Anda di halaman 1dari 8

“TITIPAN PESAN DARI LARA,

SESEORANG YANG HIDUP DI TAHUN


2070”
Yohanes Wisnu Handayani
Mahasiswa Unika Soegijapranata

N
amaku Yohan, saat ini aku merupakan seorang mahasiswa jurusan
teknologi pangan di Unika Seogijapranata. Sejak kecil aku sangat
tertarik dengan bidang pertanian, dan seringkali aku merasa sangat
antusias tatkala kedua orang tuaku yang juga seorang petani mengajakku untuk
membantu mereka di ladang. Hal itulah yang menjadi alasanku memutuskan untuk
belajar lebih lanjut tentang dunia pertanian dan pangan sejak di pendidikan
menengah atas hingga ke jenjang perguruan tinggi saat ini.

Pesan dari Masa Depan

Beberapa hari yang lalu, aku dikagetkan oleh sebuah pesan yang dikirim melalui
email oleh seseorang yang mengaku berasal dari masa depan. Bahkan lebih kaget
lagi ketika aku membaca isi pesan tersebut yang isinya kurang lebih seperti ini:

"Untukmu yang hidup di tahun 2023.

Hai perkenalkan namaku Lara, aku merupakan seseorang yang hidup di


Tahun 2070.
Maaf karena tiba-tiba menghubungimu untuk sekedar menyampaikan kalau
aku sangat iri dengan kamu yang hidup di tahun 2023, itu semua karena
pastinya kamu masih sangat mudah untuk menemukan air dan udara yang
bersih. Sedangkan aku yang hidup di tahun 2070 harus merasakan krisis air
bersih dan oksigen, bahkan asal kamu tau sekarang ini di tahun 2070 air
bersih merupakan suatu barang yang teramat langka dan lebih mahal dari
emas ataupun berlian. Nitip pesan buat semua orang yang hidup di tahun
2023 untuk mencintai dan tidak menyia-nyiakan bumi ini, karena bumi ini
cuma satu, tidak ada bumi yang lain. Apa yang aku alami saat ini di tahun
2070 pastinya tidak akan terjadi jikalau kalian yang hidup di tahun 2023
dan seterusnya mampu menjaga bumi ini dengan baik.

Salam hangat

Lara”.
Aku sama sekali tidak mempermasahkan tentang siapa pengirim pesan itu, karena
aku lebih tercengang oleh isi dari pesan yang penulis sampaikan kepadaku. Aku
seperti tertampar heran dan bertanya-tanya, kenapa aku mendapatkan pesan seperti
ini?, kenapa harus aku?. Amygdalaku dikepalaku terus saja berisik dengan
pertanyan-pertanyaan tersebut. Hingga akhirnya aku mencoba untuk merenungi hal
itu, mungkin saja memang itu semua ada kaitannya denganku atau dengan hal yang
kupelajari saat ini. Ternyata setelah aku renungkan, memang benar bahwa industri
pertanian, dan pangan selama ini telah banyak berperan terhadap kerusakan
lingkungan yang terjadi saat ini. Bukan hanya karena peralihan fungsi hutan untuk
lahan pertanian, namun selama proses produksi atau budidaya hingga menjadi
produk pangan banyak jejak karbon dan pencemaran yang dihasilkan.

Apakah ini petunjuk dari Tuhan?

Mungkin saja Lara si pengirim pesan memang merupakan sosok yang sengaja
diutus oleh Tuhan untuk menyampaikan pesan kepadaku supaya membantu
menyadarkan para petani dan para ahli teknologi pangan, bahwa apa yang sudah
kami lakukan selama ini telah banyak berkontribusi bagi kerusakan bumi ini,
sehingga kami harus berbenah agar hal itu tidak semakin parah.

Mengapa Industri Pertanian dan Pangan Berkontribusi Terhadap Kerusakan


Lingkungan?

