Anda di halaman 1dari 21

BAB III

DESKRIPSI TENTANG TAREKAT ASY-SYAHADATAIN

A. Asal-Usul Tarekat Asy-Syahadatain


Tarekat Asy-Syahadatain berpusat di Masjid Kebon Melati Desa
Panguragan. Panguragan merupakan salah satu Kecamatan yang terdapat di
Kabupaten Cirebon. Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Gegesik,
sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Suranenggala, dan sebelah Selatan
berbatasan dengan Kecamatan Arjawinangun dan Klangenan.
Terdapat 9 desa yang berada di bawah struktur administasi Kecamatan
Panguragan, yaitu Gujeg, Kalianyar, Karanganyar, Kroya, Lemahtambah,
Panguragan Kulon, Panguragan Lor, Panguragan Wetan, dan Panguragan.
Panguragan memiliki beberapa situs keramat, salah satunya Situs Keramat
Nyi Mas Gandasari. Ia ialah salah seorang yang dianggap wali oleh penduduk
setempat. Hal ini menandakan bahwasanya kondisi keagamaan masyarakat
Panguragan masih cukup kental mempercayai hal-hal yang magis dan mendatangi
tempat-tempat keramat untuk tujuan mengharap berkah. Para peziarah tidak hanya
datang dari masyarakat setempat, tetapi juga berasal dari masyarakat wilayah
Cirebon bahkan ada juga dari luar Cirebon. Hal ini yang menyebabkan Habib
Umar membuka pengajian di Panguragan dengan tujuan meluruskan perbuatan
masyarakat setempat yang masih diliputi kemaksiatan.
Al-Habib Abah Umar bin Ismail bin Yahya ialah seseorang guru dan
pendiri Tarekat Asy-Syahadatain di Panguragan, Cirebon. Ia lahir di
Arjawinangun, Cirebon pada tanggal 22 Juni 1 M bertepatan dengan bulan Rabiul
Awal 1298 H. Ayahnya adalah da‟I asal dari Hadromaut yang menyebarkan Islam
di Nusantara yang bernama Al-Habib Syarif Isma‟il Bin Yahya, sedangkan ibunya
adalah Siti Suniah Binti H. Sidiq asli Arjawinangun, Cirebon.65 Habib Umar
mendapatkan sebutan dari murid-muridnya Sayyidi Syekhunal Mukarrom, Abah
Umar, atau Abah Sepuh.

65
Abdul Hakim, Mencari Ridha Allah, (Cirebon: Pimpinan Pusat Jamaah Syahadatain,
2001), hlm. 156.

28
Sebelum mengawali kelana intelektualnya, Abah Umar mendapatkan
pendidikan agama dan bertani dari ayahnya Al-Habib Syarif Isma‟il Bin Yahya.
Belum cukup dengan pendidikan yang diperoleh dari Ayahnya, Habib Umar pada
tahun 1895 memulai pengembaraan pendidikan ke pesantren Ciwedus Kuningan
dalam usianya 7 tahun. Selang beberapa waktu sekitar dua tahun Abah Umar
pindah ke pesantren Bobos di bawah asuhan KH. Syuja‟i selanjutnya pindah ke
Pesantren Buntet di bawah asuhan KH.Abbas.
Pada tahun 1897 setelah mengenyam pendidikan di Pesantren Buntet,
Abah Umar melanjutkan pendidikannya di Pesantren Majalengka pada tahun 1932
yang dipimpin oleh KH. Anwar dan KH. Abdul Halim. Di Pesantren Majalengka
ini, Abah Umar menimba ilmu selama lima tahun. Tahun keenam, Abah Umar
diangkat sebagai tenaga pengajar di madrasah oleh KH. Abdul Halim. 66
KH. Abdul Halim sebenarnya ialah senior Abah Umar ketika ia mesantren
di Ciwadus. Di Pesantren Majalengka ia seringkali terlibat dalam diskusi dengan
para tokoh Pesantren maupun para tokoh yang berada di persarikatan ulama.
Ada orang yang sangat berjasa yang telah membiayai Abah Umar selama
menimba ilmu di Pesantren, yaitu KH. Syamsuri dari Pesantren Wanantara
Cirebon. KH. Syamsuri 67 yang biasa disebut juga dengan Mbah Syamsuri lahir
pada tahun 1864 dan wafat 1927 rutin mengirim beberapa karung beras dengan
pedatinya ke pesantren di mana Abah Umar mengenyam pendidikan untuk biaya
selama di Pesantren.
Setelah mengenyam pendidikan di berbagai Pesantren, Abah Umar
kembali ke kampung halamannya. Ketika pulang, ia merasa miris melihat keadaan
masyarakat yang terbiasa melakukan perbuatan maksiat, serta tidak terlepasnya
masyarakat akan kepercayaan terhadap hal yang mistik seperti penyembahan
terhadap leluhur dan nenek moyang. Menyaksikan hal ini, Abah Umar merasa
terpanggil untuk berdakwah dan menghidupkan kembali Islam di kampungnya.

66
Ibid., hlm. 157.
67
Wawancara bersama Bapak Syamsuddin ketua Yayasan Maharesi Siddiq Wanantara
dikediamannya di Desa Kubang Kecamatan Talun Kabupaten Cirebon, pada tanggal 21 bulan
Desember Tahun 2018.

29
Ia menghimpun sebuah pengajian di Panguragan pada tahun 1937 yang
dikenal dengan sebutan “Pengajian Abah Umar” atau dalam wacana para
santrinya lebih dikenal dengan sebutan “Buka Syahadat atau Ngaji Syahadat”
sebab ia menyampaikan Hakekat Syahadat dari Syarif Hidayatullah. Sehingga
banyak orang yang datang untuk mencari selamat dunia akherat dengan Itba’
(ikut) dan bai’at (Perjanjian) kepada Abah Umar.
Pada tahun 1947 Abah Umar membentuk pengajiannya menjadi sebuah
nama Organisasi Asy-Syahadatain dengan mendapatkan izin dari presiden
Soekarno, karena di saat itu setiap perkumpulan dengan banyak orang tanpa
adanya organisasi yang jelas maka dapat dikategorikan sebagai usaha
pemberontakan dan mengganggu ketahanan nasional.68
Pada tahun 1950 pertama kalinya Abah Umar menyelenggarakan
tawasulan (berdo‟a kepada Allah SWT melalui perantara). Pada tahun 1953
pertama kalinya Abah Umar mengadakan peringatan Maulid Nabi Muhammad
SAW di Panguragan (muludan), dengan dihadiri oleh Jama‟ah Asy-Syahadatain
dari berbagai daerah bahkan dari mancanegara.
Pada tahun 1973 Masjid Abah Umar kedatangan khodim (pembantu) baru
yang bernama Mar‟I, ia yang menjadi pelayan di dalam lotengnya Abah. Pada
suatu hari ia mengambil pentungan kentongan masjid dan memukulkannya kepada
kepala Abah Umar dikarenakan tidak suka pada ajaran Abah Umar. Abah Umar
pun pingsan dan dibawa kerumah sakit Bandung untuk dirawat. Akhirnya tidak
berselang lama Abah Umar wafat pada tanggal 13 Rajab 1393 H atau 20 Agustus
1973 M.69

