berpedoman pada apa yang termuat

dalam RPP, selain itu soal-soal yang disusun tidak masih memiliki tingkat validitas

yang rendah, sehingga perlu adanya penyempurnaan terhadap soal-soal yang

dibentuk belum memiliki tingkat kebutuhan terhadap daya serap siswa sehingga perlu

suatu alat atau sarana yang dapat meningkatkan kompetensi guru dalam menyusunan

soal-soal.

Untuk memperkecil distorsi ini, muatan kurikulum tertulis perlu dilengkapi

dengan komponen esensial kurikulum seperti tujuan, materi, organisasi materi,

pengalaman belajar, organisasi pengalaman belajar, dan cara penilaian. Lalu, supaya

materi itu bermanfaat bagi siswa dan mudah diikuti, seyogyanya dilakukan studi

kebutuhan sebelum penetapan tujuan dan materi pembelajaran disajikan. Dengan

demikian secara keseluruh kondisi guru ini belum dapat dilakukan dengan optimal,

mengingat kecenderungan guru dalam proses pembelajaran didasarkan atas

pengalaman belajar, dan cenderung kurang mengikuti perkembangan IPTEK sehingga

pelaksanaan pembelajaran yang dilakukan guru kurang berkembang.

Upaya untuk meminimalisir masalah-masalah tersebut di atas, maka melalui

Kepemimpinan kepala sekolah dengan melaksanakan kegiatan Workshop diharapkan

akan menjadi kontribusi terhadap peningkatan kompetensi guru dalam menyusun


soal-soal di SDN Kemanggisan 19 Pagi Jakarta Barat, dimana selama ini mutu

pendidikan telah berjalan dengan baik, tetapi belum mencapai pada standar kelulusan

yang telah dicanangkan oleh Dinas Pendidikan, sehingga perlu adanya suatu sarana

yang dapat meningkatkan kompetensi guru dalam menunjang mutu pendidikan

Pentingnya kompetensi guru dalam menyusun soal-soal merupakan salah

satu tugas utama yang harus dipahami dan dilaksanakan sepenuh hati, serta

akuntabel. Oleh karena itu guru tersebut dalam melaksanakan tugas, harus

memperhatikan berbagai hal penting terkait erat dalam menyusun soal seperti

pembuatan kisi-kisi dalam menentukan indikator terhadap materi ajar, dan membuat

draft penyusunan soal-soal, hingga finalisasi dalam penyusunan soal-soal. Dengan

demikian melalui workshop ini kepemimpinan kepala sekolah merupakan “dasar

dalam melaksanakan perbaikan kompetensi guru sebagai pengajar dalam rangka

mewujudkan mutu pendidikan. Indikator dari mutu pendidikan adalah ukuran

kuantitatif maupun kualitatif yang dapat menggambarkan tingkat pencapaian sasaran

dan tujuan belajar, baik pada tahap perencanaan, pelaksanaan, maupun tahap

setelah kegiatan selesai. Di samping itu indikator mutu pendidikan juga dapat

meyakinkan adanya kemajuan dalam rangka menuju tercapainya sasaran dan atau

tujuan. Dengan demikian kompetensi guru dalam menyusun soal merupakan

gambaran terhadap meningkatnya tenaga pendidik yang dapat dijadikan sebagai

pedoman perencanaan dalam meningkatkan mutu pendidikan di SDN Kemanggisan

19 Pagi Jakarta Barat.

Berangkat dari persoalan ini dan memperhatikan keterkaitan yang terjadi

antara kepemimpinan kepala sekolah dan kompetensi guru dalam rangka

meningkatkan mutu pendidikan, maka perlu adanya pengkajian dan pembuktian baik

secara teoretik maupun empirik terhadap keterkaitan hal-hal tersebut di atas.


Hasil pengkajian ini selanjutnya dapat dijadikan sebagai salah satu bukti pembenaran

dan pengembangan lebih lanjut, terhadap “Upaya meningkatkan kompetensi guru

dalam menyusun soal ulangan semester melalui workshop di Sekolah Dasar Negeri

Kemanggisan 19 pagi Kec. Palmerah Jakarta Barat”.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian di atas, faktor yang mempengaruhi mutu pendidikan

terkait erat dengan sejumlah kompetensi guru, maka masalah-masalah dalam

penelitian yang dapat diidentifikasikan sebagai berikut :

1. Bagaimana kondisi guru dalam mengajar di SDN Kemanggisan 19 Pagi Jakarta

Barat?

2. Bagaimana pemahaman guru terhadap materi pelajaran di kelas, apakah sudah

memenuhi standar kurikulum yang diharapkan ?

3. Apakah dengan kompetensi guru dalam menyusun soal-soal sudah dapat

mengukur keberhasilan dalam mengajar ?

4. Bagaimana dengan kepemimpinan kepala sekolah dalam meningkatkan

kompetensi guru?

5. Upaya apa yang dilakukan kepala sekolah dalam meningkatkan kompetensi guru?

6. Apakah melalui workshop penyusunan soal dapat meningkatkan kompetensi

guru?
C. Perumusan Masalah

Berdasarkan Identifikasi masalah yang dikemukakan di atas, maka

perumusan masalah dalam penelitian ini di rumuskan “Apakah melalui workshop

dapat meningkatkan kompetensi guru dalam menyusun soal-soal di SDN

Kemanggisan 19 pagi Jakarta Barat?

D. Tujuan Penelitian

Pemikiran awal peneliti ketika masalah kompetensi guru dalam kaitannya

dengan proses pembelajaran belum adanya persamaan persepsi dalam mengelola

kelas, akibatnya mutu pendidikan belum memenuhi standar yang diinginkan oleh

Dinas Pendidikan”. Sebagai topik penelitian adanya kecenderung yang mempengaruhi

kompetensi guru dalam menyusun soal.

Dengan pemikiran awal yang sedemikian, maka tujuan penelitian ini adalah

sebagai berikut :

1. Membuat rencana kerja dalam merancang meningkatnya kompetensi guru dalam

menyusun soal-soal ulangan akhir semester di SDN Kemanggisan 19 pagi Jakarta

Barat melalui Kepemimpinan kepala sekolah.

2. Mengetahui kadar kompetensi guru dalam menyusun RPP, Silabus dan

memberikan materi pembelajaran.

3. Mengetahui bagaimana respon guru dalam proses pembelajaran yang mencakup,

penyusunan RPP, silabus, dan materi pembelajaran setelah mendapatkan

bimbingan dari kepala sekolah.

4. Memperoleh gambaran empirik mengenai kompetensi guru dalam rangka

meningkatkan mutu pendidikan.


E. Manfaat penelitian

Hasil penelitian ini dalam rangka meningkatkan kompetensi guru,

diharapkan dapat dijadikan bahan masukan dan dapat dimanfaatkan oleh pihak terkait

dan dijadikan ukuran terhadap mutu pendidikan. Secara lebih khusus pemanfaatan

hasil penelitian ini, utamanya untuk lembaga sekolah agar lebih memperhatikan

rambu-rambu dalam mengelola sekolah.

Hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan oleh pengawas sekolah, sebagai

upaya pengembangan guru untuk meningkatkan kompetensinya agar dapat

memuaskan pelanggan. Sehubungan dengan itu strategi yang mereka dapat lakukan,

mencakup sejumlah indikator (1) merencanakan program belajar mengajar, (2)

melaksankaan atau mengelola proses belajar mengajar, (3) menilai kemajuan proses

belajar mengajar, dan (4) memperbaiki proses belajar mengajar berdasarkan hasil

evaluai dan informasi lainnya. Di samping untuk itu, keberhasilan strategi dalam

memberdayakan guru sebagai tenaga pendidik, harus dibarengi kesungguhan mereka

untuk meningkatkan kompetensi dalam melaksanakan tugas mengajarnya, dan

terciptanya mutu pendidikan yang lebih baik.

Sementara itu bagi SDN Kemanggisan 19 pagi Jakarta Barat, sebagai

organisasi yang dijadikan lokus penelitian dapat memanfaatkan hasil penelitian ini,

untuk dipertimbangkan sebagai salah satu pola pembinaan bagi guru dalam

meningkatkan kompetensinya. Sehingga pada akhirnya SDN Kemanggisan 19 pagi

Jakarta Barat mampu memberikan layanan prima kepada guru dan siswa dalam

menunjang mutu pendidikan. Sedangkan manfaat lain dari hasil penelitian ini adalah,

diharapkan dapat memperkaya kajian konsep keilmuan khususnya dalam kawasan

manajemen pendidikan. Karena hasil penelitian ini membuktikan pembenaran yang

terangkum dalam dokumentasi yang menggambarkan kompetensi guru, baik menurut


hasil kajian konsep atau teori begitu juga menurut kajian empirik. Hasil pengkajian

secara terpadu yang mencakup aspek teoritik dan empirik terhadap kinerja Kepala

Sekolah dalam meningkatkan kompetensi guru yang dapat dijadikan ukuran terhadap

meningkatnya mutu pendidikan.


BAB II
LANDASAN TEORI

A. Deskripsi Teori

1. Hakikat Kompetensi Guru

Menurut Desi Anwar (2002; 79) Dalam kamus umum Bahasa Indonesia

kata kompetensi diartikan sebagai “kewenangan atau kekuasaan sesuatu hal. Hal

yang disebutkan terakhir nampaknya terlalu ideal dan terlalu teoritik, sebab dalam

kenyataannya Puskur Depdiknas telah menyiapkan secara lengkap silabus untuk

seluruh mata pelajaran pada berbagai jenis dan jenjang pendidikan dan guru

biasanya lebih suka memanfaatkan yang sudah ada apalagi jika yang

membuatnya Depdiknas. Dengan demikian guru diberikan kewenangan secara

leluasa untuk menganalisis silabus sesuai dengan karakteristik dan kondisi

sekolah, serta kemampuan guru itu sendiri dalam menjabarkannya menjadi

persiapan mengajar yang siap dijadikan pedoman pembentukan kompetens. Hal

ini ditujukan untuk guru agar dapat membuat persiapan mengajar, baik berkaitan

dengan hakekat fungsi, prinsip, maupun prosedur pengembangan persiapan

mengajar, serta cara mengukur efektifitas persiapan mengajar.

Persiapan mengajar pada hakekatnya merupakan perencanaan jangka

pendek untuk memperkirakan atau memproyeksikan tentang apa yang akan

dilakukan. Dengan demikian persiapan mengajar merupakan upaya untuk

memperkirakan tindakan yang akan dilakukan dalam kegiatan pembelajaran.

Perencanaan pembelajaran perlu dilakukan untuk mengkoordinasikan komponen

pembelajaran berbasis kompetensi, yakni: kompetensi dasar, materi standar,

indikator hasil belajar, dan penilaian berbasis kelas.


Kompetensi dasar berfungsi mengembangkan potensi peserta didik

materi standar berfungsi memberi makna terhadap kompetensi dasar; indikator

hasil berlajar berfuingsi menunjukkan keberhasilan pembentukkan kompetensi

pada peserta didik; sedangkan penilaian berbasis sekolah berfungsi untuk

mengukur pembentukan kompetensi, dan menentukan tindakan yang harus

dilakukan apabila kompetensi standar belum terbentuk atau belum tercapai.

Dari uraian di atas jelas seorang guru dikatakan menguasai atau

kompetensi, maka seorang guru dapat menjabarkan mata pelajaran dalam arti

menjelaskan sesuatu mata pelajaran dan mampu menjalankan profesinya sebagai

guru dalam merubah sikap dan prilaku anak untuk mencapai hasil belajar yang

lebih baik. Sedangkan kekuasaan atau menguasai dapat disejajarkan dengan

kemampuan. Kemampuan menurut Suharsimi Arikunto adalah “seseorang yang

mampu menyerap arti dari materi atau bahan yang telah diberikan (1991 ; 38).

Sedangkan menurut Suparno Kemampuan adalah “pengurasan sesuatu pikiran,

baik maknanya, konsep-konsepnya, tujuan serta aplikasinya dalam

kehidupan” (1998 ; 121)..

