Anda di halaman 1dari 7

Lada

Lada

lada
Klasifikasi ilmiah
Kerajaan: Plantae
Divisi: Magnoliophyta
Kelas: Magnoliopsida
Ordo: Piperales
Famili: Piperaceae
Genus: Piper
Spesies: Piper nigrum
Nama binomial
Piper nigrum

Lada, disebut juga merica atau sahang, yang mempunyai nama Latin Piper nigrum adalah
sebuah tanaman yang kaya akan kandungan kimia, seperti minyak lada, minyak lemak, juga pati.
[1]
Lada bersifat sedikit pahit, pedas, hangat, dan antipiretik.[1] Tanaman ini sudah mulai
ditemukan dan dikenal sejak puluhan abad yang lalu.[2] Pada umumnya orang-orang hanya
mengenal lada putih dan lada hitam yang mana sering dimanfaatkan sebagai bumbu dapur.[2]
Tanaman ini merupakan salah satu komoditas perdagangan dunia dan lebih dari 80% hasil lada
Indonesia diekspor ke negara luar.[3] Selain itu, lada mempunyai sebutan The King of Spice (Raja
Rempah-Rempah) yang mana kebutuhan lada di dunia tahun 2000 mencapai 280.000 ton.[3] Lada
adalah salah satu tanaman yang berkembang biak dengan biji, tetapi banyak para petani lebih
memilih melakukan penyetekkan untuk mengembangkannya.[4] Mereka memotong batangnya
kira-kira dengan panjang 0,25–0,5 meter.[4] Tumbuhan lada secara sekilas mirip dengan sirih
(Piper betle)
Bagian-bagian tanaman
Batang

Batang tanaman lada tumbuh merambat pada suatu tiang, terkadang juga menjalar di permukaan
tanah.[2] Panjang batang bisa mencapai 15 meter, tetapi dalam budi daya tanaman lada, biasanya
batang akan dipotong dan hanya disisakan sekitar 275–300 cm.[2] Bentuk batang pada tanaman
lada adalah beruas-ruas seperti tanaman tebu dan panjang ruas bukunya berkisar 4–7 cm, hal ini
tergantung pada tingkat kesuburan.[2] Panjang ruas buku pada pangkal biasanya lebih pendek
dibanding dengan ruas yang berada di pertengahan maupun ujung, sedang ukuran diameternya
rata-rata berukuran 6–25 mm.[2]

Akar

Akar yang dimiliki oleh tanaman lada adalah akar tunggang namun mirip dengan akar serabut.[2]
Ukurannya kecil-kecil dan tidak panjang sebagaimana pada akar tunggang biasanya.[2] Sesuai
dengan jenisnya, akar tanaman ini dibedakan menjadi dua, yakni akar lekat dan akar tanah.[2]
Akar lekat adalah akar yang tumbuh pada setiap ruas buku yang berada di permukaan tanah dan
mempunyai panjang rata-rata 2,5–3,5 cm.[2] Dalam satu ruas buku bisa tumbuh sebanyak 10–25
helai akar.[2] Kemudian akar tanah adalah akar yang tumbuh pada batang tanaman lada yang
berada di dalam tanah.[2] Dari satu suku batang bisa tumbuh sekitar 10–20 helai akar.[2]

Cabang

Gambar 1. Buah lada yang masih di pohon

Tanaman ini mempunyai dua macam lada, yakni cabang orthotrop dan cabang pang plagiatrop.
[2]
Adapun cabang orthotrop adalah cabang yang tumbuh dari ketiak daun pada buku batang baik
yang berada di permukaan maupun di dalam tanah.[2] Selanjutnya, cabang pang plagiatrop
merupakan cabang yang tumbuh dari buku dahan.[2] Biasanya cabang ini akan tumbuh setelah
tanaman lada berbuah sebanyak dua kali.[2] Jika semakin banyak buku dahan yang ditumbuhi
olehnya, maka semakin banyak buah yang akan dihasilkan.[2]

