Anda di halaman 1dari 58

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Menurut Departemen Sosial RI panti werdha adalah suatu tempat untuk menampung
lansia dan jompo terlantar dengan memberikan pelayanan sehingga mereka merasa aman,
tentram sengan tiada perasaan gelisah maupun khawatir dalam menghadapi usia tua.
Lansia adalah suatu tahapan dimana perkembangan individu memasuki masa tua dan
biasanya terjadi pada usia 60 tahun ke atas. Berdasarkan Undang-Undang RI Nomor 13
Tahun 1998 pasal 7 dan 8 menyatakan bahwa, pemerintah bertugas mengarahkan, dan
menciptakan suasana yang menunjang bagi terlaksananya upaya peningkatan
kesejahteraan sosial lanjut usia; dan pemerintah, masyarakat, dan keluarga
bertanggungjawab atas terwujudnya upaya peningkatan kesejahteraan sosial lanjut usia.
Salah satu upaya yang dapat mendukung hal tersebut yaitu dengan memberikan
pelayanan sosial dan kesehatan untuk lansia. Pelayanan yang diberikan dapat berupa
perawatan dan pemeliharaan, sarana beraktivitas, program senam lansia, dan
penyelenggaraan pengembangan dan pelatihan keterampilan, dan lain-lainnya. Selain itu,
hal tersebut diharapkan dapat mengubah paradigma masyarakat mengenai Panti Jompo
sebagai tempat sosialisasi bagi lanjut usia.
Panti jompo yang dibentuk untuk melayani dan merawat para lansia, khususnya di
Kota Kupang adalah Panti Sosial Penyantunan Lanjut Usia Budi Agung Kupang. Lansia
yang masuk ke Panti Sosial Penyantunan Lanjut Usia Budi Agung Kupang harus
memenuhi beberapa kriteria yakni usia di atas 60 tahun, sehat jasmani dan rohani, tidak
berpenyakit menular, tidak diperhatikan keluarga, tinggal seorang diri tanpa keluarga dan
yang paling penting adalah kesukarelaan lansia untuk tinggal di Panti Sosial Penyantunan
Lanjut Usia Budi Agung Kupang tanpa paksaan. Lansia yang memilih untuk tinggal di
Panti Sosial Penyantunan Lanjut Usia Budi Agung Kupang tersebut sebelumnya telah
mendapatkan informasi dari lingkungan sekitar karena sudah diadakan sosialisasi
dibeberapa organisasi maupun instansi tentang fasilitas dan aktivitas yang ada di Panti
Sosial Penyantunan Lanjut Usia Budi Agung Kupang.
Data dari Badan Pusat Statistik Provinsi Nusa Tenggara Timur (2017) hanya terdapat
1 panti jompo yang berada di Kota Kupang. Dalam harian Victory News (VN) hasil
wawancara antara Sinta Tapobali (wartawan VN) dengan Agustinus Gerfasius (Kepala
UPT Kesejahteraan Sosial Lanjut Usia Kupang) edisi 28/8/2020 menyatakan bahwa

1
puluhan Lansia ini dibina, dirawat, didampingi dan tinggal di 11 wisma dengan daya
tampung 3-9 orang. Wisma-wisma ini terletak di lingkungan UPT Kesejahteraan Sosial
dan rata-rata warga lanjut usia yang menetap di Panti Jompo ini berusia di atas 60 tahun
dan paling banyak berasal dari Kabupaten TTS. Daya tampung atau kuota di Panti Budi
Agung ini sebanyak 85 orang namun saat ini yang terdata sebanyak 62 orang yang tinggal
dan menghuni di panti Budi Agung ini.
Lansia yang memilih tinggal di Panti Sosial Penyantunan Lanjut Usia Budi Agung
Kupang diseleksi dengan mencari tahu keadaan lansia, keadaan keluarga dan juga
lingkungan sekitar. Setelah diseleksi dan memenuhi kriteria maka lansia bisa tinggal di
Panti Sosial Penyantunan Lanjut Usia Budi Agung Kupang. Lansia yang sudah masuk
ke Panti Sosial Penyantunan Lanjut Usia Budi Agung Kupang, membuat surat
pernyataan yang didalamnya berisi tentang kesediaan lansia melakukan orientasi selama
tiga bulan. Hal ini dilakukan untuk melihat penyesuaian diri lansia di dalam Panti Sosial
Penyantunan Lanjut Usia Budi Agung Kupang. Jika lansia tidak bisa menyesuaikan diri
dengan lingkungan Panti Sosial Penyantunan Lanjut Usia Budi Agung Kupang, maka
akan dilakukan terminasi yakni mengembalikan lansia ke lingkungan awal dimana lansia
tinggal. Para lansia yang telah melewati masa orientasi selama 3 bulan, dianggap sudah
merasakan kenyamanan di tempat tersebut, mampu melibatkan diri, bukan hanya untuk
suatu kegiatan tetapi juga melibatkan diri secara total dalam suatu hubungan relasi
bersama para lansia lainnya di lingkungan Panti Sosial Penyantunan Lanjut Usia Budi
Agung Kupang.
Dikutip dari Journal of Health and Behavioral Science (Vol.1, No.3, September 2019,
pp. 166~178) berdasarkan dengan hasil wawancara dengan UPT Panti Sosial
Penyantunan Lanjut Usia Budi Agung Kupang para lansia yang memiliki riwayat
penyakit-penyakit serius diantaranya penyakit jantung, hipertensi dan diabetes. Para
lansia mengaku bahwa mereka hanya bisa berpasrah pada keadaan yang ada, walaupun
terkadang merasa stres dengan penyakit yang ada karena menghambat lansia untuk
melakukan hal-hal yang disenangi. Selain itu, secara psikologis ada lansia mengaku
bahwa terkadang masih merasa sedih karena sulit menerima kematian pasangannya,
merindukan keluarga yang jarang bahkan tidak pernah berkunjung, merasa sedih dan
mengeluh karena kondisi keuangan yang menurun. Sedangkan, secara sosial ada lansia
yang senang bergabung dengan lansia yang lain tetapi ada juga lansia yang sering duduk
sendiri tanpa mau bercerita dengan lansia yang lain, memilih melakukan aktivitas mereka
masing-masing, dan masih membicarakan lansia yang lain. Kondisi-kondisi ini yang
2
terjadi dalam keadaan yang bervariasi pada lansia yang masih memiliki keluarga dan juga
sudah tidak memiliki keluarga.
Panti Jompo Tresna Werdha Budi Agung memiliki pra-sarana dan fasilitas yang
kurang cukup memenuhi standar dan memadai untuk lanjut usia. Contohnya seperti, tidak
ada handrail pegangan di dalam kamar mandi, kurang pencahayaan alami dan
penghawaan yang masuk ke dalam ruangan. Secara bilogis, hal-hal tersebut sangat tidak
baik bagi lansia yang memiliki penurunan keseimbangan dan kemampuan penglihatan,
fisik yang mudah lelah, dan lainnya. Selain itu, kondisi fasad bangunan yang tidak
menarik dan kurang terawat dan beberapa ruangan yang tidak digunakan sesuai fungsi.
Minimnya fasilitas yang ada Panti Jompo Tresna Werdha Budi Luhur, mebuat variasi
kegiatan yang diadakan sangatlah sedikit. Kegiatan yang rutin lakukan hanyalah senam
pagi, selebihnya para lansia hanya duduk, mengobrol, dan menonton tv. Hal tersebut
meningkatkan sensitivitas emosional, seperti depresi dan mudah memiliki rasa cemas.
Sehingga dapat menimbulkan rasa tidak nyaman bagi lansia.
Berdasarkan kondisi-kondisi yang dialami oleh para lansia di Panti Sosial
Penyantunan Lanjut Usia Budi Agung Kupang membuat saya berasumsi bahwa para
lansia belum merasakan kebahagiaan dan kenyamanan psikologis. Hal ini ditinjau
berdasarkan peraturan Peraturan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor : 106 / Huk /
2009 Tentang Organisasi Dan Tata Kerja Panti Sosial Di Lingkungan Departemen Sosial
Dan Nomor 5 Tahun 2018 Tentang Standar Nasional Rehabilitasi Sosial Lanjut Usia.
Oleh karena itu saya melakukan kajian ulang untuk Redesain Panti Sosial Tresna Werdha
Budi Agung di Kota Kupang sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan, kebahagiaan,
kesehatan fisik dan psikologis para lansia.
Konsep pendekatan arsitektur perilaku akan diterapkan dalam proses redesain.
Pendekatan tersebut mengarah kepada perbaikan lingkungan arsitektur yang dapat
mewadahi pola perilaku sesuai dengan kegiatan-kegiatan yang dibutuhkan. Dengan
memahami karakteristik lansia, diharapkan dapat menciptakan bangunan yang memiliki
suasana nyaman dan aman untuk lansia.
Dikarenakan kondisi panti jompo saat ini bangunan terlihat seadanya dan minimnya
fasilitas dari segi arsitektural maupun kenyaman visual. Maka, diperlukan perencanaan
dan perancangan panti jompo yang sesuai dengan standard dan pendoman untuk
mewadahi segala kegiatan yang ada di panti jompo.

3
1.2. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, saya mengidentifikasi beberapa masalah yang akan
dijadikan bahan penelitian selanjutnya antara lain:
1. Tidak terdapat handrail pegangan di dalam kamar mandi, kurang pencahayaan alami
dan penghawaan yang masuk ke dalam ruangan.
2. Kondisi fasad bangunan yang tidak menarik dan kurang terawatt dan beberapa
ruangan yang tidak digunakan sesuai fungsi.
3. Para lansia yang belum merasakan kebahagian dan kenyamanan psikologis.

1.3. Rumusan Masalah


Adapun rumusan masalah yang didapatkan dari latar belakang diatas adalah:
1. Bagaimana merancang panti jompo yang dapat menciptakan rasa aman serta suasana
yang sederhana tetapi tetap nyaman untuk lansia?
2. Bagaimana merancang panti jompo yang dapat mewadahi dan melengkapi aktivitas
yang dibutuhkan untuk lansia?

1.4. Tujuan dan Sasaran


1.4.1 Tujuan
Tujuan dari redesain Panti Jompo Tresna Werdha Budi Agung yaitu sebagai
tempat pemeliharaan, perawatan, dan memberikan kenyamanan dan kesejahteraan
hidup bagi para lansia serta dapat memberikan suasana yang sedeharna tetapi tetap
nyaman seperti dirumah sendiri dan mengubah paradigma masyarakat mengenai
panti jompo sebagai tempat sosialisasi bagi para lansia. Adapun tujuan lain dari
penelitian tersebut yaitu menghadirkan pola rancangan tapak dan bangunan yang
baru untuk menambah kegiatan dan pola pergerakan lansia sehingga dapat
meningkatkan tingkat kebahagiaan dan kesehatan psikis lansia.
1.4.2 Sasaran
Sasaran dari redesain Panti Jompo Tresna Werdha Budi Agung adalah para
lansia yang berstatus ekonomi menengah ke bawah agar mendapatkan
kesejahteraan hidup yang layak dan kenyamanan psikologis.

4
1.5. Ruang Lingkup / Batasan
1.5.1. Ruang Lingkup Substansial
Ruang lingkup penulisan laporan mencakup redesain Panti Jompo Tresna
Werdha Budi Agung sebagai sarana atau tempat tinggal yang mewadahi kegiatan-
kegiatan yang diperuntukan kepada lanjut usia. Pembatasan masalah pada ruang
lingkup ini, yaitu pendekatan fungsional dan gaya atau konsep minimalis pada
arsitektural bangunannya dengan memperhatikan hubungan antara fungsi, ruang,
objek pengguna, serta pola-pola pergerakan yang akan diterapkan. Selain itu,
pendekatan perilaku lansia juga diterapkan dalam desain untuk menciptakan suasana
ruang yang nyaman dan aman dalam pola pergerakan lansia
1.5.2. Ruang Lingkup Spasial
Lokasi penelitian terletak di Jalan Rambutan, Kecamatan Maulafa, Kota Kupang,
Provinsi Nusa Tenggara Timur. Kelurahan Oepura menjadi lokasi perencanaan
karena pada wilayah tersebut terdapat Panti Werdha merupakan salah satu Panti
Jompo dibawah naungan Dinas Sosial Nusa Tenggara Timur. Akibat dari kurangnya
perhatian terhadap desain bangunan dan pola kegiatan lansia yang menyebabkan
lingkungan menjadi tidak nyaman serta dapat mengganggu kesehatan psikis para
lansia yang ada di panti tersebut.

