Anda di halaman 1dari 12

PROSIDING TPT XXIX PERHAPI 2020

LONGSORAN DISEBABKAN OLEH HUJAN PADA MASSA BATUAN:


STUDI KASUS PADA TAMBANG BATUBARA SENAKIN
1)
Galih W. Swana, 1) Maulana Ashari
1)
PT Arutmin Indonesia
*Email: galihwiriaswana@gmail.com

ABSTRAK

Longsoran disebabkan oleh hujan seringkali muncul pada area dengan iklim tropis. Intensitas hujan yang
berat yang cukup umum terjadi di Indonesia adalah penyebab utama dari hal tersebut. Di proyek
tambang, bukaan lereng bukan hanya dibuat pada lereng pit tambang tapi ada juga pada drainase lereng
tambang. Pada April 2020, terdapat longsoran pada drainase Tambang Senakin yang disebabkan oleh
tingginya curah hujan. Berdasarkan dari laporan investigasi longsor, longsoran dikategorikan sebagai
longsoran yang disebabkan oleh hujan. Lereng yang longsor adalah lereng batuan yang memiliki bidang
diskontinuitas yang umumnya disebut sebagai massa batuan. Selain itu, massa batuan pada area ini di
kategorikan sebagai medium rock mass dengan terdapat bidang diskontinuitas yang cukup persisten dan
berpotensi sebagai bidang gelincir serta bersifat tidak menguntungkan terhadap geometri lereng. Analisis
balik dilakukan menggunakan kombinasi sensitivity analysis dan trial & error method dengan
mensimulasikan tekanan pori air bertahap. Berdasarkan hasil analisis balik tersebut dengan curah hujan
yang ada, material yang longsor adalah material yang sebelumnya merupakan area wetting front.

Dari longsoran tersebut, penulis mencoba untuk menghubungkan pengaruh curah hujan yang tinggi
dengan lereng massa batuan, termasuk kenaikan pore pressure seiring dengan berjalannya waktu,
perilaku massa batuan ketika wetting front muncul, dan kemungkinan kemungkinan lain yang ada pada
longsoran tersebut. Diharapkan dengan adanya paper ini, dapat digunakan untuk mengurangi
uncertainties dalam asesmen geoteknik sehingga optimisasi batubara dapat dilakukan berdasarkan
dengan parameter hidrologi yang lebih optimis.

Kata kunci: Hujan, Longsor, Massa Batuan, Hidrologi

ABSTRACT

Rainfall induced landslide often occurred in the area with tropical climate. Heavy rainfall intensity which
is common in Indonesia is a main cause of that. In mining project, cutslope not only constructed at open
pit slope but also at mine drainage slope. In April 2020, there was a failure at mine drainage in Senakin
Mine induced by high rainfall intensity. According to failure investigation report, the failure categorized
as rainfall induced landslide. The slope of the failure area is a rock slope which contains discontinuities
commonly called rock mass. Besides that, rock mass of this area is categorized as medium rock mass,
but contain some discontinuity planes which have long persistence and unfavourable toward the slope.
Back Analysis conducted using combined sensitivity and trial error method by simulating the sequenced
pore pressure stage. According to the back analysis from the failure, with rainfall rate in that time,
displaced material only occurred at the wetting front area.
From that failure, writers try to connect the influence of heavy rainfall with rock mass slope, including
pore pressure increasing by time, rock mass behaviour while wetting front occured, and possibility of

43
PROSIDING TPT XXIX PERHAPI 2020

another condition which lead to that failure. Hopefully from that relation it can be used for reducing
uncertainties in geotechnical assessment so coal mine optimization can be conducted according to
geotechnical assessment with more optimistic parameter in hydrological data.

Keywords: Rainfall, Failure, Rock Mass, Hydrology.

