Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

MANAJEMEN PERPAJAKAN PERUSAHAAN YANG MEMILIKI


HUBUNGAN ISTIMEWA
Disusun untuk memenuhi tugas
Mata kuliah Akuntansi dan Manajemen Perpajakan

Dosen Pengampu :
1. Saprudin, SE, M.Si, AK, CA, ACPA
2. Yohana Yustika Sari, SE, M.S.A

Disusun Kelompok 7
Dengan Anggota :
1. Hilman Nasir (2010313210009)
2. Husni Maulana Akbar (2010313210058)
3. Riska Stephanie (2010313120004)

PROGRAM STUDI S1 AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, berkat semua nikmat yang telah
diberikan makalah berjudul “Manajemen Perpajakan Perusahaan yang Memiliki Hubungan
Istimewa” ini dapat terselesaikan. Adapun penulisan makalah ini dibuat untuk memenuhi
tugas mata kuliah Akuntansi dan Manjemen Perpajakan telah diberikan kepada kelompok kami.
Kami sangat berterima kasih kepada pihak-pihak yang telah mendukung serta
membantu terselesaikannya makalah ini. Harapannya, semoga makalah ini dapat bermanfaat
bagi kita semua dan dapat lebih memahami secara lebih luas mengenai materi Manajemen
Perpajakan Perusahaan yang Memiliki Hubungan Istimewa.
Kami memohon maaf jika terdapat kekurangan atau kesalahan kata dalam penulisan
makalah ini. Kritik dan saran yang membangun sangat kami perlukan untuk perbaikan
makalah kedepannya, sekian dari kami, kami ucapkan terimakasih.

Banjarmasin, April 2023

Kelompok 7

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................................... i


DAFTAR ISI.............................................................................................................................ii
BAB I ......................................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN .................................................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah ....................................................................................................... 2
1.3 Tujuan Penulisan ......................................................................................................... 2
BAB II ....................................................................................................................................... 4
PEMBAHASAN/ISI ................................................................................................................. 4
2.1 Pendahuluan Hubungan Istimewa ............................................................................... 4
2.2 Pengertian Hubungan Istimewa menurut PSAK ......................................................... 4
2.3 Pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa ..................................................... 4
2.4 Pihak-Pihak yang tidak Dianggap sebagai pihak yang mempunyai Hubungan
Istimewa ................................................................................................................................. 5
2.5 Hubungan Istimewa menurut Fiskus ........................................................................... 6
2.6 Keterkaitan perpajakan dengan transaksi yang mempunyai hubungan istimewa ....... 6
2.7 Kewenangan Direktur Jendral Pajak ........................................................................... 8
2.8 Metode penentuan harga transfer (transfer pricing) dalam transaksi yang mempunyai
hubungan istimewa ................................................................................................................. 9
2.9 Pedoman untuk wajib pajak yang mempunyai hubungan istimewa ......................... 12
2.10 Advance Pricing Agreement ..................................................................................... 14
2.11 Tip Tax Planning tentang pemakaian barang antar perusahaan yang mempunyai
hubungan istimewa dan penagihannya ................................................................................. 15
BAB III.................................................................................................................................... 16
PENUTUP ............................................................................................................................... 16
3.1 Kesimpulan................................................................................................................ 16
3.2 Saran .......................................................................................................................... 17
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................. iii

ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dewasa ini, hubungan istimewa sering sekali dijumpai dalam praktik bisnis, baik
dalam cakupan domestic maupun multinasional. Dari sudut pandang perbankan sendiri,
Bank Indonesia selaku bank sentral menaruh perhatian yang sangat besar terhadap
kelompok perusahaan yang memiliki hubungan istimewa dengan anak-anak
perusahaannya (subsidiaries/sister companies) dan memiliki kriteria tertentu dalam
melakukan penilaian terhadap pemberian kredit korporat bagi kelompok bisnis tersebut.
Otoritas perpajakan sendiri memiliki perlakuan perpajakan yang berbeda terhadap
transaksi keuangan dari perusahaan yang emiliki hubungan istimewa, dibandingkan
dengan wajib pajak independen. Hubungan istimewa ini sendiri dapat terjadi dalam
hubungan perusahaan multinasional. Globalisasi ekonomi, bisnis, dan investasi, telah
mempersubut tumbuhkembangnya multinational enterprises /corporations. Untuk
memperkuat basis globalnya, perusahaan multinasional mendirikan anak-anak
perusahaan, cabang dan perwakilan usahanya di berbagai Negara yang tujuannya untuk
memperkuat aliansi strategis dan menumbuhkembangkan pangsa pasar (market share)
ekspor dan impor produk-produk mereka di berbagai Negara.
Dewasa ini, hubungan istimewa sering sekali dijumpai dalam praktik bisnis, baik
dalam cakupan domestic maupun multinasional. Dari sudut pandang perbankan sendiri,
Bank Indonesia selaku bank sentral menaruh perhatian yang sangat besar terhadap
kelompok perusahaan yang memiliki hubungan istimewa dengan anak-anak
perusahaannya (subsidiaries/sister companies) dan memiliki kriteria tertentu dalam
melakukan penilaian terhadap pemberian kredit korporat bagi kelompok bisnis tersebut.
Otoritas perpajakan sendiri memiliki perlakuan perpajakan yang berbeda terhadap
transaksi keuangan dari perusahaan yang emiliki hubungan istimewa, dibandingkan
dengan wajib pajak independen. Hubungan istimewa ini sendiri dapat terjadi dalam
hubungan perusahaan multinasional. Globalisasi ekonomi, bisnis, dan investasi, telah
mempersubut tumbuhkembangnya multinational enterprises /corporations. Untuk
memperkuat basis globalnya, perusahaan multinasional mendirikan anak-anak
perusahaan, cabang dan perwakilan usahanya di berbagai Negara yang tujuannya untuk
memperkuat aliansi strategis dan menumbuhkembangkan pangsa pasar (market share)
ekspor dan impor produk-produk mereka di berbagai Negara.

