Anda di halaman 1dari 8

SOAL NOMOR 1:

Pemimpin Gereja Katolik mengajarkan iman akan Tritunggal Maha Kudus menjadi dasar pijak
hidup beriman anggota Gereja Katolik seluruh dunia. Ajaran ini menegaskan bahwa setiap
anggota Gereja Katolik meyakini misteri Allah Tritunggal.

1. Deskripsikan pemahaman Anda mengenai Misteri Allah Tritunggal dengan


analogi yang menurut Anda tepat.
2. Jelaskan Misteri Allah Tritunggal dalam perspektif Kitab Suci (Perjanjian Baru dan
Perjanjian Lama!
3. Bagikan pengalaman Anda dalam menghayati dan mengimani Misteri Allah
Tritunggal.

Tuliskan jawaban Anda minimal 4 halaman (di luar gambar/ilustrasi) dengan disertakan
referensi pendukung, khususnya Kitab Suci. Anda dapat tambahkan jawaban dengan referensi
magisterium dan pendapat Ahli/pakar.

1. Deskripsikan pemahaman Anda mengenai Misteri Allah Tritunggal dengan analogi yang
menurut Anda tepat.

Jawab:

Allah di dalam Alkitab menyalakan Diri kepada manusia yang diciptakanNya sebagai Bapa,
Firman (Anak), dan Roh Kudus. Umat Krisitiani mengenal Allah sedemikian rupa dan
membentuk istilah Allah Tritunggal: Allah (Bapa), Allah (Anak), dan Allah (Roh Kudus)
merupakan inti nasihat Kristen. Ketiga Pribadi yaitu sama, sama kuasanya, dan sama
kemuliaannya. Ketiganya satu dalam esensi dan mempunyai sifat (bahasa Inggris:
attribute) yang sama. Ke-mahakuasa-an, ke-tidak-berubah- an, ke-mahasuci-an, ke-tidak-
tergantung-an, dimiliki oleh masing-masing Pribadi Allah.
Masing-masing Pribadi yaitu Allah, namun ketiga Pribadi tidak identik ketika orang
memanggil-Nya di dalam doa atau ketika Allah mewujudkan karya-Nya untuk penciptaan
dan pemeliharaan manusia dan lingkungan kehidupan semesta, karenanya Allah Bapa
bukan Allah Anak; Allah Anak bukan Allah Roh Kudus; dan Allah Roh Kudus bukan
Allah Bapa. Ketiganya mampu dibedakan, tetapi di dalam esensi tidak terpisahkan.
Yohanes Calvin menjelaskan bahwa ketiga Pribadi tersebut tidak mampu dipisahkan
dibuat menjadi tiga sosok yang terpisah. Ketiga gelar tersebut dipakai sebagai
menunjukkan bahwa mempunyai kekhasan dalam perkara Allah turun ke dunia ini. Allah
yang turun ke dunia, mati dan menderita bukanlah Allah Bapa, melainkan Allah Anak.
Bila ketiga pribadi yaitu satu mengapa satu sama lain mengadakan komunikasi seolah-olah
berbeda eksistensi satu sama lain? Ketiganya saling mengadakan komunikasi sebagai
mengungkapkan eksistensi-Nya yang hakiki dalam Tritunggal; Dia ingin menunjukkan
Diri-Nya. Yesus Kristus berucap mendukung kemuliaan Allah Bapa, Yesus dibuat
menjadi saksi Allah Bapa. Bapa berucap mendukung kemuliaan Yesus Kristus, Bapa
dibuat menjadi saksi Yesus Kristus. Roh Kudus hadir mendukung kemuliaan Allah Bapa
dan Yesus Kristus, Roh Kudus dibuat menjadi saksi Kemuliaan Allah Bapa dan Putra.
Dan turunlah Roh Kudus dalam rupa burung merpati ke atas-Nya. Dan terdengarlah
suara dari langit: "Engkaulah Anak-Ku yang Kukasihi, kepada-Mulah Saya