A. PENDAHULUAN

Pada suatu penambangan terbuka (open pit), lereng adalah salah satu faktor dalam menunjang aktivitas
tersebut. Selain lereng pada tambang, lereng juga dapat terbentuk dari timbunan, drainase tambang, dan
diversi sungai. Pada pertambangan drainase tambang, memegang peranan penting dalam proses
penambangan. Peran tersebut adalah mengalihkan dan menjaga aliran air permukaan agar tidak masuk
tidak masuk ke tambang dan mempengaruhi produksi tambang (Khusairi, 2018).

Air permukaan (run-off) tidaklah dapat dihindari khususnya pada lereng drainase tambang terbuka.
Dalam pelaksanaanya air permukaan dapat mempengaruhi performa dari lereng drainase tambang
beberapa contoh air permukaan adalah air hujan serta sungai- sungai intermitten yang mungkin dapat
menggerus muka lereng tersebut.

Dalam paper ini membahas longsoran yang terjadi pada lereng yang tersusun atas massa batuan pada
drainase tambang akibat pengaruh air permukaan. Selanjutnya dilakukan analisis balik yang diharapkan
dapat mengetahui laju infiltrasi pada massa batuan pada saat curah hujan maksimal sehingga harapannya
dapat digunakan sebagai pedoman analisis desain lereng ke depannya sehingga uncertainties pada lereng
tambang dapat berkurang dan dapat mengoptimalkan cadangan yang terambil.

B. METODOLOGI PENELITIAN

B.1. Identifikasi Longsoran

Pada tanggal 10 April 2020 lereng drainase tambang terbuka senakin mengalami longsoran. Longsoran
dapat dilihat pada gambar dibawah (Gambar.1) .

Gambar.1 Lokasi area longsoran pada drainase tambang (Arutmin Indonesia, 2020)

Berdasarkan failure investigation report, jenis longsoran adalah merupakan jenis circular-planar sliding
dikarenakan secara kenampakan memiliki, mahkota longsor, bidang gelincir, zona deplesi, dan zona

44
PROSIDING TPT XXIX PERHAPI 2020

akumulasi yang ideal (Cruden & Varnes, 1996), zona akumulasi menutupi sepenuhnya dari lebar
drainase tambang sehingga berpotensi melimpahnya air pada aliran drainase tambang tersebut.
Displaced material merupakan massa batulempung yang terkekarkan sedang. Longsoran dikontrol oleh
bidang diskontinuitas yang bersifat unfavourable dikarenakan selisih dari dip bidang diskontinutas dan
dip dari lereng adalah 38º (Romana, 1984). Sedangkan pemicu dari longsoran tersebut adalah adanya
aliran sungai intermitten yang timbul seiring dengan naiknya intensitas curah hujan pada area tersebut.
Aliran air intermitten dan curah hujan yang membentuk zona jenuh (wetting front) pada massa batuan
tersebut ditambah kontrol dari bidang diskontinuitas menyebabkan terjadinya longsoran (Gambar 2).

Zona Wetting Front

Gambar 2. Reka longsoran pada area drainase tambang (Arutmin Indonesia, 2020)

B.2. Klasifikasi Massa Batuan

Berdasarkan hasil orientasi di lapangan dan data bor terdekat massa batuan dari batuan yang longsor
adalah merupakan jenis massa batuan sedang (Medium Rock Mass) berdasarkan klasifikasi Rock Mass
Rating (RMR) (Bieniawski, 1989) adalah 45. Berdasarkan pada klasifikasi massa batuan Geological
Strength Index (GSI) (Hoek dan Brown, 1997, dalam Hoek, 2006), nilai GSI dari massa batuan tersebut
adalah 41, termasuk dalam jenis massa batuan sedang.

Berdasarkan hasil uji laboratorium, batulempung pada area tersebut memiliki nilai intact rock sebesar
8.3 MPa termasuk kedalam batuan sedang. Berdasarkan nilai Rock Quality Designation (RQD) (Deere,
1964, dalam Priest 1993) batuan tersebut memiliki RQD 60% - 80% dengan bidang diskontinutas yang
terkandung terdiri dari kekar dan bidang perlapisan yang terisi oleh ironstone. Secara umum persistensi
dan roughness bidang diskontinuitaas tersebut adalah menerus dengan tingkat kekasaran halus hingga
agak kasar dan tingkat kegelombangan planar hingga sedikit undulasi. Spasi bidang diskontinuitas
berkisar antara 10cm hingga lebih dari 1m.