1
Dengan perkembangan dunia usaha yang demikian cepat dan sering kali bersifat
transnasional, diperkenalkannya produk dan metode usaha baru-misalnya dalam bidang
keuangan dan perbankan-maka bentuk dan variasi transfer pricing dapat tidak terbatas.
1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah pada makalah ini yaitu :
1. Apa yang menjadi pendahuluan adanya hubungan Istimewa?
2. Bagaimanakah hubungan istimewa yang ada menurut PSAK?
3. Siapa saja pihak yang tidak dianggap sebagai yang mempunyai hubungan
istimewa?
4. Bagaimanakah hubungan istimewa menurut fiskus?
5. Bagaimanakah kerterkaitan yang terjadi antara perpajakan dengan transaksi yang
dipengaruhi oleh hubungan istimewa?
6. Apa sajakah yang menjadi kewenangan pada Direktur Jendral Pajak?
7. Bagaimanakah metode penentuan harga transfer (Transfer Pricing) dalam suatu
transaksi antara pihak yang mempunyai hubungan istimewa?
8. Bagaimanakah pedoman yang ada terhadap pemeriksaan wajib pajak yang
mempunyai hubungan istimewa?
9. Apa yang dimaksud dengan Advance Pricing Agreement?
10. Bagaimakah cara/tip tax planning tentang pemakaian barang antar perusahaan
yang mempunyai hubungan istimewa dan penagihan yang dilakukan?
1.3 Tujuan Penulisan
Adapun yang menjadi tujuan penulisan dalam makalah ini yaitu :
1. Mengetahui pendahuluan adanya hubungan Istimewa.
2. Mengetahui bagaimana hubungan istimewa yang ada menurut PSAK.
3. Mengetahui siapa saja yang tidak dianggap sebagai pihak yang mempunyai
hubungan istimewa.
4. Mengetahui apa itu hubungan istimewa menurut fiskus.
5. Mengetahui bagaimana kerterkaitan yang terjadi antara perpajakan dengan
transaksi yang dipengaruhi oleh hubungan istimewa.
6. Mengetahui apa saja yang menjadi kewenangan pada Direktur Jendral Pajak.
7. Mengetahui bagaimana metode penentuan harga transfer (Transfer Pricing) dalam
suatu transaksi antara pihak yang mempunyai hubungan istimewa.
8. Mengetahui bagaimanakah pedoman yang ada terhadap pemeriksaan wajib pajak

2
yang mempunyai hubungan istimewa.
9. Mengetahui apa itu Advance Pricing Agreement
10. Mengetahui cara bagaimana tax planning tentang pemakaian barang antar
perusahaan yang mempunyai hubungan istimewa dan penagihan yang dilakukan.

3
BAB II
PEMBAHASAN/ISI
2.1 Pendahuluan Hubungan Istimewa
Hubungan istimewa dijumpai di dalam praktik bisnis baik dalam cakupan domestik
atau dalam negeri maupun multinasional. Dalam sudut pandang perbankan, Bank
Indonesia selaku Bank Sentral merupakan salah satu bank yang menaruh perhatian sangat
besar terhadap kelompok perusahaan, yang mempunyai hubungan istimewa dengan anak
perusahaannya. Otoritas perpajakan mempunyai perlakuan perpajakan yang berbeda
terhadap transaksi keuangan dari perusahaan yang memiliki hubungan istimewa
dibandingkan dengan wajib pajak yang independen.
2.2 Pengertian Hubungan Istimewa menurut PSAK
Dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan PSAK nomor 7 yang mengatur
tentang pengungkapan pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa dan transaksi
antara perusahaan pelapor dengan pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa. Ada
beberapa pengertian terkait dengan hubungan istimewa sesuai dengan ketentuan yang
berlaku yakni :
a. Pihak-pihak dikatakan mempunyai hubungan istimewa apabila satu pihak mempunyai
kemampuan untuk mengendalikan pihak lain atau mempunyai pengaruh yang
signifikan atas pihak lain dalam mengambil suatu keputusan operasional dan
keuangan.
b. Transaksi antar pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa adalah suatu
pengalihan sumber daya atau kewajiban antara pihak-pihak yang mempunyai
hubungan istimewa, tanpa menghiraukan apakah suatu harga diperhitungkan.
c. Pengendalian adalah kepemilikan langsung melalui anak perusahaan dengan lebih
dari setengah suara, dari suatu perusahaan atau suatu kepentingan substansial dalam
hak suara dan kekuasaan untuk mengarahkan kebijakan keuangan dan operasi
manajemen perusahaan berdasarkan anggaran dasar atau perjanjian.
d. Pengaruh signifikan adalah penyertaan dalam pengambilan keputusan kebijakan
keuangan dan operasi suatu perusahaan tetapi tidak mengendalikan kebijakan
tersebut.
2.3 Pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa
Terdapat beberapa pihak yang mempunyai hubungan istimewa, yang dapat
dijelaskan sebagai berikut :