B. Ajaran Tarekat Asy-Syahadatain


Ajaran yang terdapat dalam Tarekat Asy-syahadatain atau disebut juga
dengan tuntunan Syekhunal Mukarrom Abah Umar bin Ismail bin Yahya
merupakan implementasi dari ajaran tasawuf yang memiliki arah dan tujuan
Ma’rifat billah dan menuju pada hakikat Kamil yang diawali dengan proses
68
Abdul Hakim, Op., Cit., hlm. 158.
69
Ibid., hlm. 159.

30
pembelajaran syahadat secara istiqomah, baik secara lisan maupun secara
keyakinan dan pelaksanaan sebagai proses awal pembersihan hati dalam
mencampai Ma’rifat billah.70
Ajaran tasawuf yang dalam istilah Tarekat atau Jamaah Asy-Syahadatain
dikenal dengan ilmu Syahadat terbagi menjadi 4 (empat) tingkatan yaitu syari‟at,
tarekat, hakekat, dan ma‟rifat. Ajaran ini telah dirangkum oleh Abah Umar dalam
bentuk syair atau nadzom yang ia ciptakan dengan menggunakan bahasa Jawa
Cirebon. Adapun syairnya yaitu sebagai berikut:

Syahadat iku buntel barang ingkang papat


Ya bokatan nyuburaken dunya akhirat
Syari’at thariqat haqiqat ma’rifat
Sempurnane gelem buka ning syahadat

Artinya:

“Ajaran syahadat (Jama‟ah Asy-Syahadatain) adalah wadah untuk melakukan 4 hal yang
bertujuan untuk menyuburkan kehidupan dunia dan akhirat. 4 hal itu adalah syari‟at,
71
tarekat, hakikat, dan ma‟rifat sebagai kesempurnaan mengikuti ajaran syahadat.”

Tarekat yang diajarkan oleh Abah Umar adalah jalan ubudiyyah72 atau tata
cara dalam beribadah kepada Allah SWT dan jalan tersebut tidak bertentangan
dengan syari‟at Islam. Tujuan ajaran tarekat adalah mendekatkan diri kepada
Allah untuk memperoleh ridho-nya dan keselamatan dunia akhirat.
Ajaran tarekat yang diajarkan oleh Abah Umar diterapkan dalam dua
suluk, yaitu perkoro songo (perkara sembilan) dan perkoro nenem (perkara
enam).73

1. Perkoro Songo (Perkara Sembilan)


Perkoro Songo (Perkara Sembilan) adalah sembilan sifat kewalian
menurut para ahli tasawuf. Dalam tuntunan Abah Umar terdapat do‟a yang
berbunyi:

70
Abdul Hakim, Op., Cit., hlm. 73.
71
Tim penyusun, Nadhom Hadroti Sayyidi Syekhunal Mukarrom Al-Habib Umar bin
Yahya, (Jakarta: Yayasan Jama‟ah Asy-Syahadatain Se Jabotabek, 2000), hlm. 170.
72
Ubudiyyah ialah hal yang berkenaan dengan ibadah.
73
Abdul Hakim, Op., Cit., hlm. 78.

31
“Ya Allah Ya Rasulullah pasrah awak kula lan sa ahli-ahli kula sedaya,
kula niat belajar ngelampahi perkawis ingkang sanga senunggal niat
belajar taubat, kaping kalih niat belajar konaah, kaping tiga niat belajar
zuhud, kaping sekawan niat belajar tawakal, kaping lima niat belajar
muhafadzoh alas sunnah, kaping nenem niat belajar ta’allamul ilmi,
kaping pitu niat belajar ikhlas, kaping wolu niat belajar uzlah, kaping
sanga niat belajar hifdzul awkot, ngilari kanggo sangu urip seneng
ibadah”.
Artinya:
“Ya Allah Ya Rosulullah saya pasrah dan keluarga saya semua, saya niat
belajar melakukan perkara sembilan satu belajar taubat, yang kedua belajar
Qona‟ah, yang ketiga niat belajar zuhud, yang keempat niat belajr tawakal,
yang kelima niat belajar muhafadzoh alas sunnah, yang keenam niat
belajar mencari ilmu, yang ketuju niat belajar ikhlas, yang kedelapan niat
belajar uzlah, yang kesembilan niat belajar hifdul awkot, buat bekal hidup
seneng ibadah”.

Dengan do‟a tersebut memiliki dua arti, yaitu perintah belajar untuk
melaksanakan sembilan macam sifat kewalian, dan yang kedua memohon pada
Allah untuk memberikan taufik dan hidayah-nya sehingga dapat menjalankannya.

Perkoro Songo (Perkara Sembila) tersebut terdiri dari:


a. Taubat
Taubat adalah tempat awal pendakian bagi para salik dan maqom pertama
bagi sufi pemula. Hakikat taubat menurut bahasa adalah kembali, artinya
kembali dari sesuatu yang dicela menurut syara‟ menuju sesuatu yang
terpuji menurut syara‟. Menurut Ahli Sunnah mengatakan bahwa syarat
diterimanya taubat ada tiga, yaitu: menyesali perbuatan yang salah,
menghentikan perbuatan dosanya, dan berketetapan hati untuk tidak
mengulanginya.
b. Qona‟ah
Qona‟ah artinya ridho dengan sedikitnya pemberian dari Allah. Karena itu
ada sebagai ahli tasawuf mengatakan bahwa seorang hamba sama seperti
orang merdeka apabila ia ridho atas segala pemberian, tetapi seorang
merdeka sama seperti hamba apabila bersifat tamak (rakus/serba
kekurangan).