Dari hasil investigasi longsoran internal, diketahui bahwa terdapat satu bidang diskontinuitas yang
persisten dan menjadi bidang gelincir pada longsoran tersebut. Secara pengamatan, bidang diskontinuitas
tersebut memiliki tingkat kekasaran halus dan planar, berdasarkan identifikasi nilai JRC (Barton, 1973
dalam Wylie dan Mah, 2004) masuk dalam kisaran 1-2.

45
PROSIDING TPT XXIX PERHAPI 2020

Dari nilai tersebut diatas akan digunakan kriteria keruntuhan Hoek dan Brown untuk menentukan nilai
properti massa batuan dengan menggunakan parameter Mohr-Coulomb (C dan ϕ). Parameter Mohr-
Coulomb dapat digunakan menggunakan persamaan (1) dan (2) dengan menambahkan persamaan (3).

6am (s+m σ )a−1


ϕ = sin−1 [2(1+a)(2+a)+6am
b b 3n
(s+m a−1 ] (1)
b b σ3n )

σci [(1+2a)s+(1−a)mb σ3n ](s+mb σ3n )a−1


C= (2)
(1+a)(2+a)√1+(6amb (s+mb σ3n )a−1 )/((1+a)(2+a))

σ3n = σ3max /σci (3)

Menggunakan nilai faktor pengganggu (D 0-1) berupa ekskavasi mekanik, nilai modulus elastisitas
massa batuan (E) dapat ditentukan dengan persamaan berikut (4).

D
1−
2
Erm (MPa) = 100000 ( 75+25D−GSI ) (4)
( )
1+e 11

Dalam menentukan nilai mb, s, dan a, perlu menggunakan nilai GSI, faktor pengganggu, konstanta jenis
massa batuan (berdasarkan jenis litologi) (mi), dan konstanta tetap (e) dengan menggunakan
persamaan (5), (6), dan (7)

GSI−100
mb = mi exp( ) (5)
28−14D

GSI−100
s = exp( ) (6)
9−3D

1 1
a= + (e−GSI/15 − e−20/3 ) (7)
2 6

Data Indeks properties yang akan digunakan dalam analisis balik akan menggunakan data hasil
pengujian laboratorium dikarenakan area longsoran terdiri dari satu jenis batuan dan nilai intact rock
dianggap mewakili jenis massa batuan tersebut (Tabel 1). Data tersebut akan digunakan sebagai dasar
analisis balik menggunakan sensitivity analysis pada metode analitik serta numerik.

Tabel 1. Engineering Properties pada massa batuan yang longsor.


Lithologi GSI UCS Ei Υ γ Crm Φrm (º) Erm
(MPa) (MPa) (MN/m3) (MPa) (MPa)
Claystone 41 8.3 1735 0.26 0.023 0.124 28 93.4
Rock Mass
Kekar - - - 0.35 19 0.014 5.7 30
(gouge)

46
PROSIDING TPT XXIX PERHAPI 2020

B.3. Identifikasi Kondisi Hidrologi

Untuk mengetahui laju infiltrasi (Infiltration Rate) perlu dilakukan identifikasi wetting front dengan
melakukan pengecekan kondisi aktual lokasi longsoran serta identifikasi geometri sebelum dan sesudah
longsor sehingga didapat luasan area yang terdapat wetting front. Kemudian dengan dilakukan analisis
balik menggunakan analisis numerik, diperoleh kisaran nilai laju infiltrasi untuk setiap curah hujan
tersebut.