1.6. Batasan Masalah


Sesuai dengan rumusan masalah diatas, maka batasan masalah meliputi :
 Melakukan kajian dan pengolahan data terkait pendekatan arsitektur perilaku untuk
mencapai tujuan dari penelitian yakni menciptakan lingkungan binaan Panti Sosial
Tresna Werdha yang aman dan nyaman serta mewadahi dan melengkapi aktivitas
yang dibutuhkan oleh lansia di NTT namun tidak mengabaikan aspek fungsi, struktur,
bentuk dan tampilan.

5
1.7. Kerangka Berpikir

Ide/Gagasan
Redesain Panti Sosial Tresna
Werdha Budi Agung di Kota
Kupang degan Pendekatan
Arsitektur Perilaku

Masalah

Identifikasi Masalah Rumusan Masalah

Tujuan dan Sasaran

Metode Penelitian

Studi Pustaka

Data

Data Primer Data Sekunder

Analaisa

Konsep

6
1.8. Sistematika Penulisan

7
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Pengertian Judul
2.1 Pengertian Perencanaan dan Perancangan
 Perencanaan dalam bahasa asing disebut juga sebagai “planning”, dapat
diartikan sebagai suatu sarana untuk mentransformasikan persepsi-persepsi
mengenai kondisi-kondisi lingkungan ke dalam rencana yang berarti dan dapat
dilaksanakan dengan teratur (William A.Shrode, 1974).
 Perencanaan adalah sebuah proses untuk menetapkan tindakan yang tepat di
masa depan melalui pilihan-pilihan yang sistematik (Paul Davidov, 1982).
 Perencanaan menurut William L. Lassey (1977) merupakan suatu proses
menyusun konsepsi dasar suatu perencanaan yang meliputi kegiatan-kegiatan
sebagai berikut:
a. Mengidentifikasi: menentukan komponen-komponen yang menunjang
terhadap objek, yang merupakan kompleksitas fakta-fakta yang memiliki
kontribusi terhadap kesatuan pembangunan.
b. Mengadakan Studi: mencari hubungan-hubungan dari faktor-faktor terkait
yang memiliki pengaruh spesifik.
c. Mendeterminasi: menentukan setepat mungkin faktor-faktor yang dominan
dengan memperhatikan kekhususan dari unit perubahan yang spesifik yang
memberikan perubahan terhadap faktor lain.
d. Memprediksi: mengadakan ramalan (forcasting) bagaimana suatu faktor
akan berubah sehingga mencapai keadaan yang lebih baik di masa depan.
e. Melakukan Tindakan (action): berdasarkan prediksi diatas, melakukan
tindakan terstruktur untuk mencapai tujuan pembangunan.
 Klasifikasi Perencanaan menurut Shean Mc. Connell (1991) dibagi dalam 3
(tiga) bagian yakni:
1) Theories in Planning: mencakup perencanaan berkaitan dengan substansi
(objek);
2) Theories of Planning: berkaitan dengan prosedur perencanaan (metode);
3) Theories for Planning: mencakup teori-teori sosial yang menjelaskan
bagaimana seharusnya masyarakat dan perencanaan di masa depan (tujuan).

8
 Perancangan adalah usulan pokok yang mengubah sesuatu yang sudah ada
menjadi sesuatu yang lebih baik, melalui tiga proses: mengidentifikasi
masalah-masalah, mengidentifikasi metoda untuk pemecahan masalah, dan
pelaksanaan pemecahan masalah. Dengan kata lain adalah pemograman,
penyusunan rancangan, dan pelaksanaan rancangan (John Wade, 1997). dan
masih banyak pendapat dari para ahli yang lain seperti J.C Jones, E. Marchet,
JB. Reswick dan msih banyak pendapat dari para ilmuwan yang lain. 
 Menurut L. Bruce Archer (1985) perancangan adalah sasaran yang
dikendalikan dari aktivitas pemecahan masalah. Perancangan merupakan
proses akhir dari sebuah perencanaan. Perancangan bagian yang lebih spesifik
dari bagian perencanaan.
Perencanaan dan perancangan merupakan bagian dari proses desain
arsitektur untuk membentuk suatu lingkungan binaan. Secara hierarki
perencanaan dilakukan lebih dahulu baru dibuat proses perancangannya.
Biasanya perencanaan itu lebih ditujukan untuk skala yang besar (makro),
sedangkan perencangan itu terkait bagian kecil (mikro) dari perencanaanya. 
Kesimpulan bahwa Perancangan adalah usulan pokok yang mengubah
sesuatu yang sudah ada menjadi sesuatu yang lebih baik melalui 3 (tiga) proses:
1) mengidentifikasi masalah-masalah; 2) mengidentifikasi metode untuk
pemecahan masalah; dan 3) pelaksanaan pemecahan masalah. Dengan kata
lain, Perancangan adalah Pemrograman, Penyusunan Rancangan, dan
Pelaksanaan Rancangan (Architecture, Problems and Purpose, Architectural
design as a basic problem-solving process, John and Willey & Sons, US, 1997)
2.2 Pengertian Panti Sosial Tresna Werdha
Panti dalam bahasa Jawa berarti rumah atau tempat dan Werdha (Jompo) juga
dalam bahasa Jawa memiliki arti sudah tua (Najjah, 2009). Berdasarkan pernyataan
tersebut dapat diartikan Panti Sosial Tresna Werdha merupakan Panti Jompo. Panti
Sosial Tresna Werdha atau panti jompo merupakan institusi hunian bersama dari para
lansia yang secara fisik atau kesehatan masih mandiri, akan tetapi telah mengalami
keterbatasan terutama mempunyai keterbatasan di bidang sosial ekonomi. Kebutuhan
harian dari para penghuni biasanya disediakan oleh pengurus panti, yang
diselenggarakan oleh pemerintah atau swasta (Darmojo dan Martono, 2006).

9
Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2004
tentang Pelaksanaan Upaya Peningkatan Kesejahteraan Sosial Lanjut Usia bahwa
upaya peningkatan kesejahteraan sosial lansia ditujukan pada lanjut usia potensial dan
lanjut usia tidak potensial. Upaya peningkatan kesejahteraan sosial bagi lanjut usia
potensial meliputi pelayanan keagamaan dan mental spiritual, pelayanan kesehatan,
pelayanan kesempatan kerja, pelayanan pendidikan dan pelatihan, pelayanan untuk
mendapatkan kemudahan dalam penggunaan fasilitas, sarana dan prasarana umum,
pemberian kemudahan dalam layanan dan bantuan hukum, bantuan sosial. Sedangkan
upaya peningkatan kesejahteraan sosial bagi lanjut usia tidak potensial meliputi
pelayanan keagamaan dan mental spiritual, pelayanan kesehatan, pelayanan untuk
mendapatkan kemudahan dalam penggunaan fasilitas, sarana dan prasarana umum,
pemberian kemudahan dalam layanan dan bantuan hukum, perlindungan sosial.

2.3 Kota Kupang


Kota Kupang adalah sebuah kotamadya dan sekaligus ibu kota provinsi Nusa
Tenggara Timur, Indonesia. Kotamadya ini adalah kota yang terbesar di Pulau Timor
yang terletak di pesisir Teluk Kupang, bagian barat laut pulau Timor. Secara geografis
terletak pada 10°36’14”-10°39’58” LS dan 123°32’23”–123°37’01”BT; Luas wilayah
180,27 Km2.
Dari beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud
dengan Perencanaan dan Perancangan Panti Sosial Tresna Werdha Budhi Agung di
Kota Kupang adalah proses merancang sebuah lingkungan binaan yaitu berupa panti
werdha yang berlokasi di Kota Kupang sebagai tempat tinggal untuk para lansia
dengan tujuan sebagai tempat pemeliharaan, perawatan, dan memberikan kenyamanan
dan kesejahteraan hidup bagi para lansia serta dapat memberikan suasana yang
sedeharna tetapi tetap nyaman seperti dirumah sendiri dan mengubah paradigma
masyarakat mengenai panti jompo sebagai tempat sosialisasi bagi para lansia sehingga
dapat meningkatkan kesehatan psikis dan tingkat kebahagiaan lansia.

2.2 Tinjauan Umum Panti Sosisal Tresna Werdha


2.1.1 Defeisi Lansia
Setiap manusia menjalani serangkaian tahap pertumbuhan sepanjang daur
kehidupannya yang berawal dari tahap bayi, kanak-kanak, remaja, dewasa awal
dan dewasa akhir (Lanjut usia). Menurut Carl Gustav Jung, daur kehidupan terdiri
10
dari dua tahap, yiatu tahap pertama yang berlangsung sampai 40 tahun, yang
terdiri atas bayi, anakanak, remaja dan dewasa awal. Tahap kedua disebut tahap
dewasa akhir atau tahap lanjut usia yang berlangsung sejak umur 40 tahun hingga
orang tersebut tutup usia.

Menurut Dr. Maria Sulindro (direktur medis Pasadena antiaging, USA), proses
penuaan tidak terjadi secara serta merta melainkan secara bertahap dan secara
garis besar dapat dibagi menjadi tiga fase, yaitu sebagai berikut:
1. Fase I: terjadi pada saat seseorang mencapai usia 25-35 tahun. Pada masa ini
produksi hormon mulai berkurang dan mulai terjadi kerusakan sel, tetapi tidak
memberi pengaruh pada kesehatan.
2. Fase II: terjadi pada saat usia 35-45 tahun, produksi hormon sudah menurun
sebanyak 35% dan tubuh pun mulai mengalami penuaan. Pada masa ini, mata
mulai mengalami rabun dekat sehingga perlu menggunakan kacamata berlensa
plus, rambut mulai beruban, dan staminapun mulai berkurang.
3. Fase III: terjadi pada usia 45 tahun keatas. Pada masa ini produksi hormon
sudah berkurang hingga akhirnya berhemti. Kaum perempuan mengalami
masa menopaus, sedangkan kaum pria mengalami masa andropause. Pada
masa ini, kulit menjadi kering karena mengalami dehidrasi, sehingga tubuh
menjadi cepat lelah dan capek. Berbagai penyakit degeneratif seper diabetes,
osteoporosis, hiper tensi dan penyakit jantung koroner mulai menyerang.

