Anda di halaman 1dari 42

MAKNA SIMBOLIK PADA RITUAL SEMBEQ SENGGETENG DI DESA

LEKOR, KECAMATAN JANAPRIA LOMBOK TENGAH

Perancangan Skripsi

Disusun Oleh :

M.IRMAN ZUHDI

L1C019062

PROGRAM STUDI SOSIOLOGI

UNIVERSITAS MATARAM

2023

i
HALAMAN PENGESAHAN

Nama : M. Irman Zuhdi

Nomor Induk Mahasiswa : L1C019062

Program Studi : Sosiologi

Judul Perancangan Skripsi : Makna Simbolik Ritual Sembeq Senggeteng Pada


Masyarakat Desa Lekor Kecamatan Janapria
Kabupaten Lombok Tengah

Rencana penelitian ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk melak
ukan penelitian. Rencana penelitian tersebut telah diperiksa, diperbaiki dan disetuj
ui oleh Dosen Pembimbing dan disahkan oleh Ketua Program Studi Sosiologi, Un
iversitas Mataram.

Disahkan Disetujui

Ketua Program Studi Sosiologi Pembimbing Utama

Ir. Rosiady Husaenie Sayuti, M.Sc.,Ph.D Hafizah Awalia, S.Pd., M.Sosio


NIP. 196103081987031002 NIP.199203032019032022

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadiran Allah SWT yang telah memberika
n rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan perancangan skr
ipsi ini dengan judul “Makna Simbolik Ritual Sembeq Senggeteng Pada
Masyarakat Desa Lekor Kecamatan Janapria Kabupaten Lombok Tengah”.
Perancangan skripsi ini disusun sesuai dengan apa yang penulis peroleh selama m
elaksanakan observasi di Desa Lekor, Kecamatan Janapria, Kabupaten Lombok
Tengah .

Keberhasilan dan kelancaran dalam penyusunan perancangan skripsi ini ju


ga tidak terlepas dari peran serta dan bantuan berbagai pihak, oleh karena itu dala
m kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada :

1. Ibu Hafizah Awalia, S.Pd., M.Sosi selaku dosen pembimbing utama.


2. Bapak Ir. Rosiady Husaenie Sayuti, M.Sc., Ph.D selaku Ketua Program
Studi Sosiologi Universitas Mataram.
3. Kedua orang tua, saudara serta teman-teman yang telah membantu dalam
proses pembuatan perancangan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa proposal perancangan ini masih jauh dari kesem
purnaan. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersi
fat membangun dari para pembaca, akhirnya penulis mengharapkan semoga peran
cangan skripsi ini dapat bermanfaat dan dapat berlanjut ke tahap selanjutnya.

Mataram, 15 Desember 2022

M. Irman Zuhdi
L1C019062

DAFTAR ISI

ii
HALAMAN JUDUL
HALAMAN PENGESAHAN........................................................................i
KATA PENGANTAR....................................................................................ii
DAFTAR ISI...................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................1
1.1. Latar Belakang...........................................................................................1
1.2 Fokus penelitian .........................................................................................5
1.3 Tujuan penelitian........................................................................................5
1.4 Manfaat penelitian .....................................................................................6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA...................................................................7
2.1 Penelitian Terdahulu...................................................................................7
2.2 Kerangka Konseptual .................................................................................10
2.2.1 Makna  .............................................................................................10
2.2.2 Simbol  .............................................................................................11
2.2.3 Ritual................................................................................................13
2.2.4 Sembeq senggeteng ..........................................................................16
2.3 Kerangka Teoritis ......................................................................................17
2.3.1 Teori Interaksionisme Simbolik George Herbert Blumer ...............17
2.4 Kerangka Berpikir .....................................................................................20
BAB III METODE PENELITIAN................................................................22
3.1 Pendekatan Penelitian ................................................................................22
3.2 Lokasi Penelitian .......................................................................................24
3.3 Unit Analisis ..............................................................................................24
3.4 Informan Penelitian ..................................................................................25
3.5 Jenis Data ...................................................................................................27
3.6 Teknik dan Alat Pengumpulan Data ..........................................................28
3.7 Analisis Data ..............................................................................................29
3.8 Keabsahan Data ..........................................................................................31
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................36

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) merupakan salah satu daerah yang m

asih memiliki adat istiadat, tradisi, dan kepercayaan yang sangat beragam. Tradisi

dapat diartikan sebagai kebiasaan yang turun temurun dalam masyarakat, baik itu

dalam bentuk bahasa sehari-hari maupun budaya, seperti perkawinan, pesta adat, k

ematian, upacara pengobatan dan lain sebagainya. Tradisi juga diartikan sebagai s

esuatu yang telah diwariskan oleh para pendahulu atau nenek moyang secara turun

temurun baik berupa simbol, prinsip, material, benda, maupun kebijakan (Rofiq, 2

019). Sebagai warisan turun-temurun, di dalam tradisi juga terdapat ritual-ritual te

rtentu yang dilakukan oleh kelompok masyarakat yang menjalankannya. Ritual ya

ng berdasarkan tradisi biasanya memiliki unsur magis dan memiliki tujuan tertent

u dalam pelaksaanannya, sesuai dengan kepercayaan masyarakat yang melaksanak

an ritual tersebut. Kegiatan dalam ritual biasanya sudah diatur dan tidak dapat dila

ksanakan secara sembarangan (Irma, 2015).

Berkaitan dengan ritual dalam tradisi, di NTB masih terdapat berbagai uns

ur kepercayaan religius-magis yang masih dilestarikan oleh masyarakat, salah satu

nya seperti ritual Sembeq Senggeteng. Tradisi Sembeq Senggeteng (jampi pengika

t) merupakan tradisi yang tidak tertulis namun menjadi kebiasaan yang secara turu

n-temurun dan berlaku bagi masyarakat lokal. Selain itu, Sembeq Senggeteng mer

upakan tradisi simbolik masyarakat Sasak yang memiliki makna mendalam. Semb

eq Senggeteng bukan sekedar lelakaq tembang ( syair-syair) orang Sasak yang ba

1
hasanya dipercaya mengandung makna gaib, melainkan bacaan Sembeq Senggeten

g mengandung asma-asma Allah. Hal tersebut menandakan bahwa, segala macam

permasalahan dan permintaan ditujukan pada Allah. Ritual Sembeq Senggeteng di

lakukan dengan tujuan untuk “mengikat’ seseorang agar tidak menikah atau menu

nda waktu pernikahan.

Secara umum, praktik Sembeq Senggeteng tidak hanya dilakukan oleh par

a muda-mudi untuk menunda perkawinan, namun juga oleh para orang tua yang m

enginginkan anak-anaknya sukses menempuh pendidikan. Dalam hal ini sukses ya

ng dimaksud ialah agar dapat menyelesaikan pendidikan setinggi-tingginya berup

a anak-anak mereka baik laki-laki maupun perempuan. Bahkan untuk yang sedang

menempuh pendidikan Strata Satu, dipasangkan tradisi Sembeq Senggeteng agar

anak-anak mereka terhindar dari hal-hal yang tidak produktif, seperti disebabkan o

leh hubungan asmara maupun keinginan untuk menikah muda. Dengan adanya Se

mbeq Senggeteng ini diyakini bahwa orang yang bersangkutan tidak akan tergang

gu oleh pengaruh buruk lingkungan sekitar, hingga pendidikan yang ditempuh sel

esai. Selain itu tujuan dipasangkan Sembeq senggeteng agar anak-anak mereka seb

elum melangkah ke jenjang pernikahan harus matang secara fisik, mental, sosial, e

konomi serta pendidikan sehingga rumah tangga yang didambakan tercapai.

Hingga saat ini, keyakinan tersebut masih dipercayai oleh sebagian masyar

akat sasak khususnya di desa Lekor Kecamatan Janapria Kabupaten Lombok Ten

gah. Dalam konteks desa Lekor, pernikahan dipandang sebagai salah satu anjuran

yang terkandung dalam nilai agama sekaligus nilai budaya sebagaimana

masyarakat Lombok pada umumnya. Namun di sisi lain, pertimbangan-

2
pertimbangan lain yang sifatnya lebih matrealistis seperti kesiapan ekonomi dan

sebagainya menjadi terkesampingkan. Hal tersebut kemudian menuntut

masyarakat terutama setiap orang tua untuk menemukan solusi yang dapat

mencegah anak-anaknya untuk melakukan pernikahan yang tidak memiliki

kesiapan secara finansial dan sebagainya. Pada saat yang bersamaan, masyarakat

desa Lekor menjadikan kearifan lokal sebagai alternatif solusi untuk melakukan

pencegahan pernikahan pada usia anak.