4
a. Perusahaan yang melalui satu atau lebih perantara (Intermediaries),
mengendalikan, atau dikendalikan oleh atau berada di bawah pengendalian bersama
dengan perusahaan pelapor (termasuk holding company, subsidiaries dan fellow
subsidiaries);
b. Perusahaan asosiasi (associated company);
c. Perorangan yang memiliki, baik secara langsung maupun tidak langsung, suatu
kepentingan hak suara di perusahaan pelapor yang berpengaruh secara signifikan, dan
anggota keluarga dekat dari perorangan tersebut (yang dimaksudkan dengan anggota
keluarga dekat adalah mereka yang dapat diharapkan mempengaruhi atau dipengaruhi
orang tersebut dalam transaksinya dengan perusahaan pelapor);
d. Karyawan kunci, yaitu orang-orang yang mempunyai wewenang dan tanggung jawab
untuk merencanakan, memimpin, dan mengendalikan kegiatan perusahaan pelapor
yang meliputi anggaran dewan komisaris, direksi, dan manajer dari perusahaan serta
anggota keluarga dekat orang-orang tersebut;
e. Perusahaan, di mana suatu kepentingan substansial dalam hak suara dimiliki, baik
secara langsung maupun tidak langsung, oleh setiap orang yang diuraikan dalam butir
3 atau 4, atau setiap orang yang mempunyai pengaruh signifikan atas perusahaan
tersebut;
f. Dalam mempertimbangkan setiap kemungkinan hubungan istimewa, perhatian
diarahkan pada substansi hubungan, bukan hanya pada bentuk hukumnya.
2.4 Pihak-Pihak yang tidak Dianggap sebagai pihak yang mempunyai Hubungan
Istimewa
Dalam hubungan istimewa, juga terdapat beberapa pihak yang tidak dianggap
sebagai pihak yang tidak mempunyai hubungan istimewa, yaitu terdiri atas :
a. Penyandang dana, Serikat dagang, perusahaan layanan umum (Public Utilities), serta
Departemen dan instansi pemerintah dalam pelaksanaan urusan normal dengan
perusahaan pelapor (meskipun pihak-pihak tersebut dapat membatasi kebabasan
suatu perusahaan/ikut serta dalam proses pengambilan keputusan)
b. Satu-satunya pelanggan, pemasok, pemegang hak franchise, distributor atau
perwakilan/agen umum dengan siapa suatu perusahaan mengadakan transaksi usaha
dengan volume yang signifikan, semata-mata karena ketergantungan ekonomi yang
diakibatkan oleh keadaan.