Dahan

Ukuran panjang dahan tanaman lada berkisar antara 35–65 cm.[2] Dahannya tumbuh secara
vertikal, tetapi akan berubah jadi horisontal ketika buahnya sudah mulai tua dan masak.[2] Hal ini
menyebabkan dahan tanaman ini menggantung karena dipengaruhi oleh bobot buah yang tumbuh
di dahan tersebut.[2] Dahan harus dijaga agar tumbuh normal karena mempunyai fungsi utama,
yakni sebagai media pertumbuhan bunga dan buah.[2]

Daun

Daun tanaman lada berbentuk bulat telur, tetapi ujungnya meruncing.[5] Pada belahan atas, daun
berwarna hijau tua mengkilat, sedang yang bawah berwarna hijau pucat.[5] panjangnya bisa
mencapai 12–18 cm dengan ukuran lebar 5–10 cm.[5] Daun akan berukuran lebih panjang jika
berada pada batang bagian atas, begitu sebaliknya.[5] Biasanya kuncup daun lada terbungkus oleh
kelopak (sisik), jika dia mengembang, maka berjatuhanlah kelopak tersebut. Selain itu, daun
tanaman ini sifatnya kenyal dan bertangkai.[5]

Varietas lada
Di Indonesia, terdapat sekitar 40 jenis lada. Meskipun begitu, jenis varietas lada yang banyak
ditanam tergantung kepada daerahnya. Di Lampung misalnya, jenis yang banyak ditanam adalah
Belantung dan Kerinci. Di Bangka jenis yang banyak ditanam adalah “Lampung Daun Kecil”
(LDK) dan “Lampung Daun Lebar” (LDL), Merapin, Chunuk dan Jambi. Di Kalimantan, jenis
lada yang banyak ditanam adalah varietas Bengkayang. Di Provinsi Jawa Barat, jenis yang
banyak ditanam adalah varietas LDK dan LDL. Dalam setiap jenis varietas mempunyai
keunggulan dan kelemahan dalam ketahanan hama dan penyakit uatama lada, sehingga petani
dapat memilih jenis varietas lada mana yang cocok untuk dikembangkan[6]

Seiring perkembangan zaman dan tekhnologi pertanian kini tanam lada tidak hanya terpaku pada
jenis rambat namun sudah dibudidayakan juga jenis lada perdu yang tidak terlalu membutuhkan
lahan luas serta sangat minim pemeliharaan dan juga hasil buahnya sebanding dengan jenis
rambat.

Pertumbuhan dan tata cara tanam lada


Karakteristik geografis

Tanaman lada tumbuh dengan baik pada daerah dengan ketinggian mulai dari 0–700 m di atas
permukaan laut (dpl). Penyebaran tanaman lada sangat luas berada di wilayah tropika antara 200
LU dan 200 LS, dengan curah hujan dari 1.000–3.000 mm per tahun, merata sepanjang tahun
dan mempunyai hari hujan 110–170 hari per tahun, musim kemarau hanya 2–3 bulan per tahun.
Kelembaban udara 63–98% selama musim hujan, dengan suhu maksimum 35℃ dan suhu
minimum 20℃. Lada dapat tumbuh pada semua jenis tanah, terutama tanah berpasir dan gembur
dengan unsur hara cukup, drainase (air tanah) baik, tingkat kemasaman tanah pH 5,0–6,5.[6]