Di sisi lain, tradisi atau kebudayaan merupakan sesuatu yang bersifat tidak

kekal, melainkan akan terus bergeser atau bahkan mengalami kepunahan sejalan d

engan zaman yang semakin berkembang. Demikian juga halnya dengan tradisi Se

mbeq Senggeteng yang telah diwariskan secara turun-temurun, tentu akan mengal

ami perubahan atau atau bahkan hilang. Meskipun demikian, bukan berarti tradisi

yang sudah menjadi hal sakral bagi masyarakat Lombok tersebut dihilangkan begi

tu saja, melainkan masih ada sebagian masyarakat Lombok yang meyakini.

Kedudukan sembeq senggeteng sebagai tradisi dalam masyarakat suku sas

ak sudah menjadi turun temurun bahkan sejak zaman dahulu. Dalam kehidupan se

hari-hari dikalangan masyarakat awam, kaum intelektual juga masih memakai ma

ntra yang diyakini dapat mengatasi semua persoalan dalam kehidupan, termasuk

sembeq senggeteng.

Tradisi sembeq senggeteng itu sebagai simbol untuk mengatasi masalah da

lam pernikahan usia anak. Tradisi ini sebagai upaya preventif masyarakat suku

sasak untuk mengontrol kesiapan mental dan pendewasaan usia pernikahan pada

anak.

3
Di Indonesia untuk menunjukkan kesiapan fisik maupun mental dari calon

pengantin, sudah diatur pada Pasal 7 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tent

ang perubahan atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 metetapkan batas mini

mal usia perkawinan bagi laki-laki dan perempuan adalah 19 tahun. Namun apabil

a calon mempelai belum memenuhi standar usia menikah seperti yang di cantumk

an dalam Undang-Undang, maka harus mengajukan permohonan dispensasi nikah

di Pengadilan Agama dan mendapat izin dari orang tua. Ketentuan batas kawin ini

seperti yang di jelaskan dalam Kompilasi Hukum Islam Pasal 15 ayat (1) didasark

an pada pertimbangan kemaslahatan keluarga dan rumah tangga. Di samping itu j

uga pembatasan umur menikah bagi warga negara dimaksudkan agar calon penga

ntin memiliki kematangan berfikir, kematangan jiwa, serta kekuatan fisik yang me

madai, hal ini dapat meminimalisir keretakan dalam rumah tangga yang berujung

pada perceraian. Dengan adanya aturan pasangan yang siap menikah harus memili

ki kesadaran yang lebih matang mengenai tujuan dari perkawinan yang menekan

kan pada aspek kebahagiaan lahir dan batin.

Dari segi mental baik laki-laki maupun perempuan, kesiapan mental tidak

kalah pentingnya dengan kesiapan fisik. Mengingat kehidupan ini tidak selalu ram

ah, sehingga sangat penting kesiapan mental, kesabaran serta keuletan. Tanpa hal t

ersebut pasangan suami istri aka merasa putus asa. Hal tersebut bisa menyebabkan

kegagalan dan perceraiaan. Belum lagi menghadapi tingkah laku suami istri yang t

erkadang tidak sesuai dengan selera masing-masing. Dapat dimaklumi bahwasany

a dua manusia apalagi berbeda jenis tentu berbeda kehendak serta berbeda selera.

Tentunya hal tersebut memerlukan kesiapan mental, kesabaran dan ketabahan unt

4
uk menghadapinya. Tanpa adanya hal tersebut rasanya sangat sulit untuk mempert

ahankan keutuhan rumah tangga.

Tradisi Sembeq Senggeteng sangat relevan dengan Program Pemerintah N

usa Tenggara Barat yaitu tentang Pendewasaan Usia Perkawinan yang diterbitkan

dalam Surat Edaran Nomor 150/1138/Kum tentang Pendewasaan Usia Penikahan

(PUP) yang merekomendasikan usia perkawinan untuk laki-laki dan perempuan m

inimal 21 tahun. Dalam Pasal 7 UndangUndang Nomor 16 Tahun 2019 tentang pe

rubahan atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 juga metetapkan batas minim

al usia perkawinan bagi laki-laki dan perempuan adalah 19 tahun. Dengan adanya

program Pendewasaan Usia Pernikahan (PUP) yang telah direkomendasikan oleh

Gubernur NTB tersebut diharapkan bisa mencegah pernikahan dini yang kerap ter

jadi di masyarakat NTB. Karena jika berbicara tentang pernikahan usia anak di Lo

mbok sudah menjadi buah bibir yang disebabkan tingginya angka pernikahan dini

sebagaiman data yang dipaparkan oleh BKKBN provinsi NTB yang hampir 70%

pernikahan usia anak.

Pelaksanaan ritual atau tradisi Sembeq Senggeteng pada masyarakat di

Desa Lekor sebagai upaya untuk mencegah pernikahan pada usia yang tergolong

belum matang untuk menjalankan pernikahan sejauh ini cukup efektif.

Berdasarkan hasil observasi sementara yang dilakukan oleh peneliti, pelaksanaan

tradisi berupa ritual ini telah mampu mencegah terjadinya pernikahan terutama

pada pasangan-pasangan yang masih menempuh pendidikan. Para orang tua yang

memiliki kepentingan untuk memastikan anak-anaknya menyelesaikan pendidikan

menjadikan tradisi ini sebagai pilihan, dan pada saat yang bersamaan hal tersebut

5
terbilang memiliki efektivitas sebagaimana yang diharapkan. Hal ini dikarenakan

para anak-anak atau pemuda terdorong untuk menyelesaikan pendidikan terlebih

dahulu sebelum melakukan pernikahan, dan hal tersebut disebabkan karena

dilakukannya ritual Sembeq Senggeteng sebagaimana yang diyakini oleh

masyarakat. Hal tersebut juga diperkuat dengan hasil penelitian yang dilakukan

oleh Ira Indrianingsih dkk. (2020) yang menunjukkan bahwa semua dusun yang

ada di desa Lekor tidak termasuk ke dalam kategori dusun yang memiliki angka

pernikahan usia anak tertinggi di Kecamatan Janapria. Keadaan ini sekaligus

memperkuat asumsi peneliti bahwa pelaksanaan ritual Sembeq Senggeteng yang

dilakukan oleh masyarakat desa Lekor sudah mampu untuk mengurangi

permasalahan pernikahan di usia anak.

Berdasarkan pemaparan permasalahan di atas, maka peneliti terdorong unt

uk melakukan penelitian yang mengkaji tentang makna simbolik tradisi Sembeq S

enggeteng pada masyarakat Sasak yang dijadikan sebagai media untuk mencegah

pernikahan pada usia anak, sehingga topik ini menjadi urgen untuk diteliti. Di sisi

lain, penelitian mengenai permasalahan atau topik tersebut juga masih belum bany

ak dikaji oleh peneliti lain.

1.2 Fokus penelitian

1. Bagaimana pelaksanaan ritual sembeq senggeteng dan fungsi sosialnya pada

masyarakat Desa Lekor Kecamatan Janapria Kanupaten Lombok Tengah?

2. Apa makna simbolik dan pengaruh ritual sembeq senggeteng dalam

mencegah pernikahan usia anak pada masyarakat Desa Lekor Kecamatan J

anapria Kabupaten Lombok Tengah?

6
1.3 Tujuan penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah dipaparkan di atas maka tujuan y

ang hendak dicapai dalam penulisan ini adalah:

1. Untuk mengetahui pelaksanaan ritual sembeq senggeteng dan fungsi

sosialnya pada masyarakat Desa Lekor Kecamatan Janapria Kanupaten

Lombok Tengah?