5
2.5 Hubungan Istimewa menurut Fiskus
Pasal 18 ayat (4) Undang-Undang No.36 Tahun 2008 Perubahan keempat atas UU
No.7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan mengatur hubungan istimewa sebagaimana
dimaksud dalam ahyat (3) dan (3a), Pasal 18 ayat (4), Pasal 9 ayat (1) huruf f, dan Pasal
10 ayat (1), dianggap mempunyai dan ada hubungan istimewa apabila :
a. Wajib pajak mempunyai penyertaan modal langsung atau tidak langsung paling
rendah 25% pada wajib pajak lain, atau hubungan antara wajib pajak dengan
penyertaan paling rendah 25% pada dua wajib pajak atau lebih, demikian pula
hubungan antara dua wajib pajak atau lebih yang disebut terakhir.
b. Hubungan istimewa seperti yang dimaksud diatas dapat mempengaruhi harga, yaitu
adanya kemungkinan penekanan harga yang lebih rendah daripada harga dipasar.
Dalam kondisi yang demikian, maka yang menjadi dasar pengenaan pajak adalah
harga pasar yang wajar yang berlaku dipasar bebas.
Lalu menurut Surat Edaran Dirjen Pajak No. SE-18/PJ.53/1995 menegaskan bahwa
hubungan istimewa antara pengusaha dapat juga terjadi karena adanya penguasaan
melalui manajemen atau penggunaan teknologi, meskipun tidak terdapat hubungan
kepemilikan. Hubungan istimewa ada apabila satu atau lebih perusahaan berada di
bawah penguasaan yang sama, demikian juga hubungan antara beberapa perusahaan
yang berada dalam penguasaan pengusaha yang sama tersebut.
Peraturan Pemerintah (PP) No. 94 tahun 2010 Pasal 8 Ayat 4 menegaskan bahwa
hubungan antara pihak-pihak yang bersangkutan berkenaan dengan kepemilikan atau
penguasaan antara wajib pajak pembeli dengan wajib pajak penerima sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf c terjadi apabila :
1. Penyertaan modal secara langsung atau tidak langsung sebagaimana dimaksud
dalam pasal 18 ayat (4) huruf a Undang-undang PPH
2. Hubungan penguasaan secara langsung atau tidak langsung sebagaimana
dimaksud pada pasal 18 ayat (4) huruf b Undang-undang PPH
c. Terdapat hubungan keluarga, baik sedarah maupun semenda, dalam garis keturunan
lurus dan atau ke arah samping satu derajat. Faktor hubungan keluarga sedarah atau
semenda ini dapat menimbulkan hubungan istimewa diantara orang pribadi.
2.6 Keterkaitan perpajakan dengan transaksi yang mempunyai hubungan istimewa
Dalam kaitannya dengan perpajakan, hubungan istimewa juga membawa pengaruh
terhadap setiap penentuan besarnya pajak, yang mana sebagai berikut :

6
a. Pasal 9 ayat 1 huruf f UU PPh 1983 yang mengatur, bahwa untuk menentukan
besarnya penghasilan kena pajak bagi wajib pajak dalam negeri dan bentuk usaha
tetap, tidak boleh dikurangkan pembentukan atau penumpukan dana cadangan,
kecuali jumlah yang melebihi kewajiban yang dibayarkan kepada pemegang saham
atau kepada pihak yang mempunyai hubungan istimewa sebagai imbalan
sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukan.
b. Pasal 10 UU PPh No. 10 tahun 1994, menentukan harga perolehan atau harga
penjualan dalam hal terjadi jual beli harta yang tidak dipengaruhi hubungan
istimewa adalah jumlah yang sesungguhnya dikeluarkan atau diterima, sedangkan
apabila terdapat hubungan istimewa adalah jumlah yang seharusnya dikeluarkan
atau diterima.
c. Pasal 18 ayat (4) UU PPh tahun 1983, mengisyaratkan bahwa perhitungan kembali
penghasilan (karena adanya transfer pricing) hanya dapat dilakukan apabila di antara
pelaku terdapat hubungan istimewa.
 UU Pajak Penghasilan
Pasal 10 ayat (1) UU Pajak Penghasilan No. UU No.7 Tahun 1983 yang diubah
terakhir dengan UU PPh No. 36 tahun 2008, menegaskan bahwa:
a. Harga perolehan atau harga penjualan dalam hal terjadi jual beli harta yang tidak
dipengaruhi hubungan istimewa sebagaimana dimaksud dalam pasal 18 ayat (4)
adalah jumlah sesungguhnya dikeluarkan atau diterima sedangkan
b. Apabila terdapat hubungan istimewa adalah jumlah yang seharusnya dikeluarkan
atau diterima
 UU Pajak Pertambahan Nilai
Pasal 2 UU PPN No 8 Tahun 1983 yang telah diubah terakhir kalinya dengan UU No.
42 Tahun 2009 menegaskan kembali bahwa:
a. Dalam hal harga jual atau penggantian dipengaruhi oleh hubungan istimewa,
maka harga jual atau penggantian dihitung atas dasar harga pasar wajar pada saat
penyerahan barang kena pajak atau jasa kena pajak itu dilakukan
b. Hubungan istimewa dianggap ada apabila
1. Pengusaha mempunyai penyertaan langsung atau tidak langsung sebesar 25%
atau lebih pada pengusaha lain atau hubungan antar pengusaha dengan
penyertaan 25% atau lebih pada dua pengusaha atau lebih demikian pula
hubungan antara dua pengusaha atau lebih yang disebut terakhir.

7
2. Pengusaha menguasai pengusaha lainnya atau dua atau lebih pengusaha
berada di bawah penguasaan Terdapat hubungan keluarga baik sedarah
maupun semen dalam garis keturunan lurus sederajat dan atau ke samping satu
derajat.