Usia lanjut sebagai tahap akhir siklus kehidupan merupakan tahap


perkembangan normal yang dialami oleh setiap individu dasn merupakan
kenyataan yang tidak dapat dihindari. Batasan lansia dapat ditinjau dari aspek
biologi, sosial, dan usia atau batasan usia. yaitu :
a. Aspek Biologi
Lansia ditinjau dari aspek biologi adalah orang/individu yang telah menjalani
proses penuaan (menurunnya daya tahan fisik yang ditandai dengan semakin
rentannya tubuh terhadap serangan berbagai penyakit yang dapat
menyebabkan kematian). Hal ini disebabkan seiring meningkatnya usia terjadi
perubahan dalam struktur dan fungsi sel, jaringan, serta sistem organ.
b. Aspek Sosial

11
Dari sudut pandang sosial, lansia merupakan kelompok sosial tersendiri. Di
negara Barat, lansia menduduki strata sosial di bawah kaum muda. Bagi
masyarakat tradisional Asia, lansia menduduki kelas sosial yang tinggi yang
harus dihormati oleh masyarakat.
c. Aspek Umur
Dari kedua aspek diatas, pendekatan umur adalah yang paling memungkinkan
untuk mendefinisikan lansia secara tepat. Beberapa pendapat mengenai
pengelompokan usia lanjut adalah sebagai berikut:
1) Menurut Kamus Besar Indonesia (1995), lanjut usia adalah tahao masa
tua dalam oerkembangan individu dengan batas usia 60 tahun ke atas.
2) UU RI no. 13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia menyatakan
bahwa lanjut usia adalah seseorang yang telah mencapai umur 60 tahun
keatas.
3) Departemen Kesehatan RI membuat pengelompokkan sebagai berikut:
 Kelompok Pertengahan Umur: kelompok usia dalam masa vertilitas
yaitu masa persiapan usia lanjut yang menunjukkan kepekaan fisik
dan kematangan jiwa (45- 54 tahun)
 Kelompok Usia Lanjut Dini: kelompok dalam masa pensiun, yaitu
kelompok yang mulai memasuki usia lanjut (55-64 tahun)
 Kelompok Usia Lanjut: Kelompok dalam masa senium (65 tahun
keatas)
 Kelompok Usia Lanjut dengan Resiko Tinggi: kelompok yang berusia
lebih dari 70 tahun atau kelompok usia lanjut yang hidup sendiri
terpencil, menderita penyakit berat atau cacat.
4) Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) membuat pengelompokan sebagai
berikut:
 Usia pertengahan adalah kelompok usia 45-59 tahun.
 Usia lanjut adalah kelompok usia antara 60-70 tahun.
 Usia lanjut tua adalah kelompok usia antara 75-90 tahun.
 Usia sangat tua adalah kelompok usia di atas 90 tahun.
5) Menurut Second World Assemby on Aging (SWAA) di Madrid (8-12
April 2002) yang menghasilkan Rencana Aksi Internasiona Lanjut Usia
(Madrid International Plan of Action on Aging), Seseorang disebut

12
sebagai lansia jika berumur 60 tahun ke atas (di negara berkembang) atau
65 tahun keatas di negara maju.
6) Lansia digolongkan lagi berdasarkan umurnya, hal tersebut dikemukakan
menurut seorang tokoh psikologi, yaitu Burnside. Empat batasan tersebut
digunakan juga oleh departmen sosial dalam menggolongkan batasan
untuk kaum lansia. Batasan tersebut antara lain adalah sebagai berikut:
 Youth Old (60-69 tahun)
Pada usia tersebut lansia sudah dihadapkan pada berkurangnya peran
merka dalam kehidupan bermasyarakat, misalnya,: karena sudah
pensiun aktifitasnya menjadi berkurang, penghasilan menurun, dll.
Pengolahan psikis, fisik dan sosial dengan baik dapat mengurangi
cepatnya penurunan perkembangan manusia.
 Middle Age Old (70-79 tahun)
Kondisi fisik sudah nampak menurun dengan jelas. Organorgan fisik
fasenya sudah menurun (panca indera). Kecepatan, kelincahan,
akurasi (ketepatan) semuanya menurun sehingga produktivitas
menurun. Pada masa ini muncul berbagai penyakit yang dirasakan,
yang awalnya tidak dirasakan, sekarang menjadi mengganggu.
Sehingga mulai muncul keluhan-keluhan, merasa sakit, menjadi
dependent terhadap orang lain. Secara psikologis, mudah
terseinggung, mudah marah, emosional, mudah cemas, ada juga yang
takut mati. Lansia mudah emosional karena adanya perbedaan, dalam
arti yang diinginkan oleh lansia tidak sama dengan keinginan orang-
orang muda. Salah satu langkah yang dapat dilakukan dengan
memahami dan tidak terlalu menuntut gap pada lanisa, menghargai
karya atau aktifitas lansia sehingga “generation Gap” dapat
diminimalkan.
 Old Age (80-90 tahun)
Mulai menarik diri dari lingkungan sosial dikarenakan keterbatasan
kondisi fisik, misalnya: tidak bisa berjalan jauh, tidak bisa duduk
lama, dll. Kondisi psikologis, misalnya: tidak bertemu teman sebaya,
sehingga lingkup sosial sempit. Oleh karena jarang pergi sehingga
ketergantungan meningkat dan komunikasi menjadi tidak nyambung.

13
Mereka mulai membutuhkan adanya perhatian dan sikap proaktif dari
orang-orang yang ada di sekitar.
 Very old (90tahun<)
Kurang dapat diaja berkomunikasi, difable, sehingga banyak
kelompok ini yang hidup pasrah dan siap mati. Apabila lansia merasa
bahwa mereka merepotkan lingkungan, maka akan timbul depresi.
Successfull Aging betul-betul tergantung pada orang lain dalam
segala hal. Sehingga memang dibutuhkan orang yang dapat melayani
dan merawat mereka.

2.1.2 Klasifikasi Golongan Lansia


Berdasarkan tingkat keaktifannya, lansia dibagi menjadi tiga katagori, yaitu:
go go’s bersifat aktif bergerak tanpa bantuan orang lain, slow go’s yang bersifat
semi aktif, dan no go’s merupakan katagori bagi mereka yang memiliki caca
fisik dan sangat tergantung pada orang lain.

Gambar 2.1 Lansia yang termasuk slow go’s dan no go,s


(sumber : internet)
Menurut Cooper dan Francis juga mengelompokkan lansia menjadi tiga
katagori berdasarkan usia dengan penjelasan sebagai berikut:
Tabel 1.1 Kategori Lansia menurut Chooper dan Francis
No. Kategori Lansia Usia Kemampuan Aktivitas
1. Young Old 55-70 Mandiri dalam Inisiatif sendiri, santai, rekreasi,
bergerak bersosialisasi, berhubungan
dengan kesehatan
2. Old 70-80 Cukup mandiri Inisiatif sendiri dan kelompok,
dalam bergerak mulai jarang berpindah (duduk
terus), bersosialisasi,
berhubungan dengan kesehatan

14
3. Old old 80 Kurang mandiri, Inisiatif terbatas (biasanya dari
keatas memiliki orang yang mengurus), jarang
keterbatasan gerak berpindah, bersosialisasi, terapi.
dan membutuhkan
perawatan lebih
Sumber : People Places 2nd edition, 1998
Klasifikasi golongan Lanjut Usia menurut Schroeder (1996) dibagi golongan
usia lanjut berdasarkan ketergantungannya menjadi 3 yaitu:
1. Lanjut usia mandiri (independent elderly)
Lanjut usia dengan kondisi fisik sehat dan tidak memiliki disabilitas
emosional (misalnya: tidak murung, tidak mudah curiga, tidak depresif,
tidak rewel) sehingga masih dapat untuk melakukan aktifitas rutinnya tanpa
bantuan orang lain atau paling tidak hanya memiliki ketergantungan sosial.
2. Lanjut usia semi mandiri (semi independent elderly)
Termasuk dalam kelompok ini antara lain lansia yang mengidap penyakit
tertentu dan lansia yang mengalami kemunduran panca indera yang cukup
parah atau lansia yang memiliki ketergantungan domestik.
3. Lanjut usia tidak mandiri (dependent elderly)
Lansia tidak mandiri adalah lansia yang mengidap penyakit tertentu secara
serius atau karena memiliki disabilitas emosional atau sosial yang cukup
parah atau karena memiliki ketergantungan perseonal.

2.1.3 Ketergantungan Kaum Lansia


Seiring Bertambahnya Usia manusia mulai dapat menjalankan segala
aktifitasnya sendiri, namun dalam hal tersebut terdapat titik tolak. Hal Sumber:
People Places 2nd edition, 1998. 26 tersebut terjadi pada saat dimana manusia
mencapai pada tahap menjadi lansia (60 tahun keatas), manusia akan mulai
bergantung pada orang-orang disekelilingnya, dikarenakan adanya penurunan
fisik, perubahan psikologi, dll. Beberapa ketergantungan yang dibutuhkan oleh
orang-orang lanjut usia adalah sebagai berikut:
a) Ketergantungan personal
Ketergantungan paling berat yang dialami lansia dalam melaksanakan
aktivitas pokok sehari-hari terhadap dirinya sendiri sehingga perlu
mendapatkan bantuan dari orang lain secara intensif hampir sepanjang hari.

15
b) Ketergantungan domestik
Ketergantungan lansia yang membutuhkan bantuan orang lain hanya dalam
beberapa pekerjaan rumah tangga yang tidak pokok misalnya, memasak,
mencuci, dll.
c) Ketergantungan sosial/finansial
Ketergantungan lansia yang membutuhkan bantuan orang lain untuk
melakukan pekerjaan di luar rumah. Misalnya berbelanja, mengunjungi
keluarga, menabung, dll.

2.1.4 Perubahan Pada Lansia


A. Perubahan Fisik
Menurut Hurlock (1996) dalam bukunya yang berjudul “psikologi
perkembangan: suatu pendekatan sepanjang rentang kehidupan”
memaparkan perubahan fisik yang terjadi pada golongan lanjut usia.
Perubahan fisik yang terjadi meliputi sebagai berikut:
 Perubahan penampilan, perubahan yang terjadi adalah:
 Bagian kepala: hidung menjulur lemas. Bentuk mulut berubah karena
hilangnya gigi, mata kelihatan pudar.
 Bagian tubuh: bahu membungkuk dan tampak mengecil, perut
membesar dan membuncit, penimbunan lemsk di perut dan panggul
serta kulit mengendur.
 Persendian
 Perubahan bagian dalam tubuh
Perubahan yang terjadi dalam tulang mengapur dan mudah retak
(keropos), berkurangnya berat otak dan biliki jantung yang semakin
melebar.
 Perubahan fisiologis
Perubahan yang terjadi adalah pengaturan suhu tubuh menjadi sulit,
meningkatnya tekanan darah, penurunan jumlah waktu tidur, ketahanan
dan kemampuan bekerja menurun.
 Perubahan panca indera
 Indra penglihatan

16
Penurunan kemampuan untuk melihat obyek pada tingkat
penerangan rendah, penurunan sensitivitas terhadap warna dan
umumnya menderita presbiopi (cacat maat tua)
 Indra peraba
Indra peraba pada kaum lansia semakin kurang peka karena kulit
menjadi semakin mengering dan keras.
 Indra perasa
Indra perasa pada kaum lansia semakin berkurang karena
berhentinya pertumbuhan tuna perasa.
 Indra pendengaran
Kaum lansia biasanya kehilangan kemampuan untuk mendengar
bunyi yang sangat tinggi maupun rendah.
 Indra penciuman
Indra penciuman menjadi kurang tajam.
 Sensitivitas terhadap rasa sakit
Penurunan ketahanan terhadap rasa sakit pada setiap bagian tubuh
yang berbeda.
 Perubahan seksual
Perubahan yang terjadi adalah penurunan potensi seksual pada usia 60-
an dan disertai dengan penyusutan ciri-ciri seks sekunder.
 Perubahan kemampuan motorik
 Kekuatan
Penurunan kekuatan yang paling nyata adalah pada kelenturan otot-
otot tangan bagian depan dan otot-otot yang menopang tegaknya
tubuh. Selain itu golongan lanjut usia lebih mudah lelah dan
memerlukan waktu istirahat yang lebih lama dibanding dengan orang
yang lebih muda.
 Kecepatan
Kecepatan bergerak sangat menurun setelah usia enam puluhan.
 Belajar keterampilan baru
Orang lanjut usia lebih lambat dalam belajar dibandingkan dengan
orang yang lebih muda dan hasil akhirnya cenderung kurang
memuaskan.

17
 Kekakuan
Orang lanjut usia cenderung menjadi kagok dan canggung sehingga
sering menumpahkan dan menjatuhkan sesuatu yang dipegangnya.