Analisis numerik yang digunakan adalah berdasarkan dari hukum Darcy (Todd, 2005) yaitu pada
persamaan (8)

dh
vK (8)
dl

V adalah darcy flux, K adalah konduktivitas hidrolik, h adalah hydraulic head, dan l adalah jarak. Jika
kondisi Steady State menempatkan debit masuk sama dengan debit keluar (9), maka transient state
menerangkan bahwa debit masuk sama dengan debit keluar ditambah dengan perubahan spesific storage
seiring dengan waktu, dengan Ss adalah spesific storage yang dipengaruhi oleh Porositas dan Water
Content (10).

 h  h  h
(K x )  (K y )  (K z )  0 (9)
x x y y z z

 h  h  h h
(K x )  (K y )  (K z )  Ss (10)
x x y y z z t

Berdasarkan kondisi pengukuran curah hujan di lapangan curah hujan pada Bulan Maret hingga April
terlihat bahwa lereng relatif pada kondisi kering pada Tanggal 16-28 Maret. Kemudian relatif ada pada
kondisi wetting front maksimal pada 28 Maret hingga 10 April (13 Hari) dengan curah hujan tertinggi
46 mm/hari pada tanggal 7 April. Rata-rata curah hujan pada kondisi wetting front maksimal dari tanggal
28 Maret hingga 10 April adalah 14mm/hari. Pada kondisi maksimal tersebut akan dilakukan analisis
balik transient analysis selama 13 hari untuk mengetahui laju infiltrasi (Gambar 3). Parameter hidrolik
yang digunakan sebagai dasar awal dalam menlakukan analisis balik adalah sebagai berikut (Tabel 2).

Gambar 3. Curah hujan pada area longsor

47
PROSIDING TPT XXIX PERHAPI 2020

Tabel 2. Nilai hydraulic properties


Lithologi Ks (m/s) WC n a (1/m)
Claystone Rockmass 1.20E-06 1.1 8.87 0.5
Gouge Kekar 5.50E-07 3.59 0.8 1.09

B.4. Analisis Balik

Dalam paper ini penulis menggunakan metode limit equilibrium sebagai dasar analisis balik
menggunakan sensitivity analysis untuk mengetahui nilai real dari Engineering Properties, selain itu
dengan menggunakan metode Trial & Erorr juga dilakukan untuk mengetahui angka laju infiltrasi serta
tekanan pori yang terbentuk nantinya. Kemudian menggunakan metode numerik yaitu metode elemen
hingga (Finite Element Method) (FEM) untuk menyamakan total displacement terhadap zona akumulasi
longsoran (Aryal, 2008).

C. Hasil Analisis

Berdasarkan identifikasi data topografi, diperoleh bahwa kedalaman bidang gelincir adalah 5.5m hingga
1.5m. Pada bagian atas bidang gelincir terdapat juga perkiraan material longsor (displaced material)
yang juga diperkirakan sebagai zona wetting front (Gambar 4). Dari identifikasi tersebut juga diperoleh
lebar zona akumulasi adalah 18m dengan panjang 22m.

Gambar 4. Identifikasi lereng sebelum dan sesudah longsor

Dari identifikasi topografi tersebut dibuat model sesuai kondisi yang terjadi untuk mengetahui laju
infiltrasi pada massa batuan yang longsor, Perubahan tekanan pori (pore pressure) terhadap kestabilan
lereng massa batuan dan penentuan nilai Mechanical Properties yang akan digunakan untuk jenis massa
batuan dan bidang diskontinuitas sebagai bidang gelincir.

Model analisis balik akan disimulasi selama nilai curah hujan maksimal sebelum longsor yaitu selama
13 hari sesuai dengan hasil analisis data curah hujan (Gambar 5), dengan meggunakan acuan batas Faktor
Keamanan mendekati 0.999.

