Anda di halaman 1dari 14

1

I. Pendahuluan
Peneliti pemula banyak yang cenderung untuk memandang sampel dan
populasi sebagai dua hal yang terpisah. Mereka tidak langsung menghubungkan
bahwa setiap hasil yang diperoleh pada sampel sebenarnya merupakan refleksi
dari keadaan di populasi yang diwakili oleh sampel tersebut. Keadaan ini
menyebabkan rentetan kesulitan untuk memahami mengapa dipergunakan teknik
pemilihan sampel yang benar, rumus yang berbeda untuk desain yang berbeda,
mengapa harus dihitung perkiraan jumlah sampel yang diperlukan, mengapa harus
dilakukan uji hipotesis dan apa makna hasil uji hipotesis, apa tujuan menghitung
interval kepercayaan, dan seterusnya. Contoh kurangnya pemahaman tersebut
adalah adanya kecenderungan untuk menulis persentase dengan sangat rinci,
seperti tiga angka di belakang koma (dengan anggapan semakin panjang desimal
semakin teliti).1,2,3
Peneliti umumnya ingin menerapkan hasil penelitian yang dilaksanakan pada
populasi yang lebih luas, agar dapat diterapkan kepada kelompok pasien lain.
Peneliti tidak mungkin melakukan penelitian pada seluruh populasi yang
diinginkan, melainkan dengan cara mengambil sampel, yang di satu sisi mewakili
populasi induknya, dan juga dapat dilaksanakan ditinjau dari ketersediaan waktu,
tenaga, sarana, serta biaya. Sampel dapat mewakili populasi jika disertai dengan
metode penentuan besar sampel yang tepat.1,4,5,6,7,8
Sari kepustakaan ini menjabarkan bagaimana pemilihan dan pengukuran besar
sampel dalam penelitian di bidang kedokteran.

II. Sampel dan Populasi


Istilah populasi dalam bahasa sehari-hari dihubungkan dengan penduduk atau
jumlah penduduk di suatu tempat atau negara. Istilah populasi dalam penelitian
adalah sejumlah besar subjek/sampel yang mempunyai karakteristik tertentu.
Subjek dapat berupa manusia, hewan, data laboratorium, dan lain-lain.
Karakteristik subjek dapat ditentukan sesuai dengan ranah dan tujuan penelitian.
Populasi penelitian dapat dibagi menjadi populasi target (target population) dan
populasi terjangkau (accessible population). Gambaran populasi umum atau
2

populasi target merupakan populasi tempat hasil penelitian diharapkan akan


diterapkan. Beberapa peneliti menyebutnya sebagai ranah (domain). Populasi
target dalam penelitian klinis dibatasi oleh karakteristik klinis dan
demografis.1,3,4,5,6,7

Populasi target

Populasi terjangkau

Sampel terpilih

Sampel yang
benar diteliti

Gambar 2.1. Hubungan antara populasi target, populasi terjangkau, sampel terpilih, dan
sampel yang benar-benar diteliti,1
Populasi terjangkau adalah bagian populasi target yang dapat dijangkau
peneliti. Sampel yang dipilih dari populasi terjangkau terdiri atas subjek yang
akan langsung diteliti. Populasi terjangkau penelitian klinis dibatasi oleh
karakteristik klinis, karakteristik demografis, tempat, dan waktu. Tidak semua
pasien dalam populasi terjangkau perlu dipilih menjadi sampel penelitian. Peneliti
dapat memperkirakan berbagai parameter dalam populasi dengan mengetahui
statistik yang diperoleh dari sampel dengan menjawab pertanyaan- pertanyaan
sebagai berikut:1
1. Apakah sampel yang benar diteliti dapat mewakili sampel terpilih? Bila
semua sampel terpilih dapat menyelesaikan penelitian, maka jawabnya
adalah ya. Bila yang tidak menyelesaikan penelitian hanya sebagian kecil
maka sampel yang diteliti dapat dianggap mewakili sampel terpilih. Pada
penelitian klinis biasanya drop out sebanyak 5-10% dianggap masih tidak
3

mengganggu hasil penelitian. Pada penelitian komunitas angka 15-20%


masih dapat diterima.1
2. Apakah sampel penelitian yang terpilih dapat mewakili populasi
terjangkau? Bila pemilihan sampel dilakukan dengan cara yang benar,
seperti random sampling atau consecutive sampling, maka sampel terpilih
dianggap mewakili populasi terjangkau.1