Definisi kompetensi adalah “kemampuan dasar yang dapat dilakukan

oleh para guru pada tahap pengajaran. Kemampuan dasar ini akan dijadikan

sebagai landasan melakukan proses pembelajaran penilaian siswa (Depdiknas :

2004) ”.

Dari pendapat-pendapat tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa

kemampuan bukan sekedar mengetahui yang terbatas atau hanya mengingat

kembali apa yang pernah dipelajari, tetapi lebih dari itu kemampuan melibatkan

proses atau kegiatan mental sehingga lebih dinamis. Dengan demikian seorang

guru berkompetensi dalam tugasnya sehari-hari perlu memiliki 4 kemampuan,


yakni : Kompetensi profesional, kompetensi personal, kompetensi sosial, dan

kompetensi pedagogik.

a. Kompetensi Profesional

Seorang guru memiliki wawasan pengetahuan yang luas tentang bidang

studi (subject matter) yang diajarkan, serta menguasai metodologi pengajaran

dalam arti memiliki/ menentukan metode yang tepat serta mampu

menggunakannya dalam proses belajar mengajar.

b. Kompetensi Personal

Seorang guru memiliki sikap kepribadian yang mantap, sehingga mampu

menjadi sumber infensifikasi bagi subject memiliki kepribadian yang utuh dan

menjadi teladan bagi orang lain.

c. Kompetensi Sosial

Seorang guru memiliki kemampuan berkomunikasi sosial, baik dengan

Kepala Sekolah guru-guru, pegawai tata usaha usaha, murid-muridnya, dan

anggota masyarakat sekitar.

d. Kompetensi Pedagogik

Seorang guru memiliki pemahaman wawasan atau landasan dalam

mengembangkan kemampuan dalam mengajar kepada siswa hingga

mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimiliki dalam mencapai mutu

pendidikan menurut (Moh. Uzer, 1993 :36).

Dari keempat pengertian di atas seorang guru dituntut untuk memiliki

kemampuan dalam menguasai bahan/bidang studi dengan kurikulum serta

mampu mendalami dan mengaaplikasikannya, mengelola program belajar

mengajar, merumuskan tujuan instruksional mengenal dan dapat menggunakan


metode mengajar yang baik, memilih dan menyusun prosedur instruksional yang

tepat dapat melaksankaan program belajar mengajar dengan baik, mengenai

kemampuan anak didik dan mampu merencanakan dan melaksanakan

pengajaran.

Menurut (Rooijakkers : 1991) teori-teori yang menekankan pada aspek-

aspek kompetensi mengelola kegiatan pembelajaran atau kemampuan guru

membelajarkan siswa di depan kelas, dijelaskan oleh Rooijakkers ada sepuluh

macam keterampilan mengajar yang diperlukan: 1) memberikan struktur pada

uraian (pendahuluan, inti dan penutup), 2) mengisi pada bagian pendahuluan, 3)

pelaksanaan bagian utama, 4) menyusun bagian inti, 5) penggunaan alat peraga

atau alat Bantu lainnya, 6) menutup pelajaran, 7) sikap yang menunjang, 8)

membuat variasi kecepatan, 9) mendapat umpan balik, dan 10) membuat

selingan yang variasi.

Atas dasar uraian di atas kompetensi sebagai salah saran untuk

menambah wawasan dan pemahaman para pendidik di lapangan untuk

memperlakukan peserta didik, bagaimana memberi kemudahan belajar, dan

bagaimana seharusnya memilih dan menekankan kompetensi yang menunjang

dan bermanfaat bagi peserta didik. Sebagai acuan dalam melakukan analisis

kompetensi dalam implementasi kurikulum, berikut dikemukakan pendapat

Ashan yang dikutip oleh E. Mulyasa mencakup “analisis tugas (E. Mulyasa :

2005). Analisis tugas dimaksudkan untuk mendeskripsikan tugas-tugas yang

harus dilakukan oleh lulusan dalam indikator-indikator kompetensi. Berdasarkan

analisis tugas seorang guru harus dapat mengembangkan berbagai jenis

pekerjaan yang menuntut peran profesional dalam proses pembelajaran.

Disamping itu guru yang kompeten, yaitu seorang guru dalam membimbing dan
embina siswa hendaknya memberi teladan di tengah-tengah masyarakat baik

dalam sikap, tingkah laku dan tutur kata. Di tengah masyarakat ia dapat

membangun, dan dibelakang ia dapat memberi mendorong dan memotivasi.

Kedudukan guru seperti relevan dengan masa reformasi dewasa ini. Ia dapat

membantu masyarakat dalam meningkatkan taraf hidupnya melalui pemberian

informasi yang berkaitan dengan perbaikan wawasan berpikirnya.

Keberhasilan siswa dalam belajar banyak ditentukan oleh kemampuan

guru dalam memotivasi siswa dalam belajar. Guru yang berkompetensi dalam

bidangnya tentu dapat mengarahkan dan menggerakkan siswa sehingga

terangsang untuk mengikuti kegiatan belajar mengajar di sekolah. Kompetensi

guru dalam proses belajar mengajar ini meliputi banyak hal antara lain sebagai

pengajar, pemimpin kelas, pembimbing, pengatur lingkungan, partisipan,

ekspeditor, perencana, supervisor, motivator, penanya, evaluator dan konselor.

Dengan demikian guru sebagai penentu utama dalam keberhasilan proses

belajar mengajar hendaknya dapat meningkatkan perannya, sehingga tercapai

suatu kualitas pengajaran yang berhasil. Oleh karena itu guru hendaknya

memikirkan dan meningkatkan perannya dalam menumbuhkembangkan bakat

dan minat anak dalam belajar.

Atas dasar uraian di atas, maka sintesisnya adalah, seorang guru

sebagai tenaga pengajar tentu harus memiliki kompetensi yang sesuai dengan

profesinya, oleh sebab itu dalam penelitian ini dipilih tiga indikator kompetensi

guru mengajar yang terdiri dari: a) penguasaan bahan/materi pelajaran, b)

menerapkan strategi pembelajaran, dan c) pemilihan dan penggunaan alat

peraga, ke dalam Proses belajar mengajar, d) evaluasi.


Dari keempat indikator tersebut peneliti memfokuskan pada evaluasi

pembelajaran terkait dalam penyusunan soal-soal, mengingat dari soal-soal

tersebut guru dapat mengukur kemampuannya dalam mengajar, dan seberapa

besar daya serap siswa mampu mengaplikasikan materi yang diajarkan, dan

berdampak pada siswa dalam menyelesaikan soal-soal yang diajukan guru.

2. Pedoman Penyusunan Soal-soal

Menyusun/merakit soal merupakan rangkaian dari evaluasi

pembelajaran. Dalam menyusun soal yang siap pakai menjadi satu

perangkat/paket tes atau beberapa paket tes paralel. Dasar acuan dalam merakit

soal adalah tujuan tes dan kisi-kisinya. Untuk memudahkan pelaksanaannya,

guru harus memperhatikan langkah-langkah perakitan soal juga menentukan

penskoran jawaban soal. Pemeriksaan terhadap jawaban peserta didik dan

pemberian angka merupakan langkah untuk mendapatkan informasi kuantitatif

dari masing-masing peserta didik. Pada prinsipnya, penskoran soal harus

diusahakan agar dapat dilakukan secara objektif. Artinya, apabila penskoran

dilakukan oleh dua orang atau lebih yang sama tingkat kompetensinya, akan

menghasilkan skor atau angka yang sama, atau jika orang yang sama

mengulangi proses penskoran akan dihasilkan skor yang sama.


Karakteristik kisi-kisi UN 2011-2012

Materi ini akan disampaikan oleh fasilitator Direktorat PSMA, membahas spesifikasi kisi-
kisi UN 2012 dan perbedaannya dengan kisi-kisi UN tahun-tahun sebelumnya.

4.      Teknik Penulisan Indikator Soal

Materi ini berisi tentang berbagai informasi bagi para peserta tentang pengertian indikator
soal, cara merumuskan indikator soal yang dijabarkan dari indikator pencapaian KD,
berbagai teknik penulisan indikator soal yang mengacu pada aspek UKRK baik yang berisi
stimulus maupun tidak. Pada akhir kegiatan ini peserta diharapkan memiliki keterampilan
tentang cara merumuskan indikator soal, yang akan dijadikan dasar untuk menyusun kisi-
kisi soal.

5.     Penyusunan Kisi-kisi Soal

Dalam sesi ini akan dibahas tentang pentingnya menyusun kisi-kisi soal ( blueprint)
sebelum penyusunan butir soal. Dengan adanya kisi-kisi soal, diharapkan peserta akan
lebih mudah merumuskan butir soal karena spesifikasi soal yang akan diujikan sudah jelas
dan terukur. Disamping itu pemetaan soal yang akan diujikan sesuai dengan SK-KD sudah
tertentu, sehingga penyebaran butir soal relatif merata sesuai dengan kebutuhan. Pada
akhir kegiatan ini, peserta akan menghasilkan dokumen kisi-kisi soal pemantapan ujian
nasional tahun pelajaran 2011-2012.

6.     Kaidah Penulisan Butir Soal

Pada sesi ini akan diinformasikan tentang aturan penulisan butir soal menyangkut aspek
substansi/materi, konstruksi dan kebahasaan. Materi ini merupakan dasar/acuan bagi
penulis soal sehingga soal yang dihasilkan diharapkan bermutu dan dapat mengukur
dengan tepat aspek yang hendak diukur. Pada akhir sesi ini pemahaman peserta
diharapkan dapat ditingkatkan, sehingga dapat merumuskan butir soal dengan baik sesuai
dengan kaidah yang telah ditetapkan.
7.     Penulisan Butir Soal

Kegiatan penulisan butir soal dilakukan dalam bentuk kegiatan mandiri oleh peserta sesuai
dengan kisi-kisi yang telah disusun pada kegiatan sebelumnya. Dalam kegiatan penulisan
butir soal akan didampingi oleh tim fasilitator sesuai dengan pembagian tugasnya. Alokasi
waktu untuk kegiatan penulisan butir soal relatif lebih lama dibandingkan dengan sesi
lainnya, karena pada akhir sesi ini peserta wajib menyelesaikan butir soal yang telah ditulis
dalam bentuk kartu soal-kartu soal sebanyak 5 (lima) paket.

8.     Telaah Butir Soal

Kegiatan ini dilakukan untuk menganalisis butir soal secara kualitatif, agar soal yang
disusun sesuai dengan kisi-kisi dan kaidah penulisan butir soal. Kegiatan telaah butir soal
dilakukan menggunakan kartu telaah soal. Pada akhir sesi ini peserta wajib mengisi kartu
telaah dan melakukan edit terhadap soal yang dipandang tidak sesuai dengan ketentuan
pada kartu telaah. Editing dilakukan terhadap 5 (lima)  paket butir soal yang telah disusun
pada kegiatan sebelumnya.

9.     Perakitan/Finalisasi Naskah Soal US

Perakitan tes dilakukan dalam rangka menyusun soal yang tertuang pada kartu soal
menjadi master naskah soal US tahun pelajaran 2011-2012. Soal-soal yang telah diedit
melalui kegiatan telaah soal, disusun menjadi naskah soal US tahun pelajaran 2011-2012.
Editing dilakukan pada saat finalisasi terkait dengan penataan tampilan naskah soal ( lay
out), pengaturan margin, spasi, keterbacaan, dan penggandaan master naskah soal US.
Pada akhir kegiatan ini akan tersusun 5 (lima) buah master naskah soal US tahun
pelajaran 2011-2012.

3. Kepemimpinan Kepala Sekolah dalam pelaksanaan workshop

Kata kepemimpinan dapat ditelusuri secara harfiah dan semantic yang

pertama berarti penelusuran kata secara leksikal, sedangkan yang kedua

penelusuran dilakukan secara semantic atau berdasarkan arti katanya. Secara

leksikal kata kepemimpinan berasal dari kata dasar pimpin, kemudian mendapat
prefik ke dan sufik an. Kata dasar pimpin memilki berbagai bentuk kata sehingga

kata pimpin berarti berpegangan tangan, berbimbingan tangan, tuntut menuntut

(E. Martono, 2001). Dengan demikian kepemimpinan adalah perihal memimpin

(tata cara memimpin, sikap memimpin, hasil memimpin dan lain-lain).