Pada hari pertama analisis, yaitu tanggal 29 Maret dengan curah hujan 6mm per hari hasil simulasi
menunjukan bahwa belum terdapat perubahan signifikan pada tekanan pori dari material yang akan

48
PROSIDING TPT XXIX PERHAPI 2020

longsor dan kekar sebagai bidang gelincir. Tekanan pori pada muka lereng untuk material yang akan
longsor berkisar adalah hingga -540 kPa hingga 0 kPa yang melambangkan kondisi jenuh dan kering
pada permukaan di beberapa area lereng.

Nilai Factor of Safety (FoS) dengan bidang gelincir sesuai dengan akhir juga cukup besar yaitu 1.696,
dengan tekanan pori berkisar antara -540 kPa hingga -320 kPa (Gambar 5). Discharge rate yang keluar
sangat kecil yaitu 2.9e-28m3/ hari.

Gambar 5. Simulasi analisis balik hari pertama tanggal 29 Maret 2020

Pada hari ke 5, yaitu tanggal 2 April dengan curah hujan 42mm per hari hasil simulasi menunjukan
bahwa terdapat perubahan signifikan pada tekanan pori dari material yang akan longsor dan kekar
sebagai bidang gelincir. Tekanan pori pada muka lereng untuk material yang akan longsor berkisar
adalah hingga -270 kPa hingga 30 kPa yang melambangkan kondisi jenuh dan kering pada beberapa
area muka lereng. Pada kondisi inilah wetting front mulai terbentuk pada bagian tengah hingga kaki
lereng.

Nilai FoS dengan bidang gelincir sesuai dengan identifikasi awal juga cukup besar yaitu 1.603, dengan
tekanan pori berkisar antara -620kPa hingga -30 kPa (Gambar 6), dari nilai tersebut terlihat bahwa
rembesan belum menyentuh bidang kekar yang diperkirakan merupakan bidang gelincir. Discharge rate
yang keluar yaitu sebesar 4.6e-7m3/hari.

49
PROSIDING TPT XXIX PERHAPI 2020

Gambar 6. Simulasi analisis balik hari ke 5 tanggal 2 April 2020

Pada hari ke 12, yaitu tanggal 9 April dengan curah hujan 42mm per hari hasil simulasi menunjukan
bahwa terdapat perubahan sangat signifikan pada tekanan pori dari material yang akan longsor dan kekar
sebagai bidang gelincir. Tekanan pori pada muka lereng sudah mencapai hingga 30 kPa, sedangkan pada
kekar dan bidang gelincir berkisar antara -30 hingga 30 kPa. Pada kondisi ini material longsor sudah
jenuh penuh diindikasikan dengan wetting front sudah menyentuh bidang gelincir (Gambar 7).

Pada hari ke 12 nilai FoS telah mencapai 0.992, atau sudah terbentuk displacement dengan bidang
gelincir sesuai dengan identifikasi awal (Gambar 7). Discharge rate yang keluar yaitu sebesar 0.8e-
3m3/hari.

Gambar 7. Simulasi analisis balik hari ke 12 tanggal 9 April 2020

50
PROSIDING TPT XXIX PERHAPI 2020

Pada hari ke 13, yaitu tanggal 10 April dengan curah hujan 4mm per hari hasil simulasi menunjukan
bahwa tekanan pori sudah melebihi muka bidang gelincir atau kekar dengan besar tekanan pori adalah
60 hingga 30 kPa serta wetting front sudah melewati kekar atau bidang gelincir. Nilai FoS pada lereng
telah mencapai 0.989 dan diperkirakan displacement sudah sangat besar dengan bidang gelincir sesuai
dengan identifikasi awal (Gambar 8). discharge rate yang keluar yaitu sebesar 0.8e-3m3/day atau
mengalir.

Gambar 8. Simulasi analisis balik hari ke 13 tanggal 10 April 2020

Berdasarkan hasil analisis balik, diperoleh rentan nilai laju infiltrasi sebesar 45mm/hari hingga 95
mm/hari dengan maksimum tekanan pori yang terbentuk adalah 30kPa. Dari nilai tersebut dapat
disimpulkan bahwa nilai laju infiltrasi lebih besar dari nilai curah hujan pada area tersebut dan secara
umum sisa air yang masuk ke dalam massa batuan tersebut selain dari hujan adalah berasal dari aliran
air permukaaan (run-off) atau sungai intermitten. Hasil analisis keseluruhan dapat dilihat pada tabel
berikut ( Tabel 3).