Tabel 2.1. Contoh populasi target penelitian klinis1


Karakteristik demografis Karakteristik klinis
Remaja Pengguna narkoba
Neonatus Sepsis
Perempuan pasca-menopause Osteoporosis
Dewasa muda Infark miokard
Bayi <9 bulan Morbili
Penduduk pesisir Korban tsunami

Sampel adalah bagian (subset) dari populasi yang dipilih dengan cara tertentu
hingga dianggap dapat mewakili populasinya. Subjek terpilih (eligible subjects)
atau sampel yang dikehendaki (intended sample) adalah mereka yang memenuhi
kriteria penelitian (inklusi dan eksklusi) dan dipilih dengan cara tertentu sehingga
mewakili populasi terjangkau. Sebagian sampel terpilih mungkin tidak dapat
menyelesaikan penelitian dengan berbagai alasan, sehingga akhirnya data
diperoleh hanya dari sampel yang benar-benar diteliti. Subjek yang benar diteliti
adalah subjek yang benar mengikuti penelitian sampai selesai. Kelompok ini
merupakan bagian dari subjek terpilih dikurangi dengan angka drop out¸ loss to
follow up, dan lain-lain. Hasil penelitian merupakan hasil pengukuran pada
kelompok ini. Hasil penelitian pada sampel yang diteliti ini diterapkan ke populasi
terjangkau secara statistika, sedangkan penerapan dari populasi terjangkau ke
populasi target tidak dapat dilakukan secara statistika, namun secara logika dan
pemikiran umum.1,4,7-11
4

Penggunaan sampel pada penelitian mempunyai berbagai keuntungan, antara


lain lebih murah, lebih mudah, lebih cepat, lebih akurat, mewakili populasi, dan
lebih spesifik.1,10,11

Tabel 2.2. Hubungan antara populasi target, populasi terjangkau, sampel yang
dikehendaki, dan subjek yang benar diteliti1
Kelompok subjek Karakteristik Contoh
Populasi target Dibatasi oleh karakteristik klinis Osteoporosis pasca-
dan demografis menopause
Populasi terjangkau Dibatasi oleh tempat dan waktu Perempuan pasca-
menopause di RSHS, tahun
2005 (100 pasien)
Sampel yang Dipilih secara random dari 60 pasien osteoporosis
dikehendaki populasi terjangkau pasca-menopause
Subjek yang benar Subjek yang menyelesaikan 54 pasien osteoporosis
diteliti prosedur penelitian pasca menopause

III. Cara Pemilihan Sampel


Sampel yang representatif dapat diperoleh dengan banyak cara, masing-masing
dengan kelebihan dan kekurangannya. Hal ini patut diperhatikan oleh peneliti,
karena bila pemilihan tidak dilakukan dengan baik (sehingga sampel tidak
mewakili populasi), maka apapun hasilnya tidak akan dapat digeneralisasi ke
populasi. Cara pemilihan sampel dapat digolongkan menjadi dua, yaitu pemilihan
berdasarkan peluang (probability sampling) dan pemilihan tidak berdasarkan
peluang (non-probability sampling). Baku emas untuk cara penarikan sampel
adalah dengan probability sampling. Semua uji statistika dilaksanakan dengan
asumsi bahwa sampel telah dipilih dengan dasar probability sampling, meskipun
penarikan sampel representatif tidak harus dilakukan dengan cara tersebut.5-10
3.1 Probability Sampling
Prinsip pada probability sampling adalah bahwa tiap subjek dalam populasi
terjangkau mempunyai kesempatan yang sama untuk terpilih atau untuk tidak
terpilih sebagai sampel penelitian. Jenis-jenis probability sampling yang banyak
5