B. Aspek. Psikologis
 Kognisi
Para Lansia mengalami penurunan dalam segala hal, termasuk
penurunan daya ingat, kecerdasan atau intelegensi dalam memproses
informasi. Orang berusia lanjut pada umumnya cenderung lemah dalam
memngingat hal-hal yang baru dipelajari dan sebaliknya ingatan mereka
cukup baik terhadap hal-hal yang telah lama dipelajari. Hal ini
disebabkan oleh fakta bahwa mereka tidak termotivasi untuk
mengingatingat sesuatu, kurangnya perhatian, pendengaran yang kurang
jelas serta apa yang didengarnya berbeda dengan yang diucapkan orang
(Elizabeth B. Hurlock, Development Psycology A Life- Span Approach,
atau Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang
Kehidupan, terj. Istidayanti dan Soedjarwo (Jakarta). No 5. hal. 394).
 Afeksi
Dalam kehidupan bermasyarakat, manusia tidak akan bisa jauh dari
kehidupan sosial antara manusia satu dengan manusia yang lain saling
membutuhkan. Manusia tidak akan bisa hidup tanpa bantuan orang lain,
dikarenakan sudah menjadi kodrat bahwa manusia adalah ahluk sosial.
Sama halnya dengan lansia, mereka membutuhkan lebih banyak
perhatian dari orang-orang disekelilingnya. Terdapat 3 aspek hubungan
sosial pada lansia, yaitu hubungan persahabatan (friendship), dukungan
sosial (social support), dan integerasi sosail (social integeration).
 Persahabatan
Orang cenderung mencari teman dekat, dibanding dengan mencari
teman baru ketika mereka semakin tua.
 Dukungan sosial
Dukungan sosial merupakan sarana yang relatif untuk dapat
membantu individu untuk mengatasi masalahnya, dan juga dapat
meningkatkan kesehatan fisik dan psikis pada lansia.

18
 Integerasi sosial
Integerasi sosial merupakan peranan yang sangat penting dalam
kehidupan lansia. Kondisi kesepian dan terisolasi secara sosial akan
menjadi faktor yang beresiko bagi kesehatan lansia. Kondisi kesepian
tersebut bisa terjadi karena hilangnya pasangan hidup, kepergian
anak-anaknya dari keluarga, atau juga bisa terjadi karena merasa
dirinya tidak berguna dan tidak berharga.

C. Aspek Religius
Pada Manusia usia lanjut terdapat asumsi bahwa orang menjadi lebih
tertarik dan kembali pada agama setelah berusia lanjut dan mereka menjadi
lebih religius. Terdapat beberapa penelitian yang mendukung asumsi
tersebut, walaupun beberapa penelitian lain menunjukan bahwa religiusitas
seseorang cenderung stabil dalam sepanjang kehidupan seseorang tersebut.

Gambar 2.2 Lansia yang sedang berdoa


(sumber : https://www.kaj.or.id/read/2016/06/21/10489/meningkatkan-hidup-
doa.php)
Hasil penelitian The Princeton Religion Research Center (dalam Spilka
dkk,1985) melaporka bahwa 72% dari orangorang yang berusia 18-24 tahun
mengatakan bahwa agama sangat penting dalam hidupnya, sedangkan pada
orang-orang yang berusia 50 tahun atau lebih berjumlah 91%. Hasil
penelitian yang lain menunjukkan bahwa hanya terdapat 28% dari orang-
orang yang berusia 18-24 tahun aktif menjalankan ibadah keagamaan dan
48% pada mereka yang berusia 50 tahun ke atas.Moberg (dalam Indiriana,
2004) mengemukakan salah satu hasil penelitian yang menunjukan bahwa
57% dari respondennya merasa agama lebih berarti bagi mereka setelah
pensiun, dibanding sebelumnya. Penelitian yang lain lagi menunjukkan
bahwa, 67-71% pada orang usia lanjut wanita dan 52-55% pada pria

19
mengatakan bahwa agama merupakan sesuatu yang sangat penting dalam
hidupnya, 5% wanita dan 7- 19% pria mengatakan bahwa agama tidak
berarti banyak bagi mereka. Dari beberpa hasil penelitian tersebut
menunjukkan bahwa religiusitas meningkat sejalan dengan bertambahnya
Usia seseorang. Dikatakan lebih lanjut bahwa pada beberapa hasil penelitian,
keyakinan dan kepercayaan pada Tuhan akan meringankan penderitaan saat
orang mengalami kesedihan, kesepian, putus asa, atau masalah emosional
yang lain, dalam dengan adanya kedekatan mereka pada Tuhan dapat
mnguatkan iman dan kekuatan pada diri masing-masing orang( religiusitas,
keberadaan pasangan dan kesejahteraan sosial (social well being) pada
Lansia Binan PMI Cabang Semarang).

2.1.5 Masalah Pada Lansia


Permasalaha lansia terjadi karena secara fisik mengalami proses penuaan yang
disertai dengan kemuduran fungsi pada sistem tubuh sehingga secara otomatis
akan menurunkan pula keadaan psikologis dan sosial dari puncak pertumbuhan
dan perkembangan. Permasalahan-permasalahan yang dialami oleh lansia yaitu
diantaranya adalah sebagai berikut :
 Kondisi mental:secara psikologis, umumnya pada usia lanjut terdapat
penurunan baik secara kognitif maupun secara psikomotorik. Contohnya,
penurunan pemahaman dalam menerima permasalahan dalam kelambanan
bertindak.
 Keterasingan (loneliness): terjadi penurunan kemampuan pada individu
dalam mendengar, melihat, dan aktivitas lainnya sehingga merasa tersisih
dari masyarakat.
 Post Power Syndrome: kondisi ini terjadi pada seseorang yang smeula
memiliki jabatan pada masa aktif bekerja. Setelah berhenti bekerja, orang
tersebut merasa ada sesuatu yang hilang dalam hidupnya.
 Masalah penyakit: selai karena proses fisiologis yang menuju ke arah
degeneratif, juga banyak ditemukan gangguan pada manusia lanjut usia,
antara lain: infeksi, jantung dan pembulu darah, penyakit metabolik,
osteoporsis, kurang gizi, penggunaan obat dan alkohol, penyakit syaraf
(stroke), serta gangguan jiwa terutama depresi dan kecemasan.

20
2.1.6 Kebutuhan Hidup Lansia
Lansia juga mempunyai kebutuhan hidup seperti orang lain, agar
kesejahteraan hidup dapat dipertahankan. Kebutuhan hidup seperti kebutuhan
makanan yang mengandung gizi seimbang, pemeriksaan kesehatan secara rutin
dan sebagainya diperlukan oleh lansia agar dapat mandiri. Menurut pendapat
Maslow dalam teori Hierarku Kebutuhan, kebutuhan manusia meliputi:
 Kebutuhan Fisik (Physiological needs) adalah kebutuhan fisik atau biologis
seperti pangan, sandang, papan.
 Kebutuhan ketentraman (Safety needs) adalah kebutuhan akan rasa
keamanan dan ketentraman, baik lahiriah maupun batin seperti kebutuhan
akan jaminan hari tua, kebebasan, kemandirian, dan sebagainya.
 Kebutuhan Sosial (Social needs) adalah kebutuhan untuk bermasyarakat atau
berkomunikasi dengan manusia lain melalui paguyuban, organisasi, profesi,
kesenian, olah raga, kesamaan hobi, dan sebagainya.
 Kebutuhan harga diri (Esteem needs) adalah kebutuhan akan harga diri
untuk diakui keberadaannya.
 Kebutuhan aktualisasi diri (Self actualization needs) adalah kebutuhan untuk
mengungkapkan kemampuan fisik, rohani maupun daya pikir berdasarkan
pengalamanya masing-masing, bersemangat untuk hidup, dan berperan
dalam kehidupan.

Gambar 2.3 Hierarki Kebutuhan Maslow


(sumber : https://brandadventureindonesia.com/wp-content/uploads/2018/10/karyawan-
768x536.jpeg)

21
2.1.7 Hubungan Personal pada Masa Lansia
Bagi sebagian lansia kelesuan membuat mereka lebih sulit keluardan
berhubungan dengan orang lain. Secara keseluruhan, lansia melaporkan bahwa
hanya setengah dari kebanyakan orang dalam jaringan sosial mereka bekerja
sebagaimana yang dilakukan orang dewasa muda(Lang, 2011), dan Jaringan
sosial pada laki-laki terbilang lebih sedikit dibandingkan dengan perempuan
(MCLaughlin, Vagenas, Pachana, begum, & Dobson, 2010). Namun penelitian
menunjukkan bahwa meskipun usia dapat mengakibatkan menyusutnya ukuran
jaringan sosial, lansia mempertahankan lingkaran kepercayaan (Cornwell dkk.,
2008). Meskipun demikian, hubungan yang dipertahankan oleh lansia akan lebih
penting terhadap kebahagiaan mereka dibandingkan sebelumnya (Charles &
Carstensen, 2007) dan membantu menjaga pikiran dan kenangan mereka
(Crooks, Luben, Petitti, Little, & Chiu, 2008; Ertel, Glymour, & Berkman,
2008). Pada survey oleh National Council on the Aging (2002), hanya 1 dari 5
lansia Amerika yang melaporkan kesepian sebagai masalah serius, dan hampir 9
dari 10 menempatkan keluarga dan teman sebagai hal penting untuk hidup yang
bermakna. Hubungan adalah hal yang sangat penting bagi lansia, meskipun
frekuensi kontak menurun pada masa lansia. Menuru teori Konvoi soseial,
pengurangan atau perubahan kontak sosial pada masa lansia tidak
mempengaruhi kebahagiaan hidup karena dukungan sosial yang stabil dari
lingkaran yang dekat tetap dipertahankan. Menurut teori selektivitas
sosioemosional, lansia memilih untuk menghabiskan waktu dengan orang yang
meningkatkan kebahagiaan emosional mereka. Interaksi sosial dikaitkan dengan
kesehatan yang baik dan kepuasan hidup, dan isolasi adalah faktor-faktor risiko
kematian. Fungsi dari keluarga biasanya berhubungan dengan akar budaya.

2.3 Kajian Panti Werdha


2.3.1 Defenisi dan Pengertian Panti Werdha
Panti sosial tresna wreda adalah tempat berkumpulnya orang-orang lanjut usia
yang baik secara sukarela ataupun diserahkan oleh pihak keluarga untuk diurus segala
keperluannya, dimana tempat ini ada yang dikelolah oleh pemerintah maupun pihak
swasta dan ini sudah merupakan kewajiban negara untuk menjaga dan memelihara
setiap warga negaranya sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang No.12 tahun
1996. Dalam Azizah (2016:16), Menurut keputusan Menteri Sosial Repubik Indonesia
22
Nomor:4/PRS-3/KPTS/2007 tentang pedoman pelayanan sosial lanjut usia dalam
panti, dalam Depertemen Sosial R.I bahwa panti sosial tresna wredha adalah panti
sosial yang mempunyai tugas memberikan bimbingan dan pelayanan bagi lanjut usia
terlantar agar dapat hidup secara wajar dalam kehidupan bermasyarakat. Panti sosial
tresna wreda / Panti sosial lanjut usia sebagai lembaga pelayanan sosial lanjut usia
berbasis panti yang dimiliki pemerintah maupun swasta yang memiliki berbagai
sumber daya yang berfungsi untuk mengantisipasi dan merespon kebutuhan-
kebutuhan lanjut usia yang terus meningkat. Berbagai program pelayanan lanjut usia
seperti: pelayanan perawatan rumah (home care service), pelayan subsidi silang, dan
pelayanan harian lanjut usia (day-care service) dapat dilakukan tanpa meninggalkan
pelayanan utamanya kepada lanjut usia terlantar.