32
c. Zuhud
Zuhud adalah tidak cinta pada dunia, sebagaian ulama berpendapat bahwa
zuhud adalah meminimalkan kenikmatan dunia dan memperbanyak
beribadah kepada Allah.
d. Tawakkal
Tawakkal artinya adalah berserah diri kepada Allah setelah berusaha
sekuat tenaga dan fikiran dalam mencampai suatu tujuan.
e. Muhafadzoh alas sunnah (menjaga perkara sunnah)
Muhafadzoh alas sunnah adalah menjaga perkara sunnah dengan
mengamalkan sunnah-sunnah nabi dalam kehidupan dan ibadahnya.
f. Ta’allamul ilmi (mencari ilmu)
Ta‟allamul ilmi adalah mencari ilmu, maksud ilmu yang diutamakan
adalah ilmu untuk tujuan memperbaiki ibadah, membenarkan aqidah, dan
meluruskan hati.
g. Ikhlas
Ikhlas adalah niat semat-mata karena Allah dan mengharapkan ridho-nya
untuk mencapai kebahagiaan di dunia dan akhirat.
h. Uzlah (menyendiri)
Uzlah adalah menyendiri atau mengasingkan diri dari keramaian hiruk
pikuk keduniaan. Maksudnya adalah mengutamakan beribadah kepada
Allah dari pada menyibukkan diri dengan keduniaan. Sebagian ulama
berpendapat bahwa uzlah yang terbaik adalah di tempat ramai, seperti
berzikir di sela-sela keramaian orang.
i. Hifdzul awqot (memelihara waktu)
Hifdzul awqot adalah memelihara waktu, maksudnya adalah
mempergunakan waktu seluruhnya untuk melaksanakan keta‟atan kepada
syari‟at agama Allah dan meninggalkan apa yang tidak berguna.

Dalam tuntunan Abah Umar, kesembilan sifat kewalian tersebut


diterapkan dalam pengamalan-pengamalan ibadah, sehingga secara otomatis

33
kesembilan macam perkara tersebut dapat terlaksana bagi para santri atau murid
Abah Umar yang patuh menjalankan perintah gurunya.

2. Perkoro Nenem (Perkara Enam)


Perkoro nenem (Perkara Enam) adalah enam macam bentuk ibadah yang
utama. Pengamalan perkara nenem ini ditujukan agar mendapatkan ridho Allah
serta akan mendapatkan kebahagiaan. Perkara nenem yang dimaksud adalah:
a. Sholat Dhuha
Sholat Dhuha adalah sholat sunnah yang dikerjakan setelah terbit matahari
sampai waktu dhuha. Jumlah rokaatnya maksimal 12 rokaat.
b. Sholat Tahajjud
Sholat Tahajjud adalah solat sunnah yang dikerjakan pada waku tengah
malam sampai waktu shubuh. Jumlah rokaatnya tidak terbatas. Mengenai
keutamaannya sangat banyak sekali.
c. Sidik
Sidik di sini adalah benar dalam perkataan, keyakinan dan perbuatan.
Artinya tuntunan Abah Umar membimbing manusia untuk berkata,
bertekad, dan berbuat benar.
d. Membaca Al-qur‟an
Membaca Al-qur‟an merupakan kegemaran para shohabat, karena
memiliki banyak manfaat dan keutamaan. Oleh sebab itu, dalam tuntunan
Abah Umar dianjurkan membaca Al-qur‟an setiap hari, minimal membaca
ayat sebelum dan sesudah fajar.
e. Netepi hak buang batal (menjalankan yang hak dan meninggalkan yang
bathal)
Yaitu menjalankan yang hak dan meninggalkan yang bathal. Artinya
menjalankan perintah-perintah Allah dan Rasulnya baik berupa fardhu
maupun sunnah, dan meninggalkan segala sesuatu yang dilarang oleh
Allah dan Rasulnya.

34
f. Eling pengeran (ingat Allah)
Eling pengeran (ingat Allah) adalah hidupnya hati dengan selalu
dzikir/ingat Allah atau belajar untuk selalu berdzikir.

Dengan pelaksanaan enam macam pengamalan ini, seseorang hamba akan


benar-benar mendapatkan kenikmatan hidup di dunia maupun di akhirat. Terdapat
lima tahapan untuk menjadi murid Abah Umar atau jamaah Asy-Syahadatain,
yakni sebagai berikut74:
1. Stempel/bai’at
Bai’at (perjanjian) secara bahasa adalah perjanjian, sedangkan secara
hakikat adalah berupa perjanjian setia untuk tetap berjanji bahwa tiada tuhan
selain Allah dan Muhammad utusan Allah, menjalankan semua perintah dan
meninggalkan semua larangannya.
Bai‟at menurut wawancara dengan Syamsuddin bisa dikatakan siap
untuk taat. Ada pun isinya bai‟at itu terbagi 2 yaitu 75:
a. Dengan cara tangan kanan memegang kening tangan kiri memegang posisi
hati dengan maksud dan tujuan serta harapan dan do‟a pikiran kita dan hati
kita sesuai dengan apa yang kita baca.
b. Kewajiban bagi orang yang telah di bai’at (perjanjian) itu seolah-olah ada
perjanjian. Perjanjiannya pun tidak keluar dari rukun iman dan Islam
setelah bersyahadat tidak akan pernah meninggalkan sholat lima waktu
dan diperluas lagi dengan rowatib, qobliyah bakdiyah, dhuha, tahajjud dan
yang lain-lain. Orang yang telah dibai‟at akan berusaha tiap hari
mengeluarkan uang sekalipun dengan rupiah terendah karena di dalam
tuntunan berbai‟at itu setelah melaksanakan sholat dia akan aktif berzakat
dan bershodakoh.

74
Abdul Hakim, Op., Cit., hlm. 74-78.
75
Wawancara bersama Bapak Syamsuddin ketua Yayasan Maharesi Siddiq Wanantara di
kediamannya di Desa Kubang Kecamatan Talun Kabupaten Cirebon, pada tanggal 19 bulan Maret
Tahun 2019.