digunakan dalam penelitian klinis dan kesehatan masyarakat antara lain simple
random sampling, systematic sampling, dan stratified random sampling.1,7,9,10
3.1.1 Simple random sampling
Jumlah subjek dalam populasi terjangkau yang akan dipilih sampelnya
dihitung terlebih dahulu pada metode pemilihan sampel ini, kemudian tiap subjek
diberi nomor, dan dipilih sebagian dari mereka dengan bantuan tabel angka
acak.1,7,9,10
Pemilihan subjek secara acak sat ini dipermudah dengan tersedianya program
komputer. Komputer yang memiliki program yang menyediakan cara pemilihan
random sampling atau random selection, biasanya meminta input berupa jumlah
subjek penelitian yang tersedia (misalnya 200), berapa yang akan dipilih
(misalnya 40), serta nomor pasien yang terkecil dan terbesar untuk dipilih.
Komputer akan menunjuk 40 nomor pasien yang harus dipilih dengan perintah
khusus. Komputer akan memberikan 40 nomor pasien yang sama sekali berbeda
dengan hasil sebelumnya bila input yang sama diulang, sehingga peneliti tidak
dapat memperkirakan nomor urut berapa yang akan terpilih bila prosedur
pemilihan subjek ini diulang. 1,7,9,10
3.1.2 Systematic sampling
Setiap subjek nomor ke sekian sebagai sampel dari seluruh subjek yang dapat
dipilih dapat ditentukan dengan metode ini. Setiap pasien nomor ke-n dipilih
sebagai sampel jika peneliti ingin mengambil 1/n dari populasi. 1,7,9,10
3.1.3 Stratified random sampling
Keadaan-keadaan tertentu dapat ditemukan dalam penelitian, sehingga tiap
kelompok memberikan nilai yang jelas berbeda yang sering disebut strata. Sampel
dengan variasi yang sangat besar akan ditemukan jika sampling dilakukan
terhadap semua subjek sebagai satu kesatuan, terutama jika jumlah subjek sedikit,
dan simpulan hasil penelitian menjadi bias. Metode ini memilih sampel secara
acak untuk setiap strata, kemudian hasilnya dapat digabungkan menjadi satu
sampel yang terbebas dari variasi untuk setiap strata. Variabel yang sering
digunakan untuk stratifikasi adalah jenis kelamin, umur, ras, kondisi sosial
ekonomi, status gizi, tempat penelitian, dan lain-lain. 1,7,9,10
6

3.1.4 Cluster Sampling


Cluster sampling adalah proses penarikan sampel secara acak pada kelompok
imdividu dalam populasi yang terjadi secara alamiah, misalnya berdasarkan
wilayah (kodya, kecamatan, kelurahan, dan seterusnya). Cara ini sangat efisien
bila populasi tersebar luas sehingga tidak mungkin untuk membuat daftar seluruh
populasi tersebut. Kondisi seperti ini tidak memungkinkan atau sulit untuk
dilakukan simple random sampling. 1,7,9,10
3.2 Non-probability sampling
Non-probability sampling merupakan cara pemilihan sampel yang lebih praktis
dan lebih mudah dilakukan daripada probability sampling, karenanya dalam
penelitian klinis lebih sering digunakan daripada probability sampling. Kesahihan
non-probability sampling terletak pada seberapa benar karakteristik sampel yang
dipilih menyerupai karakteristik sampel bila pemilihan dilakukan dengan cara
probability sampling, karena semua prosedur statistika berdasarkan bahwa sampel
diambil secara probability sampling (khususnya random sampling). Jenis-jenis
non-probability sampling yang sering digunakan antara lain consecutive sampling,
convenient sampling, dan judgmental sampling. 1,7,9,10
3.2.1 Consecutive sampling
Semua subjek yang datang dan memenuhi kriteria pemilihan dimasukkan
dalam penelitian sampai jumlah subjek yang diperlukan terpenuhi pada metode
ini. Consecutive sampling merupakan jenis non-probability sampling yang paling
baik, dan sering merupakan cara termudah. Sebagian besar penelitian klinis
(termasuk uji klinis) menggunakan teknik ini untuk pemilihan subjeknya. 1,7,9,10
Jangka waktu pemilihan pasien harus tidak terlalu pendek, terutama untuk
penyakit yang dipengaruhi musim, agar hasil pemilihan dengan consecutive
sampling dapat menyerupai hasil dengan probability sampling. 1,7,9,10