2.3.2 Fungsi dan Tujuan Panti Sosial Tresna Werdha


 Fungsi
Dalam Lafisya (2014:13), Menurut Teori Aktifitas yang dikembangkan oleh
Robert J. Havighurts. Kebahagiaan dan kepuasan timbul dari adanya keterlibatan
dan penyesuaian diri dalam menghadapi tantangan hidup. Dengan itu, sebuah
Panti Jompo memiliki fungsi antara lain:
 Tempat warga lansia dapat beraktifitas dengan aman.
 Tempat atau wadah warga lansia dirawat dan diberi perhatian
 Tempat warga lansia untuk bertemu dan berkumpul dengan komunitasnya dan
mendapatkan hiburan
 Sarana pengembangan sosial bagi warga lansia agar tidak merasa kesepian dan
ditinggal.
 Tujuan
Dalam Murti (2013:10), Menurut Herwijayanti. Tujuan utama Panti Sosial
Tresna Wreda adalah untuk menampung manusia lanjut usia dalam kondisi sehat
dan mandiri yang tidak memiliki tempat tinggal dan keluarga atau yang memiliki
keluarga namun dititipkan karena ketidak mampuan keluarga untuk merawat
manula. Sesuai dengan permasalahan lansia, pada umumnya penyelenggraan Panti
Wreda mempunyai tujuan antara lain:
 Agar terpenuhi kebutuhan hidup lansia
 Agar dihari tuanya dalam keadaan tentram lahir dan batin

23
 Dapat menjalani proses penuaannya dengan sehat dan mandiri
2.3.3 Pelaku Kegiatan Panti Sosial Tresna Werdha
Dalam Azizah (2016:39), Menurut Putri. Pelaku kegiatan di Panti Sosial
Tresna Wreda atau Panti Jompo pada umunya adalah :
a. Kelompok Lansia yang dilayani
 Tipe Mandiri (Potensial/Produktif)
- Lansia masih sanggup melaksanakan aktifitas sehari-hari sendiri dan
masih dapat berkarya atau mempunyai kegiatan tertentu
- Interaksi antar sesama lansia maupun para tugas PSTW tinggi.
 Tipe Semi Mandiri
- Lansia masih dapat melaksanakan beberapa aktifitas sehari-hari sendiri
hanya perlu bantuan untuk saat-saat tertentu saja, seperti mandi,
mencuci, berjalan-jalan di taman, dll.
- Kesehatan yang kurang baik, penglihatan dan pendengarannya sudah
kurang baik, karena itu butuh pengawasan yang agak ketat.
- Menggunakan alat bantu tongkat atau kursi roda.
 Tipe Non Mandiri (Non Potensional/Non Produktif)
- Tidak dapat melakukan aktifitas apapun secara mandiri, karena itu
dibutuhkan tenaga perawat 1x24 jam.
- Seluruh aktifitasnya sehari-hari dilakukan didalam ruangan atau
diruang tidur masing-masing.
- Rawan terhadap penyakit
b. Suster dan Dokter
c. Pembina Kegiatan Sosial dan pengunjung
d. Pengelolah dan staf
2.3.4 Klasifikasi Kegiatan Panti Sosial Tresna Werdha
Menurut Murti (2013:13), Klasifikasi kegiatan Panti Sosial Tresna Wreda
(PSTW), yaitu:
a. Kegiatan Staf
1) Memantau dan menjaga manula
2) Memeriksa kesehatan secara rutin
3) Memastikan manula tetap aktif dengan meciptakan beberapa program
aktifitas

24
4) Menyediakan layanan pangan
5) Membantu dan merawat manula yang kesulitan
6) Mengurus dan merawat segala kebutuhan panti
b. Kegiatan Manula
1) Melakukan aktifitas melatih fisik, seperti senam
2) Menjaga kebersihan dan kerapihan kamar dan seluruh panti
3) Melakukan aktifitas keseharian seperti menerima pangan, mencuci pakaian,
menjemur dan lain-lain.
4) Bersosialisasi dengan sesama staf
5) Melakukan aktifitas keterampilan dan kesenian
2.3.5 Klasifikasi Jenis Fasilitas Panti Sosial Tresna Werdha
Menurut Lafisya (2014:22), Klasifikasi jenis fasilitas Panti Sosial Tresna Wreda
yaitu:
 Fasilitas Warga Lansia
1) Ruang tidur dan kamar mandi
Ruang tidur dalam panti biasanya bersifat residen dan hanya diisi oleh satu
sampai dua orang penghuni demi kebutuhan privasi. Faktor penting dalam
perancangan ruang tidur yaitu agar mendapatkan pencahayaan langsung dan
sirkulasi udara yang baik. Tipe ruang tidur pada Panti Sosial Tresna Wredha:
- Sigle Resident Bedroom Didesain untuk seorang penghuni dengan kamar
mandi.

Gambar 2.3 Denah Single Bed Resident Room


(sumber : DSG Design Standar of Nursing Homes)

25
- Double Resident Bedroom Didesain untuk dua orang penghuni dengan kamar
mandi yang dipaki bersama.

Gambar 2.4 Denah Double Bed Resident Room


(sumber : DSG Design Standar of Nursing Homes)
2) Ruang Hiburan
Ruang hiburan merupakan tempat warga lansia melakukan kegiatan-kegiatan yang
spesifik, seperti membaca di perpustakaan, membuat kerajianan tangan, menonton
film di ruang teater, atau berolahraga di pusat kebugaran.

Gambar 2.4 Ruang Hiburan


(sumber : Lafisya, 2014)
3) Ruang Poliklinik
Ruang poliklinik merupakan tempat warga lansia melakukan perawatan yang
berhubungan dengan kesehatan, misalnya melakukan rehabilitasi dan
berkonsultasi dengan dokter.

26
Gambar 2.4 Ruang Poliklinik
(sumber : Lafisya, 2014)
4) Area Berkumpul
Area berkumpul merupakan area bagi warga lansia untuk berkumpul dan
besosialisasi, area ini dirancang dengan mempertimbangkan pengawasan dari
perawat untuk para lansia yang sedang beraktifitas. Area berkumpul dapat
berbentuk ruang keluarga untuk mengakomodasi jumlah yang lebih besar.
Kegiatan yang biasanya dilakukan pada area ini antara lain mengobrol, membaca,
menonton, menerima tamu, dan sebagainya.

Gambar 2.5 Area Berkumpul Lansia


(sumber : media.neliti.com)
5) Area Makan
Area makan merupakan area fleksibel yang dapat mengakomodasi jumlah
maksimum kapasitas panti werdha. Area makan harus dibuat dengan
mempertimbangkan sirkulasi untuk kursi roda dan troli makanan. Selain itu,
sebaiknya ada alternatif kapasitas meja, mulai dari dua orang, empat orang,
sampai delapan orang. Pada ruang makan terdapat juga beberapa komponen yaitu
ruang makan dan tempat penyajian makanan.

27
Gambar 2.6 Area Makan
(sumber : Lafisya, 2014)

 Fasilitas Karyawan (Perawat, Dapur, Kebersihan, dan Kemanan)


Pada fasilitas ini yang termaksud di dalamnya adalah ruang poliklinik, serta area
servis yang ditujukan untuk menunjang kegiatan-kegiatan di dalam panti, seperti
ruang untuk mencuci pakaian, ruang memasak dan persediaan makanan, ruang
penyimpanan alat-alat kebersihan. Hal ini juga mengakomodasi untuk karyawan yang
menginap, misalnya perawat yang bertugas dimalam hari.
 Fasilitas Karyawan Tidak Tetap (Pengurus)
Fasilitas untuk karyawan yang tidak tetap adala ruang kantor, ruang pertemuan, ruang
operasional manajemen Panti. Sebaiknya ruangan-ruangan ini diletakkan di dekat
pintu masuk agar mudah ditemukan.
 Fasilitas Dokter
Dokter yang bertugas di Panti Wredha membutuhkan ruangan praktek untuk
melakukan aktifitasnya, yaitu memberikan perawatan yang berhubungan dengan
kesehatan kepada warga lansia yang membutuhkan.

Gambar 2.6 Ruang Praktek Dokter


(sumber : Lafisya, 2014)

 Fasilitas Tamu
Tamu yang berkunjung ke Panti Tresna Wreda memerlukan sebuah area
dimana tamu dapat berinteraksi dengan lansia.
28
Gambar 2.6 Ruang Tamu
(sumber :myedisi.com,2019 )

2.3.6 Persyaratan Umum


Berdasarkan Benbow dalam Best Practive Design (2014), ada bebarapa prinsip yang
harus diterapkan dalam perancangan sebuah fasilitas untuk menampung warga lansia.
Kedua belas prinsip ini merupakan metodologi untuk mengembangkan program yang
berfungsi dan untuk menganalisa desain fasilitas untuk menampung warga lansia dengan
penekanan pada efesiensi dan efektifitas. Prisip-prinsip ini juga sudah diterapkan dalam
perancangan Panti Wredha di Australia, Amerika, Eropa, dan Kanada.
1) Ruang Residen
Ruang tidur bagi warga lansia harus berupa ruang perorangan untuk menjamin
privasi. Standar ini adalah hasil penelitian yang dilakukan Simon Fraser University di
Kanada, yang menunjukkan bahwa ruang perorangan membantu meningkatkan
kualitas perawatan, meningkatkan Kontrol terhadap infeksi, dan meningkatkan
fleksibilitas dalam operasional. Mayoritas warga lansia menyukai ruang perorangan
karena lebih banyak privasi dan tingkat gangguan yang lebih rendah.

29
Gambar 2.7 Ruang Tamu
(sumber :DSG Design Standard for Nursing Homes)
2) Kamar Mandi
Setiap ruang tidur harus memiliki kamar mandi yang dillengkapi dengan toilet,
wastafel, dan shower dengan tempat duduk. Kamar mandi dalam bertujuan untuk
memberikan privasi, kemudahan, dan mengurangi resiko penularan penyakit.
Pengerjaan kamar mandi harus diperhatikan sesuai dengan kebutuhan untuk warga
lansia yang menggunakan kursi roda.

30
Gambar 2.8 Kamar Mandi double bed dan single bed residen room
(sumber :DSG Design Standard for Nursing Homes)
3) Denah
Susunan denah harus dibuat dengan mempertimbangkan efisiensi dan efektifitas serta
fungsi dari sebuah ruangan. Sebuah Panti Jompo harus memiliki denah yang
meminimalkan koridor, mengelompokkan aktifitas yang dilakukan secara sentral, dan
meletakkan ruang-ruang yang bersifat privat secara terpisah dari ruang-ruang yang
bersifat publik. Supaya berfungsi dengan optimal, ruang tidur harus diletakkan
sebagaimana mungkin yang mengatur aktifitas pada pagi hari secara efisien,
menyediakan privasi untuk ruang tidur dan kamar mandi, dan mengatur agar koridor
tidak terlalu panjang untuk memudahkan para lansia.

31
Gambar 2.9 Contoh Denah Trackway Green House, Missisipi
(sumber : Best Practice Design Guidelines)
4) Aksesibilitas
Perancangan Panti Wreda harus memenuhi kebutuhan bagi para lansia yang
menggunakan kursi roda dalam aktifitas sehari-hari. Luas kamar, lebar pintu, dan
lebar koridor harus dirancang sesuai dengan standar penggunaan kursi roda. Tempat
yang dapat mengakomodasi kebutuhan pengguna kursi roda akan mendorong warga
lansia untuk lebih mandiri dalam beraktifitas. Tempat yang luasnya memadai juga
akan membuat perawatan dan pengawasan lebih mudah, mengurangi beban tugas
perawat, dan mengurangi kebutuhan akan pengawasan terus menerus oleh perawat
yang biasanya berjumlah terbatas.