berkenan. (Bapa dan Roh Kudus bersaksi)
"Apa yang Saya beritahukan kepadamu, tidak Saya beritahukan dari diri-Ku sendiri,
tetapi Bapa, yang diam di dalam Aku, Dia-lah yang menerapkan pekerjaan-
Ny”. (Yesus bersaksi)
Ketiga-Nya saling memberikan kesaksian sebagai mengesahkan satu sama lain
"Kalau Saya bersaksi tentang diri-Ku sendiri, karenanya kesaksian-Ku itu tidak
mempunyai.
"Dan dalam kitab Tauratmu mempunyai tertulis, bahwa kesaksian dua orang yaitu
sah.”
"Ini yaitu sebagai ketiga kalinya saya datang kepada kamu: Baru dengan
keterangan dua atau tiga orang saksi suatu perkara sah"
Allah Bapa
Allah sebagai Bapa yang memelihara, yang memberikan kasih seorang Bapa Sejati yang
sangat mesra, begitu penyayang dan begitu tertib penuh ketegasan (disiplin). Bapa Sorgawi
tidak pernah sama dengan para bapa (bapak-bapak atau para ayah) dunia ini dalam hal kasih
dan karakter yang tidak mampu terbandingi dengan kasih dan karakter Bapa Sorgawi. Allah
sebagai Bapa Sorgawi merupakan Bapa yang sempurna dari segala bapa (bapak-bapak atau
para ayah) dunia ini yang yaitu gambaran dan rupa (duplikat dan bayangan) dari Sang Bapa
Sorgawi yang murni.
Bapa (Kepribadian Bapa) tidaklah lebih tinggi daripada Anak ataupun juga dengan Roh
Kudus.
Allah Anak
Allah sebagai teladan dengan Dia merendahkan diri-Nya dalam rupa manusia dan
mengenakan nama Yesus yang yaitu Kristus (Allah yang datang sebagai manusia), taat
pada semua hukum yang telah Dia tetapkan, mati di kayu salib, dikuburkan, lalu bangun
pada hari yang ketiga, dan naik ke surga dan dari sana Dia hendak datang sebagai
menghakimi orang yang hidup dan mati. Dia yaitu teladan iman sejati dan sumber kehidupan
untuk orang Kristen. Allah telah menunjukkan kasih-Nya yang terbesar dengan dibuat
menjadi Anak yang mati di kayu salib. Ini yaitu
berita Injil yang yaitu daya Allah. Alkitab menyalakan bahwa Anak merupakan yang "Anak
Sulung" Allah dari semua anak-anak Allah dimaksudkan bahwa Anak pun
merupakan "Sahabat Sejati" yang rela mengorbankan Nyawa-Nya dan tidak
menyayangkannya sama sekali sebagai manusia mampu diterima sebagai anak- anak
Allah.
Anak (Kepribadian Anak) mempunyai di dalam Bapa dan Bapa mempunyai di dalam Anak.
Allah Roh Kudus
Allah sebagai Pembimbing, Pendamping, Penolong, Penyerta, dan Penghibur yang tidak
terlihat, namun mempunyai dalam hati setiap manusia yang mengaku
bahwa Yesus Kristus yaitu Tuhan dan hidup di dalam-Nya.
Roh Kudus bukanlah tenaga giat. Roh Kudus bukanlah kebijaksanaan (pikiran) tertinggi dari
semua lingkungan kehidupan jagad kosmik. Roh Kudus bukanlah manusia tokoh pendiri
suatu agama baru. Roh Kudus tidak pernah berbau hal yang mistik. Memang mempunyai
bahwa Allah itu Maha kuasa, tetapi Roh Kudus itu bukan sekedar kuasa atau daya, tetapi
Roh Kudus yaitu Allah, karena Allah itu Roh. Dengan demikian Roh Kudus yaitu Pribadi