Meskipun tadi aku sudah sempat menyingung tentang permasalahan yang


ditumbulkan oleh industri pertanian dan pangan, namun sekali lagi izinkan aku
untuk menjelaskan sedikit lebih detail tentang apa yang terjadi agar kita semua
memiliki gambaran yang jelas, ya walaupun mungkin saja apa yang aku sampaikan
kali ini belum bisa mewakili semua sebab-akibat dari permasalahan yang ada.
Untuk mempermudah pemahaman, aku mengambil contoh dari permasalahan yang
terjadi di Indonesia.
Pada industri pertanian setidaknya terdapat beberapa hal yang berkontribusi besar
terhadap kerusakan lingkungan. Pertama yaitu alih fungsi hutan menjadi lahan
pertanian. Bahkan untuk setiap jam sekitar 300 lapangan sepak bola hutan di
Indonesia beralih fungsi, ya meskipun tidak semuanya menjadi lahan pertanian,
namun proporsi terbesarnya adalah untuk lahan pertanian. Secara keseluruhan
selama 50 tahun terakhir hutan di Indonesia yang awalnya sekitar 162 juta hektar
kini hanya tersisa 98 juta hektar saja. Atau dapat dikatakan sebanyak 72 % dari
hutan di Indonesia sudah musnah (Purba, & Siburian, 2023). Padahal pepohonan
yang ada di hutan berperan dalam merubah karbondioksida (CO2) menjadi oksigen
(O2). Sehingga tidak heran jika peningkatan efek gas rumah kaca berbanding lurus
dengan peningkatan alih fungsi hutan, hal itu karena semakin sedikit
karbondioksida yang dikonversi menjadi oksigen sehingga terlepas ke atmosfer
(Nasution, et al., 2018)

Kedua yaitu penggunaan pupuk kimia berlebih yang dilakukan manusia sejak abad
ke-20 ternyata juga berkontribusi besar terhadap pemanasan global. Hal itu karena
pupuk kimia yang digunakan oleh para petani khususnya yang mengandung unsur
nitogen (N) mampu melepaskan gas rumah kaca berupa dinitro oksida (N2O) yang
merupakan salah satu pemicu peningkatan suhu di bumi (Purnamasari, et al., 2019).
Ketiga adalah penggunaan pestisida berlebih atau tidak tepat sasaran yang akhirnya
terakumulasi dan berkontribusi terhadap pencemaran khususnya perairan dan tanah.
Pencemaran oleh pestisida tersebut sudah pasti akan menurunkan kualitas air
bersih, dan juga menganggu keseimbangan ekosistem pada tanah dan perairan yang
tercemar (Taufik, 2011). Kemudian yang terkahir adalah penggunaan mekanisasi
pertanian, hal ini memang sangat mempermudah kinerja dari petani sekaligus
membantu meningkatkan produktivitas pertanian, namun secara tidak sadar hal ini
juga berperan terhadap pemanasan global karena gas buang berupa karbon
monoksida (CO) yang ternyata juga berperan terhadap pemanasan global (Faradilla,
et al. 2016).

Sedangkan dalam bidang industri pangan terdapat tiga contoh yang dapat aku
berikan. Pertama adalah pengelolaan limbah yang tidak baik, secara umum terdapat
3 jenis limbah yang dihasilkan oleh industri pangan, yaitu limbah cair, padat, dan
gas. Seharusnya masing-masing dari limbah tersebut memerlukan penanganan yang
khusus sebelum dibuang kelingkungan karena apabila tidak ditangani dengan baik
maka akan sangat berkontribusi terhadap pencemaran lingkungan dan juga
pemanasan global (Nasir, et al., 2016). Kemudian contoh kedua adalah penggunaan
kemasan sekali pakai khususnya plastik. Menurut sebuah penelitian, Indonesia
merupakan negara peringkat kedua di dunia sebagai penghasil sampah plastik yang
dibuah ke laut. Jumlah plastic tersebut diperkirakan mencapai 187,2 juta ton
(Purwaningrum, 2016). Sebagian besar sampah plastik yang mencemari lingkungan
berasal dari kemasan makanan. Hal itu bisa terjadi karena selama ini masih sangat
sering terjadi mismanagement sampah plastik. Sedangkan sampah plastik memiliki
sifat yang tidak mudah teruai sehingga menumpuk dan menimbulkan berbagai
macam permasalahan seperti menurunkan kualitas air, banjir, lingkungan menjadi
kotor, cemaran microplastic pada makanan, hingga menganggu keseimbangan
ekosistem.