35
2. Latihan
Latihan di sini merupakan proses kedua dalam upaya istiqomah
menjalankan sunnah Rasullah Saw berupa latihan melaksanakan sholat Dhuha
dan Tahajjud selama 40 hari serta dibarengi dengan membaca Puji Dina
(wiridan yang dibaca pada setiap hari). Hal ini bertujuan sebagai pelatihan dan
pembiasaan Sholat Dhuha, Sholat Tahajjud, dan disiplin waktu untuk
berdzikir serta bukti patuh terhadap guru.
Syair Abah Umar menyebutkan:
Tetepana dhuha tahajud sholat hajat
Pengen sugih selamet dunya akherat
Artinya:
Jadikan shalat dhuha, tahajjud dan hajat sebagai shalat yang selalu kita lakukan,
apabila kita ingin kaya dunia dan akhirat.

3. Shalawat Tunjina (menyelamatkan)


Tahap ketiga ialah membaca shalawat tunjina. Tahapan ini juga
dilakukan selama 40 hari dan hari terakhir jatuh pada hari dan pasaran
kelahiran orang yang melakukannya. Jumlah bilangannya biasanya tergantung
guru yang memberikan, seperti berikut:
ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ‫ٍد‬ ِ
ْ ْ ‫َا لّٰل ُه َّم َا ِّل َاعلى َاسيِّلدنَاا ُهَا َّم د َا َاٌة تُهْنجْي نَاا ِبَاا ْ َا ْي ِ ْاَا ْ َا ا َا ْا َااا َا تَا‬
ِ ‫اا تَارَاعنَا ِاِبا ِعْن َاد َا َاعلَاى َّمد ا‬
‫اا‬ ِ ِ ِ ِ ِ ‫َانَا ِاِبا َاِ ي ْا‬
‫َا َا‬ ْ ‫اااا َا تُهطَا ِّل ُهرنَااِبَاا ْ َا ْي ِ َاليِّلَا َا ْ ُه َا‬ ‫َا َا َا َا‬
ِ ْ ‫ا ِ ْايا ِ ع َاد‬
‫اا‬ ِ ‫اا ِ َاِ ي ِ ْاي ر‬ ِ ‫تُهب لِّلغُهنَا ِاِبا َاقْصى ْغَااا‬
‫َاَا َا َا ْ َا َا‬ ‫ْ ْ َاْ َا‬ ‫َا‬ ‫َا َا َا َا‬
4. Modal
Modal adalah istilah bagi ritual yang bertujuan membuat modal untuk
kehidupan di akhirat kelak dengan banyak berdzikir. Dzikir yang dibacanya
dikhususkan dengan peraturan yang ditentukan oleh Abah Umar, namun
jumlahnya disesuaikan dengan permintaan dari para pemggikutnya, dan
waktunya sampai dia selesai membacanya sesuai dengan jumlah yang
dimintanya. Tujuan dari modal ini memohon kepada Allah dengan asma-

36
asmanya mendapatkan berlimpah keberkahan dan kebahagiaan di dunia dan di
akhirat.
Modal ini dimulai pada hari senin sesudah ashar, dengan bacaannya
sebagai berikut:
a. Dari waktu ashar sampai magrib membaca
ِ
ْ ‫ااَا َا َا ْ ااَا َا َا ْ ااَاَا ْ َا ْ ااَاَا ْي‬ ِ ‫ااَا َا ِ ااَاُهبِ ْ ااَا َا ِ ااَاُه ْغ‬
“Ya Kafi Ya Mubin Ya Kafi Ya Mughni Ya Fattah Ya Rozzaq Ya Rohman Ya
Rohim”
Artinya:
“Maha mencukupi, Maha menjelaskan, Maha mencukupi, Maha kaya, Maha
membuka, Maha memberi rizeki, Maha pengasih, Maha penyayang”
b. Dari waktu magrib sampai subuh membaca

ِ ‫ااَا َا ِ ااَاُهبِ ْ ااَا َا ِ ااَاُه ْغ‬


“Ya Kafi Ya Mubin Ya Kafi Ya Mughni”
Artinya:
“Maha mencukupi, Maha menjelaskan, Maha mencukupi, Maha kaya”
c. Dari waktu subuh sampai ashar membaca

‫ااَا َا َا ْ ااَا َا َا ْ ااَاَا ْ َا ْ ااَاَا ِ ْي‬


“Ya Fattah Ya Rozzaq Ya Rohman Ya Rohim”
Artinya:
“Maha membuka, Maha memberi rizeki, Maha pengasih, Maha penyayang”

5. Karcis
Karcis adalah istilah untuk proses ritual yang kelima, yaitu membaca
beberapa wirid khusus yang dibarengi dengan Shalat Dhuha, Shalat Tahajjud,
dan Puji Dina selama 40 hari. Sedangkan tujuannya adalah mendapatkan
pengakuan (karcis/tanda bukti) sebagai murid Abah Umar.

37
Bacaan karcis ini ialah: Syahadat sholawat 3 kali, Sholawat tunjina 3
kali, Ya Nur Ya Mubin….dan seterusnya satu kali, Ya Kafi Ya Mubin Ya Kafi
Ya Mughni 100 kali, Ya Ghonni 100 kali, Ya Hu 11 kali, Huwallohu ahad
Allohussomad lam yalid walam yulad walam yakul lahu kufuwan ahad 1 kali,
Ya Fattah Ya Rozzaq 100 kali, Ya Rohman Ya Rohim 100 kali, Ya Robbana Ya
Ghoffar 44 kali, Ya Ghoffar 100 kali, Ya Robbana Ya Ghoffar 44 kali, Ya
Ghoffar Aliman Ghoffar Ya Hayyu…….sampai Minadz dzolimin. Kemudian
berdo‟a, Ya Allah……, dan dilanjutkan dengan membaca Inna Fatahna…..dan
seterusnya 100 kali.

C. Kekhasan Tarekat Asy-Syahadatain


Tarekat Asy-Syahadatain memiliki tuntunan khusus atau yang khas yang
hanya ada pada tarekat ini dan jarang ditemukan di tarekat yang lainnya.
Diantaranya metode dalam berdzikir, berpakaian, tempat ibadah, dan adanya syair
yang diciptakan oleh Abah Umar dalam bahasa Jawa Cirebon, yang disebut
dengan nadzom (syair).