3.2.2 Convenient sampling


Cara ini merupakan cara termudah untuk menarik sampel, namun merupakan
cara yang paling lemah. Sampel diambil tanpa sistematika tertentu, hingga jarang
dapat dianggap dapat mewakili populasi terjangkau, apalagi populasi target. 1,7,9,10
7

3.3.3 Judgemental sampling atau purposive sampling


Peneliti memilih responden berdasarkan pada pertimbangan subjektifnya,
responden tersebut dapat memberikan informasi yang memadai untuk menjawab
pertanyaan penelitian pada metode ini. 1,7,9,10

IV. Perkiraan Besar Sampel


Salah satu aspek penting dalam pembuatan rancangan penelitian adalah
menentukan besar sampel. Pertanyaan yang harus dijawab adalah “berapa subjek
yang diperlukan dalam suatu penelitian agar diperoleh hasil dengan tingkat
kepercayaan tertentu?” Aspek ini sering menjadi masalah bagi peneliti pemula,
bahkan juga bagi yang berpengalaman. Jumlah subjek sangat menentukan manfaat
penelitian. Penelitian klinis baru bermanfaat bila diperoleh hasil yang penting
secara klinis dan ditunjang dengan statistik yang bermakna. Perbedaan hasil klinis
yang kecil dapat bermakna secara statistika bila jumlah subjek sangat banyak.
Sebaliknya perbedaan klinis yang amat mencolok dapat tidak bermakna secara
statistika bila subjek terlalu sedikit. Subjek yang banyak membuktikan banyak
hal, sedangkan subjek yang sedikit tidak membuktikan apapun. 1,7,9,10,11
Banyak penelitian yang tidak dipublikasi oleh karena hasilnya tidak bermakna
secara statistika. Hal ini menimbulkan apa yang dikenal sebagai bias publikasi,
karena pustaka kedokteran dipenuhi oleh data dari penelitian yang dipublikasi,
yang biasanya bermakna secara statistika. Sebagian studi dengan hasil negatif ini
disebabkan oleh kurangnya subjek. 1,7,9,10,11
Lima data statistik yang saling mempengaruhi setelah terbebas dari berbagai
macam bias adalah perbedaan hasil klinis atau effect size (d), besarnya kesalahan
tipe 1 (a) atau hasil positif semu, power yang diperlukan (1-b), dimana b
merupakan kesalahan tipe II atau hasil negatif semua, karakteristik data (simpang
baku atau proporsi), dan besar sampel. Perubahan suatu faktor akan
mempengaruhi empat faktor lainnya. Perhitungan kelima statistik ini
menghasilkan konstanta, yang diformulasikan sebagai berikut:1,10,11
8

K= nxdxp
Za x Zb x SB
K = Konstanta
n = jumlah subjek
d = perbedaan hasil yang diamati
p = proporsi (untuk data nominal)
Za= deviat baku normal untuk a
Zb= deviat baku untuk b
SB= simpang baku (untuk data numerik)
Perkiraan besar sampel dapat dilakukan dengan berbagai cara, dimana dasar
yang digunakan untuk estimasi bergantung pada tujuan penelitian serta desain
yang dipilih. Saat ini tersedia petunjuk penghitungan besar sampel, dalam bentuk
rumus, normogram, atau tabel. Estimasi berdasarkan rumus yang sering
digunakan untuk penelitian klinis antara lain dengan cara ditetapkan (dipilih nilai
yang dikehendaki oleh peneliti), dari pustaka (nilai diperoleh dari pustaka atau
pengalaman), atau clinical judgement (nilai yang secara klinis penting).1,10,11
4.1 Besar sampel untuk data numerik
4.1.1 Sampel tunggal untuk perkiraan data
Penetapan besar sampel untuk estimasi rerata (mean) suatu populasi (studi
deskriptif atau survei) dengan tingkat ketepatan absolut memerlukan 3 informasi,
yaitu simpang baku nilai rerata dalam populasi (s) yang berasal dari pustaka,
tingkat ketepatan absolut yang diinginkan (d) yang ditetapkan oleh peneliti, dan
tingkat kemaknaan (a) yang ditetapkan oleh peneliti. Nilai rerata tidak diperlukan
dalam estimasi besar sampel perkiraan rerata. Rumus yang digunakan adalah
sebagai berikut: 1,10,11
n = Za x S 2