2. Apa makna simbolik dan pengaruh ritual sembeq senggeteng dalam

mencegah pernikahan usia anak pada masyarakat Desa Lekor Kecamatan

Janapria Kabupaten Lombok Tengah?

1.4 Manfaat penelitian

Adapun manfaat yang bisa diambil dalam penelitian ini baik secara teoritis

maupun praktis, antara lain adalah:

a. Manfaat teoritis

1. Memberikan kontribusi terhadap khazanah keilmuan, khususnya yang berk

aitan dengan makna- makna yang terkandung dalam ritual sembeq senggete

ng.

b. Manfaat praktis

1. Sebagai tambahan pengetahuan, pengalaman dan wawasan tentang Sembeq

senggeteng.

2. Hasil penelitian ini bisa digunakan untuk memperdalam keilmuan mengena

i makna simbolik ritual sembeq senggeteng, dampak positif dan negatif dari ri

tual tersebut.

7
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penelitian Terdahulu

8
Dalam penelitian ini, penulis mengambil beberapa penelitian terdahulu yan

g relevan dengan penelitian yang akan dilakukan. Penelitian terdahulu tersebut me

rupakan penelitian yang fokus kajiannya mengkaji tentang ritual Sembeq Senggete

ng pada masyarakat Suku Sasak. Beberapa penelitian terdahulu yang relevan dan

dijadikan sebagai rujukan oleh penulis, antara lain sebagai berikut.

Pertama,  Aini (2020), dengan judul penelitian sembeq senggeteng sebaga

i upaya pencegahan pernikahan dini perspektif 'Urf. Penelitian ini mengkaji tentan

g upaya pencegahan pernikahan dini melalui ritual sembeq senggeteng. Penelitian

ini bertujuan untuk mendeskripsikan pelaksanaan ritual sembeq senggeteng dan m

enganalisis ritual sembeq senggeteng sebagai upaya pencegahan pernikahan dini d

itinjau dari 'urf. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa secara umum dalam prose

sya sembeq senggeteng dilakukan ketika orang tua merasa khawatir terhadap masa

depan anaknya. Sehingga orang tua membawa anaknya ke mangku adat untuk dip

asangkan sembeq senggeteng, dengan membawa andang-andang (barang-barang)

sesuai tradisi. Diawali dengan psoses pemandian kemudian setelah itu pemasanga

n sembeq yang dibuat dari campuran pinang, daun sirih dan kapur sirih. Dimana p

embuatan sembeq pengikat maupun pembukanya dibuat secara bersamaan. Dan Tr

adisi sembeq senggeteng ini telah memenuhi konsep 'urf yang diterima oleh huku

m Islam. Jika ditinjau dari segi objeknya sembeq senggeteng termasuk pada 'urf a

mali (adat istiadat atau kebiasaan yang berbentuk perbuatan). Sedangkan dari segi

jangkauannya sembeq senggeteng ini sesuai dengan 'urf al-khashah (tradisi yang k

husus) yaitu kebiasaan yang berlaku disuatu daerah dan masyarakat tertentu saja.

Dan yang terakhir adalah dari segi keabsahannya peneliti mengkategorikan tradisi

9
ini termasuk dalam al-'urf al-shahih (tradisi yang baik). Tradisi ini dilakukan deng

an baik tanpa ada pertentangan, sehingga tradisi sembeq senggeteng ini dapat dija

dikan sebagai hujjah (rujukan). Relevansi penelitian ini dengan penelitian yang ak

an penulis lakukan terletak pada pelaksanaan ritual sembeq senggeteng pada masy

arakat Suku Sasak.

Kedua, Sumerah (2019), dengan judul penelitian "Sembeq Senggeteng (ja

mpi pengikat) Sebagai Upaya Pendewasaan Usia Perkawinan (Studi Kasus Di Des

a Wakan Jerowaru Lombok Timur)". Jenis penelitian yang digunakan termasuk pe

nelitian kualitatif dengan menggunakan metode pendekatan Antropologi Hukum.

Pengumpulan data menggunakan teknik observasi dan wawancara yang kemudian

data tersebut diolah dan dianalisis.

Adapun hasil penelitian ini adalah terdapat tradisi lokal masyarakat sasak

yang dinamakan Sembeq Senggeteng yang dijadikan sebagai upaya pendewasaan

usia perkawinan yang bertujuan untuk melanggengkan perkawinan atau membang

un rumah tangga yang bahagia. Tradisi ini merupakan tradisi yang turun-temurun

dan dipercayai oleh masyarakat Lombok. Adapun praktik Sembeq Senggeteng (ja

mpi pengikat) menurut konsepnya dibagi menjadi dua macam, yaitu Sembeq Seng

geteng Sekancing dan Sembeq Senggeteng Setumpu. Selain itu, penelitian ini jug

a sejalan dengan pendapat Muhammed Abu-Nimer yang menyatakan bahwa nilai-

nilai adat merupakan modal sosial untuk merawat harmonisasi sosial.

Implikasi dari praktik Sembeq Senggeteng bagi keluarga yang sudah meni

kah adalah utuhnya rumah tangga jauh dari hal-hal yang akan meretakkan rumah t

10
angga pada masa dan pasca perkawinan berimplikasi untuk mengoptimalisasi pen

didikan sang anak dan tentunya juga pendewasaan

usia perkawinan. Penelitian ini relevan untuk dijadikan sebagai rujukan bagi penul

is dalam melaksanakan penelitian yang akan dilakukan. Relevansi tersebut berupa

kesesuaian konteks pembahasan mengenai ritual Sembeq Senggeteng.

Ketiga, Penelitian yang dilakukan oleh Afrina dan Karyadi (2021), tentang

Belian Sasak Dalam Ritual Tegeteng Pada Masyarakat Suku Sasak Studi Di Desa

Barabali Kecamatan Batukliang Kabupaten Lombok Tengah. Penelitian ini mengk

aji tentang ritual tegeteng yang ada pada masyarakat Sasak di Desa. Jenis penelitia

n yang dipakai termasuk metode kualitatif dengan pendekatan Fenomenologis. Pe

nelitian ini bertujuan untuk mengkaji dan mendeskripsikan motif dilaksanakannya

ritual tegeteng oleh masyarakat di Desa Barabali, dan memahami bagaimana masy

arakat dalam memaknai ritual tegeteng bagi keluarga pada masyarakat Suku Sasak

di Desa Barabali Barabali Lombok Tengah. Adapun hasil penelitian ini adalah Rit

ual tegeteng dimaknai sebagai proses yang dilakukan agar seorang anak tidak me

miliki keinginan untuk menikah dan bisa fokus ke pekerjaan atau pendidikannya.

Tegeteng itu berarti diikat namun tidak diikat secara fisik. Maksudnya diikat oleh

doa agar orang yang digeteng tidak ada keinginan untuk menikah. Tegeteng juga b

erarti mengelilingi dengan doa. Doa diibaratkan tali  untuk mengikat seseorang ag

ar tidak menikah. Sehingga tidak ada pikiran untuk hal-hal lain yang tidak penting,

dan tegeteng berarti perasaan mati atau nafsunya dirusak sehingga mengakibatka

n tidak adanya perasaan ke laki-laki.

11
Dari beberapa penelitian diatas belum ada penelitian yang mengkaji

tentang makna simbolik dari ritual sembeq senggeteng. Penelitian-penelitian yang

pernah dilakukan lebih condong mengkaji tentang prosesi dan aktor, belian

(mangku adat) yang terlibat dan bagaimana pelaksanaan ritual sembeq senggeteng

tersebut.

2.2 Kerangka Konseptual

2.2.1 Makna 

A. Pengertian Makna

Makna muncul sebagai hasil interaksi di antara manusia baik secara verbal

maupun non verbal. Melalui aksi dan respon yang terjadi, kita memberikan makna

ke dalam kata-kata atau tindakan, dan karenanya kita dapat memahami suatu peris

tiwa dengan cara-cara tertentu. Masyarakat muncul dari percakapan yang saling b

erkaitan diantara individu.  Makna adalah hasil komunikasi yang penting, makna

yang kita miliki adalah hasil interaksi kita dengan orang lain. Kita menggunakan

makna untuk menginterpretasikan peristiwa disekitar kita. Interpretasi merupakan

proses internal di dalam diri kita. Kita harus memilih, memerikasa, menyimpan, m

engelompokkan, dan mengirim makna sesuai dengan situasi dimana kita berada da

n arah tindakan kita peristwa disekitar kita (Mulyana, 2018).