Dalam suatu lembaga sekolah selalu melibatkan beberapa orang yang

saling berinteraksi secara intensif. Interaksi tersebut disusun dalam suatu struktur

yang dapat membantu dalam usaha pencapaian tujuan bersama. Agar

pelaksanaan tugas-tugas dalam lembaga sekolah dapat berjalan sebagaimana

mestinya maka dibutuhkan sumber seperti perlengkapan, metode belajar, sarana

dan prasartana dan lain-lain. Usaha untuk mengatur dan mengarahkan sumber

daya ini disebut dengan manajemen. Untuk menunjang keberhasilan fungsi

manajemen dalam lembaga sekolah tentunya dibutuhkan seorang pemimpin yang

dapat melaksanakan tugas dan fungsi manajemen serta dapat menciptakan

budaya kerja yang tinggi agar guru dapat melaksanakan tugas mengajarnya

dengan baik dan memiliki kinerja yang tinggi. .

Kepemimpinan adalah proses mengarahkan perilaku orang lain kearah

pencapaian suatu tujuan tertentu. Pengarahan dalam hal ini berarti menyebabkan

orang lain bertindak dengan cara tertentu atau mengikuti arah tertentu. Pemimpin

yang berhasil, baik yang memimpin beberapa atau beratus - ratus guru. Seorang

pemipin yang efektif akan selalu mencari cara yang lebih baik. Seorang bisa

dikatakan pemimpin yang berhasil jika percaya pada pertumbuhan yang

berkesinambungan, efisiensi yang meningkat dan keberhasilan yang

berkesinambungan dari lembaga sekolah. Sifat - sifat ini berbeda - beda pada

setiap orang. Kesadaran bahwa anda sendiri yang menentukan kadar

kemampuan kepemimpinan akan membantu upaya melakukan perbaikan


perbaikan. Tidak ada cara terbaik untuk menjadi pemimpin. Para pemimpin adalah

individu-individu yang mengembangkan gaya kepemimpinan mereka sendiri.

Kepemimpinan meliputi proses mempengaruhi dalam menentukan tujuan

organisasi, memotivasi perilaku pengikut untuk mencapai tujuan, mempengaruhi

untuk memperbaiki kelompok dan budayanya. Kepemimpinan mempunyai kaitan

yang erat dengan motivasi. Hal tersebut dapat dilihat dari keberhasilan seorang

pemimpin dalam menggerakkan orang lain dalam mencapai tujuan yang telah

ditetapkan sangat tergantung kepada kewibawaan, dan juga pimpinan itu dalam

menciptakan motivasi dan meningkatkan kinerja guru dalam diri setiap guru,

kolega, maupun atasan pimpinan itu.

Demikian halnya seorang pemimpin dapat mempengaruhi moral dan

kepuasan kerja, keamanan, kualitas kehidupan kerja dan terutama tingkat prestasi

suatu organisasi. Para pemimpin juga memainkan peranan kritis dalam membantu

kelompok, organisasi, atau masyarakat untuk mencapai tujuan mereka.

Kepemimpinan menurut (T. Hani Handoko: 293) mendefinisikan “suatu proses

pengarahan dan pemberian pengaruh kepada kegiatan-kegiatan dari sekelompok

anggota yang saling berhubungan tugasnya

Kemudian (Wahjosumidjo : 21) dalam bukunya kepemimpinan dan

motivasi mendefinisikan Kepemimpinan adalah aktivitas para pemegang kekuasaan

dan membuat keputusan, kepemimpinan adalah langkah pertama yang hasilnya

berupa pola interaksi kelompok yang konsisten dan bertujuan menyelesesaikan

masalah-masalah yang saling berkaitan

Dari pernyataan tersebut kepemimpinan sebagai suatu konsep yang

mempunyai kedudukan strategis dan merupakan gejala sosial yang selalu


diperlukan dalam kehidupan kelompok yang mempunyai kedudukan strategis

karena kepemimpinan merupakan titik sentral dan dinamisator seluruh proses

kegiatan organisasi sehingga kepemimpinan mempunyai peran sentral di dalam

menentukan dinamikanya sumber-sumber yang ada.

Sedangkan menurut MH Matondang (2005:12) bahwa pemimpin ialah

seorang yang mampu mempengaruhi perilaku orang lain, sehingga mau mengikuti

kemauannya. Pada waktu mempengaruhi perilaku orang lain tersebut tercermin

atau ditampilkan di dalam suatu bentuk tindakan kepemimpinan. Selanjutnya

dijelaskan pula bahwa ”Pemimpin dalam suatu organisasi adalah seseorang yang

ditempatkan sedemikian rupa dalam suatu organisasi di mana yang bersangkutan

mampu mengambil keputusan di dantara kepentingan yang berbeda-beda. Dengan

demikian kepemimpinan dapat diartikan sebagai suatu proses yang mempengaruhi

orang lain, dalam aktifitas dan membuat keputusan yang bertujuan

menyelesesaikan masalah-masalah yang saling berkaitan.

Kemudian kepemimpinan dikaitkan dengan pelaksanaan tugas berarti

“bersifat membimbing dan membantu mengatasi kesulitan dan bukan mencari

kesalahan. Dengan demikian dalam melakukan kepemimpinannya, maka seorang

pimpinan harus memfokuskan perhatian pada upaya mengatasi hambatan yang

dihadapi oleh pegawai dalam kepemimpinannya. Selanjutnya dalam kaitannya

dengan kepemimpinan dalam unit organisasi tentunya seorang pimpinan selaku

manager dapat membawa mutu dari hasil pelaksanaan tugas pegawai yang lebih

baik dengan memfasilitasi pegawai dalam berdisiplin dan berkompetensi yang

tinggi dan dapat mencapai kinerja yang lebih baik.

Menurut kartono (2004:26) menyatakan bahwa “Pemimpin harus mampu

memberikan motivasi yang baik kepada anak buahnya, salah satunya agar dapat
meningkatkan efektivitas dan efisiensi kerjanya.Pemimpin yang baik bukan hanya

mengarahkan, memberikan perintahperintah kepada bawahannya, namun juga

harus mampu membuat bawahan untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan ”. Dengan

demikian kepemimpinan dalam unit kerja dapat membina pegawai yang

berkompetensi atau kemampuan yang akan dianalisis dalam hubungannya

dengan usaha meningkatkan proses dan hasil kerja. Untuk itu keperluan analisis

kerja tersebut seperti dikemukakan oleh Soedijarto adalah kemampuan seseorang

dalam hubungannya dengan usaha meningkatkan kualitas proses dan mutu

hasil kerja yang dikelompokkan dalam empat indikator, yaitu: (1)

merencanakan program aktivitas tugas, (2) melaksanakan dan memimpin proses

pelaksanaan tugas, (3) menilai kemajuan proses hasil kerja, dan (4) menafsirkan

dan memanfaatkan hasil penilaian kemajuan pelaksanaan tugas serta informasi

lainnya bagi penyempurnaan perencanaan dan pelaksanaan proses pelaksanaan

tugas.

Atas dasar ini, maka dapat disiplin bahwa kepemimpinan merupakan

usaha yang dilakukan oleh seorang pimpinan dalam merencanakan tugas-tugas

yang ditujukan kepada pegawai yang mencakup indikator sebnagai berikut : (1)

merencanakan program kegiatan, (2) melaksanakan tugas secara efektif, (3)

menilai kemajuan pegawai terhadap pelaksanaan tugas, dan (4) memperbaiki

kualitas hasil kerja.

Indikator merencanakan ditunjukkan oleh adanya aspek merumuskan

tujuan, menguraikan deskripsi satuan-satuan kerja, merencanakan kegiatan, dan

menyusun instrumen penilaian hasil kemajuan kerja pegawai. Indikator

melaksanakan tugas ditunjukkan oleh adanya aspek kemampuan memimpin dan

membimbing pegawai dan mengubah suasana kerja, menetapkan dan mengubah


urutan kegiatan. Indikator menilai kemajuan pegawai terhadap pelaksanaan tugas

ditunjukkan oleh adanya aspek kemampuan memberikan penilaian skor,

dan menstranformasikan skor menjadi nilai. Sedangkan indikator upaya perbaikan

hasil pelaksanaan tugas ditunjukkan oleh aspek kemampuan mencari dan

memanfaatkan informasi hasil penilaian dan informasi lainnya.

Dari uraian tersebut sosok pimpinan disamping sebagai pemimpin, ia

juga mempunyai tugas sebagai administrator bertanggung jawab terhadap

kelancaran pelaksanaan tugas. Untuk dapat melaksanakan tugasnya dengan baik

seorang pemimpinan hendaknya memahami, menguasai, dan mampu

melaksanakan kegiatan-kegiatan yang berkenaan dengan fungsinya.

a. Fungsi dan Peranan Kepemimpinan

Fungsi dan peranan kepemimpinan dalam setiap organisasi berbeda-

beda tergantung pada spesifikasinya. Perbedaan ini disebabkan oleh

beberapa macam hal, antara lain : jenis organisasi, situasi sosial dalam

organisasi dan jumlah anggota kelompok.

Dengan adanya kenyataan bahwa fungsi dan peran seorang

pemimpin yang demikian kompleks, maka tidaklah dapat dipungkiri bahwa

untuk menjadi seorang pemimpin perlu memiliki syarat-syarat tertentu yang

cukup banyak agar seseorang yang akan menduduki jabatan pemimpin dapat

melaksanakan fungsi, tugas dan peranannya secara efektif.

Menurut Terry (1960) syarat-syarat yang harus dipunyai seorang

pemimpin adalah:

1) Kekuatan. Pemimpin harus mempunyai kekuatan jasmani dan rohani

2) Keseimbangan emosi. Pemimpin harus dapat menguasai perasaannya

dalam keadaan apapun yang dihadapinya


3) Pengetahuan tentang hubungan kemanusiaan. Pemimpin harus

mempunyai kemampuan untuk mengetahui sifat serta tingkah laku dalam

pergaulan.

4) Motivasi pribadi. Keinginan menjadi pimpinan harus dating dari jati dirinya

dan ini berakibat pada timbulnya kegairahan dalam bekerja.

5) Kecakapan berkomunikasi. Pemimpin harus pandai menyampaikan

informasi dan maksud-maksudnya kepada pihak lain sehingga timbul

kerjasama yang harmoni dengan orang lain.

6) Kecakapan mengajar. Pemimpin adalah guru yang baik. Oleh karena itu

dibutuhkan kecakapan untuk mengajar, baik dengan keteladanan maupun

dengan petunjuk-petunjuk yang disampaikan kepada bawahan.

7) Kecakapan bergaul. Pemimpin harus mau bekerjasama dengan yang

dipimpin serta dapat menyesuaikan diri dengan mereka sehingga

memperoleh kepercayaan dan kesetiaan dan dengan suka rela mau

bekerja. Pemimpin juga harus dapat mengembangkan rasa saling

menghargai dengan bawahan.

8) Kemampuan teknis. Adalah kecakapan-kecakapan pemimpin dalam hal

merencanakan, mengorganisir, melimpahkan, memberi nasehat,

membuat keputusan, mengawasi dan kerjasama.