d
4.1.2 Perkiraan besar sampel untuk beda rerata 2 kelompok
Perkiraan besar sampel paling sering diperlukan pada studi untuk menguji
hipotesis terdapatnya perbedaan dua rerata. Perlu diperhatikan apakah kedua
kelompok bersifat independen atau berpasangan (paired). 1,10,11
9

4.1.2.1 Uji hipotesis terhadap rerata dua populasi independen


Perkiraan besar sampel dari dua kelompok independen dengan uji hipotesis
memerlukan 4 informasi penting, yaitu simpang baku kedua kelompok (s) yang
berasal dari pustaka, perbedaan klinis yang diinginkan (x1-x2) yang berasal dari
clinical judgement, kesalahan tipe I (a) yang ditetapkan oleh peneliti, dan
kesalahan tipe II (b) yang ditetapkan oleh peneliti. Rumus yang digunakan
adalah:1,10,11
n1=n2= 2 (Za+Zb)s 2

(x1-x2)
4.1.2.2 Uji hipotesis terhadap rerata dua populasi berpasangan
Informasi yang diperlukan berbeda untuk dua kelompok independen, yaitu
simpang baku kedua kelompok (S) yang berasal dari pustaka, selisih rerata kedua
kelompok yang penting secara klinis (d) dari clinical judgement, kesalahan tipe I
(a) yang ditetapkan oleh peneliti, dan kesalahan tipe II (b) yang ditetapkan oleh
peneliti. Rumus yang digunakan adalah: 1,10,11
n = (Za+Zb)S 2

d
4.2 Besar sampel untuk data nominal
4.2.1 Sampel tunggal untuk estimasi proporsi suatu populasi
Estimasi besar sampel untuk proporsi suatu populasi memerlukan 3 informasi,
yaitu proporsi penyakit atau keadaan yang akan dicari (P) yang diambil dari
pustaka, tingkat ketepatan absolut yang dikehendaki (d) yang ditetapkan oleh
peneliti, dan tingkat kemaknaan (a) yang ditetapkan oleh peneliti. Simple random
sampling menggunakan rumus sebagai berikut: 1,10,11
n = Za2PQ
d2
Nilai Q adalah (1-P). Rumus ini hanya berlaku bila proporsi P>0,10 atau
P<0,90, dan perkalian besar sampel (n) dengan proporsi (P) serta perkalian besar
sampel dengan Q, keduanya harus menghasilkan angka >5. 1,10,11
10

4.2.2 Besar sampel untuk uji hipotesis terhadap dua proporsi


4.2.2.1 Dua kelompok independen
Empat informasi diperlukan untuk uji hipotesis terhadap 2 proporsi
independen, yaitu proporsi efek standar (P1) yang diperoleh dari pustaka, proporsi
efek yang diteliti (P2) yang diperoleh dari clinical judgement, tingkat kemaknaan
(a) yang ditetapkan oleh peneliti, dan power (zb) yang ditetapkan oleh peneliti.
Rumus yang digunakan adalah: 1,10,11
n1=n2= (za√ 2 PQ + zb√ P1 Q 1+ P 2 Q2 )2 ,
(P1-P2)2
dimana P= ½ (P1+P2)
Rumus ini sangat pentuk karena sering dipakai pada uji klinis. Proporsi efek
pada terapi standar (P1) harus telah diketahui (dari pustaka atau pengalaman),
sedangkan proporsi efek pada terapi yang diteliti (P2) ditentukan berdasarkan
pada beda hasil klinis terkecil yang dianggap penting berdasarkan pada clinical
judgement peneliti. P2 sebaiknya tidak diambil dari pustaka karena jika pustaka
yang dirujuk memberi effect size (P1-P2) sebesar 50%, dan angka tersebut diambil
sebagai dasar menentukan P2, maka sampel yang diperlukan menjadi kecil, 1,10,11
4.2.2.2 Dua kelompok berpasangan
Estimasi besar sampel untuk menguji hipotesis beda proporsi dua kelompok
berpasangan memerlukan informasi yang berbeda. Rumus yang digunakan
adalah:1,10,11
np = (za√ f zb√ f −d 2)2 atau rumus alternatif, np = (za-zb)2f ,
d2 d2
dimana f = besarnya diskordan (ketidaksesuaian)