Tata cara tanam

Gambar 2. Lada dengan sistem tanam sulur panjat

Tanaman lada dapat diperbanyak secara generatif dengan biji, dan vegetatif dengan setek.
Perbanyakan menggunakan setek lebih praktis, efisien dan bibit yang dihasilkan sama dengan
sifat induknya. Setek tanaman lada dapat diambil dari sulur panjat, sulur gantung, sulur tanah
dan sulur buah (cabang buah). Sulur panjat adalah sulur yang tumbuh memanjat tanaman
penegak, apabila ditanam akan menghasilkan tunas dan akar lekat yang dapat langsung melekat
pada penegak lada. Sulur gantung adalah sulur panjat yang menggantung atau tidak tumbuh
memanjat pada tanaman penegak, tidak mempunyai akar lekat, apabila ditanam akan
menghasilkan tunas yang tidak dapat langsung melekat pada tanaman penegak, cabang
buah/buah keluarnya lambat (3–4 tahun). Sulur tanah adalah sulur yang tumbuh merayap
dipermukaan tanah, akar lekatnya terbatas, tiap buku tidak keluar akar, apabila di tanam akan
menghasilkan tunas yang tidak dapat langsung melekat pada tanaman penegak, cabang
buah/buah keluarnya lambat (3–4 tahun). Sulur buah (cabang buah) adalah cabang buah, tidak
mempunyai akar lekat, apabila ditanam akan cepat menghasilkan buah, tetapi tanaman lada tidak
dapat tumbuh tinggi dan tidak melekat pada tanaman penegak,perakarannya dangkal, mudah
stres apabila ketersediaan air tanah terbatas, keluarnya cabang buah cepat, pada umur 1 tahun
sudah menghasilkan buah[6]

Pada umur 3 tahun, tanaman sudah dapat dipanen dan pertumbuhannya mencapai ujung tiang
penegak dengan ketinggian 3,5 cm. Selanjutnya hasilnya mulai bertambah sampai tanaman
berumur 8 tahun, kemudian mulai menurun. Kalau tanaman dipelihara baik, tanaman masih
dapat berproduksi sampai 15 tahun atau lebih. Sejak bunga keluar sampai buah masak, memakan
waktu 7–9 bulan. Buah lada yang masih muda berwarna hijau muda, kemudian berubah menjadi
hijau tua dan apabila sudah masak menjadi kuning kemerah-merahan. Pada tahap pembungaan
dan pembuahan ini perlu diamati kemungkinan adanya serangan kepik penghisap bunga
(Diplogompus hewetii) dan kepik penghisap buah Dasynus piperis. Kedua jenis hama ini sama-
sama menimbulkan kehilangan langsung pada produksi lada (buah keriput, rontok, dsb).
Pemberantasan kedua jenis hama ini dapat dilaksanakan dengan penyemprotan insektisida yang
telah disetujui oleh Komisi Pestisida dengan frekuensi 2–5 kali per tahun tergantung pada berat
ringannya serangan [6]

Berdasarkan tujuannya, ada dua macam pemanenan buah lada yaitu lada hitam dan lada putih.
Lada hitam dan lada putih sebenarnya tumbuh dari tanaman yang sama. Namun, keduanya
memiliki cara pengolahan yang berbeda sehingga menghasilkan warna, tekstur, dan rasa berbeda
yang memiliki khas masing-masing. Lada hitam adalah lada yang dikeringkan bersama kulitnya
(tanpa pengupasan), sedangkan lada putih adalah lada yang dikeringkan setelah melalui proses
perendaman dan pengupasan. Lada putih memiliki rasa yang lebih pedas daripada lada hitam.
Namun rasa lada putih tidak sekaya rasa lada hitam yang memiliki rasa lebih kompleks. Lada
hitam paling banyak dihasilkan di Propinsi Lampung, sementara lada putih awalnya banyak
dihasilkan di Muntok, Bangka bagian barat. Saat ini lada putih terkonsentrasi di Bangka Selatan
antara lain terdapat di Kecamatan Toboali, Kecamatan Koba, dan Kecamatan Air Gegas[6]