Pemikiran Interaksi simbolik didasarkan bahwa individu bertindak terhada

p objek atas dasar pada makna yang dimiliki objek itu bagi mereka, makna ini ber

asal dari interaksi sosial dengan seseorang dan makna ini dimodifikasi melalui pro

ses penafsiran. Interaksi simbolik berpandangan bahwa orang bertindak berdasark

12
an makna yang diberikan pada orang, benda dan peristiwa. Makna ini diciptakan d

alam bahasa yang digunakan orang, baik untuk berkomunikasi dengan orang lain

maupun dengan diri sendiri. Bahasa memungkinkan orang untuk mengembangkan

perasaan mengenai diri dan untuk berinteraksi dengan orang lain dalam sebuah ko

munitas. Ada tiga konsep utama dalam teori Interaksi Simbolik menurut Blumer

(ritzer 2012) sebagai berikut:

1. Manusia bertindak terhadap manusia lainnya berdasarkan makna yang

diberikan orang lain pada mereka. Makna yang diberikan pada simbol

merupakan produk dari interaksi sosial dan menggambarkan kesepakatan

untuk menerapkan makna tertentu pada simbol tertentu pula.

2. Makna diciptakan dalam dalam interaksi antar manusia.

3. Makna dimodifikasi melalui proses interpretatif.

2.2.2 Simbol  

A. Pengertian Simbol

Kata simbol berasal dari bahasa yunani yaitu symbolos berarti tanda

atau ciri yang memberitahukan sesuatu kepada seseorang. Manusia dalam

hidupnya selalu berkaitan dengan simbol-simbol yang berhubungan dengan

kehidupan sehari-hari. Manusia adalah animal symbolicium, yang artinya adalah

pemikiran dan tingkah laku simbolis merupakan ciri yang betul-betul khas

manusiawi dan bahwa seluruh kemajuan kebudayaan yang manusia mendasarkan

diri. Sedimikian tak terpisahkannya hubungan antara manusia dengan

kebudayaan, sampai ia disebut makhluk budaya. Kebudayaan sendiri terdiri atas

13
gagasan-gagasan, simbol-simbol dan  nilai-nilai sebagai hasil karya dari tindakan

manusia.

Simbol adalah suatu rangsangan yang mengandung makna dan nilai

yang dipelajari bagi manusia, dan respons manusia terhadap simbol adalah

pengertian makna dan nila. Suatu simbol disebut signifikan atau memiliki makna

bila simbol itu membangkitkan pada individu yang menyampaikanya respons

yang sama seperti yang juga akan muncuk pada individu yang dituju. Menurut

Mead (Mulyana, 2018), hanya apabila kita memiliki simbol-simbol yang

bermakna, kita berkomunikasi dalam arti yang sesungguhnya.

Makna sebuah simbol ditentukan oleh mereka yang menggunakanya

dengan cara tertentu, sehingga simbol tidak terlalu terbatas sebagaimana tanda.

Berlawanan dengan tanda, menurut Sanderson simbol bersifat terbuka dan

produktif (Mahmud, 2012). Simbol-simbol dapat memiliki makna yang baru atau

berbeda, tergantung pada penggunaan dalam konteks diletakkan. Tanda dan

simbol sama-sama menyampaikan informasi secara efisien. Simbol bukan hanya

membuat komunikasi semakin efisien, melainkan dapat juga mengkomunikasikan

informasi dalam jumlah yang lebih banyak dan lebih kompleks dibandingkan

dengan tanda. Simbol-simbol tertentu memberikan unsur pembentuk bagi

kepandaian khas manusia, yaitu kepandaian berbahasa. Bahasa dapat didefinisikan

sebagai penataan berbagai simbol yang kompleks sehingga membuat interaksi

semakin mudah (Mahmud 2012).

Jadi definisi yang mereka berikan kepada orang lain, situasi, objek dan bah

kan diri mereka sendiri yang menentukan perilaku manusia. Dalam konteks ini, m

14
akna dikonstruksikan dalam proses interaksi dan proses tersebut bukanlah suatu m

edium netral yang memungkinkan kekuatan-kekuatan sosial memainkan perannya,

melainkan justru merupakan substansi sebenarnya dari organisasi sosial dan keku

atan sosial. Dari pendapat tersebut maka dapat disimpulkan bahwa manusia tidak l

epas dari simbol, karena sesuatu yang dilakukan manusia merupakan simbol bagi

dirinya maupun orang lain. Simbol melengkapi seluruh aspek kehidupan manusia

yang meliputi aspek kebudayaan antara lain tingkah laku dan pengetahuan. 

2.2.3 Ritual

A. Pengertian Ritual

Menurut O’dea Thomas ritual merupakan transformasi simbolis dari penga

laman-pengalaman yang tidak dapat diungkapkan dengan tepat oleh media lain

(Zulkarnaen, 2012). Ritual mengungkapkan perasaan dalam arti logis daripada ps

ikologis, sehingga ritual menanamkan sikap ke dalam kesadaran diri yang tinggi y

ang akan menjadi kuat. Ritual juga menunjukan sistem formalisasi perilaku ketika

berhadapan dengan objek suci lain. Sedangkan Menurut  Suhardi (2009:14). Ritu

al adalah teknik (cara, metode) membuat suatu adat kebiasaan menjadi suci (Sanci

tify the Costum).

Ritual menciptakan dan memelihara mitos, juga adat sosial dan agama. Rit

ual bisa pribadi atau kelompok, wujudnya bisa doa, tarian, drama, kata-kata sepert

i “amin” sebagainya. Ritual dilaksanakan berdasarkan agama dan berdasarkan trad

isi berasal dari suatu komunitas masyarakat atau masyarakat adat tertentu. Segala

komponen dalam sebuah ritual tidaklah ditentukan secara sembarang karena segal

15
a sesuatu yang menyangkut mengenai proses ritual telah diatur sebelumnya. Ritual

yang berdasarkan tradisi biasanya memiliki unsur magis yang berkaitan dengan m

akhluk astral atau makhul halus yang bersifat mengganggu, mendatangkan penyak

it dan memberi kesialan. Oleh karena itu untuk mengusir atau menolak bala, biasa

nya masyarakat adat melakukan sebuah ritual.

Sementara itu Koentjaraningrat mengemukakan bahwa ritual merupakan s

arana yang menghubungkan manusia dengan yang keramat, inilah agama dalam pr

aktek (action), (Abdullah, 2009). Ritual menciptakan dan memelihara mitos, juga

adat sosial dan agama. Ritual bisa pribadi atau berkelompok. Wujudnya bisa beru

pa doa, tarian, drama, kata-kata seperti "amin" dan sebagainya.

Secara teoretik, ritual dapat dipahami melalui beberapa pemikiran berikut.

Pertama, Durkheim yang melihat ritual sebagai sarana yang digunakan untuk men

ghasilkan, untuk mengalami dan untuk membenarkan keyakinan dan gagasan seba

gai hal yang nyata oleh komunitasnya (Abdullah, 2009). Menurutnya, ritual adala

h sarana yang digunakan untuk menuju dengan tepat atau untuk mengkondisikan

persepsi individual. Kedua, Turner (Abdullah, 2009) yang menyebutkan ritual seb

agai pembenaran kesatuan komunal. Ketika ritual digambarkan sebagai perwujuda

n aspek-aspek struktural dan anti struktural, Turner menggambarkan ritual sebagai

aktivitas yang spesial dan yang paradikmatik, yang menuju pada tuntutan-tuntutan

yang diperlukan dan yang bertentangan dari baik komunitas terbatas maupun tatan

an sosial yang sudah diformulasikan secara luas. Pada prinsipnya ritual merupaka

n suatu transformasi sikap dari yang profan (nyata) kepada sesuatu yang sakral (k

udus).