32
Gambar 2.10 Aksesibilitas kursi roda dalam kamar tidur
(sumber :DSG Design Standard for Nursing Homes)
5) Petunjuk Jalan
Sebuah Panti Wredha yang baik memiliki ruang-ruang yang mudah ditemukan dan
penunjuk jalan yang jelas untuk kemudahan warga lansia beraktifitas di dalamnya.
Pada dasarnya, penunjuk jalan ini berguna bagi para lansia untuk menemukan jalan
mereka di sekitar ruang tidur. Sebuah Panti Wredha yang baik memperhatikan
kemudahan bagi para lansia untuk menemukan jalannya, antara lain dengan cara :
 Denah yang sederhana
 Koridor yang pendek dan sederhana
 Akses visual yang terlihat secra langsung
 Nama dan foto penghuni pada pibtu kamar
 Penggunaan gambar pada peunjuk jalan
 Penggunaan huruf dan warna kontras dalam petunjuk jalan
 Peletakan petunjuk jalan di level pandangan atau lebih rendah (90-130 cm).
6) Pencahayaan
Desain pencahayaan perlu mengakomodasi kebutahan mata para lansia yang
menua. Studi menunjukkan, mata warga lansia mengalami penebalan lensa dan
pengecilan ukuran pupil sehingga mereka kesulitan dalam menangkap cahaya dan
melihat dengan normal. Standar pencahayaan untuk para lansia dapat lima kali lebih
besar dari standar pencahayaan untuk orang normal, tetapi hal ini sangat penting
untuk keamanan warga lansia. Pencahayaan umum yang tepat untuk memfasilitasi
para lansia yaitu sebesar 320-750 di dalam ruangan-ruangan umum, termaksud di
ruang tidur, area berkumpul, dan area hiburan.
7) Kebisingan
33
Kebisingan atau rangsangan suara merupakan faktor utama mengapa para lansia
mengalami pikun. Warga lansia yang pikun mengalami kehilangan kemampuan dalam
menafsirkan apa yang mereka dengar. Kebisingan yang berebihan juga menimbulkan
kebingungan, overstimulasi, dan kesulitan berkomunikasi. Selain itu, kebisingan juga
menjadi faktor penyebab alzheimer dan stroke pada lansia. Menurut Word Health
Organization (1999), level kebisingan dalam panti jompo seharusnya tidak melebihi
35dB pada siang hari dan kurang dari 30dB pada malam hari.
8) Desain Berkelanjutan
Desain yang berkelanjutan penting dalam perancangan sebuah panti wredha. Menjadi
tanggung jawab seorang desainer untuk memastikan efesiensi dalam 47 sirkulasi area
fungsional pada panti wreda. Diperlukan adanya keseimbangan dalam desain yang
efesiensi, bangunan yang tahan lama dan minim perawatan, jumlah kapasitan yang
maksimal, dan perawatan yang efektif dan optimal
9) Taman
Hal yang dirasa penting agar lansia merasa nyaman dan merasa terkadang tidak
diawasi adalah di baguan taman. Sebagian besar Panti Wredha di negara-negara maju
terletak di daerah pinggir kota dengan pemandangan yang baik. Warga lansia
dianjurkan untuk menikmati keindahan alam karena berpengaruh pada psikologis
warga lansia.
10) Dekorasi
Untuk menyediakan suasana lingkungan yang aman dan nyaman. Panti wredha yang
baik perlu mendukung kemampuan warga lansia dalam melakukan kegiatan sehari-
hari. Selain itu, desain interior yang baik juga dapat membantu para lansia untuk
tinggal di panti.
11) Area Hiburan
Selain area di luar ruangan, area hiburan juga merupakan aspek penting dalam
perancangan sebuah panti wredha karena para lansia juga membutuhkan hiburan agar
mereka dapat hidup dengan nyaman dan produktif di dalam panti. Area hiburan ini
dapat berupa perpustakaan, ruang kerajinan tangan, ruang teater, ruang bermain, pusat
kebugaran, sampai salon kecantikan, dll.

Dalam perancangan Panti Jompo dilakukan juga pengumpulan data-data yang


dilakukan melalui studi literature. Buku Human Dimension & Interior Space (2003),
menyediakan data-data tentang kebutuhuan ruang bagi lansia atau penyandang cacat yang
34
menggunakan kursi roda. Data ini penting dan akan sangat berguna ketika memulai
program aktifitas fasilitas.
 Ruang Sirkulasi dengan Kursi Roda
Meliputi sirkulasi kursi roda dalam koridor dan lintasan, sirkulasi kursi roda dalam
pintu satu garis, dan sirkulasi kursi roda dalam pintu pada sudut yang tepat.

Gambar 2.11 sirkulasi kursi roda dalam lintasan


(sumber :Human Dimension and Interior Space)

35
Gambar 2.12 sirkulasi kursi roda dalam pintu satu garis
(sumber :Human Dimension and Interior Space)

Gambar 2.12 akses ramp


(sumber :Human Dimension and Interior Space)

Gambar 2.13 urinal lay out

36
(sumber :Human Dimension and Interior Space)

Gambar 2.14 water closet lay out


(sumber :Human Dimension and Interior Space)

Gambar 2.14 teknik pemindahan dari arah samping


(sumber :Human Dimension and Interior Space)

37
Gambar 2.15 lavatory pemakai kursi roda
(sumber :Human Dimension and Interior Space)

2.3.7 Prinsip-Prinsip Perancangan Panti Sosial Tresna Wreda


Dalam Azizah (2016:23-26), Menurut Pynos dan Regnier tertulis tentang 12
macam prinsip yang diterapkan pada lingkungan dalam fasilitas lansia untuk
membanu dalam kegiatan-kegiatan lansia. Kedua belas prinsip ini dikelompokkan
dalam aspek fisiologis dan psikologis, yaitu sebagai berikut :
a. Aspek fisiologis
 Keselamatan dan Keamanan
Yaitu penyediaan lingkungan yang memastikan setiap penggunanya tidak
mengalami bahaya yang tidak diinginkan. Lansia memiliki permasalahan fisik dan
panca indera seperti gangguan penglihatan, kesulitan mengatur keseimbangan,
kekuatan kaki berkurang, dan radang persendian yang dapat mengakibatkan lansia
lebih mudah jatuh dan cedera. Penurunan kadar kalsium di tulang, seiring dengan
proses penuaan, juga dapat meningkattkan resiko lansia dapat mengalami patah
tulang. Permasalahan fisik ini menyebabkan tingginya kejadian kecelakaan pada
lansia.
 Signage/ Orientation/ Wayfindings
Keberadaan penunjuk arah di lingkungan dapat mengurangi kebingungan dan
memudahkan menemukan fasilitas-fasilitas yang tersedia. Perasaan tersesat
merupakan hal yang menakutkan dan membingungkan bag lansia yang lebih
lanjut dapat mengurangi kepercayaan dan penghargaan diri lansia. Lansia yang
mengalami kehilangan memoru (pikun) lebih mudah mengalami kehilangan arah

38
pada gedung dengan rancanganruangan yang serupa (rancangan yang homogen)
dan tidak memiliki petunjuk arah.
 Aksebilitas dan Fungsi
Tata letak dan Aksebilitas merupakan syarat mendasar untuk lingkungan yang
fungsional. Aksebilitas adalah kemudahan untuk memperoleh dan menggunakan
sarana, prasarana, dan fasilitas bagi lanjut usia untuk memperlancar mobilitas
lanjut usia.
 Adaptabilitas Adaptabilitas
Yaitu kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya Aksebilitas
dan fungsi, tata letak dan Aksebilitas merupakan syarat mendasar 59 untuk
lingkungan yang fungsional. Aksebilitas adalah kemudahan untuk memperoleh
dan menggunakan sarana, prasarana dan fasilitas bagi lanjut usia untuk
memperlacar mobilitas lanjut usia.

b. Aspek Psikologis
 1) Privasi
Yaitu kesempatan bagi lansia untuk mendapatkan ruang/tempat mengasingkan diri
dari orang lain untuk pengamatan orang lain sehingga bebas dari gangguan yang
tak dikenal. Auditory privacy merupakan poin penting yang hrus diperhatiakan.
 Interaksi Sosial
Yaitu kesempatan untuk melakukan interaksi dan bertukar pikran dengan
lingkungan sekeliling (sosial). Salh satu alasan penting untuk melakukan
pengelompokan berdasarkan umur lansia di panti wredha adalah untuk mendorong
adanya pertukatran informasi, aktivitas rekreasi, berdiskusi, dan meningkatkan
pertemanan. Interaksi sosial mengurangi terjadinya depresi pada lansia dan
menberikan lansia kesempatan atau berbagai masalah, pengalaman hidup dan
kehidupan sehari-hari mereka.
 Kemandirian
Yaitu kesempatan yang diberikan untuk melakukan aktivitasnya sendiri tanpa atau
sedikit bantuan dari tenaga kerja panti wredha. Kemandirian dapat menimbulkan
kepuasan tersendiri pada lansia karena lansia dapat melakukan aktivitas-
aktivitasnya yang dilakukan sehari-hari tanpa bergantung pada orang lain.
 Dorongan / Tantangan

39
Yaitu memberi lingkungan yang merangsang rasa aman tetapi menantang.
Lingkungan yang mendorong lansia untuk beraktifitas didapat warna,
keanekaragaman ruang, pola visual dan kontras.
 Aspek Panca Indera
Kemunduran fisik dalam hal penglihatan, pendegaran, penciuman yang harus
diperhitungkan di dalam lingkungann. Indera penciuman, peraba, penglihatan,
pendengarann dan perasaan mengalami kemunduran sejalan dengan bertambah
tuanya seseorang. Rangasangan indera menyangkut aroma daridapur atau taman,
warna dan penataan dan tekstur dari beberapa bahan. Rancangan dengan
memerhatikan stimulus panca indera dapat digunakan untuk membuat rancangan
yang lebih merancang atau menarik.
 Lingkungan
Lingkungan yang aman dan nyaman secara tidak langsung dapat meberikan
perasaan akrab pada lansia terhadap lingkungannya. Tinggal dalam lingkungan
rumah yang baru adalah pengalaman yang membingungkan untuk lansia.
Menciptakan keakraban dengan para lansia melalui lingkungan baru dapat
mengurangi kebingungan karena perubahan yang ada.
 Estetik / Penampilan Estetika/Penampilan
Yaitu suatu rancangan lingkungan yang tampak menarik. Keseluruhan dari
penampilan llingkungan mengirimkan suatu pesan simbolik atau presepsi tertentu
kepada pengunjung, teman, dan keluarga tentang kehidupan dan kondisi lansia
sehari-hari.
 Personalisasi
Yaitu menciptakan kesempatan untuk menciptakan lingkungan yang pribadi dan
menandainya sebagai “milik” seorang individu. Tempat tinggal lansia harus dapat
memberikan kesempatan bagi mereka untuk mengungkapkan ekspresi diri dan
pribadi.

2.4 Studi Banding


2.4.1 Panti Werdha Residencias Assistidas
Nama : Residencias Assistidas
Lokasi : Alcacer do Sal (Portugal)
Tahun Proyek : 2006-2007
Tahun Konstruksi : 2008-2010
40
Client : Santa Casa da Misericordia de Alcacer do Sal
Kontraktor : Ramos Catarino
Arsitek : Aires Mateus Architects
Arsitektur Lanskap : ABAP Luis Alcada Batista
Luas Bangunan : 3640 m2

Gambar 2.16 Fasad Residencias Assistidas


(sumber : https://dekdun.wordpress.com)

Rencangan panti werda tersebut berlokasi di Portugal yang dirancang oleh


Engtarge dan Ida, dengan luas bangunan sebesar 1560 m2 dan luas tanah sebesar 3640
m2, yang menawarkan fasilitas-fasilitas yang lengkap dan memiliki perencanaan
bangunan selayaknya di hotel dan rumah sakit, dimana pengguna mendapatkan
pelayanan seperti di hotel dan perawatan yang diperlukan seperti di rumah sakit.
Sehingga pengguna merasa nyaman dan tidak merasa tertekan dengan keadaannya,
serta tidak merasa tidak dihargai dengan keterbatasannya.

Gambar 2.17 Site Plan Residencias Assistidas


(sumber : https://dekdun.wordpress.com)

41
Gambar 2.18 Rooftop Residencias Assistidas
(sumber : https://dekdun.wordpress.com)

Bentuk bangunan tidak mengubah kontur tanah dan bangunan yang dirancang
menyesuaikan diri dengan kontur tanah yang ada, sehingga ini menjadi daya tarik
tersendiri dalam desainnya. Desainnya yang unik pada bagian atap dapat digunakan
sebagai jalan tanpa harus melalui tangga sehingga pengguna dapat naik melalui ekor
bangunan.

Gambar 2.19 Concept Design Residencias Assistidas


(sumber : https://dekdun.wordpress.com)

Desain bangunannya cukup menarik karena tidak seperti bentuk panti werdha
umumnya dengan bentuk push and pull. Bagian push menjadi koridor sementara yang
pull menjadi bagian-bagian kamar. Manfaat lain dari bentuk push and pull bangunan
dapat memanfaatkan udara da pencahayaan alami bangunan dengan baik. Danya
bentuk push and pull ini sendiri didasari oleh konsep bentuk papan catur.