Dengan adanya kenyataan bahwa fungsi dan peran seorang

pemimpin yang demikian kompleks, maka tidaklah dapat dipungkiri bahwa

untuk menjadi seorang pemimpin perlu memiliki syarat-syarat tertentu yang

cukup banyak agar seseorang yang akan menduduki jabatan pemimpin dapat

melaksanakan fungsi, tugas dan peranannya secara efektif.


b. Gaya Kepemimpinan

Gaya kepemimpinan yang dipilih oleh seseorang kadang kala

merupakan pertimbangan yang sangat terkait dengan hati nurani dan memiliki

ketetapkan hati bahwa gaya tersebutlah yang terbaik. Sebenarnya gaya

kepemimpinan yang dibutuhkan oleh setiap perusahaan adalah gaya

kepemimpinan efektif dimana gaya kepemimpinan yang berorientasi tugas

juga berorientasi pada karyawan. Menurut Rivai (2007 :67) bahwa “Gaya

kepemimpinan adalah sekumpulan ciri yang digunakan pimpinan untuk

mempengaruhi bawahan agar sasaran organisasi tercapai”. Gaya

kepemimpinan dalam hubungannya dengan bawahan telah diidentifikasikan

menjadi dua, yaitu:

1) Gaya dengan orientasi tugas (task oriented)

Pemimpin mengarahkan dan mengawasi bawahan secara tertutup untuk

menjamin bahwa tugas dilaksanakan sesuai dengan yang diinginkannya

serta lebih memperhatikan pelaksanaan pekerjaan daripada

pengembangan dan pertumbuhan karyawan.

2) Gaya dengan orientasi karyawan (employee-oriented)

Pemimpin mencoba untuk lebih memotivasi bawahan disbanding

mengawasi. Mereka mendorong para anggota kelompok untuk

melaksanakan tugas-tugas dengan memberikan kesempatan bahwa

untuk berpartisipasi dalam perbuatan keputusan, menciptakan suasana

persahabatan serta hubungan-hubungan saling mempercayai dan

menghormati dengan para anggota kelompok.


Unsur situasi merupakan bentuk keadaan yang ditimbulkan oleh

lingkungan yang dimiliki oleh suatu organisasi yang dipimpinnya. Lingkungan

yang berbeda (baik lingkungan fisik misalnya iklim, suhu udara, curah hujan,

kelembaban dan sebagainya, maupun lingkungan sosial antara lain misalnya

jumlah penduduk, gaya hidup, kebudayaan dan sebagainya) akan

menimbulkan situasi yang berbeda pula. Sedangkan kondisi lingkungan yang

berbeda menuntut penanganan serta sikap dan gaya kepemimpinan yang

berbeda pula, yang dapat dipelajari melalui proses dengan menggunakan

latihan-latihan tertentu, sehingga calon pemimpin dapat menemukan dan

menentukan suatu gaya kepemimpinan yang paling efektif sesuai dengan

berbagai kondisi lingkungan yang dihadapi oleh organisasi yang dipimpinnya.

Teori kepemimpinan sifat mengatakan bahwa kepemimpinan

diidentifikasikan berdasar atas sifat atau ciri yang dimiliki oleh para pemimpin.

Pendekatan ini mengemukakan bahwa ada karakteristik tertentu seperti fisik,

sosialosasi dan intelegensi (kecerdasan) yang essensial bagi kepemimpinan

efektif, yang merupakan kualitas bawaan seseorang. Kemudian Teori

Perilaku (Behavior Theories) Teori ini berusaha menjelaskan apa yang

dilakukan oleh seorang pemimpin yang efektif, bagaimana mereka

mendelegasikan tugas, berkomunikasi dan memotivasi bawahan. Menurut

teori ini, seseorang bisa belajar dan mengembangkan diri menjadi seorang

pemimpin yang efektif, tidak tergantung pada sifat-sifat yang sudah melekat

padanya. Jadi seorang pemimpin bukan dilahirkan untuk menjadi pemimpin,

namun untuk menjadi seorang pemimpin dapat dipelajari dari apa yang

dilakukan oleh pemimpin efektif ataupun dari pengalaman.


Dengan demikian pimpinan disamping sebagai pemimpin, ia juga

mempunyai tugas sebagai administrator bertanggung jawab terhadap

kelancaran pelaksanaan tugas. Untuk dapat melaksanakan tugasnya dengan

baik seorang pemimpinan hendaknya memahami, menguasai, dan mampu

melaksanakan kegiatan-kegiatan yang berkenaan dengan fungsinya.

Sedangkan mengenai Mengenai sifat-sifat umum yang perlu dimiliki oleh

seorang pemimpin dalam bermacam-macam situasi adalah: (1) society

sensivity, yaitu dengan tepat dapat merasakan dan mengerti tingkah laku

anggota kelompok dan peka terhadap kebutuhan-kebutuhannya, (2)

behavioral flexibility, yaitu dapat menyesuaikan gaya kepemimpinan untuk

mengadakan perubahan sesuai dengan kebutuhan dan situasi kelompok.

Berkaitan dengan hal di atas kepala sekolah sebagai pemimpin

tentunya berusaha meningkatkan kompetensi guru dengan melakukan

berbagai kegiatan, dan salah satu yang akan dilaksanakan melalui kegiatan

workhop diharapkan guru akan mampu menyusun soal-soal yang dapat

mempengaruhi daya serap siswa. Sehingga Kepemimpinan kepala sekolah

dalam fungsinya sebagai kepemimpinan manajerial adalah pengelola mutu,

yang jika diadaptasi dari Trilogi  Juran adalah perencanaan mutu,

pengembangan produk dan proses yang dibutuhkan untuk memenuhi

kebutuhaan pelanggan pendidikan. Pengendalian mutu, yaitu mengevaluasi

kinerja mutu riel dan membandingkannya dengan tujuan mutu serta

menyelesaikan masalah pendidikan yang ada di sekolah. Terakhir adalah

peningkatan mutu dengan membangun prasarana yang diperlukan untuk


penjaminan kegiatan peningkatan mutu pendidikan, membentuk tim pelaksana

kegiatan peningkatan mutu pendidikan dan memberikan sumber daya,

motivasi, dan pelatihan yang dibutuhkan oleh tim untuk mendiagnose

penyebabnya, menentukan alternatif pemecahannya dan mempertahankan

kondisi mutu pendidikan yang telah diraih. Dengan demikian kepemimpinan

sekolah bermutu terpadu menuntut adanya pemimpin transformasional, yang

jika diadaptasi dari Timpe diidentifikasikan dan diasoasikan memiliki

kemampuan penciptaan bayangan masa, yaitu memiliki gambaran masa

depan sekolah yang ideal dan sekolah yang efektif, yang dapat memuaskan

seluruh stakeholders. Mampu memobilisasi komitmen seluruh warga sekolah

untuk mewujudkan bayangan sekolah yang ideal dan efektif serta memuaskan

pelanggan tersebut menjadi sebuah kenyataan dan mampu melembagakan

perubahan, jika sekolah itu telah bermutu sesuai atau melebihi keinginan,

kebutuhan dan harapan pelanggannya.

B. Hasil Penelitian Yang Relevan

Sebagai bahan perbandingan dengan penelitian ini, maka disajikan beberapa hasil

penelitian yang relevan sebagai berikut :

1. Penelitian yang berhubungan dengan Kompetensi Pegawai

Hasil penelitian yang berhubungan dengan kompetensi pegawai, antara

lain dilakukan oleh Muhaimin dari Menpora, dalam penelitiannya menyimpulkan

bahwa terdapat pengaruh positif antara kompetensi dengan prestasi kerja

pegawai, dengan koefisien korelasi r = 0,30 dan kontribusi kinerja dengan

pembinaan 10% (Muhaiman : 2008).


Desmita, dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa terdapat hubungan

yang positif dan berarti antara Kompetensi widyaiswara dengan kreatifitas

mengajar, yaitu sebesar r = 40 (Desmita : 2005).

2. Penelitian yang berhubungan kinerja dengan kepemimpinan

Penelitian yang berhubungan kinerja dengan kepemimpinan antara lain

dilakukan oleh Gunarda, dalam penelitiannya menyatakan bahwa terdapat

dampak positif antara kinerja pegawai dengan kepemimpinan (Gunarda :2009).

Dari hasil penelitian ini, diduga berlaku juga untuk penelitian tindakan

kelas dalam upaya meningkatkan kompetensi guru melalui kepemimpinan kepala

sekolah. Dengan demikian penelitian-penelitian di atas turut memperkuat dugaan

adanya upaya meningkatkan kompetensi guru melalui kepemimpinan kepala sekolah

SDN Palmerah 17 Pagi Jakarta Barat.

C. Kerangka Pikir Tindakan

Proses pembelajaran yang dilakukan oleh seorang guru terwujud dari

kompetensinya dalam menjabarkan satuan pembelajaran kepada peserta didik. Guru

sebagai faktor utama yang paling menentukan dalam meningkatkan mutu pendidikan,

juga merupakan titik tumpu yang secara langsung mengarahkan dan

mendayagunakan semua sumber belajar dalam rangka memberikan layanan

pendidikan. Oleh sebab itu kompetensi guru dalam mengajar sangat diperlukan,

terutama dalam penguasaan ilmu pengetahuan (bahan ajar/materi), keahlian dalam

menerapkan strategi pembelajaran serta pemilihan dan penggunaan media

pembelajaran.

Beberapa pendapat menunjukkan bahwa kompetensi mengajar guru tercakup

dari kemampuan menyampaikan pesan secara individu maupun dengan kelompok


dengan efektif. Lebih jauh ditegaskan bahwa keberhasilan kompetensi mengajar guru

memberi kekuatan bagi peserta didik dalam upaya mencapai mutu pendidikan.

Kepemimpinan kepala sekolah merupakan salah satu faktor yang bisa

mempengaruhi kompetensi mengajar guru, dengan adanya melaksanakan

kepemimpinannya, kepala sekolah diharapkan akan memiliki tanggung jawab yang

besar terhadap tugas-tugas yang dikerjakan, dalam rangka membina kinerja guru,

sedangkan kompetensi mengajar guru merupakan hasil dari evaluasi belajar siswa

yang merupakan cerminan kompetensi mengajar guru sebagai kemampuan

penguasaan materi yang diajarkan kepada siswa, sehingga siswa akan mengalami

perubahan-perubahan termasuk juga nilai-nilai yang dihasilkan siswa perlu dilakukan

suatu kegiatan, dan kegiatan tersebut disebut dengan kegiatan pendidikan. Dengan

demikian melalui kepemimpinan kepala sekolah, guru dalam upaya meningkatkan

komptensi mengajarnya sangatlah penting dilakukan dalam mencapai mutu

pendidikan. Dengan demikian semakin tinggi kepemimpinan kepala sekolah, maka

semakin tinggi kompetensi guru dalam menyusun soal.

D. Hipotesis Tindakan

Berdasarkan deskripsi teoritis dan kerangka berpikir di atas maka

hipotesis tindakan dalam penelitian ini terbagi dalam 3 (tiga) siklus yang mengambil

kesimpulan sementara yang dijabarkan dalam hipotesis tindakan adalah “Melalui

workhop Kepemimpinan kepala sekolah, dapat meningkatkan kompetensi guru

dalam menyusun soal-soal akhir semester 1 di SDN Kemanggisan 19 pagi Jakarta

Barat.
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Setting Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada SDN Kemanggisan 19 pagi Jakarta Barat.

Dalam hubungan ini, pilihan lokasi penelitian didasarkan atas kemudahan, manfaat,

keterbatasan dana dan tenaga yang tersedia. Sementara itu, waktu yang digunakan

untuk mengumpulkan data di lapangan dilakukan setelah mendapatkan izin dari

Pengawas, sehingga waktu yang digunakan dalam penelitian ini lebih kurang 4 bulan

yaitu dari Bulan Juni 2012 s.d. September 2012 dengan kegiatan penelitian sebagai

berikut:

Tabel
Jadwal Kegiatan Penelitian

Juni Juli Agustus September


No. Kegiatan
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1 Persiapan √ √
2 Penelitian awal √ √ √ √ √
3 Studi Pustaka I √ √ √ √ √ √ √ √
4 Studi Pustaka II √ √ √ √ √ √ √ √
6 Penyusunan √ √ √ √
Proposal
7 Penelitian Siklus I √ √ √
dan Refleksi
8 Penelitian Siklus √ √ √
II dan Refleksi
9 Penelitian Siklus √ √ √
III dan Refleksi
10 Pembuatan √ √ √ √
laporan hasil
penelitian
11 Perbaikan √ √ √ √
Laporan
B. Prosedur Penelitian

1. Metode dan Disain Intervensi Tindakan (Rancangan Siklus Penelitian)

Berdasarkan tujuan penelitian, maka metode penelitian yang digunakan

adalah Penelitian Tindakan Sekolah (PTS). Model proses yang digunakan dalam

PTS ini adalah Model Proses Siklus (Putaran/Spiral) yang mengacu pada model

PTS Kemmis S, dan Mc. Taggert R yang dikutip oleh Arikunto. Model dari putaran

ke putaran atau dari siklus ke siklus dengan target meningkatnya kompetensi

mengajar guru sehingga kualitas pembelajaran semakin tinggi.