1. Metode dalam berdzikir


Metode berdzikir yang diajarkan oleh Abah Umar dalam
Tarekat Asy-Syahadatain ialah:
a. Tawasulan (perantara)
Tawasulan memiliki arti yaitu perantara. Secara termiologi
tawasulan ialah usaha mendekatkan diri kepda Allah Swt dengan
mengunakan perantara para ambia (nabi), para auliya (wali) dan
para auliya lokal (wali-wali daerah).76 Tawasulan dalam arti bahasa
adalah perantara, segala sesuatu yang menggunakan perantara
adalah tawasul. Kalau diperumpamakan kalau lapar makan, contoh
nasi sebagai perantara dalam mengenyangkan perut. Sedangkan
dalam arti adalah berdo‟a/memohon kepada Allah dengan
perantara kemuliyaan para shalihin.77 Jama‟ah Asy-Syahadatain
menggunakan dasar hukum dalam melakukan tawasulan yakni

76
Wawancara bersama Bapak Umar Faruq dikediamannya di Desa Wanasaba Kecamatan
Talun Kabupaten Cirebon, pada tanggal 19 bulan Maret Tahun 2019.
77
Abdul Hakim, Op., Cit., hlm. 85.

38
tercantum dalam surat al-Maidah ayat 35, Allah SWT.
Memerintahkan untuk bertawasul dalam Al-qur‟an dijelaskan
bahwa:

‫اَاا َاا َا ا َّم ِ ا َا َا نُه تَّم ُه لَّم َا َا َْا غُه َِاْي ِ ْ َا ِسيلَا َا َا َااا ِ ُهد ِ َاسبِيلِ ِ َا َاعلَّم ُه ْ تُه ْ لِ ُه َاو‬

Artinya:
“wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada
Allah dan carilah wasilah (jalan) untuk mendekatkan diri
kepadanya, dan berjihadlah (berjuanglah) di jalannya, agar kamu
beruntung”78

Konsep tawasulan yang diajarkan oleh Abah Umar ialah


agar kita senantiasa mendekatkan diri kepada Allah SWT dengan
perantara. Perantara yang dimaksud adalah para Rasul, Nabi,
Malaikat, auliya (para wali) dan orang-orang shalih.
Orang-orang yang dijadikan perantara di antaranya adalah
para Rasul dan Nabi yang berjumlah 25, para malaikat yang
berjumlah 10, Rasululloh dan ahl al-bait yaitu: Siti Khodijah, Siti
Fatimah, Sayyidina „Ali, Hasan, Husen, para Aulia orang shalih
seperti Syekhunal Mukarrom, Siti Quroysyin, Nyi Loday, Fatimah
Ganda Sari, Syarif Hidayatulloh, Syekh Datul Kahfi, Kuwu
Sangkan, Endang Geulis, Nyi Rara Santang, Syekh „Abdur
Rohman, Syekh Magelung, Hasanuddin, Sayyid Khusen, Sayyid
„Utsman, Raden Fatah, Syekh Lumajang, Syekh Bentong,
Syekhunal Hadi, Syekhunal alim, Syekhunal Khobir, Syekhunal
Mubin, Syekhunal Wali, Syekhunal Hamid, Syekhunal Qowim,
dan Syekhunal Hafidz.79
Praktek tawasulan yang dilakukan oleh Jama‟ah Asy-
Syahadatain adalah dengan membaca ayat-ayat Al-Qur‟an tertentu,

78
Tim Redaksi, Al Mumayyaz Al-Qur’an Tajwid Warna Transliterasi Per Kata
Terjemahan Per kata, (Penerbit: Cipta Bagus Segara, Bekasi. 2014), hlm. 113.
79
Abdul Hakim, Op., Cit., hlm. 61-66.

39
dzikir-dzikir tertentu dan do‟a-do‟a yang telah diajarkan oleh Abah
Umar. Pelaksanaan tawasulan biasanya dilaksanakan secara
berjama‟ah dengan keadaan melingkar dan dibentangkan di tengah-
tengah kain putih. Sedangkan waktu pelaksanaan tawasulan
berbeda-beda sesuai dengan tuntunan. Ada yang dilaksanakan
setiap pagi, ba‟da magrib, dilaksanakan seminggu sekali dan ada
yang dilaksanakan 35 hari sekali.
b. Marhabanan (ucapan selamat datang)
Marhaban menurut bahasa adalah ucapan selamat datang,
sedangkan menurut istilah adalah pengucapan selamat datang
kepada kedatangan Nabi Muhammad SAW dalam tugasnya di
muka bumi.
Dalam konteks Tarekat Asy-Syahadatain ialah hormat
kepada Nabi Muhammad SAW dengan pembacaan Al-Barzanji
dan beberapa pujian kepada Nabi dan Ahlul bait (keluarga nabi)
sebagai implementasi cinta kepadanya. Salah satu cara agar cinta
kepada Rasulullah SAW adalah dengan mengenalnya membaca
sejarah kehidupan dan kemuliaannya, dan dengan membaca pujian-
pujian kepadanya, serta mengikuti sunnah-sunnahnya.
Tawasulan dan Marhaban merupakan dua peninggalan atau
warisan dari Abah Umar untuk muridnya, sebagai salah satu cara
memohon syafaat kepada Rasululloh SAW, sehingga salah satu
syarat menjadi muridnya adalah istiqomah dalam menjalankan
Marhaban dan Tawasul tersebut.
c. Do‟a
Do‟a dalam tarekat Asy-Syahadatain terbagi menjadi 2
metode: pertama, menggunakan metode jahr (membaca dengan
suara yang keras). Hal ini dilakukan karena dengan jahr dapat
mengalahkan hati yang lalai, ngantuk dan semacamnya. Mengenai
berdo‟a dan berdzikir dengan suara keras ini diriwayatkan bahwa
Sayyidina Umar bin Khattab berdzikir dengan suara keras.

