Anda di halaman 1dari 7

Kacang pinus

Halaman

Pembicaraan
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Bunga pinus yang telah dibuahi dengan bijinya

Kacang pinus korea (Pinus koraiensis)

Kacang pinus kupas, keringNilai nutrisi per 100 g (3,5 oz)

Energi 2.815 kJ (673 kcal)

Karbohidrat

13.1 g

Pati 1.4 g

Gula 3.6 g

Serat pangan 3.7 g

Lemak

68.4 g

Jenuh 4.9 g

Tak jenuh tunggal 18.7 g

Tak jenuh jamak 34.1 g

Protein

13.7 g

Vitamin Kuantitas

%DV†

Vitamin A equiv.

beta-karotena

0%

1 μg

0%

17 μg

Tiamina (B1)
35%

0.4 mg

Riboflavin (B2)

17%

0.2 mg

Niasin (B3)

29%

4.4 mg

Asam pantotenat (B5)

6%

0.3 mg

Vitamin B6

8%

0.1 mg

Folat (B9)

9%

34 μg

Kolina

11%

55.8 mg

Vitamin C

1%

0.8 mg

Vitamin E

62%

9.3 mg

Vitamin K

51%

53.9 μg

Mineral Kuantitas

%DV†
Kalsium

2%

16 mg

Tembaga

Kesalahan ekspresi: Kata "g" tidak dikenal.%

1.3 g mg

Zat besi

42%

5.5 mg

Magnesium

71%

251 mg

Mangan

419%

8.8 mg

Fosfor

82%

575 mg

Potasium

13%

597 mg

Selenium

1%

0.7 μg

Seng

67%

6.4 mg

Komponen lainnya Kuantitas

Air 2.3 g

Satuan
μg = mikrogram • mg = miligram

SI = Satuan internasional

†Persen DV berdasarkan rekomendasi Amerika Serikat untuk orang dewasa.

Sumber: USDA FoodData Central

Kacang pinus merupakan biji dari pohon pinus yang dapat dimakan. Kacang pinus masuk ke dalam
kategori kacang pohon secara kuliner namun tidak secara botani. Kacang ini dapat dimakan, tetapi
pengusahaannya secara komersial relatif terbatas karena ukuran dan hasilnya yang tidak banyak,
beberapa merupakan produk samping dari budi daya kayu.[1][2][3] China dan Italia merupakan
produsen kacang pinus utama di dunia.[4]

Produksi

Di Asia hanya dua jenis pinus yang dibudidayakan khusus untuk konsumsi bijinya, yaitu pinus Korea
(Pinus koraiensis) di semenanjung Korea dan sekitarnya, dan pinus chilgoza (Pinus gerardiana) di
Himalaya. Empat spesies lainnya yaitu pinus Siberia (Pinus sibirica), pinus kerdil Siberia (Pinus
pumila), pinus putih China (Pinus armandii) dan Pinus bungeana.

Di Eropa, Pinus pinea telah dibudidayakan selama 6000 tahun untuk menghasilkan biji. Spesies ini
juga hiudp di hutan alami dan bijinya didapatkan di sana. Pinus Swiss (Pinus cembra) dibudidayakan
dan dipanen daam skala kecil.

Di Amerika utara, Pinus edulis, Pinus monophylla, dan Pinus cembroides merupakan spesies utama
penghasil kacang pinus. Spesies lainnya yaitu Pinus sabineana, Pinus coulteri, Pinus torreyana, Pinus
lambertiana, dan Pinus quadrifolia. Sebagian besar dipanen oleh penduduk asli benua Amerika.[5][6]

Karakteristik

Nutrisi dari kacang pinus cenderung bervariasi tergantung pada spesiesnya, dengan pinus batu
(Pinus pinea) memiliki kadar protein tertinggi.[2] Kacang pinus juga merupakan sumber serat pangan
yang signifikan. Kacang pinus terlindungi oleh cangkang yang relatif tebal tergantung spesiesnya.
Sebagian besar nutrisi tersimpan di dalam embrio dari biji. Kacang pinus yang telah dikupas dapat
dimakan langsung. Kacang pinus memiliki usia simpan yang relatif lama meski telah dikupas, selama
disimpan di udara kering dan dingin.

Kacang pinus Eropa dapat dibedakan dari kacang pinus produksi Asia dari ukurannya, dengan kacang
produksi Eropa berukuran lebih panjang relatif terhadap lebarnya. Sedangkan kacang pinus produksi
Amerika dicirikan dengan ukurannya yang besar dan relatif mudah dikupas.
Pemanfaatan kuliner

Kacang pinus dapat dimanfaatkan selayaknya buah geluk, seperti dihaluskan menjadi tepung untuk
membuat marzipan, digoreng kering menjadi makanan ringan, hingga dibakar dan dihaluskan untuk
dijadikan bahan baku minuman pengganti kopi. Kacang pinus merupakan bahan baku saus pesto di
Italia. Di Timur Tengah kacang pinus digunakan pada masakan kibbeh, sambusak, baklava, dan
sebagainya.