Adapun rancangan siklus penelitian memiliki empat tahapan kegiatan

pada setiap siklusnya, yaitu (1) membuat rencana tindakan, (2) melaksanakan

tindakan, (3) mengadakan pemantauan/observasi, (4) memberikan refleksi dan

evaluasi untuk memperoleh sejauh mana pencapaian hasil yang diharapkan

kemudian direvisi untuk melaksanakan tindakan pada siklus berikutnya.

Perencanaan
Siklus 1

Refleksi

Tindakan/
Observasi
Perbaikan
Rencana
Siklus 2 Refleksi

Tindakan/
Observasi Perbaikan
Rencana
Siklus 3
Refleksi

Tindakan/
Observasi

Gambar 3
Bagan Rancangan Pelaksanaan PTK Model Spiral (Arikunto, 2006 : 74)
2. Subjek/Partisipasi yang Terlibat Dalam Penelitian

Subjek dalam penelitian ini adalah seluruh guru di SDN Kemanggisan 19 Pagi

Jakarta Barat yang berjumlah 13 orang guru. Sementara partisipan dalam penelitian

ini adalah Kepala Sekolah (peneliti sendiri) di SDN Kemanggisan 19 Pagi Jakarta

Barat, observer, dan Kepala Sekolah dari SD Negeri atau teman Sejawat selaku

kolaborator yang dinilai memahami tentang kompetensi guru.

3. Peran dan Posisi Dalam Penelitian

Peran peneliti adalah sebagai perencana, pelaksana tindakan, dan pembuat

laporan. Peneliti bukan sebagai peneliti murni, namun terlibat aktif dalam kegiatan

pembelajaran.Peneliti sekaligus memperbaiki kondisi guru, menangani masalah yang

muncul dalam pembelajaran serta memikirkan solusi yang tepat sebagai alternatif

pemecahan dengan mengembangkan kemitraan dengan observer.

4. Tahapan Intervensi Tindakan

Penelitian ini menggunakan Penelitian Tindakan Kelas yang melalui beberapa

siklus. Mengingat penelitian ini dibatasi oleh ruang dan waktu maka dalam penelitian ini

akan dilaksanakan dalam dua siklus, dan tiap siklus terdiri dari beberapa tahapan, yaitu:

(a) perencanaan, (b) pelaksanaan, (c) pengamatan, dan (d) refleksi.

 Perencanaan

Pada tahap ini yang akan peneliti lakukan adalah:

a. Membuat Rencana penyusunan RPP,

Silabus, penyusunan soal-soal, dan melaksanakan supervisi kelas untuk

pelaksanaan pada tiap-tiap siklus. Rencana tindakan yang akan dilaksanakan

adalah seluruh materi pembelajaran sekolah. Pada tiap siklus dilakukan satu kali
pertemuan dengan pemberian satu masalah yang berbeda-beda pada tiap

siklusnya.

b. Mempersiapkan instrumen pemantauan

tindakan sekolah baik untuk kepala sekolah maupun untuk guru yang akan diisi

oleh observer.

 Tindakan

Peneliti memeriksa RPP, Silabus, dan melaksanakan Supervisi sesuai

rencana pembelajaran yang telah disusun dalam skenario pembelajaran, dengan

kebebasan berorganisasi dengan pendekatan pembinaan dan kinerja kepala sekolah.

Dalam melaksanakan kegiatan ini peneliti mengikuti petunjuk-petunjuk yang telah

disusun dalam skenario pembelajaran. Dalam penelitian ini juga melibatkan observer

sebagai pengamat dalam proses penelitian. Yang dimaksud observer di sini adalah

teman sejawat yang mengamati saat kegiatan berlangsung.

 Pengamatan/Observasi

Tahap pengamatan dilakukan untuk memantau kekurangan dan kelebihan

dalam menyusun RPP, Silbus, dan Penggunaan metode mengajar guru yang

dilaksanakan dengan pendekatan pembinaan kepala sekolah. Dengan adanya

pengamatan diharapkan kelemahan-kelemahan yang terjadi pada siklus sebelumnya

tidak terjadi lagi.

 Refleksi

Tahap refleksi yang dimaksud adalah menganalisis kualitas pembelajaran

dengan menggunakan format pengamatan. Dari hasil pengamatan tersebut kemudian


peneliti dan observer merencanakan perbaikan atas langkah-langkah yang dilakukan

selanjutnya.

Pada saat proses kegiatan refleksi tersebut, antara peneliti dengan tim peneliti

mengadakan diskusi dan tanya jawab dengan tujuan untuk melakukan perbaikan

pada proses pembelajaran bagi peneliti pada putaran berikutnya. Proses refleksi

mulai perbaikan merupakan verifikasi data hasil pengamatan tim peneliti, sehingga

akan diperoleh data yang sama dan tepat antara peneliti dengan tim peneliti. Dari

verifikasi data hasil pengamatan tersebut akan diperoleh data yang akurat mengenai

kompetensi guru dalam mengajar. Jika indikator keberhasilan meningkatnya

kompetensi guru belum tercapai skor perolehan rata-rata nilai capaian minimal < 70,

maka penelitian dilanjutkan ke siklus berikutnya. Penelitian dianggap berhasil jika

kompetensi guru dilihat dari nilai capaian rata-rata sudah mencapai minimal >70 .

Kriterian standar penilaian terhadap guru digunakan sebagai berikut :

1. Apabila guru mampu menyusun RPP dan silabus dengan baik, diberi nilai 70 - 79

2. Abila guru mampu menyusun RPP dan silabus dengan baik, dapat

mengembangkan metode pembelajaran, dan mampu menyusun soal diberi nilai

80 – 89

3. Apabila guru mampu menyusun RPP, Silbus, dan mengembangkan metode

pembelajaran serta mengelola kelas, dan menyusun soal-soal yang dapat

dijadikan sebagai bank soal dengan baik di beri nilai 90 - 99

a. Siklus Pertama

Pertemuan pertama ( Senin, 3 Juli 2012)

1. Perencanaan

Dalam penelitian ini dilakukan perencanaan tindakan dengan langkah-langkah

sebagai berikut:
Penelitian merencanakan tindakan sekolah berdasarkan penelitian yaitu:

meningkatkan kompetensi mengajar guru di SDN Kemanggisan 19 Pagi jakarta

Barat melalui kepemimpinan kepala sekolah. Beberapa perangkat yang disiapkan

dalam tahapan ini adalah: bahan ajar yang akan dijadikan penyusunan, silabus dan

RPP, dan penyusunan soal melaksanakan supervisi angket dan lembar observasi

dll.

2. Tindakan Pelaksanaan

 Sebelum guru diberi penjelasan tentang penyusunan RPP, silabus, dan

pelaksanaan proses pembelajaran, kepala sekolah menyebar angket.

 Guru dibagi ke dalam kelompok berdasarkan pertimbangan akademik dan jenis

kelamin.

 Peneliti mengidentifikasi seluruh materi pembelajaran yang akan dijadikan

sebagai penyusunan RPP dan Silabus

 Peneliti memberikan penjelasan tentang tujuan penyusunan RPP, silabus,

dan penggunaan metode mengajar dan garis besar materi yang akan

dipelajari.

 Guru ditugaskan untuk bergabung dengan kelompok yang sudah ditentukan

 Peneliti memulai memaparkan dan mendiskusikan materi yang dibahas

dalam masalah pengajaran.

 Peneliti melakukan observasi dan membimbing penyusunan RPP dan

Silabus, memberi muatan tentang metode pembelajaran, dan penyusunan

soal-soal, dan tata cara bagaimana mengelola kelas dengan baik

3. Pengamatan
 Kepsek mengamati kegiatan pembelajaran pertemuan kesatu dengan

melaksanakan supervisi kelas 1.

4. Refleksi

 Kepsek menganalisis hasil postes pertemuan pertama

 Guru menganalisis hasil catatan lapangan

 Guru menganalisis hasil observasi

Pertemuan Kedua ( Jum’at, 27 juli 2012)

1. Perencanaan

Beberapa perangkat yang disiapkan dalam tahapan ini adalah: seluruh bahan ajar,

pemilihan metode, dan membuat draft penyusunan RPP dan Silabus, Tugas-tugas

kelompok, dan lembar observasi dll.

2. Tindakan Pelaksanaan

 Peneliti mendeskripsikan tentang penyusunan RPP dan Silabus

 Peneliti memulai memaparkan dan mendiskusikan materi yang dibahas dalam

penyusunan RPP dan Silabus.

 Peneliti melakukan observasi dan membimbing kegiatan kelompok.

 Setelah kegiatan kelompok selesai, dilanjutkan dengan diskusi yang dipandu oleh

Kepsek untuk membahas hal-hal yang tidak atau belum terselesaikan dalam

kegiatan kelompok.

3. Pengamatan

 Kepsek mengamati penyusunan RPP dan Silabus

 Kepsek mengamati pelaksanaan kerja kelompok guru dalam penyusunan RPP

dan Silabus

 Kepsek mengamati kegiatan pembelajaran.


 Kepsek mengamati penggunaan metode pembelajaran dalam penyusuan RPP

dan Silabus

4. Refleksi

 Kepsek menganalisis hasil postes pertemuan kedua

 Kepsek menganalisis hasil catatan lapangan

 Kepsek menganalisis hasil observasi.

Pertemuan Ketiga, ( Jum’at, 3 Agustus 20121 )

1. Perencanaan

Beberapa perangkat yang disiapkan dalam tahapan ini adalah: bahan ajar, RPP,

Silbus, dan lembar observasi dll.

2. Tindakan Pelaksanaan

Kepala Sekolah melakukan pemeriksanaan terhadap hasil penyusunan RPP dan

Silabus

3. Pengamatan

Kepsek mengamati kegiatan penyusunan RPP dan Silabus.

4. Refleksi

 Kepsek menganalisis hasil postes pertemuan ketiga

 Kepsek menganalisis hasil catatan lapangan

b. Siklus Kedua

Pertemuan pertama ( Jum’at, 10 Agustus 2012)

1. Perencanaan
Dalam perencanaan siklus kedua pertemuan kesatu, beberapa perangkat yang

disiapkan dalam tahapan ini adalah: bahan ajar, silabus, RPP, dan lembar

observasi .

2.Tindakan Pelaksanaan

 Peneliti memberikan penjelasan tentang tata cara penyusunan RPP dan silbus

serta penggunaan metode mengajar guru yang termuat dalam garis besar materi

yang akan dipelajari pada siklus satu.

 Peneliti memulai memaparkan dan mendiskusikan materi yang dibahas dalam

penyusunan RPP dan Silabus.

 Peneliti melakukan observasi dan membimbing kegiatan kelompok dalam

penyusunan RPP dan silabus.

 Setelah kegiatan kelompok selesai, dilanjutkan dengan diskusi kelas yang

dipandu oleh guru untuk membahas hal-hal yang tidak atau belum terselesaikan

dalam kegiatan kelompok.

 Peneliti mengamati pemaparan RPP dan silabus dari masing-masing guru

 Peneliti memberikan kuis untuk mengetahui penguasaan konsep yang dipelajari

secara individu dan kelompok untuk guru terkait dengan metode yang akan

digunakan dalam pembelajaran.

3. Pengamatan

 Kepsek mengamati pelaksanaan penyusunan RPP dan Silabus dan

penggunaan metode mengajar guru .