Allah itu sendiri dan merupakan ronde yang tidak terpisahkan dari Allah.
Kepribadian Roh Kudus tidak pernah lebih rendah daripada Bapa maupun Anak.
2. Jelaskan Misteri Allah Tritunggal dalam perspektif Kitab Suci (Perjanjian Baru dan
Perjanjian Lama!
Jawab :
 Ketika Yesus dibaptis di sungai Yordan, Dia menunjukkan kepribadian-Nya pada
ketika yang sama dan muncul bertali-tali bersama-sama dengan Roh Kudus
(dalam manifestasi burung merpati) turun ke atas Anak, dan Bapa berfirman
dengan lantang penuh kasih.
 Ketika penciptaan, dimana Bapa mencipta, Anak berfirman, dan Roh Kudus yang
memulihkan (melayang-layang) sempurna.
 Ketika Pencurahan Pentakosta, dimana Bapa mengutus, Anak yang memberikan
Roh Kudus, dan Roh Kudus tercurah pada murid-murid Yesus yang mempunyai di
atas loteng.
 Ketika Yesus mempunyai di atas gunung, setelah Dia meneladani manusia dengan
berdoa, Dia menunjukkan kemuliaan-Nya dan menampakkan kepribadian-Nya
dengan wajah-Nya bercahaya seperti matahari dan pakaian- Nya dibuat menjadi putih
bersinar seperti terang, pengahabisan Roh Kudus turun, dan awan yang terang
menaungi 3 orang murid Yesus. Bapa dari dalam awan itu memperdengarkan suara-
Nya dan berkata: "Inilah Anak-Ku yang Kukasihi, kepada-Nyalah Saya
berkenan, dengarkanlah Dia."
 Untuk mengerti hakikat Allah memang kita tidak akan mampu. Hakikat Allah tidak bisa
didefinisikan atau dimengertikan dengan kalimat yang baku. Untuk mengerti akan pribadi
Allah Tritunggal hanyalah dengan mengimaniNya. Seperti dalam bacaan pertama, Musa
memahami Allah sebagai Tuhan, Allah yang penyayang dan pengasih, panjang sabar dan
berlimpah kasih setiaNya (bdk. Kel. 34:6). Musa melihat bahwa umat Israel adalah bangsa
yang tegar tengkuk, yang penuh dengan
kesalahan dan dosa. Maka, Musa memahami Allah adalah Allah yang belas
kasihan, baik hati, dan pengampun (bdk. Kel. 34:9).
 Sedangkan dalam bacaan kedua, Paulus memperkenalkan kepada kita akan Allah
Tritunggal, seperti yang diungkapkan dalam salam dari suratnya kepada jemaat di Korintus
“Kasih karunia Tuhan Yesus Kristus, kasih Allah dan persekutuan Roh Kudus menyertai
kamu sekalian”. Paulus memahami hakiki Allah Tritunggal, yaitu Allah adalah sumber
kasih dan damai sejahtera, Yesus Kristus yang adalah kasih dan damai sejahtera itu sendiri,
dan Roh Kudus yang menyatukan (bdk. 2 Kor 13:13).
 Sementara itu dalam bacaan Injil, Yesus menjelaskan kepada Nikodemus (orang Farisi)
tentang rahasia-rahasia pribadi Allah. Yesus memperkenalkan Allah sebagai Allah yang
memiliki kasih yang besar bagi dunia, Allah yang rela mengaruniakan DiriNya, untuk dunia”
(bdk. Yoh 3:16). Dan Yesus menjelaskan bahwa DiriNya adalah yang dimaksudkan dengan
AnakNya yang tunggal, yang diutus oleh Allah Bapa untuk menyelamatkan dunia lewat
penderitaan dan wafatNya di salib. Kepada Nikodemus, Yesus juga menjelaskan bahwa
barangsiapa percaya padaNya akan peroleh hidup kekal.

