Anda di halaman 1dari 4

SANG WIDYAISWARA

ALUR NASKAH
INTRODUKSI
HEMBUSAN ANGIN PAGI DI SEBUAH PERDESAAN DENGAN SAUTAN BURUNG-
BURUNG DI SAWAH SERTA SUARA GETARAN SUARA ILALANG PADI DI LANJUT
DENGAN NUANSA KERAMAIAN ORANG DI PASAR.

ADEGAN 1
SESEORANG BERJALAN KAKI DENGAN PENUH SEMANGAT MEMBERI HARAPAN
KEPADA BANGSA, DARI TANGAN YANG IA PEGANG HANYALAH SEBUAH HARAPAN
SEPANJANG PERJALANAN IA PUNGUTI KATA-KATA DIANTARA BISIKAN ANGIN DAN
TETESAN AIR MATA SEBAB HIDUP ADALAH PENGABDIAN SELEBIHNYA ADALAH
PENGABDIAN, LALU IA BERTERIAK KE ARAH UTARA.

“Kita bisa mengubah keadaan.


Anak-anak akan lulus lulus ujian kelas,
Terpandang diantara tetangga,
Boleh dibanggakan pada kakak mereka.
Soalnya adalah tentang kerjasama antara kita.
Jangan sampai kerjaku terganggu,
Sebab atap bocor.”

W : jika kau mampu memberi cinta kepada siapapun


R : maka kau telah menjadi widiyaiswara
W :jika kau senantiasa menjadi murid dari berbagai ilmu
jika kau menempatkan perbedaan sebagai kekayaan
jika kau mampu menunjukkan pintu bagi kehidupan apapun
jika kau menempatkan bangsa manapun sebagai manusia
R : maka kaulah widiyaiswara
IRAMA KEDAMAIAN MUNCUL SEPERTI DETAK JANTUNG MANUSIA, DI SAMBUT
PANASNYA MATAHARI DIATAS UBUN-UBUN, DIMAINKAN SUARA VOCAL YANG
MENGIRINGI KENGERIAN PERJUANGAN SANG WIDYAISWARA.

ADEGAN 2

KERUSUHAN ORANG-ORANG MENGELINGI AKTOR YANG MENERIMA BANYAK


LAPORAN DARI ORANG TUA MURID, DEPRESI SEORANG WIDYAISWARA HANYA
MERESPON DENGAN SENYUMAN KEIKHLASAN, DAN KERUSUHAN ORANG HENING
TAK BERGERAK SETELAH MENDENGAR, ALUNAN SATIR.

AKTOR MELIHAT SATU PER SATU PARA PENARI YANG DIAM SEPERTI PATUNG
DENGAN TATAPAN KOSONG LALU BERUCAP

Waktu mengalir
Dunia berubah
Sejarah tercipta
Dan langit akan selalu menanti
(PARA PENARI BERGERAK LAGI SEPERTI ROTASI BUMI)
Aku khawatir pada suatu masa yang perjalananya dapat menggilas “keimanan”
sementara “keyakinan” hanya tinggal “pemikiran” yang tak berbekas di dalam
“perbuatan”.
Rasa dosa membuat tidurku seperti buronan tanggung jawab yang kutinggalkan
menjadi banyaknya memburu pikiran.
Sebelum tidur aku selalu merasa persis seperti bajingan, maka kuputuskan, aku
harus pulang.
NAMPAK TAYANGAN DI BELAKANG SEPERTI PADANG TANDUS DENGAN
FATAMORGANA SUNGAI, DI TAMBAH HEMBUSAN ANGIN SIANG YANG PANAS
SAMPAI TENGGOROKAN KERING RINDU DENGAN DAHAGA.
PARA WIDYAISWARA MENCARI AIR LELAH DENGAN PIKIRAN SERTA JIWA DAN RAGA
NYA.
Air…… aku butuh air….. dimana aku bisa mendapatkan air……? (DENGAN DAHAGA
YANG MENGOROGOTI TENGGOROKANNYA)
Ramai : apa yang harus digali seperti harta karun wahai sang widyiswara ?
W : ilmu…. Ilmu…. Ya ilmu
R : Apa yang mengalir lancar dapat menghilangkan dahaga selamanya
Menghidupkan sekaligus mematikan wahai sang widyaiswara?
W : Kata-kata….. ya kata-kata……
R : Apa yang membuat manusia menjadi tuli Tak dapat mendengar getaran bumi,
gemuruh gunung maupun suara merdu pepohonan?
W : ketidak tahuan….. ya ketidaktahuan…….
R : Apakah otot bumi itu wahai widyaiswara?
W : sungai….. ya sungai……
R : Apa yg dapat menimbulkan dahaga seumur hidup?
W : kebahagiaan….. ya kebahagiaan……….
R : Sumber air yang berbisik menuju samudra, apakah itu?
W : kasih sayang….. ya kasih sayang……
R : apa yang paling berat membawa sekaligus melaksanakanya ?
W : amanah…. Ya amanah….

Lalu diantara semua itu dimanakah “aku berada”???

“bukan maut” yang menggentarkan “hatiku” , tetapi “hidup” yang “tidak hidup”,
karena kehilangan “daya” dan “fitrah-nya”.

DI BALUT KEHENINGAN JIWA DAN ROHANI , TIDAK ADA SUARA YANG ORGANIK DARI
CIPTAAN TUHAN.
ADEGAN 3
SELURUH AWAK PANGGUNG KETENGAH SAMBIL BERNYANYI MUSIKALISASI PUISI
SANG GURU KARYA PUJI JAGAD

DENGAN LAYAR BELAKANG KISAH HARU SANG WIDIYAISWARA (GURU) DI SEKOLAH.

TAMAT…

Anda mungkin juga menyukai