2.7 Kewenangan Direktur Jendral Pajak


Secara umum transaksi antara wajib pajak yang mempunyai hubungan istimewa atau
dikenal dengan istilah transfer pricing dapat mengakibatkan terjadinya pengalihan
penghasilan atau dasar pengenaan pajak dan biaya dari satu wajib pajak ke pajak lainnya
dan hal ini dapat direkayasa untuk dapat menekan keseluruhan jumlah pajak terutang atas
wajib pajak yang mempunyai hubungan istimewa tersebut.
Kekurangwajaran yang sering terjadi sebagaimana disebutkan sebelumnya yaitu
terdapat pada :
1. Harga penjualan
2. Harga pembelian
3. Alokasi biaya administrasi dan umum
4. Pembebanan bunga atas pemberian pinjaman oleh pemegang saham, pembayaran
komisi, lisensi, franchise, sewa, royalti, imbalan atas jasa manajemen, imbalan
atas jasa teknik dan imbalan atas jasa lainnya
5. Pembelian harta perusahaan oleh pemegang saham atau tingkat yang mempunyai
hubungan istimewa yang lebih rendah dari harga pasar
6. Penjualan kepada pihak luar negeri melalui pihak ketiga yang kurang atau tidak
mempunyai substansi usaha
Untuk mengatasi praktik-praktik yang tidak lazim yang dilakukan oleh pihak-pihak
yang memiliki hubungan istimewa undang-undang pajak penghasilan membuat rambu-
rambu sebagai berikut untuk mengaturnya:
1. Pasal 18 ayat 3 UU PPh Nomor 7 tahun 1983 yang telah diubah terakhir kali dengan
UU Nomor 36 tahun 2008 ditegaskan bahwa :
Direktur jenderal pajak berwenang melakukan perjanjian dengan wajib pajak dan
bekerja sama dengan pihak otoritas pajak negara lain untuk menentukan harga
transaksi antara pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa sebagaimana
dimaksud dalam pasal 18 ayat 4 yang berlaku selama suatu periode tertentu dan

8
mengawasi pelaksanaannya serta melakukan renegosiasi setelah periode tertentu
tersebut berakhir.
2. Pasal 18 ayat (3a) UU PPh Nomor 7 tahun 1983 yang telah diubah terakhir kali
dengan UU Nomor 36 tahun 2008 ditegaskan bahwa:
Direktur jenderal pajak berwenang untuk menentukan kembali besarnya penghasilan
dan pengurangan serta menentukan utang sebagai modal untuk menghitung besarnya
penghasilan kena pajak bagi wajib pajak yang mempunyai hubungan istimewa dengan
wajib pajak lainnya sesuai dengan kewajaran dan kewajiban usaha yang tidak
dipengaruhi oleh hubungan istimewa.
3. Pasal 20 peraturan Dirjen pajak nomor PER 32/PJ./2011 mengatur secara khusus
tentang kewenangan Dirjen Pajak yaitu sebagai berikut
a. Direktur Jenderal Pajak berwenang menentukan kembali besarnya penghasilan
dan pengurangan untuk menghitung besarnya penghasilan kena pajak pada
transaksi yang dilakukan antara pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa.
b. Kewenangan Direktur Jenderal Pajak tidak dilakukan, apabila wajib pajak telah
memenuhi prinsip kewajaran dan kelaziman usaha dalam transaksi yang dilakukan
dengan pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa.
c. Penghitungan kembali besarnya penghasilan dan pengurangan dilakukan dengan
mempertimbangkan metode dan dokumen penentuan harga wajar atau laba wajar
yang diterapkan oleh wajib pajak.
d. Dalam hal wajib pajak tidak dapat memberikan penjelasan yang memadai atau
menunjukkan dokumen pendukung penerapan prinsip kewajaran dan kewajiban
usaha sebagaimana dimaksud dalam peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.
Direktur Jenderal Pajak akan berwenang menetapkan harga wajar atau laba wajar
berdasarkan data atau dokumen lain dan metode penentuan harga wajar atau laba
wajar yang dinilai tepat oleh Direktur Jenderal Pajak sesuai dengan kewenangan
berdasarkan pasal 13 ayat 1 Undang-Undang KUP.
2.8 Metode penentuan harga transfer (transfer pricing) dalam transaksi yang
mempunyai hubungan istimewa

Dalam penetuan metode Harga Wajar arau Laba Wajar, wajib dilakukan kajian
untuk menentukan metode Penentuan Harga Transfer yang paling sesuai (The Most
Appropiate Method), yakni:
1. Metode Perbandingan Harga antara Pihak yang tidak mempunyai Hubungan Istimewa