16
Dalam ritual terdapat simbol-simbol yang menyatakan perilaku

dan perasaan yang turut membentuk pribadi mereka yang memuja atau melakukan

ritual. Dalam hal ini diyakini bahwa terdapat suatu kekuatan yang lebih besar dan

lebih kuat (the supreme being) di luar diri manusia. Melalui pelaksanaan ritual, m

anusia (orang- orang yang melakukan ritual) merasa akrab atau dekat dengan subj

ek yang kudus dan mendapat perlindungan atau rasa aman. Beberapa ahli membed

akan tindakan ritual dalam empat kategori. Pertama, tindakan magis yang dikaitka

n dengan penggunaan bahan-bahan yang bekerja karena daya-daya mistik. Kedua,

tindakan religius dan kultus para leluhur. Ketiga, ritual yang mengungkapkan hub

ungan sosial dan merujuk pada pengertian-pengertian mistik. Terakhir, ritual yang

meningkatkan produktivitas, kekuatan, pemurnian, dan perlindungan.

Berdasarkan beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa yang d

imaksud dengan ritual adalah teknik kebiasan yang dibuat menjadi suci yang men

ghubungkan manusia dengan yang keramat dilaksanakan terutama untuk simbolik.

Kegiatan-kegiatan dalam ritual biasanya sudah diatur dan ditentukan, dan tidak d

apat dilakukan secara sembarang.

2.2.4 Sembeq senggeteng

A. Pengertian Sembeq Senggeteng

Sembeq Senggeteng (jampi pengikat) merupakan tradisi yang tidak tertulis

namun secara lisan yang secara turun-temurun masih dipercaya dan berlaku bagi

masyarakat lokal (Sumerah, 2019). Sembeq senggeteng itu dibagi menjadi dua yai

tu: sembeq senggeteng sekancing (jampi pengikat) dan sembeq senggeteng setump

17
u (jampi pembuka). Kenapa harus ada pengikat dan pembuka karena jika seseoran

g sudah dijampi pengikat maka tanpa harus dilepas maka seseorang tersebut tidak

bisa menikah. Sehingga supaya tidak terjadi hal yang tidak diinginkan maka sang

mangku menyediakan jampi pembuka disaat memberikan jampi pengikat. Jampi t

ersebut disimpan oleh orang tuanya agar bisa membka ketika tujuannya sudah terc

apai atau sang anak sudah cukup usia untuk menikah.

Sembeq Senggeteng merupakan tradisi simbolik masyarakat Sasak yang m

emiliki makna mendalam. Sembeq Senggeteng bukan sekedar lelakaq (tembang or

ang sasak) yang bahasanya dipercaya mengandung makna ghaib ( mantra), melain

kan bacaan Sembeq Senggeteng mengandung bacaan-bacaan yang merujuk pada k

epercayaan pada Tuhan (Afriana dan Karyadi, 2021).

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Aini (2020), Secara umu

m, dalam prakteknya Sembeq senggeteng tidak hanya dipraktekkan oleh kaula mu

da saja melainkan juga oleh para orang tua yang menginginkan anak-anaknya suk

ses, salah satunya dalam bidang pendidikan. Bahwa sukses yang dimaksud disini

para orang tua berupaya agar anak-anaknya (anak baik laki-laki maupun perempu

an) sukses menempuh pendidikan setinggi-tingginya. Anak-anak akan dipasangk

an tradisi sembeq senggeteng dengan tujuan agar mereka tidak terganggu sekolah

atau kuliahnya oleh hal-hal tidak produktif, misalnya disebabkan oleh hubungan a

smara atau keinginan untuk menikah diusia anak. Dengan sembeq senggeteng diy

akini bahwa yang bersangkutan tidak terganggu oleh masalah tersebut setidak-tida

knya sampai pendidikan yang ditempuh selesai.

18
2.3 Kerangka Teoritis

2.3.1 Teori Interaksionisme Simbolik George Herbert Blumer

Dasar pemikiran Blumer mengenai Interaksionisme Simbolik adalah posisi

aktor yang disebutkan Blumer berada pada kondisinya secara utuh sebagai

manusia yang dapat menggunakan akal pikiran dan kemampuannya dalam

memahami sesuatu (Ritzer, 2012). Interaksionisme Simbolik menurut Blumer kun

cinya terletak pada proses inerpretasi karena menjadi penengah atau pengolah anta

ra stimulus dan respon. Interpretasi bukan hanya dianggap sebagai penerapan mak

na yang telah ditetapkan, melainkan suatu proses pembentukan di mana makna ya

ng dipakai dan disempurnakan sebagai instrumen bagi pengarahan dan pembentuk

an tindakan (Ritzer, 2012). Blumer memandang bahwa subjek manusia yang meru

pakan aktor tidak akan begitu saja menerima sesuatu sebagai barang jadi (taken fo

r granted), maksudnya adalah manusia sebagai aktor akan menelaah terlebih dahu

lu secara mendalam tentang sesuatu yang diterimanya untuk kemudian menentuka

n makna dari sesuatu yang diterimanya tersebut berdasarkan apa yang didapatkan

nya setelah melalui proses menelaah secara mendalam (Ritzer, 2012).

Menurut Blumer menyatakan bahwa Teori Interaksionisme Simbolik mene

kankan pada bagaimana manusia menanggapi rangsangan (stimulus) melalui pros

es interpretasi yang telah melalui pembelajaran dan interaksi dalam masyarakat se

hingga menimbulkan pemaknaan yang khas dari setiap individu (Mulyana, 2018).

Proses memaknai simbol-simbol ini menjadi hal yang cukup istimewa bagi manus

ia karena kemampuan tersebut menjadikannya

19
berbeda dari makhluk lainnya. Blumer pun menyatakan bahwa manusia memakna

i sesuatu sesuai dengan apa yang manusia itu pahami terhadap simbol-simbol, tan

da-tanda ataupun perilaku tertentu yang ia alami dan rasakan, dan juga pengaruh

yang ditimbulkan penafsiran atas simbol-simbol ini terhadap perilaku pihak-pihak

yang terlibat dalam interkasi sosial. Penganut teori interkasionisme simbolik

berpandangan, perilaku manusia pada dasarnya adalah produk dari interpretasi

mereka atas dunia sekeliling mereka (Wirawan, 2012). Blumer mengajukan tiga p

remis utama sebagai dasar interaksionisme simbolik, yaitu:

1. Tindakan manusia terhadap sesuatu berdasar makna yang diberikan

sesuatu itu kepadanya. Semakin penting sesuatu itu maknanya bagi dirinya

semakin kuat pula dia memeliharanya,

2. Makna sesuatu itu muncul dari interaksi sosialnya dengan orang lain,

sehingga makna itu bukan sesuatu yang datang dengan tiba-tiba dan

3. Makna itu terus berubah melalui proses interpretasi yang dilakukan

seseorang ketika menghadapi sesuatu.

Premis Blumer itu menegaskan bahwa hanya melalui pendekatan kualitatif

sebagai satu-satunya cara memperoleh pemahaman bagaimana orang menerima,

memahami dan menginterpretasikan dunia. Hanya melalui kontak secara intensif

dan mendalam serta berinteraksi secara langsung dengan orang dalam latar alamia

h dan wawasan terbuka, dan analisis secara induktif, peneliti interaksionisme simb

olik dapat sampai ke pemahaman dunia simbolik orang yang diteliti (Mulyana,

2018).

20
Blumer menyatakan bahwa interaksi manusia dijembatani oleh penggunaa

n simbol-simbol, oleh penafsiran, oleh kepastian makna dari tindakan-tindakan de

ngan orang lain (Mulyana, 2018). Interaksionisme simbolik yang dikemukakan di

ch Herbert Blumer menunjukkan bahwa manusia secara utuh bergantung pada diri

nya, dalam artian khusus manusia melakukan tindakan sesuai dengan bagaimana i

a memahami dan memaknai sesuatu termasuk dalam memaknai simbol-simbol ata

u tanda-tanda tertentu yang tak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia sebagai

makhluk berpikir dan makhluk sosial tentunya yang seringkali berkomunikasi mel

alui tanda-tanda yang telah distujui memiliki makna-makna yang mutlak maupun t

anda-tanda yang bergantung pada bagaimana individu memaknainya. Pada dasarn

ya tindakan manusia terdiri dari pertimbangan atas berbagai hal yang diketahuinya

dan melahirkan serangkaian atas dasar bagaimana mereka menafsirkan hal tersebu

t ungkap Blumer (Mulyana, 2018).