3. Bagikan pengalaman Anda dalam menghayati dan mengimani Misteri Allah


Tritunggal.

Jawab :

Dalam keseharian kita, sebenarnya secara tidak langsung kita sudah “mengenal” akan
Tritunggal Mahakudus. Misalnya, setiap kali kita berdoa, kita pasti membuat tanda salib,
“dalam Nama Bapa dan Putra dan Roh Kudus”. Atau di saat mendaraskan syahadat,
seruan madah kemuliaan, nyanyian-nyanyian liturgi dan doa-doanya mengandung
‘rumusan” Tritunggal, yakni “ dengan pengantaraan Kristus bersama Allah Bapa, dalam
persekutuan dengan Roh Kudus.
SOAL NOMOR 2:

Selain mengimani Misteri Allah Tritunggal, Gereja Katolik juga mengajarkan ciri-ciri Gereja
Katolik yang dalam sejarahnya dicoba merumuskan dengan berbagai rumusan, sehingga melalui
suatu sidang dijelaskan ciri-cirinya.

1. Menjelaskan ciri Gereja yang satu dalam konteks iman dan sekaligus dapat
menyebutkan teks pendukung dan ajaran/magisterium Gereja Katolik serta
menguraikan penghayatan iman pribadi dalam ciri Gereja yang satu.
2. Menjelaskan ciri Gereja yang kudus dalam konteksnya dan sekaligus dapat menyebutkan
teks pendukung dalam kitab suci dan ajaran/magisterium Gereja Katolik serta menguraikan
penghayatan iman pribadi dalam ciri Gereja yang kudus.
3. Menjelaskan ciri Gereja yang Katolik dalam konteksnya dan sekaligus dapat menyebutkan
teks pendukung dalam kitab suci dan ajaran/magisterium Gereja Katolik serta menguraikan
penghayatan iman pribadi dalam ciri Gereja yang katolik.
4. Menjelaskan ciri Gereja yang apostolik dalam konteksnya dan sekaligus dapat
menyebutkan teks pendukung dalam kitab suci dan ajaran/magisterium Gereja Katolik
serta menguraikan penghayatan iman pribadi dalam ciri Gereja yang apostolik.

Tuliskan jawaban Anda minimal 4 halaman (di luar gambar/ilustrasi) dengan disertakan
referensi pendukung (Kitab Suci, Masgiterium, atau pendapat pakar/ahli).

1. Gereja yang Satu:

Kesatuan di dalam Gereja mendapatkan dasarnya dari kesatuan Tritunggal, yaitu Bapa, Putera dan Roh
Kudus. Allah Tritunggal kendati memiliki tiga pribadi, namun hakikatnya adalah Satu. Sama halnya
dengan Gereja, kendati beraneka ragam, namun tetap Satu yaitu Gereja yang berkumpul dalam Tuhan
Yesus Kristus. Roh Kudulah yang menyatukan Gereja.

Dalam konteks kehidupan kristiani, kita menyadari bahwa dosa menyebabkan terjadinya perpecahan
dan pertengkaran, sebaliknya di mana ada kebajikan di sana ada perdamaian. Roh Kudus
membimbing gerejaNya untuk senantiasa masuk lebih dalam menuju kebersatuan antara umat dan
terlebih dengan Yesus Kristus.

Gereja yang Satu ini terdiri dari :

 Pengakuan iman yang sama.