Bagi beberapa orang, kacang pinus dapat meninggalkan rasa yang tidak menyenangkan di lidah[7]
dan mampu bertahan selama beberapa hari hingga beberapa minggu. Rasa ini cenderung bersifat
pahit dan seperti logam. FDA menyatakan bahwa hal ini tidak menimbulkan dampak yang signifikan
bagi kesehatan.[8] Fenimena ini disebut dengan "sindrom kacang pinus".[9] Nestle Research Centre
mengeluarkan hipotesis bahwa spesies pinus Pinus armandii yang banyak tumbuh di China
merupakan penyebab dari masalah ini.[10] Studi lainnya menguatkan hal tersebut dan
menambahkan kemungkinan bahwa bahan kimia yang digunakan dalam pengupasan kacang pinus
mungkin ikut memberikan pengaruh.[11] Gangguan rasa pada lidah umumnya terasa satu sampai
tiga setelah kacang pinus dikonsumsi dan dapat berlangsung hingga 2 minggu.[12][13] FDA masih
melakukan penelitian mengenai sindrom ini.[14]

Minyak kacang pinus

Kacang pinus dapat diekstrak untuk mendapatkan minyak kacang pinus yang dihargai karena
memiliki rasa yang unik. Sebuah studi menemukan bahwa minyak kacang pinus Korea kemungkinan
dapat menahan nafsu makan.[15]

Referensi

Ikon portal Portal Pertanian

Wikimedia Commons memiliki media mengenai Pine seeds.

Farjon A (2005). Pines. Drawings and descriptions of the genus Pinus. Koninklijke Brill. ISBN 90-04-
13916-8.

Lanner RM (1981). The Piñon Pine. A Natural and Cultural History. University of Nevada Press. ISBN
0-87417-066-4.

Lanner RM (1981). Made for Each Other. A Symbiosys of Birds and Pines. Oxford University Press.
ISBN 0-19-508903-0.

"Pine Nuts Profile". Agricultural Marketing Resource Center. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2014-
05-02. Diakses tanggal 1 Mei 2014.

"History of Pine Nuts & The People of the Great Basin." Diarsipkan 2011-07-17 di Wayback Machine.
Goods from the Woods. 2004 (Diakses 8 Des 2009)
Frazier, Penny. "Pine Nuts, Politics and Public Lands." Diarsipkan 2016-03-06 di Wayback Machine.
Raw Foods News Magazine. (Diakses 8 Des 2009)

Mostin, M. (2001). "Taste disturbances after pine nut ingestion". European Journal of Emergency
Medicine. 8: 76. doi:10.1097/00063110-200103000-00036.

"Pine Mouth" and Consumption of Pine Nuts

Christopher Middleton (May 2009). "Pine mouth puzzle: Why do these nuts leave you with a bitter
taste?". Daily Mail. Diakses tanggal 2009-09-01.

"The Great Pine Nut Mystery".

Destaillats, Frédéric; Cruz-Hernandez, Cristina; Giuffrida, Francesca; Dionisi, Fabiola; Mostin,


Martine; Verstegen, Geert (2011). "Identification of the Botanical Origin of Commercial Pine Nuts
Responsible for Dysgeusia by Gas-Liquid Chromatography Analysis of Fatty Acid Profile" (PDF).
Journal of Toxicology. 2011: 1–7. doi:10.1155/2011/316789. PMC 3090612 alt=Dapat diakses gratis.
PMID 21559093.

Munk, Marc-David (2010). ""Pine Mouth" Syndrome: Cacogeusia Following Ingestion of Pine Nuts
(Genus: Pinus). An Emerging Problem?". Journal of Medical Toxicology. 6 (2): 158–159.
doi:10.1007/s13181-009-0001-1. PMID 20049580.

Ballin, Nicolai Z. (Feb 17, 2014). "A Trial Investigating the Symptoms Related to Pine Nut Syndrome".
Journal of Medical Toxicology. 8: 278–280. doi:10.1007/s13181-012-0216-4.

U.S Food and Drug Administration. "'Pine Mouth' and Consumption of Pine Nuts".

Hughes GM, Boyland EJ, Williams NJ; et al. (2008). "The effect of Korean pine nut oil (PinnoThin™) on
food intake, feeding behaviour and appetite: A double-blind placebo-controlled trial". Lipids Health
Dis. 7: 6. doi:10.1186/1476-511X-7-6. PMC 2289823 alt=Dapat diakses gratis.

Anda mungkin juga menyukai