40
Sedangkan kedua, Sayyidina Abu Bakar Asy Syiddiq berdzikir
dengan suara pelan (sirr). Kedua cara berdo‟a tersebut memiliki
keutamaan masing-masing, sehingga Abah Umar menuntun para
santrinya untuk menjalankan kedua cara berdzikir tersebut, yaitu
dengan membagi dzikir kedalam dua kategori keras (jahr) seperti
tawasulan, marhabanan, wirid, shalat dan sebagainya serta dengan
kategori pelan (sirr) seperti puji dina, modal dan sebagainya.
Kemudian berdo‟a dengan bergoyang-goyang seperti pohon tertiup
angin pun terdapat hukumnya yaitu seperti yang diriwayatkan oleh
Imam Abu Nu‟aim yang artinya sebagai berikut:
“Dan meriwayatkan imam Hafidz Abu Na‟im Ahmad Ibnu Adillah Al-
Asfiani dengan sanadnya dari Ali bin Abi Tholib ra. Bahwa ia pada
suatu hari menerangkan keadaan para sahabat, ia berkata: ketika mereka
berdzikir pada Allah, mereka bergerak-gerak seperti gerakannya pohon
yang dihembuskan oleh angin kencang (besar) dan air mata mereka
mengalir membasahi pakaian mereka.”80

Dalam tuntunan Abah Umar terdapat wirid-wirid yang


dibaca dengan posisi berdiri. Hal ini dimaksudkan sebagai
penghormatan kepada nabi Muhammad SAW dan tidak ditemukan
sebuah dalil tentang larangan berdzikir sambil berdiri. Dengan
demikian praktek dzikir seperti ini dapat dilaksanakan.
Terdapat pula di dalam ajaran Abah Umar tentang posisi
tangan ketika berdo‟a yaitu diangkat sampai terlihat putih-putih
ketiaknya dan terkadang menggunakan telapak tangannya,
terkadang pula menggunakan punggung telapak tangannya. Hal ini
memiliki arti bahwa dengan posisi terlapak tangan membuka
adalah berdo‟a untuk keberhasilan sesuatu yang diharapkan dan
posisi telapak tangan telungkup, yaitu berdo‟a untuk
menghilangkan cobaan yang terjadi.
Amalan dan wirid yang diberikan Abah Umar yang
diberikan kepada muridnya, hampir memiliki perbedaan di setiap
daerah, dan ini adalah murni dari pemberian Abah Umar. Hal ini

80
Abdul Hakim, Op., Cit., hlm. 93.

41
terjadi karena hanya ia yang mengerti tentang maksud dan
tujuannya.81 Namun, hal ini tidak mengubah ciri khas dari wiridan
Abah Umar.

2. Sorban dan Jubah Putih


Dalam kaitannya terhadap tatacara berpakaian dalam sholat dan
beribadah, Abah Umar menuntun santrinya untuk selalu berpakaian
yang serba putih. Bahkan pakaian yang digunakannya adalah
bernuansa Arab yaitu jubah, sorban, dan lain-lain. Menurut khalayak
umum itu adalah budaya Arab. Namun pada hakekatnya pakaian
seperti itulah yang digunakan Rasulullah SAW, dan segala sesuatu
yang dilakukan Rasul adalah Sunnah.82
Mengenai keutamaan pakaian putih tersebut banyak
dikemukakan oleh para ulama di dalam kitab-kitabnya, karena itu
merupakan bagian dari ajaran Islam. Seperti yang dikemukakan di
dalam kitab At-Taqrib yang ditulis oleh Abu Syuja‟ yang memiliki
arti:
“Sunnah hai’at (perbuatan) sebelum melaksanakan shalat
jum’at ada empat perkara, yaitu; Mandi, membersikan badan,
memakai pakaian yang putih, memotong kuku dan memakai
wewangian.”83

Keutamaan pakaian putih juga karena putih merupakan


lambang kesucian dan kebersihan, sehingga apabila pakaian shalat
yang dikenakan terkena kotoran atau najis maka akan mudah terlihat.
Jubah, sorban, dan lain-lain merupakan pakaian yang telah dianjurkan
oleh Rasulallah SAW seperti yang dijelaskan oleh para ulama dalam
beberapa kitab Bughyatul Mustarsyidin yang memiliki arti sebagai
berikut:

81
Abdul Hakim, Op., Cit., hlm. 125.
82
Ibid., hlm. 54.
83
Ibid., hlm. 57.

42
“Disunnahkan memakai Gamis, Sarung, Sorban dan Thoilasan
(pakaian untuk menutup kepala sewaktu memakai sorban) di waktu
sholat atau di luar sholat, kecuali di waktu tidur dan semacamnya,
(akan tetapi) thoilasan itu khusus bagi orang-orang yang mulia dari
antara para ulama dan pemimpin”.84

Dan telah berkata dalam Kitab Ad-Di‟aamah terdapat


keterangan bahwa Imam Ad-Dailamy telah menerangkan dalam Kitab
Musnadil Firdaus dari Jabir Hadits Marfu‟ memiliki arti yang
berbunyi:
“Shalat satu raka’at dengan memakai sorban itu lebih baik
dari pada 70 roka’at dengan tidak memakai sorban”. 85

Mengenai pakai putih, sorban, jubah dan lainnya yang dipakai


oleh jamaah Asy-Syahadatain ini banyak yang mengatakan sebagai
adab dengan alasan karena pakaian tersebut adalah pakaian para
ulama. Namun, ternyata tidak ditemukan adanya larangan untuk
memakai pakaian seperti itu, bahkan yang ada ialah perintah untuk
memakainya karena pakaian yang demikian adalah Sunnah Rasul.
Apabila memakainya dengan niat dan tujuan mengikuti Rasul, maka ia
akan mendapatkan keutamaan dari Allah. Tetapi apabila memakainya
dengan tujuan kesombongan dan riya itu akan merusak dirinya sendiri.

3. Tempat Ibadah (Masjid)


Tarekat Asy-Syahadatain berpusat di Panguragan, Cirebon di
mana tarekat itu didirikan oleh Abah Umar bin Ismail bin Yahya. Di
pangurangan pula terdapat pusara Abah Umar serta masjid pusat
jamaah Asy-Syahadatain. Biasanya masjid pusat sangat ramai
didatangi oleh jamaah setiap Jum‟at Kliwon, peringatan Isra Mi‟raj,
Rajab, dan Maulid Nabi Muhammmad SAW. Di setiap peringatan
hari-hari tersebut dapat kita saksikan penuh sesaknya jamaah Asy-

84
Nurkhotim Hazim, Adillah Asy-Syahadatain, (Cirebon: Pustaka Syahadatain Sejati,
2018), hlm. 16.
85
Ibid., hlm. 17.

43
Syahadatain yang datang dari berbagai daerah untuk ziarah ke Abah
Umar dan melaksanakan tawasul akbar dengan pakaian serba putih.
Masjid yang ditujukan untuk jamaah Asy-Syahadatain tidak
hanya terletak di Panguragan yang dikenal sebagai pusat ajarannya,
namun di setiap daerah yang terdapat persebaran jamaah Asy-
Syahadatain biasanya terdapat mushala atau masjid Asy-Syahadatain.
Salah satunya masjid yang berada di Wanantara yang selalu
mengamalkan ajaran-ajaran dari Abah Umar.