 Perayaan ibadat bersama dan sakramen-sakramen.
 Suksesi apostolik yang oleh tahbisan menegakkan kesepakatan sebagai saudara dan
saudari dalam Kerajaan Allah.
 “Allah telah berkenan menghimpun orang-orang yang beriman akan Kristus menjadi Umat
Allah (lih 1Ptr 2:5-10)”, dan membuat mereka menjadi satu Tubuh (lih. 1Kor 12:12) dan (AA
18). “Pola dan prinsip terluhur misteri kesatuan Gereja ialah kesatuan Allah yang tunggal
dalam tiga pribadi, Bapa, Putra dan Roh Kudus” (UR 2).
 landasan Hukum Gereja yang Satu dapat kita lihat dalam Katekismus Gereja Katolik
dibawah ini :
 “Itulah satu-satunya Gereja Kristus, yang dalam syahadat iman kita akui sebagai Gereja
yang satu, kudus, katolik, dan apostolik” (LG 8). Keempat sifat ini, yang tidak boleh
dipisahkan satu dari yang lain, melukiskan ciri-ciri hakikat Gereja dan perutusannya. Gereja
tidak memilikinya dari dirinya sendiri. Melalui Roh Kudus,
Kristus menjadikan Gereja-Nya itu satu, kudus, katolik, dan apostolik. Ia
memanggilnya supaya melaksanakan setiap sifat itu.
 Hanya iman dapat mengakui bahwa Gereja menerima sifat-sifat ini dari asal ilahinya. Namun
akibat-akibatnya dalam sejarah merupakan tanda yang juga jelas mengesankan akal budi
manusia. Seperti yang dikatakan Konsili Vatikan I, Gereja “oleh penyebarluasannya yang
mengagumkan, oleh kekudusannya yang luar biasa, dan oleh kesuburannya yang tidak habis-
habisnya dalam segala sesuatu yang baik, oleh kesatuan katoliknya dan oleh kestabilannya
yang tak terkalahkan, adalah alasan yang kuat dan berkelanjutan sehingga pantas dipercaya
dan satu kesaksian yang tidak dapat dibantah mengenai perutusan ilahinya” (DS 3013).
 Gereja itu satu menurut asalnya. “Pola dan prinsip terluhur misteri itu ialah kesatuan Allah
tunggal dalam tiga Pribadi, Bapa, Putera, dan Roh Kudus”. Gereja itu satu menurut Pendiri-
Nya. “Sebab Putera sendiri yang menjelma … telah mendamaikan semua orang dengan
Allah, dan mengembalikan kesatuan semua orang dalam satu bangsa dan sate tubuh” (GS
78,3). Gereja itu satu menurut jiwanya. “Roh Kudus, yang tinggal di hati umat beriman, dan
memenuhi serta membimbing seluruh Gereja, menciptakan persekutuan umat beriman yang
mengagumkan itu, dan sedemikian erat menghimpun mereka sekalian dalam Kristus,
sehingga menjadi prinsip kesatuan Gereja” . Dengan demikian, kesatuan termasuk dalam
hakikat Gereja: “Sungguh keajaiban yang penuh rahasia! Satu adalah Bapa segala sesuatu,
juga satu adalah Logos segala sesuatu, dan Roh Kudus adalah satu dan saina di mana-mana,
dan juga ada hanya satu Bunda Perawan; aku mencintainya, dan menamakan dia Gereja” (St.
Klemens dari Aleksandria, Pæd. 1,6,42:PG 8,300)
 Namun sejak awal, Gereja yang satu ini memiliki kemajemukan yang luar biasa. Di satu
pihak kemajemukan itu disebabkan oleh perbedaan anugerah-anugerah Allah, di lain pihak
oleh keanekaan orang yang menerimanya. Dalam kesatuan Umat Allah berhimpunlah
perbedaan bangsa dan budaya. Di antara anggota-anggota Gereja ada keanekaragaman
anugerah, tugas, syarat-syarat hidup dan cara hidup; “maka dalam persekutuan Gereja
selayaknya pula terdapat Gereja-gereja khusus, yang memiliki tradisi mereka sendiri” (LG
13). Kekayaan yang luar biasa akan perbedaan tidak menghalang-halangi kesatuan Gereja,
tetapi dosa dan akibat akibatnya membebani dan mengancam anugerah kesatuan ini secara
terus-menerus. Karena itu Santo Paulus harus menyampaikan nasihatnya, “supaya
memelihara kesatuan Roh oleh ikatan damai sejahtera” (Ef 4:3).