2.4 Kerangka Berpikir

Sugiyono (2017), menjelaskan kerangka berpikir adalah sintesa hubungan

antara variabel yang disusun dari berbagai teori yang telah dideskripsikan. Berdas

arkan teori-teori yang telah dideskripsikan, selanjutnya dianalisis secara kritis dan

sistematis sehingga menghasilkan sintesa tentang hubungan antar-variabel yang di

teliti. Uma Sakaran dalam bukunya bussiness research (1992) dalam Sugiyono

(2017), mengemukakan bahwa kerangka berpikir merupakan model konseptual te

ntang bagaimana teori berhubungan dengan berbagai faktor yang telah diidentifika

sikan sebagai masalah yang penting.

21
Fenomena pernikahan usia anak merupakan persoalan yang kerap menjadi

kan Nusa Tenggara Barat sebagai buah bibir lantaran cukup tinggginya angka per

nikahan usia anak sebagaimana data BKKBN Provinsi NTB hampir 70% pernikah

an terjadi pada usia anak. Relevan dengan hal tersebut keberadaan ritual sembeq s

enggeteng yang merupakan simbol untuk mengatasi masalah dalam pernikahan us

ia anak, pada masyarakat Suku Sasak semakin eksis. Ritual ini dijadikan  sebagai

upaya preventif masyarakat suku sasak untuk mengontrol kesiapan mental dan pe

ndewasaan usia pernikahan pada anak. Selain itu, sembeq senggeteng merupakan t

radisi simbolik masyarakat Suku Sasak yang memiliki makna mendalam.

Dalam penelitian ini penulis menggunakan teori Interaksionisme Simbolik

George Herbert Blummer. Menurut Blumer bahwa Teori Interaksionisme Simboli

k menekankan pada bagaimana manusia menanggapi rangsangan (stimulus) melal

ui proses interpretasi yang telah melalui pembelajaran dan interaksi dalam masyar

akat sehingga menimbulkan pemaknaan yang khas dari setiap individu, proses me

maknai simbol-simbol ini menjadi hal yang cukup istimewa bagi manusia karena

kemampuan tersebut menjadikannya berbeda dari makhluk lainnya (Ritzer, 2012).

Berdasarkan uraian yang penulis kemukakan pada latar belakang masalah

dan juga tinjauan pustaka, maka penulis menjabarkan kerangka pemikiran yang ke

mudian akan dijadikan pegangan dalam penelitian ini dalam bagan berikut:

Bagan 2.4 Kerangka Berfikir

Pernikahan Usia Anak

22
Ritual Sembeq Senggeteng

Makna Simbolik Ritual


Prosesi Ritual Sembeq
Sembeq Senggeteng pada
Senggeteng
Masyarakat Desa Lekor

Teori Intraksionisme Simbolik


George Herbert

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Pendekatan Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode pe

nelitian kualitatif dengan pendekatan fenomenologi. Penelitian kualitatif yaitu sua

tu prosedur penelitian yang memahami suatu fenomena yang akan diteliti dan aka

n menghasilkan data berupa kata-kata, gambar, dan bukan angka-angka, dari oran

gorang atau perilaku yang dapat diamati (Moleong, 2017).

Menurut Sugiyono (2017), penelitian kualitatif adalah metode penelitian y

ang digunakan untuk meneliti pada kondisi ilmiah (sebagai lawannya adalah eksp

rimen) di mana peneliti ditempatkan sebagai instrument kunci, teknik pengumpul

23
an data dilakukan secara tringulasi (gabungan), analisis data bersifat induktif, dan

hasil dari penelitian kualitatif lebih menekankan makna daripada generalisasi.

Penelitian kualitatif merupakan suatu penelitian yang mendalam ( in-dept

h), berorientasi pada kasus dari sejumlah kasus kecil, termasuk studi kasus Ragin

& White (Morissan, 2019). Penelitian kualitatif berupaya menemukan data secara

terperinci dari kasus tertentu. Tujuan utama penelitian kualitatif adalah untuk me

mbuat suatu fakta dapat dipahami, dan sering kali tidak terlalu menekankan pada

penarikan kesimpulan (generalisasi), atau tidak menekankan pada perkiraan (pred

iksi) dari berbagai pola (yang ditemukan) Ragin & White (Morissan, 2019).

Dari beberapa definsi para ahli tentang penelitian kualitatif di atas dapat di

simpulkan bahwa penelitian kualitatif adalah penelitian yang digunakan untuk me

mahami dan meneliti perilaku yang ada dalam individu atau kelompok dan fenom

ena sosial dalam kondisi alamiah sehingga akan didapatkan data-data deskriptif d

alam bentuk lisan atau pun tulisan yang kemudian data tersebut diinterpretasikan

secara deskriptif pula. Dalam penelitian kualitatif, peneliti merupakan instrument

kunci.

Pendekatan Fenomenologi digunakan karena fokus dalam penelitian ini ya

itu menganalisis makna simbolik ritual sembeq senggeteng pada masyarakat Desa

Lekor. Fenomenologi berusaha untuk mengungkapkan, mempelajari dan memaha

mi pengalaman individu dalam suatu fenomena beserta konteksnya yang khas dan

unik hingga tataran “keyakinan” individu yang bersangkutan. Pendekatan fenom

enologi bertujuan untuk menggambarkan makna dari pengalaman hidup yang dial

24
ami oleh beberapa individu, tentang konsep atau fenomena tertentu, dengan men

geksplorasi struktur kesadaran manusia (Morissan, 2019).

Dengan pendeketan Fenomenologi peneliti dapat membangun makna univ

ersal dari peristiwa, situasi atau pengalaman dan sampai pada pemahaman yang le

bih mendalam terhadap fenomena (Morissan, 2019).  Kedudukan sembeq sengget

eng sebagai tradisi dalam masyarakat suku sasak sudah menjadi turun temurun ba

hkan sejak zaman dahulu. Dalam kehidupan sehari-hari dikalangan masyarakat a

wam, kaum intelektual juga masih memakai mantra yang diyakini dapat mengatas

i semua persoalan dalam kehidupan, termasuk sembeq senggeteng.  Sehingga pen

dekatan ini tepat digunakan dalam menganalisis fenomena ritual Sembeq Sengget

eng karena, Fenomenologi menjelaskan atau mengungkap makna konsep atau fen

omena pengalaman yang didasari oleh kesadaran yang terjadi pada beberapa indiv

idu (Morrisan, 2019).

3.2 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Desa Lekor Kecamatan Janapria, Kabupaten L

ombok Tengah. Alasan memilih lokasi penelitian di Desa Lekor karena masyarak

atnya masih kental dengan nilai-nilai budaya dan tradisi-tradisi yang diwariskan o

leh nenek moyangnya, termasuk pelaksanaan ritual sembeq senggeteng yang masi

h diyakini sebagai senjata untuk mencegah pernikahan usia anak yang mengandu

ng berbagai makna simbolik didalamnya dan masih dilaksanakan oleh masyarakat

desa Lekor sampai sekarang.

25
3.3 Unit Analisis

Unit analisis merupakan topik yang relevan bagi setiap riset sosial, unit an

alisis mencakup seluruh hal yang peneliti untuk mendapatkan penjelasan ringkas

mengenai keseluruhan unit untuk menjelaskan perbedaan diantara unit analisis ter

sebut (Morissan, 201) Unit analisis dalam penelitian ini ialah subjek yang diteliti

yaitu masyarakat Desa Lekor. Fokus analisis adalah Makna Simbolik ritual semb

eq senggeteng dan prosesi pelaksanaan ritual sembeq senggeteng pada masyarakat

Desa Lekor Kecamatan Janapria Kabupaten Lombok Tengah. Menurut Morrisan

(2019), unit analisis dibagi menjadi dua yaitu:

a) Individu

Individu merupakan unit analisis yang sangat penting dalam riset ilmu

sosial. Setiap tipe individu dapat menjadi unit analisis dalam penelitian

sosial. Pada ilmu sosial, temuan hasil penelitian akan menjadi sangat

berharga jika temuan tersebut dapat diterapkan atau berlaku bagu semua

tipe manusia. Sebagai unit analisis, individu dapat dikategorikan ke dalam

keanggotaan pada kelompok sosial.

b) Kelompok

Berbagai kelompok sosial dapat pula menjadi unit analisis dalam

penelitian ilmu sosial. Pada riset terhadap kelompok, peneliti berupaya

untuk memperoleh karakteristik yang dimiliki suatu kelompok yang

dipandang sebagai satu entitas tunggal. Sebagaimana unit analisis lainnya,

kita dapat mengemukakan karakteristik kelompok-kelompok sosial


26
berdasarkan individu anggotanya. Peneliti dapat menggambarkan suatu

keluarga berdasarkan usia, suku atau pendidikan kepala rumah tangga

tersebut.