Penyebaran

Kebun lada di Pulau Bangka

Indonesia merupakan negara pemasok terbesar dalam pasar lada internasional. Menurut Wahid
dan Sitepu, 1987 sebelum perang dunia ke II, Indonesia hampir menguasai hampir seluruh
kebutuhan lada dunia (80 persen). Selanjutnya Indrawanto dan Wahyudi (1996)[7] melaporkan
bahwa ekspor lada putih Indonesia pernah meningkat dari 54 persen pada tahun 1981 menjadi 94
persen pada tahun 1990 dari total ekspor lada putih dunia. Sebaliknya pada periode yang sama
pangsa ekspor lada hitam Indonesia pernah menurun dari 52 persen pada tahun 1981 menjadi 27
persen pada tahun 1990. Enam tahun kemudian mulai dari tahun 1996–2000, lada hitam negara
kita meningkat lagi menjadi 45 persen dari total ekspor lada hitam dunia.[8] Ada sembilan negara
yang menjadi pemasok dominan lada di dunia ini, yaitu Indonesia, India, Malaysia, Brazil,
Thailand, Sri Langka, Vietnam, Mexico dan Madagascar. Dalam masa sepuluh tahun terakhir
(1990–2000) rata-rata pertahunnya negara Indonesia merupakan negara yang paling besar dalam
mengekspor lada kemudian di ikuti oleh negara Malaysia dan Brazil, dengan masing-masing
rata-rata pertahunnya sebesar 43.193 ton, 31.904 ton, dan 24,511 ton.
Luas area tanaman lada di Indonesia hampir 90% dimiliki oleh perkebunan rakyat estimasi tahun
2000 seluas 130.178 ha dari total areal 130.557 ha, dengan total potensi produksi lada Indonesia
sekitar 65.227 ton. Daerah penghasil lada terbesar di Propinsi Lampung, Kepulauan Bangka
Belitung, Kalimantan Timur dan Kalimantan Barat. Hasil pengolahan lada ada 3 jenis yaitu lada
hitam, putih dan hijau, dari 3 jenis olahan yang dikenal hanya lada hitam dan putih. Untuk hasil
olahan lada dari Propinsi Lampung dikenal dengan sebutan Lampung black pepper dan hasil
olahan lada dari Provinsi Kepulauan Bangka-Belitung dikenal dengan sebutan Muntok white
pepper. Sebutan tersebut dikenal karena Indonesia merupakan salah satu produsen terbesar di
dunia. Kondisi perkebunan lada Indonesia saat ini sekitar 11,50% dari seluruh luas komoditas
perkebunan dengan kemampuan modal yang lemah. Dampak dari kondisi tersebut diatas
mengakibatkan perkembangan teknologi ditingkat petani untuk perbaikan mutu,
budidaya/pengembangan tanaman sangat lambat dan tidak mengalami perubahan [8]

Kandungan lada dan analisis metabolit lada


Kandungan lada

Rasa pedas lada diakibatkan oleh adanya zat piperin, piperanin, dan chavicin yang merupakan
persenyawaan dari piperin dengan semacam alkaloid. Chavicin banyak terdapat dalam daging
biji lada (mesocarp) dan tidak akan hilang walaupun biji yang masih berdaging dijemur hingga
lebih pedas dibanding lada putih. Aroma biji berasal dari minyak atsiri yang terdiri dari beberapa
jenisminyak terpen (terpentin) lada hitam dan lada putih dengan senyawa kimiakadar air, zat
protein, zat karbohidrat, minyak atsiri dan piperin (alkaloid). Piperin termasuk golongan alkaloid
yang merupakan senyawa amidabasa lemah yang dapat membentuk garam dan asam mineral
kuat. Tumbuhan yang termasuk jenis piper selain mengandung 5–9% piperin juga mengandung
minyak atsiri berwarna kuning berbau aromatis senyawa berasa pedas (kavisin), amilum, resin,
dan protein. Piperin berupa kristal berbentuk 8 jarum berwarna kuning, tidak berbau,tidak berasa
lama-lama pedas. Piperinbila dihidrolisis dengan KOH akan menghasilkan kalium piperinat dan
piperidin. Saat ni produk utama dari lada yaitu lada tu sendiri ya,ng memiliki beberapa kegunaan
di antaranya yaitu untuk kesehatan, untuk obat-obat tradisional maupun modern, khasiatnya
sebagai stimulan pengeluaran keringat (diaphoretik), pengeluaran angin (carminativ), peluruhan
air kencing (diuretik), peningkatan nafsu makan, peningkatan aktivitas kelenjar-kelenjar
pencernaan, dan percepatan pencernaan zat lemak. Selain itu biji lada pun dapat dipakaiuntuk
ramuan obat reumatik. Lada juga dimanfaatkan sebagai pestisida nabati, pada lada mengandung
zat racun, oleh karena itu, lada dapat digunakan sebagai insektisida pembunuh serangga. Ekstrak
kasar lada hitam juga sangat toksik terhadap hama kapas.