Tabel 3. Summary hasil analisis balik


Tekanan pori Tekanan pori pada Laju
Hari muka lereng kekar/ bidang gelincir infiltrasi FoS
ke Bulan Tanggal (kPa) (kPa) (m/day)
1 29 -540 - 0 -540 - -320 0.0451 1.696
2 Maret 30 -600 - 60 -450 - -90 0.0528 1.683
3 31 -570 - 60 -420 - 30 0.0603625 1.658
4 1 -450 - 60 -480 - 30 0.0603625 1.652
5 2 -270 - 60 -620 - -30 0.0707375 1.603
6 April 3 -300 - 60 -450 - 30 0.071675 1.467
7 4 -90 -60 -390 - 30 0.0718 1.328
8 5 -60 - 60 -150 - 30 0.0718 1.25

51
PROSIDING TPT XXIX PERHAPI 2020

Tekanan pori Tekanan pori pada Laju


Hari muka lereng kekar/ bidang gelincir infiltrasi FoS
ke Bulan Tanggal (kPa) (kPa) (m/day)
9 6 -30 - 60 -120 - 30 0.071925 1.227
10 7 0 -60 -150 - 30 0.0833625 1.144
11 8 30 -90 - 30 0.0857375 1.025
12 9 30 -30 - 30 0.09405 0.992
13 10 30 30 0.095125 0.989

Hasil analisis balik selain untuk mengetahui nilai tekanan pori pada material dan bidang longsor, juga
untuk mengetahui properti mekanik yang akan digunakan dalam analisis selanjutnya. Untuk mengetahui
hal tersebut dilakukan sensitivity analysis dengan melakukan pengeplotan pada grafik terhadap
parameter mohr-coulumb dari penyusun longsoran tersebut.

Grafik Sensitivity Gouge Kekar Grafik Sensitivity Claystone


Rockmass
1,4 1
Factor of Safety - janbu simplified

Factor of Safety - janbu simplified


1,2 0,98
1 0,96
0,8 0,94
0,6 0,92
0,4 0,9
0 50 100 0 50 100
Percent of Range (mean = 50%)
Percent of Range (mean = 50%)
Claystone Rockmass : Cohesion (kN/m2)
Gouge : Cohesion (kN/m2) Gouge : Phi (deg) Claystone Rockmass : Phi (deg)

Gambar 9. Grafik sensitivity pada kekar dan massa batuan batulempung.

Berdasarkan hasil analisis balik sebelumnya perubahan tekanan pori akibat infiltrasi berpengaruh cukup
banyak pada penurunan Faktor Keamanan. Pada grafik sensitivitas diatas (Gambar 9) terlihat bahwa nilai
properti mekanik yang cenderung mengalami penurunan dan berpengaruh terhadap longsoran adalah
bidang kekar sebagai bidang gelincirnya sedangkan massa batuan batulempung yang memiliki kelas
massa batuan menengah cenderung tidak mengalami penurunan dan cenderung bersifat sebagai media
resapan bagi air menuju ke bidang kekar sebagai bidang gelincir pada bagian bawahnya. Dikarenakan
bidang kekar pada lereng tersebut cukup persisten dan memotong hingga muka lereng maka aliran air
dari rembesan relatif lebih besar karena infiltration rate yang besar serta dapat berlanjut (Salve dkk,
2008) dan longsoran dapat terbentuk.

Kemungkinan besar bidang kekar yang terbentuk dan mengkontrol longsoran tersebut memiliki isian
(infilling/gouge) yang cenderung terdisintegrasi atau mengalami pelapukan akibat adanya peningkatan
tekanan pori. Ciri tersebut mendekati terhadap jenis isian lunak atau soft infilling).