4. Refleksi

 Kepsek menganalisis hasil postes pertemuan kesatu


 Kepsek menganalisis hasil catatan lapangan

 Guru menganalisis hasil observasi

Pertemuan Kedua ( Selasa, 11 September 2012)

1. Perencanaan

Beberapa perangkat yang disiapkan dalam tahapan ini adalah: format

pengamatan supervisi kelas, RPP, dan Silabus ke dalam proses pembelajaran,

dan lembar observasi .

2. Tindakan Pelaksanaan

 Peneliti memberikan contoh tata cara mengelola kelas yang baik.

 Peneliti melakukan observasi dan membimbing dalam mengelola kelas dan

menutup materi pembelajaran

 Setelah kegiatan supervisi kelas selesai, dilanjutkan dengan diskusi

penentuan bahan ajar dalam menyusun soal-soal.

 Peneliti mengidentifikasi soal-soal yang akan disusun

 Peneliti memberikan kuis untuk mengetahui penguasaan konsep yang

dipelajari dalam menyusun soal-soal.

3. Pengamatan
Kepsek mengamati kegiatan penyusunan soal-soal dengan menitikberatkan

pada materi bahan ajar yang dilakukan oleh guru.

4. Refleksi

 Kepsek menganalisis hasil kerja guru pertemuan kedua

 Kepsek menganalisis hasil catatan lapangan

 Kepsek menganalisis hasil observasi

Pertemuan Ketiga, ( Rabu, 13 September 2012 )

1. Perencanaan

Beberapa perangkat yang disiapkan dalam tahapan ini adalah: bahan ajar,

silabus, RPP, dan lembar observasi .

2. Tindakan Pelaksanaan

Kepsek mengamati kegiatan pembelajaran dan mencatat penggunaan metode

pembelajaran yang dilakukan guru.

3. Pengamatan

Kepsep mengamati kegiatan pembelajaran .

4. Refleksi

 Guru menganalisis hasil postes pertemuan ketiga

 Guru menganalisis hasil catatan lapangan.

Siklus III
Pada siklus III Kepala Sekolah bersama-sama dengan guru memperbaiki

penyusunan RPP, Silbus, Membuat Kisi-kisi Soal, membuat draft soal, serta

membina guru dalam mengelola kelas.

C. Instrumen Penelitian

a. Tes

b. Observasi

c. Kuesioner

d. RPP

e. Silabus

D.Teknik pengumpulan data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah tes , observasi dan wawancara.

Tes dipergunakan untuk mendapatkan data tentang pengetahuan guru baik dalam

menyusun RPP, silabus, penggunaan metode, dan cara membuka dan menutup

pembelajaran. Sedangkan bbservasi atau pengamatan dipergunakan untuk

mengumpulkan data tentang kompetensi guru dalam mengajar

E. Alat Pengumpulan Data

 Tes: butir soal/instrumen soal

 Observasi: lembar observasi

 Kuesioner: lembar pernyataan/pertanyaan kuesioner

F. Analisis Data

 Data yang dikumpulkan pada setiap kegiatan observasi dari

pelaksanaan siklus PTS dianalisis secara deskriptif dengan


menggunakan teknik persentase untuk melihat kecenderungan yang

terjadi dalam penyusunan RPP maupun penggunaan metode mengajar

guru.

 Hasil penyusunan RPP dan Silabus.

 Aktivitas Guru dalam Proses Pembelajaran yang terangkum dalam

supervisi kelas: dengan menganalisis tingkat keseuaian RPP, silabus

dengan penggunaan metode.

 Implementasi tindakan (treatment) dalam penyusunan RPP, Silabus, dan

pengetahuan lainnya.

G. Indikator Keberhasilan

Hasil Kinerja Guru dikatakan tuntas jika angkanya lebih besar atau sama dengan 70,

dikatakan tidak tuntas jika angkanya kurang dari atau sama dengan 70. Penerapan

kepemimpinan Kepala Sekolah dikatakan berhasil jika prosentase guru mampu

menyusun RPP, silabus, dan mengembangkan metode dengan baik keaktifan siswa

lebih besar atau sama dengan kriterian nilai 70 %, dikatakan tidak berhasil jika

prosentase pada kegiatan penyusunan RPP, Silbus, pelaksanaan Kegiatan

Pembelajaran guru, dan penyusunan soal-soal kurang dari atau sama dengan 70 %
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

1. Data Awal Observasi

Penelitian ini dilakukan di Sekolah SDN Kemanggisan 19 Pagi, Jakarta

Barat, yang diawali dengan perijinan Pengawas Sekolah untuk meneliti guru, dalam

rangka menunjang mutu pendidikan di SDN Kemanggisan 19 Pagi, Jakarta Barat.

Sedangkan untuk perolehan data yang akurat peneliti terjun langsung mencari dan

mendapatkan data yang lengkap tentang Upaya Meningkatkan Kompetensi Guru

Dalam Menyusun Soal Melalui Kegiatan Workshop, merupakan salah satu tugas

Kepala Sekolah sebagai pemimpin dalam menterjemahkan perbaikan mutu sekolah

melalui kinerja guru inilah tentunya mutu pendidikan akan dicapai. Untuk itu sebelum
melangkah mencapai mutu pendidikan, sumber daya guru sebagai peran sentral

untuk membentuk prilaku siswa dalam belajar. Sehingga tuntutan kompetensi guru

untuk memiliki kinerja yang mengarah pada pencapaian profesional dalam

pembelajaran, akhir dari proses pembelajaran tentunya guru dituntut untuk memenuhi

pembuatan soal sebagai ukuran terhadap pencapaian hasil belajar siswa. Untuk itu

Kepala Sekolah sebagai pemimpin perlu menata ulang terhadap sumber daya guru

yang dimiliki, maka melalui penelitian tindakan sekolah dalam mengukur

keberhasilan guru dalam membuat soal merupakan pencabaran dari tugas akhir guru.

Berkaitan dengan hal tersebut, maka Kepala Sekolah sebagai Pembina dan

Mediator diharapkan mampu membawa sekolah menjadi budaya belajar berbasis

nilai-nilai keunggulan, Untuk mencapai budaya belajar tersebut tentunya Kepala

Sekolah sebagai pelayanan pendidikan yang dapat memberikan layanan kepada

guru, maupuin siswa dalam meningkatkan kompetensi guru dan meningkatkan

prestasi belajar siswa.

Berdasarkan hal di atas, maka sebelum pelaksanaan penelitian tindakan

sekolah ini, peneliti perlu mengetahui seberapa besar kompetensi guru dalam

membuat soal, sedangkan instrumen yang gunakan memiliki beberapa yang

disebarkan kepada guru dapat digambarkan pada tingkat kompetensi guru sebelum

mengikuti workshop sebagai berikut.

Tabel 2
Persepsi Guru Dalam Menyusun Soal

Angket Pra Siklus


No. Pertanyaan Ya Tidak
JML % JML %

1 Soal yang saya susun menentukan tujuan 7 51 6 49


pembelajaran

2 Sebelum menyusun soal saya membuat kisi- 5 37 8 63


kisi

3 Saya merasa kesulitan dalam membuat soal 8 63 5 37

4 Saya menyusun soal berdasarkan kaidah 5 38 8 62


penulisan soal
5 Sebelum soal disusun saya membuat draft 5 38 8 62
soal
6 Soal yang disusun berhubungan dengan RPP 9 70 4 30
7 Sebelum soal disusun saya membuat 7 51 6 49
indikator

Dari tabel di atas dapat diketahui, bahwa kompetensi guru dalam membuat

soal masih rendah, hal ini dilihat dari sebaran instrumen yang mengukur kadaan

kompetensi guru yang ada, mereka kesulitan untuk menentukan soal yang bermutu.

Sedangkan atas jawaban guru sebelum dilaksanakan workshop guru memiliki

persepsi, bahwa soal yang disusun tidak mengarah pada tujuan pembelajaran

terdapat 6 orang guru atau 49%, dan nilai yang paling rendah terjadi pada aspek

kaidah penulisan soal, sehingga selama ini guru dalam membuat soal kurang

memperhatikan kaidah-kaidah dalam pembuatan soal, sehingga pada finalisasi soal,

hasilnya kurang memenuhi pada standar soal-soal yang diinginkan. Guna

memberikan gambaran terhadap kompetensi guru yang dibatasi pada aspek-aspek

tersebut diatas, dapat dilihat dari grafik dibawah ini.


Gambar 2 : Grafik tentang persepsi Guru sebelum pelaksanaan
Workshop dalam menyusun soal

Berdasarkan grafik tersebut, bahwa kompetensi guru yang dimiliki SDN

Kemanggisan 19 Pagi Jakarta, gbelum menunjukan pada kompetensi yang diinginkan

dalam menunjang proses pembelajaran khususnya dalam pembuatan soal, sehingga

perlu adanya suatu pelatihan yang dapat meningkatkan kompetensi guru baik melalui

kegiatan kelompok kerja guru, maupun kegiatan workshop dalam membangun

kompetensi guru, sehingga peneliti perlu mengembangkan kompetensi guru dalam

menyusun soal-soal, pengembangan kompetensi guru Kepala Sekolah selaku

pimpinan di SDN Kemanggisan 19 Pagi Jakarta Barat memilih kegiatan workshop

yang dilakukan selama 6 hari efektif, yaitu dari dari tanggal 1 s.d. 8 Agustus 2012

dan merupakan bagian dari kegiatan Siklus. Sedangkan sebagai fasilitator atau nara

sumber Kepala Sekolah mendatangkan pengawas yang dapat dijadikan sebagai Nara

Sumber. Untuk itu jadwal kegiatan workshop dapat dilihat pada lampiran.

2. Hasil Penelitian Siklus I

Siklus I dilaksanakan dalam 3 kali pertemuan yaitu pada hari; Senin, 3 Juli

2012, Jum’at, 27 Juli 2012, dan Jum’at, 3 Agustus 2012, pertemuan ketiga

merupakan tugas mandiri yang merupakan pembuatan soal,. Subyek penelitian

adalah seluruh guru SDN Kemanggisan 19 Pagi Jakarta Barat, pada semester 1

Tahun Pelajaran 2012/ 2013 yang berjumlah 13 orang guru.

Pertemuan pertama siklus I, dilaksanakan pada hari: Senin, 3 Juli 2012

penelitian tindakan sekolah dilakukan selama 6 hari atau 6 kali pertemuan, sebelum

kegiatan workshop dimulai guru mengisi daftar hadir, dan seluruhnya mengikuti
kegiatan workshop. Kegiatan workshop diawali dengan orientasi program. Pada

pertemuan pertama hasil pengamatan sikap, kesungguhan guru belum nampak,

apalagi kemampuan membuat soal yang sesuai standar, sehingga peneliti

memberikan arahan dan bimbingan kepada guru dalam memahami pembuatan soal.

Hasil observasi selama pertemuan pertama siklus I kegiatan workshop dilihat pada

tabel 6 berikut

Tabel 6
Hasil Pengamatan Sikap Guru Dalam Kegiatan Penyusunan Soal
Dalam Rangka Menunjang Kompetensi Guru
Sekolah Dasar Negeri Kemanggisan 19 Pagi
Pada siklus I

No Komponen yang diamati Jumlah Prosentase

1 Kesungguhan 7 51%
2 Kemampuan Bertanya 5 38%
3 Prakarsa 5 38%
4 Pemecahan Masalah 5 38%
5 Penyelesaian Tugas 7 51%

Berdasarkan data tersebut, ternyata pada siklus I k o m p e t e n s i g u r u

b e l u m t e r b u k t i dalam pembuatan soal, walaupun nara sumber telah memberikan

bagaimana mengembangkan soal yang baik dan menyusun kisi-kisi ,

sehingga perlu ada perubahan yang dikembangkan dalam penelitian ini. Gambaran

kegiatan workshop pada siklus pertama disajikan sebagai berikut :


Gambar 3 : Grafik Hasil Pengamatan Sikap Kegiatan Workshop pada Siklus I

Berdasarkan garfik siklus I pertemuan pertama dapat dilihat bahwa kompetensi

guru yang memiliki nilai tertinggi pada aspek penyelesaian tugas, sehingga motivasi

dalam membuat soal masih dapat ditingkatkan, manakala guru tersebut dapat

mengembangkan ide-ide dan gagasan. Sedangkan pada pertemuan kedua siklus I yaitu

pada hari Rabu 27 Juli 2012, dengan materi seperti kaidah-kaidah pembuatan soal dan

mengembangkan butir soal. Dalam kegiatan ini guru dibagi menjadi 4 (lima) kelompok

masing-masing kelompok terdiri dari 3 orang guru, masing-masing kelompok untuk lebih

aktif dan menunjukkan prakarsa dalam perakitan soal dan kegiatan kelompok diakhiri

dengan presentasi, namun saat mempresentasi butir soal, dan setiap kelompok harus

mempertahankan pendapatnya dan memberikan argumen, sehingga kegiatan ini sangat

baik dalam mengembangkan soal yang bermutu.