3.4 Informan Penelitian

Informan adalah subyek penelitian yang dapat memberikan informasi men

genai fenomena atau permasalahan yang diangkat dalam penelitian. Dalam peneli

tian ini, peneliti menggunakan teknik Purposive Sampling. Teknik Purposive Sa

mpling adalah teknik pengambilan sampel sumber data dengan pertimbangan kara

kteristik atau ciri-ciri tertentu (Sugiyono, 2017). Adapun informan dalam peneliti

an ini yaitu Informan kunci terdiri dari para mangku (Belian), perangkat desa dan

informan pendukung adalah masyarakat (individu) Desa Lekor.

Dalam penelitian ini yang dipilih sebagai informan adalah mangku (orang

pintar) dan masyarakat desa Lekor yang pernah melakukan ritual sembeq sengget

eng dan meyakini ritual tersebut. Informan dalam penelitian ini terbagi menjadi d

ua, yaitu: Informan kunci dan Informan pendukung.

Karakterisrik informan kunci dan pendukung lebih jelasnya dijabarkan

pada tabel berikut ini:

Tabel 3.1 kriteria informan

Jenis informan Kriteria

Informan kunci -Tokoh adat, yaitu belian atau Mangku ( orang pintar)
-Tokoh agama
-Perangkat desa

27
Informan pendukung -Dewasa (laki-laki/perempuan) yang sedang dipasangkan
sembeq senggeteng
-Pernah dipasangkan sembeq senggeteng,
-Meyakini ritual sembeq senggeteng.

a) Informan Kunci

Informan kunci dalam penelitian ini yaitu tokoh adat yaitu belian atau mangku

(orang pintar), tokoh agama. Pemilihan informan kunci dengan kriteria tersebut k

arena  mereka merupakan orang yang mengetahui seluk beluk dari ritual sembeq

senggeteng. Jadi, apa pun yang berkaitan dengan ritual sembeq senggeteng pasti

mereka ketahui. Selain tokoh adat, tokoh agama dimasukkan peneliti ke kriteria

informan kunci. Tokoh agama dalam hal ini yaitu sesepuh desa seperti kiyai. info

rman kunci selanjutnya yaitu perangkat desa. Penentuan informan perangkat desa

ini dilakukan agar bisa mendapatkan data yang akurat.

b) Informan pendukung

Selain informan kunci, untuk mendapatkan data yang lebih banyak dan lebih akur

at diperlukan juga informan pendukung. Informan pendukung ini akan membuat d

ata yang sudah didapatkan dari informan kunci menjadi semakin jelas dan akurat.

Dalam penelitian ini, kriteria informan yang ditunjuk sebagai informan pendukun

g yaitu orang dewasa (perempuan/ laki-laki), pernah dipasangkan sembeq sengget

eng, dan meyakini ritual sembeq senggeteng.

3.5 Jenis Data

1. Data primer

28
Data primer adalah data yang dikumpulkan dan diolah peneliti langsun

g dari subjek atau objek penelitian. Dalam penelitian ini data primer diperole

h melalui proses wawancara, observasi dan dokumentasi. Data yang dibutuhk

an ialah terkait makna simbolik ritual semebeq senggeteng pada masyarakat

Desa Lekor Kecamatan Janapria Kabupaten Lombok Tengah.

2. Data sekunder

Data sekunder adalah sumber data tidak langsung yang mampu memb

erikan tambahan serta penguatan terhadap data penelitian. Sumber data dalam

penelitan ini yaitu arsip data Desa Lekor, dokumentasi hasil penelitian, buku,

jurnal, skripsi sebelumnya yang relevan, internet dan sebagainya.

3.6 Teknik dan Alat Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data adalah cara-cara yang digunakan penulis dal

am rangka mengumpulkan data penelitian. Teknik pengumpulan data merupak

an langkah yang paling strategis dalam penelitian, karena tujuan utama dari pe

nelitian adalah mendapatkan data (Sugiyono 2017):

1. Observasi

Teknik Pengamatan atau Observasi, menurut Hadi (Sugiyono, 2017) menyata

kan bahwa observasi merupakan teknik pengumpulan data yang digunakan u

ntuk mengumpulkan data primer yang dibutuhkan dengan melakukan penga

matan langsung terhadap objek penelitian. Observasi yang dilakukan peneliti

yakni mengumpulkan data dari lapangan dengan mengamati keadaan, Desa L

ekor Kecamatan Janapria secara langsung.

29
2. Wawancara

Wawancara adalah suatu proses memperoleh keterangan untuk tujuan

penelitian dengan cara tanya jawab bertukar informasi antara penanya (peneli

ti) dengan informan. Sedangkan menurut Esterberg, wawancara merupakan p

ertemuan dua orang untuk bertukar informasi atau ide melalui tanya jawab, se

hingga dapat dikonstruksikan makna dalam suatu topik tertentu. Wawancara

dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara yang mengajukan pertanyaan k

epada responden atau informan (Sugiyono, 2017).

Peneliti menggunakan teknik wawancara karena dapat berinteraksi se

cara langsung dan menggali berbagai informasi untuk menjawab persoalan pe

nelitian dari informan di lapangan dengan cara melakukan tanya jawab denga

n beberapa individu, dan masyarakat, mangku (belian) dan tokoh masyarakat

Desa Lekor Kecamatan Janapria Kabupaten Lombok Tengah.

3. Dokumentasi

Dokumentasi dalam penelitian merupakan bahan untuk mencari dan m

engumpulkan data mengenai tulisan seperti transkip wawancara peneliti dan d

alam dokumentasi seperti foto-foto dan rekaman wawancara dalam prosesi ritu

al sembeq senggeteng. Dokumentasi yang akan digunakan oleh peneliti yaitu b

erupa foto dan rekaman wawancara, dan dokumen-dokumen yang relevan.

3.7 Analisis Data

Menurut Bogdan (dalam Sugiyono 2016), analisis data adalah proses men

cari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, ca

30
tatan lapangan, dan bahan-bahan lain, sehingga dapat dengan mudah dipahami da

ntemuannya dapat diinformasikan kepada orang lain. Analisis data dilakukan den

gan mengorganisasikan data, menjabarkannya ke dalam unit-unit, melakukan sint

esa, menyusn ke dalam pola, memilih mana yang penting dan yang akan dipelajar

i, dan membuat kesimpulan yang dapat diceritakan kepada orang lain (Sugiyono,

2016).

Menurut Miles, Huberman dan Saldana (2014) menjelaskan bahwa analis

is data dalam penelitian kualitatif terdiri dari tiga alur kegiatan yang terjadi secar

a bersamaan yaitu kondensasi data, penyajian data dan kesimpulan.

1. Kondensasi Data

Kondensasi data merujuk pada proses pemilihan, penyederhanaan,

pengabstrakan dan transformasi data yang mendekati keseluruhan bagian dari

catatan-catatan lapangan secara tertulis, transkip wawancara, dokumen maupun

data empiris yang telah didapatkan. Data kualitatif tersebut dapat diubah dengan

cara seleksi, ringkasan atau uraian menggunakan kata-kata sendiri. Berdasarkan

data yang dimiliki, peneliti akan mencari data, tema dan pola mana yang penting,

sedangkan yang dianggap tidak penting akan dibuang.