Analisis metabolit lada

Kajian metabolomik telah dilakukan oleh penelitian[9] menggunakan lada jenis spesies C.
annuum, C. chinense, C. frutescens dan C. baccatum dengan bentuk morfologi, tingkat
kepedasan, serta asal geografis yang berbeda. Analisis genotip menggunakan marka AFLP
mengkonfirmasi pengelompokan filogenetik. Pengelompokan spesifik-spesies dilakukan
berdasarkan profil metabolit semi-polar mereka. Secara total 88 semi-polarmetabolit dapat
diidentifikasi. Sebagian besar metabolit ini mewakili konjugat dari flavonoid lada utama
(quercetin, apigenin, dan luteolin). Data profil ini dapat digunakan dalam program pemuliaan
yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas lada berbasis metabolit seperti rasa dan metabolit
yang dihasilkan terkait manfaatnya pada kesehatan.[9]

Hasil penelitian menjelaskan bahwa terdapat variasi metabolisme yang cukup besar dalam
berbagai jenis spesies lada yang berbeda. Perbedaan metabolit pada beberapa spesies ini yang
menyebabkan adanya variasi metabolit semi-polar sedangkan tingkat kepedasan lada
berpengaruh atas variasi dalam roma yang bersifat volatil pada lada. Selain adanya kandungan
flavonoid dan kapsianosida yang bermanfaat bagi kesehatan juga diidentifikasi senyawa volatil
lainnya seperti senyawa ester asam lemak bercabang metil, senyawa volatil turunan asam lemak
misalnya heksanal, nonenal, dan non-edienal serta monoterpen. Senyawa-senyawa tersebut dapat
berpotensi menjadi kandidat untuk program pemuliaan yang bertujuan untuk mengembangkan
kultivar baru dengan rasa yang lebih baik dan karakteristik kualitas yang lebih baik. Hasil
penelitian ini juga menunjukkan data untuk mengeksplorasi variasi metabolik dengan platform
analitik yang berbeda dan untuk memadukan metabolisme dengan analisis genetik sebagai
strategi untuk menargetkan program pemuliaan tanaman dengan keragaman fenotipik untuk sifat
dan kualitas tanaman lada.[9]

Lihat juga
 Perdagangan rempah

Referensi
1.

 Permadi, Adi (2008). Membuat Kebun tanaman Obat.Jakarta:Pustaka Bunda. Cet. 1 Hal 37
  T., Sarpian (2003).Pedoman Berkebun Lada dan Analisis Usaha Tani.Yogyakarta:Penerbit
Kanisius. Hal 22-27
  Rukmana, Rahmat(2003).Tanaman Perkebunan: Usaha Tani Lada
Perdu.Yogyakarta:Penerbit Kanisius. Hal 7
  Suryatini (2008).Dapur Naga di Indonesia.Jakarta:PT Gramedia Pustaka Utama. Hal 106
  Agraris Kanisius, Aksi(2005).Bercocok Tanam Lada.Yogyakarta: Penerbit Kanisius. Hal
16 Cet. 15
  Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 2008. Teknologi Budidaya Lada. ISBN
978-979-1415-37-8.
  Indrawanto, C dan A. Wahyudi. 1996. Penawaran dan Permintaan Lada Hitan dan Lada
Putih. Monograf Tanaman Lada. Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat, Bogor.
  Susilowati, S.H. Supriyati dan Sumedi. 2002. Review dan Outlook Komoditas
Perkebunan. Puslitbang Sosial Ekonomi Pertanian. Badan Litbang Pertanian. Bogor.
 Wahyuni, Y., Ballester, A.-R., Tikunov, Y., de Vos, R. C. H., Pelgrom, K. T. B., Maharijaya,
A., … Bovy, A. G. 2012. Metabolomics and Molecular Marker Analysis to Explore Pepper
(Pepper ningrum sp.) Biodiversity. Metabolomics, 9(1), 130–144.

Anda mungkin juga menyukai