Hasil kegiatan workshop pada siklus I ini berakhir memperlihatkan rata-rata nilai

yang diperoleh 69, hal ini masih di bawah ketuntasan, dan masih perlu adanya

pembinaan, motivasi, maupun penguatan dalam membuat soal, mengingat dari 13 guru

belum secara keseluruh dapat mengembangkan soal dengan baik. Untuk itu gambaran
hasil kegiatan Workshop nilai yang diperoleh guru 69, sedangkan indikator yang dinilai

terangkum dalam lampiran dan skore yang dmiliki guru dalam kegiatan workshop

sebagai berikut.

Tabel 7
Nilai rata-rata kemampuan Guru dalam menyusun soal
pada siklus I

Ketuntasan
No Nilai Rata-rata Daya Serap Standar Nilai
(Prosentase)

1. 69 69% 70 15%

Dari tabel 6 nilai rata-rata kemampuan guru dalam membuat soal pada siklus I ini

adalah 69 dengan ketuntasan belajarnya 15%. Hal tersebut baik secara klasikal

penyusunan butir soal belum memenuhi standar kualitas soal, dan secara individu

masih terdapat 9 guru yang harus ditingkatkan dalam pembuatan soal, mengingat

selama ini guru dalam membuat soal tanpa melakukan langkah-langkah yang benar,

sehingga dengan kegiatan workshop ini guru akan memenuhi penyusunan soal sesuai

dengan prosedur pembuatan soal.

Data di atas dapat disajikan dalam bentuk diagram batang sebagai berikut:

Gambar 4 : Diagram batang kegiatan workshop penyusunan soal pada Siklus I


3. Hasil Penelitian Siklus II

Siklus I I dilaksanakan dalam 3 kali pertemuan yaitu hari : jum’at. 10

Agustus 2012, Selasa, 11Sep , dan 13 Sep 2012. Subyek penelitian adalah Guru

SDN Kemanggisan 19 Pagi Jakarta Barat, semester 1 Tahun Pelajaran 2012/2013

yang berjumlah 13 orang guru.

Pada siklus II pertemuan pertama dilaksanakan pada Jum’at, 10 Agst 2012, kegiatan

Workshop di awali dengan tanya jawab bertujuan untuk memperbaiki siklus II dan

memberikan pembinaan kepada guru dalam menyusun soal, dan memperbaiki pada

siklus I.

Tanya jawab ini dilaksanakaakan selama 20 menit, yang dengan tujuan agar guru lebih

memahami langkah-langkah penyusunan soal, yang nantinya akan memacu guru untuk

lebih konsentrasi penyusunan soal, maka pada pelaksanaan siklus II guru mulai

memiliki ide-ide dan gagasan baru dalam menyusun soal, hal ini dilihat dari keaktifan

kegiatan Workshop, dimana prakarsa guru dalam mengemukan pendapat dalam

penyusunan soal dengan pertanyaan-pertanyaan tentang langkah-langkah penyusunan

soal, perakitan soal hingga bagaimana menentukan pen-skoran soal, hal ini tentunya

membuat Nara sumber dan Kepala sekolah selaku assisten Nara sumber dan sekaligus

peneliti menjadi lebih fokus dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan guru, mengingat

keadaan ini guru mulai membentuk kompetensinya dalam menyusun soal.. Sehingga

peneliti bekerjasama dengan Nara Sumber untuk melanjutkan kegiatan workshop, dan

Kepala sekolah mulai membentuk kelompok dalam lima besaran kelompok, setiap

kelompok beranggotakan 4 orang guru. Dalam kegiatan ini setiap kelompok ditugaskan

mendiskusikannya secara berkelompok.


Dari hasil observasi selama pertemuan pada siklus II didapatkan data aktivitas

guru dakam kegiatan penyusunan soal sebagaimana dilihat dari Tabel 8 sebagai

berikut.

Tabel 8
Hasil pengamatan sikap guru dalam kegiatan workshop
Pada siklus II pertemuan 1.
No Komponen yang diamati Jumlah Prosentase

1 Kesungguhan 10 87
2 Kemampuan membut soal 9 80
3 Prakarsa 8 73
4 Pemecahan Masalah 10 80
5 Penyelesaian Tugas 12 93

Dari tabel diatas, bahwa terjadinya peningkatan aktifitas kegiatan workshop pada

Siklus II, hal ini dapat dilihat dari komponen yang diamati hampir secara keseluruhan

berjalan sangat baik, yang dimulai dari kesungguhan hingga penyelesaian tugas,

guru dapat melaksanakan tugas dengan baik.

Berdasarkan hasil tersebut, ternyata pada siklus II menunjukkan bahwa guru

sudah mulai nampak dalam menyusun soal menggunakan prosedur dalam penulisan

soal, dan pertanyaan-pertanyaan yang diajukan juga sudah mulai terlihat bahwa

memiliki kemampuan yang tinggi, sehingga peneliti dan Narasumber sebagai

mediator dituntut untuk lebih cerdas dalam menanggapi pertanyaan guru, sehingga

kegiatan workshop berjalan dengan baik. Gambaran kegiatan workshop dalam

penyusunan soal dapat dilihat dari grafik pada siklus II sebagai berikut.
Gambar 5 Diagram batang hasil pengamatan sikap guru kegiatan workshop
penyusunan soal pada siklus II

Pertemuan ketiga pada siklus II yaitu Rabu, 13 Sept 2012 dilakukan dari pukul

08.00 – 14.00. Pada pertemuan akhir siklus II ini kegiatan inti penyusunan soal

dilakukan mempresentasikan soal hingga tersusunnya soal-soal ulangan akhir sekolah.

Hasil kegiatan workshop dalam menyusun soal yang dicapai pada siklus II ini

berakhir memperlihatkan soal perolehan hasil yang lebih baik jika dibandingkan dengan

kondisi awal sebelum kegiatan workshop dimulai. Rata-rata hasil kegiatan workshop

kemampuan guru dalam menyusun soal diperoleh adalah 76. Hal ini secara klasikal

maupun individu guru sudah adanya peningkatan kompetensi guru dalam menyusun

soal. Sedangkan hasil kegiatan workshop dalam penyusunan soal ulangan sekolah

dilihat pada tabel berikut.

Tabel 9
Nilai rata-rata kemampuan guru dalam menyusun soal pada Siklus II

Ketuntasan
No Nilai Rata-rata Daya Serap KKM
(Prosentase)
1. 76 76% 70 100%

Dari tabel 5, nilai rata-rata kegiatan workshop pada siklus II ini adalah 75 dengan

ketuntasan belajarnya 100%. Data di atas dapat disajikan dalam bentuk diagram

batang sebagai berikut:

Gambar 6 : Diagram batang tentang kemampuan guru dalam menyusun soal pada
Siklus II

B.Pembahasan

Analisis terhadap masing-masing aktivitas guru dalam kegiatan workshop,

pada siklus I kompetensi guru belum terbentuk sehingga pemahaman dalam

menyusun soal, dengan menggunakan prosedur pengisian format-format yang ada

baik pada pembuatan kisi-kisi soal maupun menentukan jenis soal mereka belum

menunjukan pada ketajaman dalam membuat soal, hal ini memungkinkan mereka

belum terbiasa untuk membuat langkah-langkah dalam menyusun soal. upaya ini

perlu adanya suatu alat pembinaan yang dapat membangkitkan kompetensi guru

dalam membuat soal sehingga peneliti memberikan kiat-kiat bagaimana menyusun


soal yang baik dengan memberikan format-format penyusunan soal, dengan

menjelaskan bagaimana pengisiannya.

Berangkat dari kondisi ini maka pada siklus I (pertama) dalam penelitian ini

menghasilkan 69%, hal ini secara klasikal belum memenuhi nilai ketutantasan namun

secara individu masih terdapat 10 guru yang perlu mendapat perhatian dan membuat

soal.

Pada Siklus I masih terdapat 10 (tiga belas) guru yang belum memenuhi

ketuntasan, maka pada siklus II, kondisi tersebut perlu diperbaiki dengan

meningkatkan upaya yang lebih dipertajam dalam kegiatan praktek, sehingga pada

siklus II ini kegiatan workshop. Dengan pendalaman materi ini guru lebih mudah

memahami penyusunan soal-soal, sehingga kegiatan workshop berjalan dengan aktif,

kesungguhan guru dalam menyusun soal mulai langkah-langkah dalam menyusun

soal, sehingga perubahan terjadi pada pengamatan, hampir seluruh guru memberikan

pertanyaan, dan gagasan-gagasan yang terangkum dalam prakarsa untuk

mengemukakan pendapatnya. Kegiatan workshop ini mulai berjalan sangat baik, dan

setiap guru menggali ide-ide dan gagasan-gagasan dalam perakitan soal. sehingga

perubahan terjadi pada penguasaan materi dalam penyusunan soal, hingga

mengembangkan butir soal dan menentukan opsi bagi soal pilihan ganda, gambaran

kegiatan workshop yang terangkum dalam pengamatan dapat dilihat pada tabel

berikut:

Tabel 10
Rekapitulasi aktivitas belajar siswa siklus I dan
siklus II.

Siklus I Siklus II
No Komponen yang diamati
Jml % (Persentase) Jml % (Persentase)
1 Kesungguhan 7 11
51 87
2 Kemampuan Membuat 5 10
Soal 38 80
Siklus I Siklus II
No Komponen yang diamati
Jml % (Persentase) Jml % (Persentase)
3 Prakarsa 5 9
38 73
4 Pemecahan Masalah 5 10
38 80
5 Penyelesaian Tugas 7 12
52 93

Dari tabel 10 di atas, dapat diketahui pada kesungguhan guru dalam membuat soal

dapat meningkat, hal ini tentunya berpengaruh pada aspek lainnya seperti

kemampuan membuat soal, prakarsa, pemecahan masalah, dan penyelesaian tugas,

yang dibuktikan guru dalam tanggung jawab menyusun soal dapat ditingkatkan.

Dengan demikian melalui kegiatan workshop dapat meningkatkan kompetensi guru

dalam menyusun soal, hal ini dapat dilihat dari perbandingan siklus I dan II, dimana

kenaikan kompetensi guru dalam menyusun soal dapat meningkat, dan hasil tersebut

dapat dilihat dari grafik di bawah ini.

Gambar 7 : Diagram batang tentang perbandingan hasil belajar dalam


Siklus I dan II

Dari gambar di atas nampak terlihat bahwa siklus I dan siklus II terdapat kenaikan yang cukup

tajam baik dari keaktifan siswa hingga siswa dalam mengemukakan pendapat, hal ini

mengindikasikan bahwa siswa belum berkonsentrasi pada pembelajaran siklus I, sehingga guru

memotivasi dengan mencoba meningkatkan alat peraga dan memberikan kesempatan siswa

tersebut untuk selau mencoba dan mencoba sebagai penguatan, Jika jawabannya kurang

tepat, siswa tidak di vonis disalahkan.