9
(Comparable Unconerolled Price/CUP adalah metode Penentuan Harga Transfer yang
dilakukan dengan membandingkan harga dalam transaksi yang dilakukan antara
pihakpihak yang mempunyai Hubungan Istimewa dengan harga barang atau jasa
dalam transaksi yang dilakukan antara pihak-pihak yang tidak mempunyai Hubungan
Istimewa dalam kondisi atau keadaan yang sebanding.
Contoh:
PT X menjual barang kepada PT Y (ridak terdapat hubungan istimewa) seharga Rp
500.000. PT X juga menjual barang yang sama ke PT Z (mempunyai hubungan
istimewa) seharga Rp 400.000.
Perlakuan Perpajakannya:
Harga jual barang yang dianggap wajar adalah harga yang diberlakukan kepada pihak
yang tidak mempunyai hubungan istimewa (PT Y), yakni sebesar Rp 500.000.
2. Metode Harga Penjualan Kembali (Resale Price Method/RPM) adalah metode
Penentuan Harga Transfer yang dilakukan dengan membandingkan harga dalam
transaksi suatu produk yang dilakukan antara pihak-pihak yang mempunyai
Hubungan Istimewa dengan harga jual kembali produk tersebut setelah dikurangi laba
kotor wajar, yang mencerminkan fungsi, asset, dan risiko, atas penjualan kembali
produk tersehut kepada pihak lain yang tidak mempunyai Hubungan Istimewa atau
penjualan kembali produk yang dilakukan dalam kondisi wajar.
Contoh : PT X menjual barang kepada PT Y (ridak terdapat hubungan istimewa)
seharga Rp 500.000. PT X juga menjual barang yang sama ke PT Z (mempunyai
hubungan istimewa) seharga Rp 400.000.
Perlakuan Perpajakannya: Harga jual barang yang dianggap wajar adalah harga yang
diberlakukan kepada pihak yang tidak mempunyai hubungan istimewa (PT Y), yakni
sebesar Rp 500.000.
3. Metode Biaya-Plus (Cost Plus Method) adalah metode Penentuan Harga Transfer
yang dilakukan dengan menambahkan tingkat laba kotor wajar yang diperoleh
perusahaan yang sama dari transaksi dengan pihak yang tidak mempunyai Hubungan
Istimewa atau tingkat laba kotor wajar yang diperaleh perusahaan lain dari transaksi
sebanding dengan pihak yang tidak mempunyai Hubungan Istimewa pada harga
pokok penjualan yang telah sesuai dengan Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha.
Contoh: PT X menjual bahan baku dan bahan pembantunya kepada PT Y dengan
harga Rp 100.000. PT X membeli barang tersebut dari pihak independen dengan
harga Rp 80.000. Jika laba kotor pembanding dari barang XX tersebut adalah 40%

10
dari harga pokok, berarti harga jual yang wajar atas barang PT X adalah Rp80.000
+(40% x Rp 80.000) = Rp112.000.
4. Metode Pembagian Laba (Profit Split Method/PSM) adalah metode Penentuan Harga
Transfer berbasis Laba Transaksional (Iansaetonal Profit Method Based) yang
dilakukan dengan mengidentifikasi laba gabungan atas transaksi afiliasi yang akan
dibagi oleh pihak-pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa tersebut dengan
menggunakan dasar yang dapat diterima secara ekonomi, yang memberikan perkiraan
pembagian laba yang selayaknya akan terjadi dan akan tercemin dari kesepakatan
antar pihak-pihak yang tidak mempunyai Hubungan Istimewa, dengan menggunakan
Metode Kontribusi (Contribution Profit Split Method) atau Metode Sisa Pembagian
Laba (Residual Profit Split Method).
Contoh: Perusahaan PT A dan PT B berafiliasi masing-masing memiliki laba: Rp
200.000.000 dan laba PT B sebesar Rp. 100.000.000 sehingga jika digabungkan laba
total kedua perusahaan mendapatkan Rp. 300.000.000. Namun setelah dianalisis
berdasarkan kontribusi profit-nya, keduanya memiliki profil split sebesar 60% untuk
PT A dan PT B sebesar 40%. Maka perhitungan transfer pricing yang wajar oleh PT B
adalah: Rp 100.000.000 – (40% x Rp.300.000.000) = Rp 20.000.000. Sehingga ada
koreksi laba PT A sebesar Rp. 20.000.000.
5. Metode Laba Bersih Transaksional (Transactional Net Margin Method/ TNMM)
adalah metode Penentuan Harga Transfer yang dilakukan dengan membandingkan
persentase laba bersih operasi terhadap biaya, terhadap dasar lainnya atas transaksi
antara pihak-pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa dengan persentase laba
bersih operasi yang diperoleh atas transaksi sebanding dengan pihak lain yang tidak
mempunyai Hubungan Istimewa arau persentase laba bersih operasi yang diperoleh
atas transaksi sebanding yang dilakukan oleh pihak yang tidak mempunyai Hubungan
Istimewa lainnya.
Contoh: PT XYZ merupakan produsen obat-obatan yang menjual ke perusahaan
grupnya (afiliasi) yang berada di negara Thailand (XYZ pharma) dan menggunakan
merek XYZ pharma. Dalam hal ini XYZ pharma hanya menjual produk PT XYZ.
Namun belakangan diketahui bahwa PT OPQ juga menjual produk serupa dengan
laba sebesar 10%. Diasumsikan bahwa harga pokok produksi obat-obatan tersebut
sebesar Rupiah 50.000.000 dengan biaya operasional sebesar Rp 15.000.000 sehingga
total biaya keseluruhan produksi menjadi Rp. 65.000.000. Maka, sesuai dengan
margin laba PT OQP yang sebesar 10% didapat harga transfer yang wajar sebesar Rp

11
71.500.000 berdasarkan perhitungan 10% x total biaya PT XYZ: Rp. 65.000.000.