Kemudian yang terakhir adalah masih tingginya kasus food loss dan food waste di
negara berkembang seperti Indonesia. Food loss adalah penyusutan kuantitas dari
suatu produk pertanian yang terjadi pada tahapan produksi, pasca panen, hingga
pendistribusian. Sedangkan food waste adalah produk makanan yang tidak
dikonsumsi atau dikonsumsi namun tidak dihabiskan sehingga akhirnya menjadi
sampah. Hasil dari sebuah studi, menyatakan bahwa Indonesia merupakan negara
dengan kasus food loss dan food waste tertinggi kedua di dunia dunia yaitu 300
kg/kapita/tahun (Saliem, et al., 2021). Hal ini bisa terjadi karena kurangnya
penerapan Good Agricultural Practices (GAP) dan Good Handling Practices
(GHP) dan juga kebiasaan buruk untuk tidak menghabiskan makanan yang dimakan
sehingga akhirnya menyebabkan banyaknya hasil pertanian yang hilang selama
proses budidaya dan pasca panen karena tidak ditangani dengan baik, serta makanan
yang terbuang begitu saja karena perilaku buruk tersebut. Kehilangan tersebut
selain merugikan dari sisi ekonomi ternyata juga berdampak terhadap pemanasan
global, hal itu bisa terjadi karena bagian dari komoditas pertanian yang terbuang
akhirnya membusuk dan menghasilkan gas buang berupa metana (CH4), gas ini juga
merupakan salah satu penyebab pemanasan global.

Apa yang Bisa Aku Lakukan ?

Apa yang bisa aku lakukan?. Itu adalah sebuah pertanyaan yang mesti aku pikirkan
jawabannya setelah membaca pesan dari Lara dan mencoba untuk merenungkan
pesan tersebut. Jujur saja itu pertanyaan yang tidak mudah untuk aku jawab. Karena
tentunya aku harus mampu bersikap objektif untuk menjawab pertanyaan tersebut.
Hal itu karena aku harus mewakili dua kepentingan, pertama kepentingan para
petani dan pelaku industri pangan, dan yang kedua adalah kepentingan dari Lara
atau orang-orang yang khawatir dengan masa depan bumi ini.

Sebagai seseorang yang belajar tentang ilmu pertanian dan pangan, aku menyadari
bahwa semua permasalahan lingkungan yang diakibatkan oleh industri pertanian
dan pangan dilakukan bukan tanpa alasan, pasti tetap ada tujuan baik dibalik semua
itu, hanya saja memang harus dibayar dengan harga yang mahal yaitu kerusakan
lingkungan atau bumi kita ini. Misalnya alih fungsi hutan menjadi lahan pertanian,
itu sebenarnya dilakukan guna mencukupi permintaan produksi. Penggunaan pupuk
kimia dilakukan guna meningkatankan jumlah produksi dan memenuhi kebutuhan
nutrisi tanaman. Penggunaan pestisida dilakuka untuk menghindari gagal panen.
Penggunaan mekanisasi pertanian dilakukan guna mempermudah pekerjaan. Dan
penggunaan kemasan plastik dilakukan karena memang sejauh ini belum ada
kemasan yang mampu mengantikan segala kelebihan yang dimiliki kemasan
plastik. Namun semua itu memang perlu untuk diberi batasan-batasan yang jelas,
supaya dapat tetap menjaga keberlangsungan bumi tercinta ini susai dengan
harapan Lara.

Oleh karena itu, aku tidak serta merta berani untuk mengatakan bahwa para petani
dan pelaku industri pangan itu jahat karena telah merusak lingkungan meskipun hal
itu memang telah kami lakukan. Hal itu karena semua itu juga dilakukan guna
menunjang kehidupan manusia. Namun aku sangat berterimakasih kepada Lara
karena telah memberikan gambaran masa depan Bumi ini nanti jika hal-hal seperti
itu masih terus dilakukan. Aku rasa para petani dan pelaku industri pangan memang
harus mau berbenah dan semakin peduli dengan masa depan bumi ini.

Andai sekarang ini aku adalah orang yang berwenang membuat kebijakan, pastinya
akan aku tetapkan batasan-batasan yang harus dipernuhi oleh para petani dan pelaku
industri pangan. Ya mungkin saja batasan-batasan itu selama ini sudah ada namun
nyatanya permasalahan tersebut masih sering terjadi, sehingga perlu diperketat dan
terus diawasi pelaksanaannya. Semua itu demi menjaga dua kepentingan yaitu
kepentingan para petani dan pelaku industri pangan, serta kepentingan Lara dan
Bumi ini.