Adapun hasil belajar yang diperoleh siswa selama siklus I dan siklus II dapat di buat

rekapitulasi perbandingannya sebagai berikut:

Tabel 11
Perbandingan Hasil Belajar Siswa pada siklus I dan siklus II
Siklus II
No Kriteria
Siklus I Siklus II
1 Rata-rata nilai 69 83%
2 Daya serap 69 83%
3 Ketuntasan 60% 100%

Dari tabel 11 rata-rata nilai siswa pada siklus I ke Siklus II mengalami kenaikan 14 point yaitu

dari 69 pada siklus I naik menjadi 83 pada siklus II. Kenaikan nilai siswa sangat tinggi dan dipengaruhi

oleh keaktifan siswa dalam belajar, selain itu metode demontrasi yang digunakan dapat membantu

daya serap siswa dalam menerima materi sehingga prestasi belajar siswa dapat meningkat.

Gambar 8 : Perbandingan hasil belajar siklus I dan siklus II

Berdasarkan grafik tersebut dapat diketahui, bahwa aktivitas siswa dalam pemecahan

masalah mengalami kenaikan dari 70% menjadi 100%.hal tersebut disebabkan keaktifan,

ketertiban, menjawab soal, dan berpendapat siswa sangat cepat dan tangkas, hal ini

tentunya berpengaruh pada kenaikan hasil belajar siswa yang ditunjukan pada siklus II.

Dengan demikian penyampaian tujuan pembelajaran yang sudah tepat serta

penggunaan alat peraga dan metode kerja kelompok yang sesuai dapat memacu siswa

untuk meningkatkan prestasi belajarnya. Hal ini ditandai dengan meningkatnya hasil
belajar siswa pada akhir siklus II yaitu nilai rata-rata kelas mencapai 98. Ini berarti sudah

memenuhi indikator keberhasilan. Karena siswa seluruhnya sudah mencapai lebih dari

75% dari jumlah siswa. Sehingga dari hasil siklus I ke SiklusII terdapat peningkatan.

Menurut skiner bahwa belajar adalah suatu perilaku yag kompleks, maka perlu

pentingnya program pembelajaran. Sedangkan menurut Gagne pembelajaran itu

disesuaikan dengan fase-fase belajar hasil belajar yang dikehendaki. Ini sesuai pendapat

Piaget bahwa belajar ada empat fase perkembangan, diantarana adalah operasi formal,

dimana siswa telah dapat berpikir dengan baik terhadap materi yang disampaikan.

Dengan demikian Penggunaan Alat Peraga dan Metode Kerja Kelompok dapat

meningkatkan hasil belajar matematika pada Pokok Bahasan menyajikan data dalam

bentuk tabel dan diagram Pada Siswa Kelas VI Sekolah Dasar Negeri Kemanggisan 19

Pagi Kec. Palmerah Jakarta Barat”

BAB V

KESIMPULAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis data yang tercakup dalam penelitian ini, dapat

dirumuskan temuan penelitian sebagai berikut, terdapat pengaruh yang positif dan

signifikan antara pembinaan, kompetensi guru terhadap mutu pendidikan, baik secara
sendiri-sendiri maupun secara bersama-sama. Dari hasil temuan, dapat disimpulkan

sebagai berikut:

Pertama; pembinaan merupakan sarana dalam meningkatkan mutu

pendidikan, memberikan kontribusi sangat tinggi dan signifikan terhadap mutu

pendidikan. Oleh sebab itu semakin tinggi pembinaan, maka akan semakin tinggi

mutu pendidikan. Dengan demikian, pembinaan guru di Sekolah Dasar Negeri Gugus

VII perlu dilakukan secara berkelanjutan, sistematis, dan sungguh-sungguh dalam

rangka mencapai mutu pendidikan.

Kedua; kompetensi guru terbukti memberikan kontribusi lebih besar dan

sangat signifikan terhadap mutu pendidikan di SDN Gugus VII Kecamatan Palmerah.

Oleh sebab itu tingginya kompetensi guru, maka akan berpengaruh terhadap

peningkatan mutu pendidikan. Sehingga peningkatan kompetensi guru perlu

ditingkatkan lagi secara berkelanjutan, sistematis, dan sungguh-sungguh.

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan di atas, maka berikut ini akan dikemukakan

sejumlah saran diantaranya:

Pertama mutu pendidikan di SDN Gugus VII Kecamatan Palmerah bersifat

dinamis, komplek, dan semakin bervariasi, baik kualitas, maupun kuantitas. Oleh

karena itu maka, diperlukan adanya upaya nyata dan sungguh-sungguh untuk
meningkatkan pembinaan dan kompetensi guru dalam meningkatikan mutu

pendidikan. Selain itu upaya tersebut perlu dilakukan secara terencana, sistematis,

dan berkelanjutan, agar pembinaan dan kompetensi guru yang mencakup keahlian

teknis dan keterampilan dalam mengelola kelas sangat diperlukan guna menghasilkan

kualitas pendidikan yang lebih baik lagi.

Kedua, pembinaan dan kompetensi guru ternyata memberikan kontribusi

sangat signifikan terhadap mutu pendidikan, sehingga upaya untuk meningkatkan

mutu pendidikan perlu dibarengi dengan keterampilan menggunakan metode

mengajar yang tepat. Meningkatnya pembinaan guru, diharapkan dapat mendorong

tingkat pemahaman mereka terhadap berbagai macam keterampilan teknis dalam

mengelola satuan pelajaran yang harus dikuasai guru. Dengan demikian, mereka

diharapkan mampu memperbaiki kinerjanya dalam rangka meningkatkan mutu

pendidikan di SDN Gugus VII Kecamatan Palmerah.

DAFTAR PUSTAKA

Achmad S. Ruky, Sistem Manajemen Kinerja Panduan Praktis Untuk Merancang dan
Maraih Kinerja Prima, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2001
Daulat P. Tampubolon, Paradigma Baru Manajemen Pendidikan Tinggi Menghadapi
Tantang Abad ke 21 (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2001
Departemen Pendidikan Nasional, Himpunan Peraturan-Peraturan Bidang Pendidikan dan
Kebudayaan, Jakarta : 1992
Departemen Pendidikan Nasional, Pembinaan Karir Tenaga Pengajar , Jakarta: Depdiknas,
2001
Depdiknas, Strategi Pembelajaran Berbasis Kompetensi, Jakarta: Pusdiklat Depdiknas
2004
Depdiknas, Upaya Peningkatan Mutu Pendidikan Berbasis Sekolah, Depdiknas, Jakarta,
1999
Desi Anwar, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Surabaya: Amelia, 2002)
Donald Ary , Metodologi Penelitian, Bumi Aksara, Jakarta 2000
Dikmenum, Peningkatan Mutu Pendidikan Berbasis Sekolah: Suatu Konsepsi Otonomi
Sekolah (paper kerja), Depdikbud, Jakarta, 1999
E. Mulyasa, Implementasi Kurikulum, Bandung: Pt. Remaja Rosdakarya, 2005
Grmae, Minding, Every Body’s Business, Performance Management in Public Sector
Agency 1993.
Hendra Kusnoto, The Worlds Best Management Practices (Praktek Manajemen Terbaik
di Dunia Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2001
Ki Mohamad Said Raksohadiprodjo, Masalah Pendidikan Nasional, Jakarta : PT Midas
Surya Grafindo, 1999
Lembaga Administrasi Negara, Pedoman Penyusunan Pelaporan Akuntabilitas Kinerja ,
Jakarta: LAN, 1999
Moh. Uzer Usman, et, al. Upaya Optimalisasi Kegiatan Belajar Mengajar Bandung : PT
Remaja Rosdakarya, 1993
MPR. Propernas, Surabaya : Terbit Terang, 1999.
Nana Sudjana, Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar , Bandung: Sinar Baru, 1989Sondang
P. Siagian, Produktivitas Kerja, Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2002
Nana Sudjana, Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar , Bandung PT. Remaja
Rosdakarya, 2001
------------------, Prinsip-Prinsip Belajar Mengajar , Bandung : PT. Remaja Rosdakarya,
cetakan 10, 2002
Oemar Hamalik, Manajemen Belajar di Lembaga Sekolah , Bandung: Sinar Baru, 1989
Pusdiklat Depdiknas, Penilaian Kinerja Sekolah, Jakarta: Depdiknas, 2004
Rooijakkers, Mengajar dengan Sukses, Jakarta: PT. Grasindo, 1991
Sanusi Uwes, Manajemen Pengembangan Mutu Guru, Jakarta: Logos, 1999
Sardiman, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar , Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002
Suharsimi Arikunto, Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan, Jakarta: Bina Aksara, 1991
Suparno, Pembinaan dan Pengembangan Kurikulum sebagai Substansi Problem
Administrasi Pendidikan, Jakarta : Bina Aksara, 1998
Sondang P. Siagian, Produktivitas Kerja, Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2002
Soedijarto, Memantapkan Sistem Pendidikan Nasional , Jakarta: Gramedia Widiasarana
Indonesia, 1993
Soedijarto, Menunju Pendidikan Nasional Yang relevan dan Bermutu , Jakarta: Balai
Pustaka, 1993
Soegarda Poerbakawatja. H.A.H, Harahap, 1990, Ensiklopedi Pendidikan, Jakarta: Bumi
Aksara
Semiawan, Conny R, dan Soedijarto, 1991, Mencari Strategi : Strategi Pendidikan
Nasional Manajemen Abad XXI, PT. Grasindo, Jakarta.
Wasty Soemanto, Dasar dan Teori Pendidikan Dunia, Surabaya: Usaha Nasional, 1982
Uzer Mohammad, Upaya Optimalisasi Kegiatan Belajar Mengajar Bandung : PT Remaja
Rosdakarya, 1993

Suharsimi Arikunto, dkk; Penelitian Tindakan Kelas (Jakarta: Bumi Aksara, 2006), h. 74.

PEMERINTAH DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA


SEKOLAH DASAR NEGERI KEMANGGISAN 19 PAGI
JALAN SANDANG JAKARTA BARAT

Tabel 3
Penyusunan Soal
Siklus I
     
ASPEK PENYUSUNAN BUTIR SOAL
  Nilai
Teknik Penyu- Kaidah Telaahan Finali- Rata-
No.. Nama. Indikator sunan Penulisan Butir sasi Rata
    Penulisan Kisi-kisi Butir Soal Soal Soal  
    Soal Soal
   
1 Responden A 60 50 60 65 65 63
2 Responden B 50 45 65 60 70 65
3 Responden C 55 45 70 70 75 65
5 Responden D 40 50 60 65 70 57
6 Responden E 55 50 65 70 75 65
7 Responden F 65 65 70 70 75 69
8 Responden G 70 60 75 70 80 71
9 Responden H 75 65 65 70 70 69
10 Responden I 65 60 60 65 75 68
11 Responden J 60 70 65 70 80 69
12 Responden K 70 65 70 75 80 72
13 Responden L 65 60 70 65 70 66
14 Responden M 50 60 70 70 70 68
15 Responden N 60 55 60 70 70 68
  Rata – Rata 69

Jakarta, 3 Agustus 2012


Kolaborator Peneliti

Pengawas Hj. Tuhfatul Ahbab

Tabel 3
Penyusunan Soal
Siklus II

     
ASPEK PENYUSUNAN BUTIR SOAL
Nilai
No. Nama Teknik Penyu- Kaidah Telaahan Finali- Rata-
    Indikator sunan Penulisan Butir sasi Rata
    Penulisan Kisi-kisi Butir Soal Soal Soal  
Soal Soal
1 Responden A 70 70 70 65 75 73
2 Responden B 70 70 70 70 75 78
3 Responden C 65 70 70 70 75 72
5 Responden D 60 75 75 75 80 73
6 Responden E 65 75 75 75 85 76
7 Responden F 70 75 80 80 80 77
8 Responden G 80 80 80 80 85 81
9 Responden H 80 75 70 80 75 76
10 Responden I 65 70 70 75 80 72
11 Responden J 65 80 70 80 80 78
12 Responden K 75 80 70 80 80 79
13 Responden L 70 70 70 75 85 74
14 Responden M 65 65 70 80 85 76
15 Responden N 65 65 70 75 75 75
  Rata - Rata 78

Jakarta, 13 September 2012


Kolaborator Peneliti

Pengawas Hj. Tuhfatul Ahbab

Anda mungkin juga menyukai