2.9 Pedoman untuk wajib pajak yang mempunyai hubungan istimewa

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 22/PJ/2013


TENTANG PEDOMAN PEMERIKSAAN TERHADAP WAJIB PAJAK YANG
MEMPUNYAI HUBUNGAN ISTIMEWA DIREKTUR JENDERAL PAJAK.

Menimbang:
bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 6 ayat (3) dan Pasal 92 Peraturan
Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 17/PMK.03/2013 tentang Tata Cara
Pemeriksaan, perlu menetapkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak tentang Pedoman
Pemeriksaan Terhadap Wajib Pajak Yang Mempunyai Hubungan Istimewa;

Mengingat:
1. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3262) sebagaimana telah beberapa kali
diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4999);
2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3263) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir
dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2008 Nomor 133, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4893);
3. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan
Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1983 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
3264) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang
Nomor 42 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor
150, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5069);

12
4. Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan
Pemenuhan Kewajiban Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2011 Nomor 162, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5268)
berdasarkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan
Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir
dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2009 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4999);
5. Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 17/PMK.03/2013 tentang
Tata Cara Pemeriksaan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 47);

MEMUTUSKAN :

Menetapkan:
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK TENTANG PEDOMAN PEMERIKSAAN
TERHADAP WAJIB PAJAK YANG MEMPUNYAI HUBUNGAN ISTIMEWA.

Pasal 1

Menetapkan Pedoman Pemeriksaan sebagaimana tercantum dalam lampiran peraturan ini


sebagai pedoman pelaksanaan Pemeriksaan Terhadap Wajib Pajak Yang Mempunyai
Hubungan Istimewa yang selanjutnya disebut Pemeriksaan transfer pricing.

Pasal 2

Jenis dan bentuk surat dan/atau dokumen yang diperlukan dalam pelaksanaan
Pemeriksaan Terhadap Wajib Pajak Yang Mempunyai Hubungan Istimewa dibuat
dengan menggunakan format sesuai contoh sebagaimana tercantum dalam Lampiran II
yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.

Pasal 3
Pada saat Peraturan Direktur Jenderal ini mulai berlaku:

13
1. Terhadap SP2 yang diterbitkan sebelum berlakunya Peraturan Direktur Jenderal ini
dan Pemeriksaan belum selesai, proses penyelesaian selanjutnya dilakukan
berdasarkan ketentuan sebagaimana diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal ini;
2. Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-01/PJ.07/1993 tentang Pedoman
Pemeriksaan Pajak Terhadap Wajib Pajak Yang Mempunyai Hubungan Istimewa,
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 4

Peraturan Direktur Jenderal ini mulai berlaku pada tanggal 1 Juli 2013.
2.10 Advance Pricing Agreement

Kesepakatan Harga Transfer (Advance Pricing Agreement/APA) adalah perjanjian


antara Direktorat Jenderal Pajak dan wajib pajak dan atau otoritas pajak negara lain,
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (3a) Undang-Undang PPh untuk menyepakati
kriteria-kriteria dan atau menentukan Harga Wajar atau Laba Wajar di muka para pihak
yang mempunyai Hubungan Istimewa.
Ketentuan tentang Kesepakatan harga transfer (Advance Pricing Agreement) diatur
dalam Peraturan Dirjen Pajak No. PER 69/PJ./2010.
1) Tujuan diadakannya APA adalah untuk mengurangi terjadinya praktik
penyalahgunaan transfer pricing oleh perusahaan multinasional.
2) Persetujuan antara wajib pajak dengan Direktur Jenderal Pajak mencakup
beberapa hal, antara lain harga jual produk yang dihasilkan, jumlah royalty, dan
lain-lain, tergantung pada kesepakatan.
3) Keuntungan dari APA selain memberikan kepastian hukum dan kemudahan
penghitungan pajak, fiskus tidak perlu melakukan koreksi atas harga jual dan
keuntungan produk yang dijual wajib pajak kepada perusahaan dalam grup yang
sama.
4) APA dapat bersifat unilateral, merupakan kesepakatan antara Direktur Jenderal
Pajak dengan wajib pajak, atau bilateral, yaitu kesepakatan antara Direktur
Jenderal Pajak dan otoritas perpajakan negara lain menyangkut wajib pajak yang
berada di wilayah yurisdiksinya.