52
PROSIDING TPT XXIX PERHAPI 2020

Untuk mengetahui total displacement yang terbentuk, perlu menggunakan analisis numerik untuk
penelitian ini digunakan metode elemen hingga dengan menggunakan nilai mechanical properties hasil
sensitivity analysis sebelumnya. Berdasarkan hasil pengamatan lapangan lebar zona akumulasi adalah
18m, nilai tersebut terbukti sesuai berdasarkan hasil analisis numerik (Gambar 10)

Gambar 10. Hasil analisis numerik dengan total displacement hingga 18m

D. Kesimpulan

Berdasarkan dari paper ini, hujan dapat menjadi penyebab longsoran pada massa batuan jika pada
lerengnya terdapat bidang diskontinuitas yang cenderung persisten dan orientasinya bersifat tidak
menguntungkan. Pada longsoran ini massa batuan cenderung tidak mengalami perubahan akibat
pengaruh tekanan pori dari hasil infiltrasi air permukaan atau sungai intermitten, namun perubahan
terjadi pada bidang kekar yang menkontrol longsoran tersebut. Massa batuan hanya mengalami
kejenuhan muka ketika curah hujan maksimal namun dapat mengalirkan pada bidang kekar yang
nantinya menjadi bidang gelincir.

Di masa depan nanti perlu dilakukan penelitian lanjutan mengenai laju infiltrasi pada massa batuan.
Selain itu, uji yang perlu dilakukan adalah uji swelling dan slake durability dan uji kuat geser skala besar
pada massa batuan agar dapat diperoleh nilai pasti terkait penurunan kuat geser akibat wetting front oleh
infiltration rate sehingga menyebabkan terjadinya kegagalan.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada Manajemen PT Arutmin Indonesia Site Senakin serta
jajarannya dalam proses pembuatan Paper ini.

53
PROSIDING TPT XXIX PERHAPI 2020

DAFTAR PUSTAKA

Arutmin Indoneia, PT. (2020): Failure Investigation Report of Mine Drainage Blencong, Tidak
dipublikasikan.
Aryal, K.P. (2008): Differences between LE dan FE Methods used in Slope Stability Evaluations,
Journal of 12th International Conference of International Association for Computer Methods
and Advances in Geomechanics (IACMAG), Goa, India.
Bieniawski, Z.T. (1989): Engineering Rock Mass Classifications: a Complete Manual for Engineers,
Geologists, in Mining, Civil, and Petroleum Engineering, John Willey and Sons, Kanada.
Cruden, D.M., & Varnes D.J., (1996): Landslide Type & Processes, Special Report – National Research
Council, Transportation Research Board 247: 36-75, Research Gate.
Hoek, E. (2006): Rock Engineering Course Notes, Rocscience, Vancouver, Kanada.
Khusaeri A. R., Kasim T., Yunasril. (2018): Kajian Teknis Sistem Penyaliran Tambang pada Tambang
Terbuka Batubara PT. Nusa Alam Lestari Kenagarian Sinamar, Kecamatan Asam Jujuhan,
Kabupaten Dharmasraya, Jurnal Bina Tambang Volume 3 Nomor 3 ISSN 2302-333, Indonesia
Romana, M.R., (1984): A Geomechanical Classification for Slopes: Slope Mass Rating, Pergamon
Press, Oxford – New York, Seoul, Tokyo.
Salve, R., Ghezzehei, T.A., & Jones R. (2008): Infiltration into Bedrock, Water Resource Research
Volume 44 Issue 1, Wiley & Jones Online Library.
Todd, D. K., & Mays, W.L. (2005): Groundwater Hydrology, John Wiley and Sons, Inc., United States
of America.
Wyllie, D. C. & Mah, W.C. (2004): Rock Slope Engineering, (Civil and Mining) 4th ED, Spoon Press
Taylor & Francis Group, London & Newyork.

54

Anda mungkin juga menyukai