Namun apalah dayaku yang saat ini hanyalah seorang mahasiswa teknologi pangan.
Sehingga belum banyak yang bisa aku lakukan untuk membantu Lara. Yang bisa
kulakukan saat ini adalah belajar. Banyak hal yang kini bisa aku pelajar di bangku
kuliah mulai dari teknik budidaya tanaman yang mampu menghasilkan
produktifitas tinggi dengan kualitas yang baik, budidaya tanaman secara organik,
ekologi pangan, pengemasan pangan, keamanan pangan, dan masih banyak lagi.
Selain itu, masih ada beberapa hal kecil lain yang bisa aku lakukan sekarang ini.
Seperti mengikuti kegiatan kepedulian lingkungan di kampus, mengadakan
kampanye lingkungan melalui media social. Hingga terut serta membantu kedua
orang tuaku bertani di ladang dengan lebih memperhatikan permasalahan
lingkungan seperti penggunaan pupuk dan pestisida kimia sesuai dosis. Dengan
begitu, semoga ilmu yang aku peroleh sekarang ini, dan tindakan kecil yang sudah
aku lakukan, besok dapat berkontribusi terhadap kemajuan industri pertanian dan
pangan yang semakin peduli dengan masalah lingkungan sehingga Lara tidak akan
mengalami permasalahan seperti yang telah disampaikan di tahun 2070.

Meskipun mungkin pesan dari Lara itu hanya ditujukan kepadaku, namun berat
rasanya jika hanya aku yang memikul beban curhatan itu sendirian. Aku rasa kita
semua manusia di bumi yang hidup di tahun 2023, entah sedikit atau banyak pasti
telah berkontribusi terhadap kerusakan lingkungan dan pamanasan global di Bumi
ini. Oleh karena itu kita semua perlu untuk berkolaborasi dan ambil bagian untuk
memecahkan permasalahan itu. Kita tidak perlu pusing-pusing memikirkan harus
berkontribusi dalam hal apa, cukup berkontribusi dengan hal-hal kecil atau
mungkin melalui bidang ilmu yang kini kita tekuni saat ini.

Pesan dari Lara tersebut merupakan gambaran dari masa depan Bumi ini, gambaran
masa depan kita semua, atau bahkan gambaran dari masa depan anak cucu kita. Hal
tersebut pasti akan terjadi apabila kita semua tidak peduli dan tidak mau ambil
bagian untuk menjaga bumi ini tercinta ini. Oleh karena itu mari bersama-sama
menyelamatkan planet bumi ini, masih ada kesempatan sebelum ada kata
penyesalan. Buang jauh-jauh kata terlambat, karena tentunya terlambat lebih baik
daripada tidak sama sakali.
Daftar Pustaka

Dewi, Y. S. (2010). Ruang Terbuka Hijau dalam Mitigasi Perubahan Iklim Green
Open Space in Climate Change Mitigation. Jurnal Ilmiah Pendidikan
Lingkungan dan Pembangunan, 11(1), 71-76.

Faradilla, A. R., Yulinawa, H., & Suswantoro, E. (2016). Pemanfaatan fly ash
sebagai adsorben karbon monoksida dan karbon dioksida pada emisi
kendaraan bermotor. In Prosiding Seminar Nasional Cendekiawan (pp. 2-
1).

Nasir, M., Saputro, E. P., & Handayani, S. (2016). Manajemen pengelolaan limbah
industri. Benefit: Jurnal Manajemen dan Bisnis, 19(2), 143-149.

Nasution, A. P., Wibowo, E. A., Puspita, L., Efendi, Y., Firdaus, R., Hamta, F., ...
& Rafiqah, T. (2018). Isu dan Masalah Lingkungan Hidup. Artikel dan
Opini Ade Parlaungan Nasution, 1(1).

Purba, I. H., & Siburian, S. M. (2023). KEBIJAKAN HUKUM PIDANA DALAM


TINDAK PIDANA PEMBAKARAN HUTAN STUDI DI KABUPATEN
PELALAWAN PROVINSI RIAU. JURNAL RECTUM: Tinjauan Yuridis
Penanganan Tindak Pidana, 5(1), 1081-1095.

Purnamasari, E., Sudarno, S., & Hadiyanto, H. (2019). Strategi Pengurangan Emisi
Gas Rumah Kaca Pada Budidaya Padi Di Kabupaten Boyolali (Doctoral
Dissertation, School Of Postgraduate).

Purwaningrum, P. (2016). Upaya mengurangi timbulan sampah plastik di


lingkungan. Indonesian Journal of Urban and Environmental
Technology, 8(2), 141-147.

Saliem, H. P., Mardianto, S., Suryani, E., & Widayanti, S. M. (2021, November).
Policies and strategies for reducing food loss and waste in Indonesia. In IOP
Conference Series: Earth and Environmental Science (Vol. 892, No. 1, p.
012091). IOP Publishing.

Taufik, I. (2011). Pencemaran pestisida pada perairan perikanan di Sukabumi-Jawa


Barat. Media Akuakultur, 6(1), 69-75.

Anda mungkin juga menyukai