2. Gereja yang Kudus:


Gereja menjadi Kudus karena Yesus Kristus adalah Kudus. Yesus telah mengasihi GerejaNya
dan menyerahkan diri bagi Gereja untuk menguduskannya sehingga umat dipersatukan
dengan Yesus menjadi Kudus. Pengudusan manusia di dalam Kristus merupakan tujuan
semua karya di dalam Gereja.
Kekudusan Gereja dibicarakan dalam Konsili Vatikan II, konstitusi Lumen Gentium pada bab
V. Kekudusan Gereja bukanlah suatu sifat yang seragam, yang sama bentuknya untuk semua,
mealinkan semua mengambil bagian dalam satu kesucian Gereja, yang berasal dari Kristus, yang
mengikutsertakan Gereja dalam gerakan-Nya kepada Bapa oleh Roh Kudus.
Pada taraf misteri ilahi Gereja sudah suci : “Didunia ini gereja sudah ditandai oleh kesucian yang
sungguhnya, meskipun tidak sempurna” (LG 48). Ketidaksempurnaan ini menyangkut pelaksanaan
insani, sama seperti kesatuannya. Dalam hal kesucian pun yang pokok bukanlah bentuk
pelaksanaannya, melainkan sikap dasarnya.
“Suci” sebetulnya berarti yang dikhususkan bagi Tuhan. Jadi yang pertama-tama menyangkut seluruh
bidang sakral atau keagamaan. Yang suci bukan hanya tempat, waktu, barang yang dikhususkan bagi
Tuhan, atau orang. Malahan sebenarnya harus dikatakan
bahwa “yang kudus)” adalah Tuhan sendiri. Semua yang lain, barang maupun orang, disebut
“kudus” karena termasuk lingkup kehidupan Tuhan.
Kudus pertama-tama bukanlah termasuk kategori moral yang menyangkut kelakukan
manusia, melainkan kategori teologal (ilahi), yang menetukan hubungan
dengan Allah.ini bukan berarti kelakuan moral tidak penting. karena apa yang di khususkan bagi
Tuhan, harus “sempurna” (Im 1:3, Rm 6:19, 22).