4. Nadhom (Syair)
Menurut Tim Yayasan Jamaah Asy-Syahadatain Jabotabek
(JAJ) dengan adanya kumpulan nadhom/syair ini mudah-mudahan
dapat menjadikan sebagai anutan bagi para murid Abah Umar, sebab
nadhom/syair yang dialunkan bagi para murid/jama‟ah selama ini
hanya bersandar pada ulama, kiai dan para sesepuh sehingga apa yang
kita ucapkan hanya sebatas mengekor, oleh karena itu kami merasa
tergugah untuk dapat menyusun demi pemahaman secara isi.86
Kemungkinan karena tidak semua orang mengetahui bahasa Arab,
maka syair ditulis dalam bahasa Jawa Cirebon. Dalam Syair Abah
Umar disebutkan:
Ayu santri ingkang faham fikirana
Maring nadlom ja bosen apalena
Yen dikaji bisa weruh ning kanggone
Yen wis wuruh due ilmu ana kanggone

Artinya:

“Mari santri fahamkan pikiran kita terhadap nadhom


Jangalah pernah bosan untuk menghafalkan
Apabila dikaji akan diketahui kegunaanya
Dan apabila sudah mengetahui maka mempunyai ilmu itu berguna.”

86
Tim penyusun, Op., Cit., hlm. 209.

44
D. Penyebaran Tarekat Asy-Syahadatain
Abah Umar sebagai pendiri tarekat ini berupaya keras mempertahankan
keberadaan dan melanggengkan ajaran Asy-Syahadatain. Meskipun ia dan para
jamaahnya harus menghadapi tuduhan ajaran sesat dari golongan lain. Perjuangan
yang dilakukan untuk memperoleh pengakuan pelegalan dari pemerintah dengan
tujuan apabila Asy-Syahadatain telah mendapatkan pengakuan dari pemerintah
secara legal, maka seluruh jamaah tarekat ini dalam beraktivitas dan beribadah
dapat merasa tenang tanpa khawatir mendapat tuduhan sebagai aliran sesat.
Nama asy-Syahadatain merupakan penisbatan dari pengamalan pada
tuntunan Abah Umar yang selalu membaca dua kalimat Syahadat (Syahadatain).
Pada awalnya dilakukan secara sembunyi-sembunyi di wilayah Cirebon,
kemudian dengan seiring berjalannya waktu dilakukan tahapan kedua dibuka
terang-terangan dan berpusat di Panguragan Cirebon.
Pada perkembangan tarekat Asy-Syahadatain ini berjalan seiring dengan
perjalanan sejarah bangsa Indonesia di mana terjadi peralihan kekuasaan dari
kekuasaan orde lama kepada kekuasaan orde baru yang ditandai dengan adanya
supersemar. Maka dengan beralihnya pemimpin pemerintah dari orda lama ke
orda baru bagi Asy-Syahadatain mendapat keuntungan yang nyata. Hal ini karena
kegiatan keagamaan yang semula menjadi hambatan pada masa kekuasaan orde
lama, akhirnya semakin hari semakin mendapatkan perhatian di masa orde baru,
termasuk dalam hal kegiatan tarekat Asy-Syahadatain yang mendapatkan
perhatian khusus pada masa pemerintahan orde baru.87
Sebagai suatu tarekat, tarekat Asy-Syahadatain memiliki doktrin. Ajaran
dan doktrin tarekat/jama‟ah Asy-Syahadatain tidak hanya dikenal di wilayaah
Panguragan Cirebon saja, tetapi Asy-Syahadatain dan guru syahadatnya telah
terkenal dan tersebar sampai ke Jawa Tengah, Jawa Timur, Lampung,
Banjarmasin, Ambon, dan Sulawesi Selatan. Malah ada sejumlah orang Aceh dan
orang Malaysia belajar kepada Abah Umar. Sekarang murid-murid Asy-

87
Fakhruddin, Jurnal Yaqzhan: Analisis Filsafat, Agama dan Kemanusiaan, Eksistensi
Syahadat Dan Shalawat Prespektif Tarekat Asy-Syahadatain, Vol 4, No 2 (2018), hlm. 256.

45
Syahadatain telah ada di 14 provinsi di Indonesia.88 Dalam perkembangan tarekat
Asy-Syahadatain mengalami kemajuan jama‟ahnya semakin bertambah, mereka
tidak hanya berasal dari wilyah Cirebon saja, melainkan juga dari Indramayu,
Kuningan, Brebes, Tegal, Jepara, dan Demak. Salah satu wilayah penyebaran
tarekat Asy-Syahadatain Cirebon adalah di Wanantara.
Wanantara89 adalah suatu nama Blok dari Desa Kubang Kecamatan Talun
Kabupaten Cirebon dan salah satu pesantren di wilayah Cirebon yang
mengajarkan tirakat90 kepada para santrinya. Santri-santri yang datang di
Wanantara ini adalah orang-orang yang dulunya pernah Pesantren di tempat lain
disuruh kyainya untuk menutup kegiatan keilmuannya di Wanantara.
Tarekat Asy-Syahadatain muncul sejak awal abad 20 sebelum
kemerdekaan Republik Indonesia. Tarekat ini berkembang pertama kali oleh Abah
Umar. Ia lahir di Cirebon, kemudian ia dibesarkan di lingkungan pesantren sejak
kecil hingga dewasa pada tahun 1937. Seperti yang diulas pada bagian masa
mengajar dan berdakwah, sepulang Abah Umar dari belajarnya di Pesantren pada
tahun 1937 ia menyaksikan kemaksiatan tengah terjadi pada masyarakat di
kampung halamannya. Hal ini yang membuat Abah Umar memiliki niatan untuk
mengembalikan akhlak masyarakat kepada syariat Islam. Pada tahun 1937, Abah
Umar mulai membuka pengajian di rumahnya di Panguragan Wetan, Cirebon.
Tidak hanya membuka pengajian di Paguragan saja tetapi pada tahun yang sama
Abah Umar juga memperluas pengajian majlis taklim ke wilayah lain, salah