42
Gambar 2.20 Interior Design Residencias Assistidas
(sumber : https://dekdun.wordpress.com)

Warna putih terlihat dominan pada fasade dan kontras dengan lingkungan
sekitar. Massa bangunan secara keseluruhan terdiri dari massa-massa yang lebih kecil,
yang saling bersambung, dan disusun secara tak beraturan dalam tatanan yang linear.
Pencahayaan di dalam ruang mengoptimalisasi cahaya alami melalui konsep push and
pull. Cahaya yang masuk ke dalam bangunan menggunakan cahaya dari skylight.
Disamping itu ada juga penerangan buatan yang berupa indirect light, yang
bersembunyi diantara plafond dan dinding.

Gambar 2.21 Interior Residencias Assistidas


(sumber : https://dekdun.wordpress.com)

Interior bangunan didominasi dengan warna putih, baik lantai, dinding, dan
plafon yang terlihat mengkilap. Elemen bangunan banyak didominasi oleh material
beton, aluminium, dan kaca. Meskipun design bangunan didominasi oleh warna putih
yang monokrm, tidak lantas membuat suasana koridor menjadi mencekam.

43
44
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Metode Pengumpulan Data


 Data Primer
Data primer merupakan sumber data yang diperoleh melalui pengamatan
secara langsung seperti observasi lapangan dan wawancara
Tabel 3.1 Teknik Pengumpulan Data Primer
No Jenis Data Sumber Data Metoda Analisis
1. Dokumentasi Kamera Pengambilan data Kebutuhan bangunan dan
berupa foto pribadi secara primer, dengan pengolahan tapak
memberikan surat
keterangan
pengambilan data
2. Wawancara Hasil rekaman Pengambilan data Kebutuhan bangunan dan
secara primer, dengan pengolahan tapak
memberikan surat
keterangan
pengambilan data
(sumber : analisa pribadi)
 Data Sekunder
Data sekunder merupakan sumber data yang diperoleh melalui berbagai
sumber literatur sebagai penunjang untuk kelengkapan penelitian, juga bisa berupa
studi banding objek sejenis baik melalui media elektronik maupun perpustakaan,
serta kebijakan – kebijakan terkait objek yang diteliti dari instansi – instansi
terkait.
Tabel 3.2 Teknik Pengumpulan Data Sekunder

No Jenis Data Sumber Data Metoda Analisis


1. Data RTRW BAPPEDA Pengambilan data Lokasi Studi
Kota Kupang Kota Kupang secara sekunder,
dengan
memberikan
surat keterangan
pengambilan data
2. Data Dinas Pengambilan data Lokasi Studi
Administrasi Pekerjaan secara sekunder,

45
dan Umum dan dengan
Geografis Penataan memberikan
Ruang, Dinas surat keterangan
Perumahan, pengambilan data
Kawasan
Permukiman
dan
Lingkungan
Hidup
3. Data Jumlah Dinas Sosial Pengambilan data Kebutuhan
Lansia Propinsi NTT secara sekunder, besaran dan
dengan luasan bangunan,
memberikan jumlah dan
surat keterangan klasifikasi lansia
pengambilan data
4. Buku Perpustakaan, Meminjam Fungsi, estetika,
panduan toko buku (di dengan kebijakan struktur, utilitas,
(literatur) kota Kupang), yang dipakai oleh perilaku lansia,
yang internet, serta perpustakaan, sarana dan
membahas skripsi dan membeli dan prasarana
lingkup jurnal ilmiah menggunakan penunjang serta
tentang Panti yang relevan internet tapak
Werdha,
Lansia,
Persyaratan
Panti
Werdha, teori
tentang
arsitektur
perilaku
(sumber : analisa pribadi)
3.2 Teknik Analisa Data
3.2.1 Analisa Kualitatif
Analisa Kualitatif meliputi hubungan sebab akibat dalam kaitannya
dengan penciptaan lingkungan yang memiliki hubungan dengan Panti Sosial
Tresna Werdha yang dikaitkan dengan pendekatan arsitektur perilaku.
 Hubungan ruang sesuai dengan zoning yang ditetapkan yang dikaitkan
dengan kebiasaan dan dan kebutuhan (ketergantungan) lansia.

46
 Pengaruh ruang terhadap kenyamanan dan keamanan pengguna.
 Bentuk dan tampilan disesuaikan dengan prinsip-prinsip pendekatan
arsitektur perilaku.
 Kualitas lingkungan yang mendukung bangunan dan pola aktivitas
pengguna.
3.2.2 Analisa Kuantitatif
Analisa ini dilakukan dengan membuat perhitungan – perhitungan
berdasarkan studi atau standar yang telah ditentukan ataupun sumber lain yang
berkaitan dengan kebijakan atau standar dalam merencanakan panti werdha
untuk mendapatkan sebuah besaran atau luasan ruang serta kebutuhan ruang
yang direncanakan.
Analisa ini diorientasikan pada :
 Jumlah pengguna : pengelola dan penghuni.
 Dimensi ruang, baik ruang dalam maupun ruang luar.
 Fasilitas, perabot yang digunakan pada objek perencanaan sesuai dengan
aktifitas dan fungsi dari bangunan.
 Proporsi bentuk dan tampilan bangunan.

47
BAB IV
TINJAUAN OBJEK PERENCANAAN

4.1 Lokasi
Yang dipilih sebagai sebuah objek penelitian yakni Panti Sosial Tresna Werdha Budi
Agung Kupang. Lokasi penelitian terletak di Jalan Rambutan, Kelurahan Oepura,
Kecamatan Maulafa, Kota Kupang, dengan batas-batas wilayah Panti Sosial Tresna
Werdha Kota Kupang sebagai berikut :
 Utara : Pemukiman Warga
 Selatan : Jalan Rambutan
 Timur : Jalan Lingkungan
 Barat : Pemukiman Warga

Kota Kupang, secara geografis terletak antara, 10° 36’ 14° – 10° 39’ 58° LS dan 123°
32’ 23° – 123° 32’ 23° - 123° 37’ 01° BT, dengan batas fisik sebagai berikut: Utara :
dengan Teluk Kupang Selatan : dengan Kec. Kupang Barat Kab. Kupang Timur : dengan
Kec. Kupang Tengah dan Kupang Barat Kab. Kupang Barat : dengan Kec. Kupang Barat
Kab. Kupang dan Selat Semau.

Gambar 4.1 Peta Administrasi Kota Kupang


(sumber : RTRW Kota Kupang)

48
Gambar 4.2 Lokasi Perancangan
(sumber : Google earth)

4.2 Fisik Dasar


4.2.1 Iklim
 Musim
Di Kota Kupang, sebagaimana daerah lainnya di NTT khususnya daratan
Timor dikenal hanya dua musim saja yaitu musim kemarau dan musim hujan.
Pada bulan Juni sampai dengan September arus angin berasal dari Australia dan
tidak banyak mengandung uap air sehingga terjadi musim kemarau. Sebaliknya
pada bulan Desember – Maret arus angin yang datang dari benua Asia dan
Samudera Pasifik banyak mengandung uap air sehingga terjadi musim hujan.
Keadaan seperti ini berganti setiap setengah tahun setelah melewati masa
peralihan Mei–Juni dan November– Desember. Wilayah Kota Kupang pada
umumnya mempunyai iklim dan curah hujan yang tidak merata. Curah hujan pada
daerah-daerah lain relatif rendah.
 Suhu dan Kelembaban Udara
Suhu udara di suatu tempat antara lain ditentukan oleh tinggi rendahnya
tempat tersebut dari permukaan laut dan jaraknya dari pantai. Pada tahun 2012
rata-rata suhu udara minimum di Kota Kupang adalah 20,0°C – 24,0°C. Suhu
udara maksimum terjadi pada bulan Nopember (34,8°C) dan suhu udara minimum
terjadi pada bulan Agustus (20,0oC). Di tahun 2012, Kelembaban tertinggi pada

49
bulan Januari dan Maret (88%) dan terendah pada bulan Agustus (62%) dengan
kelembaban udara tahunan rata-rata 74,5 %. Perkembangan rata-rata temperatur
udara periode 2008-2012 berkisar antara 24,3 oC -29,7 oC
 Curah Hujan dan Keadaan Angin
Curah hujan di suatu tempat antara lain dipengaruhi oleh keadaan iklim,
keadaan topografi dan perputaran/ pertemuan arus udara. Oleh karena itu, jumlah
curah hujan jadi beragam menurut bulan dan letak stasiun pengamat. Rata-rata
curah hujan selama tahun 2017 tertinggi adalah pada bulan Februari (469.8 m3)
dan terendah adalah bulan April (18m3)
4.2.2 Topografi
Secara topografi Kota Kupang terdiri atas daerah pantai, dataran rendah dan
perbukitan. Untuk daerah terendah terletak pada ketinggian 0-50 meter dari
permukaan laut rata-rata, sedangkan daerah tertinggi terletak di bagian selatan
dengan ketinggian antara 100-350 meter dari permukaan laut. Daerah pantai
merupakan kawasan di bagaian utara yang berbatasan langsung dengan teluk
Kupang dengan kemiringan antara 0% sampai 2%, daerah dataran rendah
merupakan kawasan di bagian pesisir, dengan kemiringan antara 2-5%.
4.2.3 Geologi
Pembentukan tanah terdiri dari bahan keras dan bahan non vulkanis. Bahan-
bahan mediteran, litosol terdapat di kecamatan Alak, Maulafa, Oebobo, Kota
Raja, Kota Lama. Permukaan terdiri dari batu karang dan tidak rata serta tanah
berwarna merah dan hitam.

4.3 Panti Sosial Tresna Werdha Budhi Agung


Data dari Badan Pusat Statistik Provinsi Nusa Tenggara Timur (2017) hanya terdapat
1 panti jompo yang berada di Kota Kupang. Panti jompo yang dibentuk untuk melayani
dan merawat para lansia, khususnya di Kota Kupang adalah Panti Sosial Penyantunan
Lanjut Usia Budi Agung Kupang. Lansia yang masuk ke Panti Sosial Penyantunan Lanjut
Usia Budi Agung Kupang harus memenuhi beberapa kriteria yakni usia di atas 60 tahun,
sehat jasmani dan rohani, tidak berpenyakit menular, tidak diperhatikan keluarga, tinggal
seorang diri tanpa keluarga dan yang paling penting adalah kesukarelaan lansia untuk
tinggal di Panti Sosial Penyantunan Lanjut Usia Budi Agung Kupang tanpa paksaan.
Lansia yang memilih untuk tinggal di Panti Sosial Penyantunan Lanjut Usia Budi Agung