3. Gereja Katolik
Kata katolik berarti mau merangkul semuanya. Gereja diutus oleh Kristus ke seluruh dunia. Setiap
Gereja lokal bersama dengan uskup berusaha menterjemahkan keberadaan Tuhan Yesus Kristus
sesuai dengan situasi dan kehidupan konkret masyarakat. Wajah Gereja bukanlah semua harus sama
dengan Gereja yang ada di Vatikan, melainkan beraneka ragam dan berbeda-beda. Adapun yang
sama adalah isinya atau esensinya.
Gereja selalu “lengkap”, penuh. Tidak ada Gereja setengah-setengah atau sebagian. Gereja setempat,
baik keuskupan maupun paroki bukanlah “cabang” Gereja Universal. Setiap Gereja setempat, bahkan
setiap perkumpulan orang beriman yang sah, merupakan seluruh Gereja. Gereja tidak dapat dipotong-
potong menjadi “Gereja-Gereja bagian”.
Kata “Katolik” selanjutnya juga dipakai untuk menyebut Gereja yang benar, Gereja universal yang
dilawankan dengan sekte-sekte. Dengan demikian kata “katolik” mendapat arti yang lain :”gereja
disebut Katolik, karena tersebar diseluruh muka buni dan juga karena mengajrkan secara menyeluruh
dan lengkap segala ajaran iman tertuju kepada sesama manusia, yang mau disembuhkan secara
menyeluruh pula” (St. Sirilius dari yerusalem).
Sejak itu kata “Katolik” tidak hanya mempunyai arti geografis, tersebar keseluruh dunia, tetapi juga
“menyeluruh”, dalam arti “lengkap”, berkaitan dengan ajarannya, serta “terbuka” dalam arti tertuju
kepada siapa saja. Pada abad ke 5 masih ditambahkan bahwa gereja tidak hanya untuk segala bangsa,
tetapi juga untuk segala Zaman.
Pada zaman reformasi kata “Katolik” muncul lagi untuk menunjuk pada Gereja yang tersebar dimana-
mana, dibedakan dengan Gereja-gereja Protestan. Sejak itu pula kata “Katolik” secara khusus
dimaksudkan umat kristen yang mengakui Paus sebagai pemimpin Gereja Universal, tetapi dalam
syahadt kata “Katolik” masih mempunyai arti asli “universal” atau “umum”. Ternyata universal pun
mempunyai dua arti, yang kuantitatif dan kualitatif.
Dalam Konsili vatikan II tidak lagi memusatkan Gereja sebagai kelompok manusia yang terbatas,
melainkan kepada Gereja sebagai sakramen Roh Kristus. “kekhatolikan” Gereja berarti bahwa
pengaruh dan daya pengudus Roh tidak terbatas pada para anggota Gereha saja, mealinkan juga
terarah kepada seluruh dunia. dengan sifat “katolik” dimaksudkan bahwa Gereja mampu mengatasi
keterbatasannya sendiri akrena Roh yang berkarya di dalamnya. Oleh karena itu yang “katolik”
bukanlah hanya Gereja universal, melainkan juga setiap anggotanya sebab di dalam jemaat hadirlah
seluruh Gereja.
Gereja Kristus itu sungguh hadir dalam semua jemaat beriman setempat yang sah, yang mematuhi
para gembala mereka, dan dalam Perjanjian Baru disebut Gereja(Lih. Kis 8:1; 14:22-23; 20:17).
Gereja-Gereja itu ditempatnya masing-masing merupakan umat baru yang dipanggil oleh Allah,
dalam Roh Kudus dan dengan sepenuh-penuhnya (lih 1Tes 1:5). Di jemaat-jemaat itu, meskipun
sering hanya kecil dan miskin, atau tinggal tersebar, hiduplah
Kristus; dan berkat kekuatan-Nya terhimpunlah Gereja yang satu, kudus, katolik dan
apostolik.
4. Gereja yang Apostolik
“Apostolik” atau rasuli berarti bahwa Gereja berasal dari para rasul dantetap berpegang teguh pada
kesaksian iman mereka itu. Kesadaran bahwa Gereja “dibangun atas dasar para rasul dan pra nabi,
dengan Kristus Yesus sebagai batu penjuru”, sudah ada sejak zaman Gereja perdana sendiri (bdk Ef
2:20, Bdk Why 21:14), tetapi sebagai sifat khusus keapostolikan baru disebut akhir abad ke-4. Dalam
perjanjian Baru kata “rasul” tidak hanya dipakai untuk keduabelas rasul yang namanya disebut dalam
Injil (lih Mat 10:1-4)
Hubungan historis itu tidak boleh dilihat sebagai macam “estafet”, yang didalamnya ajaran benar
bagaikan sebuah tongkat dari rasul-rasul tertentu diteruskan sampai kepada para uskup sekarang.
yang disebut “Apostolik” bukanlah para uskup, melainkan Gereja. Sifat apostolik berarti bahwa
Gereja sekarang mengaku diri sama dengan gereja Perdana, yakni Gereja para rasul. dimana
hubungan historis ini jangan dilihat sebagai pergantian orang, melainkan sebagai kelangsungan iman
dan pengakuan.
Sifat apostolik tidak berarti bahwa Gereja hanya mengulang-ulangi apa yang sejak dulu kala sudah
diajarkan dan dilakukan di dalam gereja, keapostolikan berarti bahwa dalam perkembangan hidup,
tergerak Roh Kudus, Gereja senantiasa berpegang pada Gereja para rasul sebagai norma imannya.
Bukan mengulangi, tetapi merumuskan dan mengungkapkan kembali apa yang menjadi inti hidup
iman. karena seluruh Gereja bersifat apostolik, maka seluruh Gereja dan setiap anggotanya, perlu
mengetahui apa yang menjadi dasar hidupnya.
Sifat Apostolik (yang betul-betul dihayati secara nyata) harus mencegah Gereja dari segala rutinisme
yang bersifat ikut-ikutan. Keapostolikan berarti bahwa seluruh Gereja dan setiap anggotanya tidak
hanya bertanggungjawab atas ajaran gereja, tetapi juga atas pelayanannya. Sifa keapostolikan Gereja
tidak pernah “selesai”, tetapi selalu merupakan tuntutan dan tantangan. gereja, yang oleh Kristus
dikehendaki satu, kudus, Katolik, apostoli, senantiasa harus mengembangkan dan menemukan
kembali kesatuan, kekatolikan, kaeapostolikan, dan terutama kekudusannya. Sifat-sifat Gereja
diimani, berarti harus dihayati, oleh Gereja seluruhnya dan oleh masing-masing anggotanya.

Anda mungkin juga menyukai