4.3 Besar sampel untuk penelitian kohort


Peneliti bermaksud mencari perbandingan insidens efek pada kelompok
dengan faktor risiko dengan insidens efek pada kelompok tanpa risiko pada
penelitian ini. Besar sampel dihitung pada penelitian kohort dengan pembanding
ganda (penelitian kohort ganda). Perkiraan pasien yang akan terpajan faktor risiko
diperlukan untuk penelitian kohort dengan pembanding internal. P1 merupakan
11

insiden efek pada kelompok dengan faktor risiko, P2 merupakan insiden efek pada
kelompok tanpa risiko, dan RR adalah P1/P2. Cukup ditentukan dua para meter
saja dari ketiga parameter tersebut. 1,10,11
Penelitian kohort sama dengan dengan uji klinis variabel bebas berskala
nominal dikotom dan variabel efek berskala nominal dikotom. Perkiraan besar
sampel untuk penelitian kohort dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu dengan
melakukan estimasi untuk interval kepercayaan risiko relatif, dan untuk uji
hipotesis efek pada kedua kelompok. 1,10,11
4.3.1 Estimasi interval kepercayaan risiko relatif
Diperlukan beberapa informasi untuk memperkirakan besar sampel suatu
penelitian kohort dengan interval kepercayaan terhadap risiko relatif, yaitu
perkiraan proporsi efek pada kelompok kontrol (P2) yang berasal dari pustaka,
risiko relatif yang bermakna secara klinis (RR) yang berasal dari clinical
judgement, tingkat ketepatan relatif yang dikehendaki (e) yang ditetapkan peneliti,
dan tingkat kemaknaan (a) yang ditetapkan peneliti. Rumus yang digunakan
adalah sebagai berikut: 1,10,11
n1=n2= Za2 (Q1/P1+Q2/P2) ,
[ln(1-3)]2
dengan catatan: Q1= (1-P1); Q2= (1-P2)
4.3.2 Uji hipotesis terhadap risiko relatif
Hal yang dihadapi sama dengan uji klinis dengan variabel bebas dan
tergantung nominal dikotom. Informasi yang diperlukan adalah proporsi efek pada
kelompok tanpa faktor risiko (P2) yang berasal dari pustaka, risiko relatif (RR)
yang dianggap bermakna secara klinis, Za dan Zb yang ditetapkan. Meskipun
peneliti menduga kuat bahwa insidens efek lebih banyak terjadi pada kelompok
dengan faktor risiko dibandingkan dengan pada kelompok tanpa faktor risiko,
namun sebaiknya tetap dipakai uji hipotesis dua arah. Rumus yang digunakan
adalah sebagai berikut: 1,10,11
n1=n2=( Za√ 2 PQ + Zb√ P1 Q 1+ P 2 Q2 )2
(P1-P2)2
12