88
Ibid., hlm. 255.
89
Hasil wawancara dengan Syamsuddin yang dilaksanakan di kediamannya di Desa
Kubang Kecamatan Talun kabupaten Cirebon, pada tanggal 21 Desember 2018 lihat lampiran
halaman 73.
90
Tirakat atau Tariqat (Jawa: laku budi, sembah cipta) adalah tahap perjalanan menuju
manusia sempurna yang lebi maju. Dalam tahapan ini kesadaran hakikat tingkah laku dan amalan-
amalan badaniah pada tahap pertama diinsyafi lebih dalam dan ditingkatkan. Amalan yang
dilakukan pada tahap ini lebih banyak menyangkut hubungan dengan Tuhan daripada hubungan
manusia dengan manusia dan hubungan manusia dengan lingkungan alam sekitar. Suteja, Tasawuf
Lokal. Cirebon: Pangger Publishing, 2016, hlm. 177.

46
satunya di Wanantara. Menurut asumsi penulis tarekat Asy-Syahadatain masuk
dan berkembang di Wanantara sejak tahun 1937.91
Menurut informasi bahwasanya orang yang pertama kali yang
memperkenalkan majlis taklim Abah Umar yaitu Abah Rosid. Ia adalah tokoh
masyarakat yang bisa dikatakan sebagai sesepuh di Wanantara pada zaman itu dan
orang pertama yang bai‟at syahadat kepada Abah Umar. Pada kepemimpinannya
tarekat Asy-Syahadatain ada dan menjadi berkembang di Wanantara Desa Kubang
Kecamatan Talun Kabupaten Cirebon. Dengan beraliran kepada Tarekat Asy-
Syahadatain, Pesantren Maharesi Siddiq Wanantara hingga sekarang menjadi
satu-satunya pesantren yang beraliran tarekat Asy-Syahadatain. Pada zaman Abah
Rosid, santri yang belajar kepada Abah Rosid itu orang-orang yang tabarukan,
orang-orang yang dulunya pernah pesantren di tempat lain dan di Wanantara
hanya tirakat.92
Awal mula lahirnya tarekat Asy-Syahadatain, adalah dari perkumpulan
Mujahadah oleh Abah Umar. Mujahadah ini diadakan secara sederhana, namun
makin lama semakin banyak anggota jamaahnya, bukan lagi dari kalangan orang
tua melainkan juga kalangan remaja. Hal ini dikarenakan perkumpulan ini sifatnya
mengkaji tentang hakekat ajaran agama Islam. Kemudian setelah kemerdekaan
RI., pada tahun 1947 jamaah ini mendirikan perkumpulan dengan nama Tarekat
Asy-Syahadatain, dengan diketuai oleh Al-Habib Abah Umar bin Isma‟il bin
Yahya atau lebih dikenal dengan Abah Umar. Nah akan tetapi dituntut buat nama
dan akhirnya Asy-Syahadatain dan landasan hukumnya sama Al-qur‟an, Hadits,
Ijma, dan Qias bahkan tidak ada perbedaan sama sekali.
Dinamakan juga dengan Tarekat Syahadat Shalawat karena setiap selesai
shalat fardhu, Abah Umar mengajarkan kepada murid-muridnya untuk membaca
dua kalimat syahadat dan diiringi dengan shalawat, menurut wawancara dengan
Umar Faruq.

91
Wawancara bersama Bapak Umar Faruq dikediamannya di Desa Wanasaba Kecamatan
Talun Kabupaten Cirebon, pada tanggal 13 bulan Maret Tahun 2019.
92
Wawancara bersama Bapak Syamsuddin dikediamannya di Desa Kubang Kecamatan
Talun Kabupaten Cirebon, pada tanggal 21 bulan Desember Tahun 2018.

47
“Sebenarnya Asy-Syahadatain itu bukan tarekat tetapi kebiasaan, tuntunan yang namanya
bersyahadat atau syahadatain. Jadi asy-syahadatain itu awalnya julukan orang yang
melihat karena setiap sehabis sholat membaca dua kalimat syahadat dan zaman dulu
banyak orang mengatakan orang sendirinya mengatakan tarekat syahadat sholawat karena
syahadatnya di sertai sholawat wasallam-wasallam-wasallim”. 93

Tujuan dari pembacaan syahadat shalawat tiga kali ini adalah;


1. Memohon kepada Allah SWT agar selamat di dunia dengan meninggal
dalam keadaan khusnul khotimah.
2. Memohon kepada Allah SWT agar selamat di alam kubur yaitu dapat
menjawab pertanyaan Malaikat Mukar dan Nakir.
3. Memohon kepada Allah SWT agar selamat di Mahsyar, diselamatkan dari
api neraka dan dimasukkan ke surga.

Pada tahun 1950 untuk pertama kalinya Abah Umar menyelenggarakan


“Tawasulan” di Masjid Kebon Melati dan di Masjid Wanantara, atau pada saat itu
lebih dikenal dengan istilah “Ya Hadiyan”. Kegiatan Ritual Tawasulan di
Pesantren Maharesi Siddiq Wanantara dilaksanakan rutin setiap malam seni ba‟da
sholat magrib di Masjid Wanantara. Kegiatan itu diikuti oleh seluruh santri dan
masyarakat sekitar dengan satu niat dan tujuan yaitu untuk mendekatkan diri dan
mencari ridho Allah. Selain malam minggu ritual Tawasulan juga terkadang
dilaksanakaan setiap hari menjelang sholat Shubuh atau sekitar pukul 03 pagi. Hal
ini diyakini bahwa waktu menjelang Shubuh adalah yang mustajab dan
memberikan efek ketenangan yang mendalam. Mayoritas masyarakat Wanantara
dan di lingkungan Pesantren Maharesi Siddiq Wanantara bisa menerima ajaran-
ajaran yang di bawah oleh Abah Umar dan akan dideskripsikan di bab berikutnya.

93
Ibid.

48

Anda mungkin juga menyukai