14
2.11 Tip Tax Planning tentang pemakaian barang antar perusahaan yang
mempunyai hubungan istimewa dan penagihannya

Semua akun utang-piutang antarafliasi harus tereliminasi (offseting pembayaran)


satu dengan yang lainnya pada akhir bulan dan pada akhir tahun (sebelum tutup buku),
sedemikian rupa sehingga pada akhir tutup buku tidak terlihat saldo utang-piutang antar
afliasi di Neraca masingmasing. Transaksi yang masih “open account" tersebut seringkali
menjadi pemicu pemeriksaan fiskus akibat adanya "hubungan istimewa” dari akun utang-
piutang antarafliasi, meskipun tranksinya sudah mencerminkan harga yang wajar.
Sebagai ilustrasi, setiap pemakaian barang PT X untuk kepentingan PT Y, dimana
PT X memiliki hubungan istimewa dengan PT Y harus diperlakukan sebagai “Piutang
lain-lain” dari PT X yang harus ditagih ke PT Y pada setiap bulan dan dilunasi sebelum
masuk ke bulan berikutnya. Pemakaian barang tersebut harus diadministrasikan secara
tertib dan terkontrol.
Penagihan atas “Piutang lain-lain” tersebut dapat dilakukan oleh bagian keuangan
PT X dengan menerbitkan kwitansi kepada PT Y senilai harga pembelian barangnya
dengan melampirkan bukti pemakaian barang. Atas dasar kwitansi tersebut, bagian
Keuangan secara transparan melakukan pembayarannya dari rekening cash PT Y ke
rekening cash PT X. Setiap transaksi pemakaian barang antar perusahaan harus
didasarkan pada harga pasar yang wajar (arm's length price).

15
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Banyaknya perusahaan dalam maupun luar negeri yang mendirikan cabang atau
anak perusahaan, mengakibatkan munculnya hubungan istimewa diantara
perusahaanperusahaan tersebut. Hubungan istimewa itu sendiri dapat terjadi apabila:
 Wajib pajak mempunyai penyertaan modal langsung atau tidak langsung yang paling
rendah 25% pada wajib pajak lain.
 Satu atau lebih perusahaan berada dibawah kendali/penguasaan oleh satu pihak yang
sama.
 Wajib pajak memiliki hubungan keluarga, sedarah atau semenda, lurus atau
kesamping satu derajat.
Untuk pihak-pihak yang tidak dianggap mempunyai hubungan istimewa itu sendiri
apabila:
 Penyandang dana
 Serikat dagang
 Perusahaan layanan umum
 Departemen dan instansi pemerintah dalam pelaksanaan urusan normal dengan
perusahaan pelapor
 Satu-satunya pelanggan, pemasok, pemegang hak franchise, distributor atau
perwakilan/agen umum.
Dikarenakan adanya hubungan istimewa ini maka, Dirjen Pajak berwenang untuk
mengatur atau menentukan kembali penghasilan, pengurangan penghasilan, serta utang
sebagai modal dalam menghitung Penghasilan Kena Pajak atas pihak yang memiliki
hubungan istimewa dengan wajib pajak lainnya sesuai dengan kewajaran atau kelaziman
usaha yang tidak dipengaruhi oleh hubungan istimewa dengan menggunakan beberapa
metode, yaitu:
 Perbandingan harga antara pihak independen
 Harga penjualan kembali
 Biaya plus
 Pembagian laba
 Laba bersih transaksional.
Penentuan harga jual dan perolehan terjadi dalam beberapa transaksi diantaranya,

16
yaitu jual beli, tukar menukar, likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran,
pemecahan, pengambil alihan usaha, bantuan, sumbangan, hibah, warisan, serta
penyertaan modal. Sesuai dengan Pasal 10 ayat (1) UU PPh, harga perolehan atau harga
penjualan dalam hal terjadi jual beli harta yang tidak dipengaruhi hunungan istimewa
yaitu jumlah yang sesungguhnya dikeluarkan atau diterima, sedangkan apabila terdapat
hubungan istimewa adalah jumlah yang seharusnya dikeluarkann atau diterima. Untuk
transaksi tukar menukar, niali perolehan atau nilai penjualan yang terjadi adalah jumlah
yang seharusnya dikeluarkan atau diterima berdasarkan harga pasar. Untuk nilai
perolehan atau pengalihan harta yang dialihkan dalam rangka likuidasi, penggabunga,
peleburan, pemekaran, pemecahan, pengambilalihan usaha itu sendiri adalah jumlah yang
seharusnya dikeluarkan atau diterima berdasarkan harga pasar, kecuali apabila telah
ditetapkan oleh Menteri Keuangan. Sedangkan untuk transaksi bantuan, sumbangan,
hibah nilai perolehannya berdasarkan nilai buku, dan untuk nilai perolehan warisan
berdasarkan harga pasar, dan untuk penyertaan modal berdasarkan nilai yang digunakan.

3.2 Saran
Dengan membaca materi yang telah tersaji dalam makalah ini, diharapkan pembaca
dapat memahami dengan baik Manajemen Perpajakan Perusahaan yang Memiliki
Hubungan Istimewa dan bisa memahami kasus mengenai Manajemen Perpajakan
Perusahaan yang Memiliki Hubungan Istimewa. Kemudian, tentunya makalah ini masih
banyak kekurangan baik dalam hal materi ataupun pemilihan kata, oleh karena itu saran
dari pembaca juga diperlukan.

17
DAFTAR PUSTAKA
(Peraturan Direktur Jenderal Pajak, n.d.)

Drs. Chairil Anwar Pohan, M. (2013). Manajemen Perpajakan. Gramedia Pustaka Utama.

iii

Anda mungkin juga menyukai