4.4 Besar Sampel untuk penelitian kasus-kontrol


Peneliti menggunakan odds ratio (OR) sebagai perkiraan hasil yang diinginkan
pada penelitian kasus kontrol. Dengan demikian jika P1 adalah proporsi kasus,
dan P2 adalah proporsi kontrol, maka dapat diambil rumus sebagai berikut: 1,10,11
OR= P1 (1-P2)
P2 (1-P1)
Dari tiga parameter yang diperlukan cukup ditentukan dua parameter.
4.4.1 Estimasi interval kepercayaan odds ratio
Beberapa informasi yang diperlukan untuk estimasi kepercayaan odds ratio
antara lain perkiraan proporsi kontrol (P1) yang berasal dari pustaka, odds ratio
yang dianggap bermakna, tingkat ketepatan relatif yang dikehendaki (e), dan
tingkat kemaknaan (a) yang ditetapkan peneliti. Rumus yang digunakan
adalah:1,10,11
n1=n2= Za2(Q1/P1+Q2P2)
[ln(1-e)]2
4.4.2 Uji hipotesis terhadap odds ratio
Uji hipotesis terhadap odds ratio pada dasarnya sama dengan uji klinis pada
variabel bebas berskala nominal dikotom dan variabel efek berskala nominal
dikotom. Informasi yang diperlukan antara lain perkiraan proporsi pada kontrol
(P2) yang berasal dari pustaka, odds ratio yang dianggap bermakna secara klinis,
nilai P yang dapat dihitung dengan P=1/2(P1+P2), tingkat kemaknaan (a), dan
power (Zb) yang ditetapkan peneliti. Sebaiknya memilih uji dua arah untuk uji
hipotesis. Rumus yang digunakan adalah seperti pada uji perbedaan dua
proporsi.1,10,11
Rumus untuk kasus kontrol tidak berpasangan:
n1=n2=( Za√ 2 PQ + Zb√ P1 Q 1+ P 2 Q2 )2
(P1-P2)2
Rumus untuk kasus kontrol berpasangan menggunakan rumus sebagai berikut:
n= Za/2 +Zb√ PQ 2 , dimana P= R
(p-1/2) 1+R
13

V. Kesimpulan
Sebelum memulai penelitian, peneliti harus memahami mengenai konsep
sampel dan populasi. Pemilihan sampel pada penelitian kedokteran dapat
dilakukan dengan metode probability sampling dan non-probability sampling.
Penentuan jumlah sampel harus menggunakan perhitungan yang tepat agar dapat
mewakili populasi dimana hasil penelitian nantinya akan diterapkan.
14

DAFTAR PUSTAKA

1. Sastroasmoro S. Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Klinis edisi ke-5. Bab


5, Pemilihan subjek penelitian. Sagung Seto, Jakarta: 2014. Hal 88-102
2. Madiyono B, Sastroasmoro S, Budiman I, Purwanto SH. Dasar-Dasar
Metodologi Penelitian Klinis edisi ke-5. Bab 17, Perkiraan besar sampel.
Sagung Seto, Jakarta: 2014. Hal 352-86
3. Dahlan MS. Statistik untuk kedokteran dan kesehatan, edisi ke-5. Salemba
Medika, Jakarta: 2013.
4. Dahlan MS. Mendiagnosis dan menata laksana 13 penyakit statistik.
Sagung Seto, Jakarta: 2013.
5. Budiarto E. Metodologi Penelitian Kedokteran. Jakarta; EGC: 2004.
6. Wibowo A. Metodologi Penelitian Praktis Bidang Kesehatan.
Rajagrafindo Persada, Jakarta: 2014.
7. Budiarto E. Biostatistika untuk Kedokteran dan Kesehatan Masyarakat.
Edisi ke-2. Sagung Seto, Jakarta: 2014.
8. Hartung D, Touchette D. Research Fundamental: Overview of clinical
Research Design. Am J Health. 2009; 66:398-408.
9. Murti B. Prinsip dan Metode Riset Epidemiologi. Edisi ke-2. Gadjah Mada
University Press, Yogyakarta: 2003.
10. Dahlan MS. Besar Sampel dan Cara Pengambilan Sampel dalam
Penelitian Kedokteran dan Kesehatan. Edisi ke-3. Salemba Medika,
Jakarta: 2013
11. Nasir A, Muhith A, Ideputri M. Metodologi Penelitian Kesehatan. Bab 5:
Populasi, sampel dan teknik sampling. Nuha Medika, Yogyakarta: 2011.
Hal 185-210

Anda mungkin juga menyukai