50
Kupang tersebut sebelumnya telah mendapatkan informasi dari lingkungan sekitar karena
sudah diadakan sosialisasi dibeberapa organisasi maupun instansi tentang fasilitas dan
aktivitas yang ada di Panti Sosial Penyantunan Lanjut Usia Budi Agung Kupang.
Lansia yang memilih tinggal di Panti Sosial Penyantunan Lanjut Usia Budi Agung
Kupang diseleksi dengan mencari tahu keadaan lansia, keadaan keluarga dan juga
lingkungan sekitar. Setelah diseleksi dan memenuhi kriteria maka lansia bisa tinggal di
Panti Sosial Penyantunan Lanjut Usia Budi Agung Kupang. Lansia yang sudah masuk ke
Panti Sosial Penyantunan Lanjut Usia Budi Agung Kupang, membuat surat pernyataan
yang didalamnya berisi tentang kesediaan lansia melakukan orientasi selama tiga bulan.
Hal ini dilakukan untuk melihat penyesuaian diri lansia di dalam Panti Sosial
Penyantunan Lanjut Usia Budi Agung Kupang. Jika lansia tidak bisa menyesuaikan diri
dengan lingkungan Panti Sosial Penyantunan Lanjut Usia Budi Agung Kupang, maka
akan dilakukan terminasi yakni mengembalikan lansia ke lingkungan awal dimana lansia
tinggal. Para lansia yang telah melewati masa orientasi selama 3 bulan, dianggap sudah
merasakan kenyamanan di tempat tersebut, mampu melibatkan diri, bukan hanya untuk
suatu kegiatan tetapi juga melibatkan diri secara total dalam suatu hubungan relasi
bersama para lansia lainnya di lingkungan Panti Sosial Penyantunan Lanjut Usia Budi
Agung Kupang.
PANTI Jompo Budi Agung binaan UPT Kesejahteraan Sosial Lanjut Usia Kupang, di
Jalan Rambutan, Kelurahan Oepura, Kecamatan Kota Raja, Kota Kupang saat ini
memiliki 62 penghuni. puluhan Lansia ini dibina, dirawat, didampingi dan tinggal di 11
wisma dengan daya tampung 3-9 orang. Wisma-wisma ini terletak di lingkungan UPT
Kesejahteraan Sosial dan rata-rata warga lanjut usia yang menetap di Panti Jompo ini
berusia di atas 60 tahun dan paling banyak berasal dari Kabupaten TTS. Daya tampung
atau kuota di Panti Budi Agung ini sebanyak 85 orang namun saat ini yang terdata
sebanyak 62 orang yang tinggal dan menghuni di panti Budi Agung ini. (Victory News,
28 Agustus 2020)
Hasil wawancara awal dan observasi yang didapatkan peneliti dari UPT Panti Sosial
Penyantunan Lanjut Usia Budi Agung Kupang, dari tanggal 07 Februari-13 Februari 2018
ditemukan bahwa secara fisik, lansia yang ada di Panti Sosial Penyantunan Lanjut Usia
Budi Agung Kupang mengalami perubahan fisik sesuai dengan tahap perkembangan.
Data rekam medik lansia yang didapatkan adalah 1 orang mengalami luka- luka
ditubuhnya, 4 orang menderita penyakit jantung, 4 orang menderita penyakit diabetes,
dan 37 orang mengalami hipertensi. Para lansia yang mengalami sakit terkhususnya yang
51
mempunyai riwayat penyakit jantung, tidak dilibatkan pada kegiatan rekreasi dan
olahraga. Para lansia yang memiliki riwayat penyakit-penyakit ini, mengaku bahwa
mereka hanya bisa berpasrah pada keadaan yang ada, walaupun terkadang merasa stres
dengan penyakit yang ada karena menghambat lansia untuk melakukan hal-hal yang
disenangi. Selain itu, secara psikologis ada lansia mengaku bahwa terkadang masih
merasa sedih karena sulit menerima kematian pasangannya, merindukan keluarga yang
jarang bahkan tidak pernah berkunjung, merasa sedih dan mengeluh karena kondisi
keuangan yang menurun.

4.4 Tinjauan Arsitektur Perilaku

4.4.1 Kajian Arsitektur dan Perilaku


Dalam Anthoius & Egam (2011:56), Menurut John Locke, salah satu took
emperis, pada waktu lahir menusia tidak mempunyai “warna mental”. Warna ini
didapat dari pengalaman. Bicara tentang arsitektur perilaku maka kita perlu
mengetahui lebih dahulu “psikologi”. Psikologi adalah ilmu pengetahuan tentang
tingkah laku dan pengetahuan psikis (jiwa) manusia. Sedangkan jiwa diartikan
sebagai jiwa yang memateri, jiwa yang meraga, yaitu tingkah laku manusia (segala
aktivitas, perbuatan dan penampilan diri) sepanjang hidupnya. Lingkungan sungguh
dapat mempengaruhi manusia secara psikologi, adapun hubungan antara lingkungan
dan perilaku adalah sebagai berikut:
 Lingkungan dapat mempengaruhi prilaku-lingkungan fisik membatasi apa yang
dilakukan manusia.
 Lingkungan mengundang atau mendatangkan perilaku-lingkungan fisik dapat
menentukan bagaimana kita harus bertindak
 Lingkungan membentuk kepribadian
 Lingkngan akan mempengaruhi citra diri

Perilaku mencakup perilau yang kasat mata seperti makan, menangis, memasak,
melihat, bekerja dan perilaku yang tidak kasat mata, seperti fantasi, motivasi, dan
proses yang terjadi sewaktu seseorang diam aatau secara fisik tidak bergerak. Sebagai
objek studi emperis, perilaku mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: (Anthonius &
Egam, 2011:57)

52
 Perilaku itu sendiri kasatmata, tetapi penyebab terjadinya perilaku secara langsung
mungkin tidak dapat diamati.
 Perilaku mengenal berbagai tingkatann, yaitu perilaku sederhana dan stereotip,
seperti perilaku binatang bersel satu, perilaku kompleks seperti perilaku sosial
manusia, perilaku sederhana, seperti reflex, tetapi ada juga yang melibatkan
proses mental biologis yang lebih tinggi.
 Perilaku bervariasi dengan klasifikasi: kognitif, afektif, dan psikomotorik, yang
menunjukkan pada sifat rasional, emosional, dan gerakan fisik dalam berperilaku.
 Perilaku bisa didasari dan bisa juga tidak didasari.

4.4.2 Prinsip-Prinsip Dalam Tema Arsitektur Perilaku Prinsip tema arsitektur


perilaku yang harus diperhatikan dalam penerapan tema arsitekur perilaku yaitu
perancangan fisik ruang yang mempunyai variable-variable yang berpengaruh
terhadap perilaku pengguna, yaitu: (Anthonius & Egam, 2011:58- 59)
 Ukuran dengan bentuk ruang yang tidak tepat akan mempengaruhi psikologi dan
tingkah laku penggunanya. Ukuran ruang disesuaikan dengan kebutuhan
pengguna, dimana ukuran ruangan tersebut disesuaikan dengan aktivitas dan
kebutuhan penggunna dalam satu ruangan tersebut.
 Perabot dan pentaannya. Perabot dibuat untuk memenuhi tujuan fungsional dan
penataannya mempengaruhi perilaku pengguan. Penataan perabot dalam ruang
disesuaikan dengan kebutuhan serta aktivitas pengguna ruang.
 Warna, memiliki peran penting dalam penciptan suasana ruang dan mendukung
perilaku-perilaku tertentu. Warna berpengaruh terhadap tanggapan psikologi dan
berpengaruh terhadap kualitas ruang. Warna yang digunakan dalam ruangan harus
memiliki nilai positif yang dapat merubah atau mempengaruhi perilaku negative.
Tabel 2.2 Perbandingan Warna
KESADARAN KESAN DARI RANGSANGAN
WARNA
DARI JARAK KEHANGATAN MENTAL
Ungu Sangat jauh Dingin Penuh ketenangan
Hijau Sangat jauh Dingin ke netral Sangat tenang
Merah Dekat Hangat Sangat merangsang
Orange Sangat Dekat Sangat hangat Merangsang
Kuning Dekat Sangat hangat Merangsang

53
Coklat Sangat Dekat Netral Merangsang
ungu Sangat Dekat Dingin Agresif, menekan
(sumber : Antonius & Egan, 2011)

 Suara, Temperatur dan pencahayaan. Unsur – unsur ini mempunyai andil dalam
mempengaruhi kondisi ruang dan penggunanya.
1) Suara yang keras dapat mengganggu ketenangan seseorangg. Agar tidak
menggagu dengan suara keras, maka ruang dibuat kedap suara agar suara
tidak mengganggu ketenangan orang lain.
2) Temeratur berpengaruh dengan kenyamanan pengguna ruang, dimana suhu
ruang sangat memengaruhi kenyamanan ruang (thermal comfort untuk orang
Indonesia ialah antara 2,540 C– 28,90C) 64 3) Pencahayaan dapat
mempengaruhi kondisi psikologis seseorang. Ruang yang cenderung minim
pencahayaannya membuat orang menjadi malas dan jika terlalu terang dapat
menyebabkan silau dan menyakitkan mata.
3) Pencahayaan dapat mempengaruhi kondisi psikologis seseorang. Ruang yang
cenderung minim pencahayaannya membuat orang menjadi malas dan jika
terlalu terang dapat menyebabkan silau dan menyakitkan mata.

54
BAB V
RENCANA PENELITIAN

5.1 Organisasi Penelitian


5.1.1 Pembimbing Seminar Proposal
 Pembimbing 1
Nama : Benediktus Boli, ST., MT
Jabatan : Dosen Arsitektur
Hubungan Kerja : Dosen Pembimbing 1
Alamat : Fakultas Teknik Unwira
 Pembimbing 2
Nama : Yuliana Bhara Mberu, ST., MT
Jabatan : Dosen Arsitektur
Hubungan Kerja : Dosen Pembimbing 2
Alamat : Fakultas Teknik Unwira

5.1.2 Penulis/Pelaksana Penelitian


Nama : Klemens Marius BT
No. Regis : 221 17 079
Jabatan : Mahasiswa
Fakultas/Jurusan : Teknik/Arsitektur
Semester : VIII (Delapan)
Alamat : Tuak Daun Merah (TDM) III
5.1.3 Pembimbing Akademik
Nama : Budhy B. lily, ST., MT
Jabatan : Dosen arsitektur
Alamat : Fakultas Teknik Unwira

55
5.2 Jadwal Penelitian
Tabel 5.1 Tabel Jadwal Penelitian
Waktu
No Tahap Kegiatan April Mei Juni
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1. Penentuan Judul
2. Penyusunan Proposal
3. Survey Data
4. Olah Data dan Analisa
5. Penyusunan Laporan Hasil
(Sumber : Analisa Pribadi)

5.3 Biaya Penelitian


Tabel 5.1 Tabel Kebutuhan Biaya Penelitian

No Kegiatan Biaya (Rp) Keterangan

1 Penentuan Judul 50.000,00 Pengajuan Judul


Pengadaan Literatur dan Referensi Buku, E-book
2 500.000,00
Pengadaan Literatur (Sumber Internet)
Tahap Penelitian
Pengetikan Data,
3 (Pengumpulan,Pengolahan 500.000,00
Transportasi, Konsumsi
dan Pengetikan Data)
Penulisan Proposal, Laporan Pengetikan,Asistensi &
4 300.000,00
Hasil Penjilidan
5 Lain-lain 300.000,00 Biaya tak terduga

Jumlah 1.950.000,00

Terbilang : Satu Juta Sembilan Ratus Lima Puluh Ribu Rupiah


(Sumber : Analisa Pribadi)

56
DAFTAR PUSTAKA

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan


Lanjut Usia

Agnestiani Batzeba Mbeo, M. K. P. Abdi Keraf , Dian Lestari Anakaka, Journal of


Health and Behavioral Science “Kebahagiaan Lansia Di Panti Sosial”, Vol.1, No.3,
September 2019, pp. 166~178

Hurlock, B. Elizabeth, Psikologi Perkembangan, Suatu Pendekatan Rentang


Kehidupan, Erlangga, Jakarta, 1996.

Mangoenprasodjo, A. Setiono, Mengisi Hari Tua dengan Bahagia, Pradipta


Publishing, Jakarta, 2005

IW Parwata, · 2017, Modul Ajar Studio Perancangan Arsitektur 2 Universitas


Warmadewa, data diperoleh melalui internet : http://repository.warmadewa.ac.id/id/
eprint/294 /4/4.%20b uku%20DEA2%20(lengkap).pdf

Andrea Safitri, Jurnal online mahasiswa Arsitektur Universitas Tanjungpura “Panti


Sosial Tresna Werdha Kota Pontianak”, Volume 3 / Nomor 1 / Maret 2015

Wahdaniar Mustarim, 2018. Panti Sosial Tresna Werdha Di Makasar Dengan


Pendekatan Arsitektur Perilaku. Skripsi. Program Sarjana Arsitektur Jurusan Teknik
Arsitektur Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar

Benbow MSW William. 2014. Benbow Best Practice Design Guedilines Nursing
Home.

Anthonius N.Tandal, Egam Pingkan.P. 2011. Arsitektur Berwawasan Perilaku


(Behaviorisme).Jurnal. Universitas Sam Ratulangi Manado.

DSG Design Standars for Nursing Home, Version 03. 2015.


57
Panero Julius. Human Dimension & Interior Space. Whitney Library of Design.1979

Dinas Pekerjaan Umum Propinsi Nusa Tenggara Timur. 2017. Review Rencana
Terpadu dan Program Investasi Infrastruktur Jangka Menengah Kota Kupang Tahun 2017-
2021

58

Anda mungkin juga menyukai