2. Penyajian Data

Setelah data direduksi, maka langkah selanjutnya adalah mendisplaykan dat

a. Dalam penelitian kualitatif, penyajian data bisa dilakukan dalam bentuk uraian

singkat, bagan, hubungan antar kategori.

31
Miles &Huberman membatasi suatu penyajian sebagai sekumpulan informas

i tersusun yang memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengam

bilan tindakan. Mereka meyakini bahwa penyajian-penyajian yang lebih baik mer

upakan suatu cara yang utama bagi analisis kualitatif yang valid, yang meliputi: b

erbagai jenis matrik, grafik, jaringan dan bagan. Semuanya dirancang guna meng

gabungkan informasi yang tersusun dalam suatu bentuk yang padu dan mudah dir

aih. Dengan demikian seorang penganalisis dapat melihat apa yang sedang terjadi

dan menentukan apakah menarik kesimpulan yang benar ataukah terus melangka

h melakukan analisis yang menurut saran yang dikisahkan oleh penyajian sebagai

sesuatu yang mungkin berguna (Sugiyono, 2017).

3. Penarikan Kesimpulan

Penarikan kesimpulan merupakam tahap untuk memberikan makna terhadap

data (give meaning), melakukan konfirmasi ( confirming) apakah makna yang dib

erikan sudah tepat, dan terakhir melakukan verifikasi ( verifying ) yaitu memeriks

a kembali data untuk memastikan makna yang diberikan sudah sesuai (Morissan,

2019).

Kesimpulan awal yang masih bersifat sementara, dan akan berubah bila tida

k ditemukan bukti-bukti yang kuat yang mendukung pada tahap pengumpulan dat

a berikutnya. Tetapi apabila kesimpulan yang dikemukakan pada tahap awal, didu

kung oleh bukti-bukti yang valid dan konsisten saat peneliti kembali kelapangan

mengumpulkan data, maka kesimpulan yang dikemukakan merupakan kesimpula

n yang kredibel (Sugiyono, 2017).

32
3.8 Keabsahan Data

1. Uji Validitas

Uji validitas/kredibilitas merupakan ketepatan antara data yang terjadi pad

a objek penelitian dengan data yang di laporkan oleh peneliti. Uji Validitas data

atau kepercayan terhadap hasil penelitian dilakukan dengan perpanjangan penga

matan dengan cara peneliti kembali kelapangan melakukan pengamatan dan wa

wancara kembali dengan sumber data yang pernah di temui maupun yang baru,

peningkatan ketekunan dalam penelitian dengan cara membaca berbagai referen

si buku mupun hasil penelitian atau dokumentasi terkait dengan temuan penelitia

n, triagulsi yaitu pengecekan data berbagai sumber dengan berbagai cara dan wa

ktu (Sugiyono. 2017) .

Teknik keabsahan data yang akan digunakan dalam penelitian ini yaitu tek

nik tringulasi. Dalam teknik pengumpulan data, triangulasi diartikan sebagai tek

nik pengumpulan data yang bersifat menggabungkan dari berbagai teknik

pengumpulan data dan sumber data yang telah ada. Bila peneliti melakukan

pengumpulan data dengan triangulasi, maka sebenarnya peneliti mengumpulkan

data yang sekaligus menguji kredibilitas data, yaitu mengecek kredibilitas data d

engan berbagai teknik pengumpulan data dan berbagai sumber data.

Teknik triangulasi, peneliti menggunakan teknik pengumpulan data

yang berbeda-beda untuk mendapatkan data dari sumber yang sama. Peneliti

menggunakan observasi partisipatif, wawancara mendalam, dan dokumentasi un

tuk sumber data yang sama secara serempak. Dalam hal triangulasi, Susan Stain

back dalam sugiyono (2017) menyatakan bahwa. Tujuan dari triangulasi bukan

33
untuk mencari kebenaran tentang berapa fenomena, tetapi lebih pada peningkata

n pemahaman peneliti terhadap apa yang telah ditemukan.

Selanjutnya Mathinson  mengemukakan bahwa. Nilai dari teknik pengu

mpulan data dengan triangulasi adalah untuk mengetahui data yang diperoleh co

nvergent (meluas), tidak konsisten atau kontradiksi. Oleh karena itu dengan men

ggunakan teknik triangulasi dalam pengumpulan data, maka data yang diperoleh

akan lebih konsisten, tuntas dan pasti. Melalui triangulasi akan lebih meningkatk

an kekuatan data, bila dibandingkan dengan satu pendekatan Sugiyono (2017).

Tringulasi memiliki beberapa bentuk, yaitu:

a) Tringulasi sumber, yaitu tringulasi yang mengarahkan peneliti untuk

mengumpulkan data dari beragam sumber yang tersedia karena data yang

sejenis akan lebih mantap kebenarannya apabila digali dari sumber yang

berbeda.

b) Tringulasi metode adalah tringulasi yang dapat dilakukan dengan

mengumpulkan data dari berbagai metode yang ada. Dalam penelitian

kualitatif, peneliti menggunakan berbagai metode seperti metode

wawancara, observasi, dan lainnya. Untuk memperoleh kebenaran

informasi yang tepat dan untuk bisa mendapatkan gambaran yang utuh

mengenai suatu informasi, peneliti bisa menggunakan metode-metode

atau menggabungkan metode-metode tersebut. Misalnya peneliti bisa

menggunakan metode wawancara terstruktur dan wawancara bebas.

34
Untuk mengecek keabsahan data, dalam penelitian ini peneliti menggu

nakan kedua metode tringulasi di atas, yaitu tringulasi sumber dan tringulasi

metode. Penggunaan kedua tringulasi tersebut bertujuan agar peneliti bisa me

ndapatkan data yang akurat. Selain itu, dengan menggabungkan kedua bentuk

tringulasi metode dan tringulasi sumber akan mempermudah peneliti untuk m

endapatkan data yang dibutuhkan atau data yang diinginkan.

2. Uji Reliabilitas

Uji reliabilitas dilakukan dengan melakukan audit terhadap kseluruhn pro

ses penelitian. Karena sering terjadi peneliti tidak melakukan proses penelitian

ke lapangan,tetapi bisa memberikan data (Sugiyono, 2017). Menurut Susan S

tainback dalam Sugiyono (2017), menyatakam bahwa reliabilitas berkenaan de

ngan derajat konsistensi dan stabilitas data atau temuan. Karena, reliabilitas be

rkenaan dengan derajat konsistensi, maka bila ada peneliti lain mengulangi ata

u merepleksi dalam penelitian pada obyek yang sama dengan metode yang sa

ma maka akan menghasilkan data yang sama.

3. Uji Depenabilitas

Dalam penelitian kualitatif, uji depenabilitas dilakukan dengan melakukan

audit terhadap keseluruhan proses penelitian. Kalau proses penelitian tidak

dilakukan tapi datanya ada, maka penelitian tersebut tidak reliabel atau

dependable. Untuk itu pengujian depenabilitas dilakukan dengan cara

melakukan audit terhadap keseluruhan proses penelitian. Caranya dilakukan

oleh auditor yang independen, atau pembimbing untuk mengaudit

keseluruhan aktivitas peneliti dalam melakukan penelitian. Bagaimana

35
peneliti mulai menentukan masalah/fokus, memasuki lapangan, menentukan

sumber data, melakukan analisis data, melakukan uji keabsahan data, sampai

membuat kesimpulan harus dapat menentukan jejak aktivitas lapangannya.

4. Uji Konfirmabilitas

Penelitian dikatakan obyektif bila hasil penelitian telah disepakati oleh

banyak orang. Dalam penelitian kualitatif, uji konfirmabilitas mirip dengan

uji depenabilitas, sehingga pengujiannya dapat dilakukan bersamaan. Menguji

konfirmabilitas berarti menguji hasil penelitian, dikaitkan dengan proses yang

dilakukan. Bila hasil penelitian merupakan fungsi dari proses penelitian yang

dilakukan, maka penelitian tersebut telah memenuhi standar konfirmabilitas.

Dalam penelitian jangan sampai proses tidak ada, tapi hasil ada.

36
DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Irwan. 2009. Dinamika Masyarakat dan Kebudayaan Kotemporer, yog


yakarta: TICI Publications

Afriana,S,Karyadi, LW. 2021. Belian Sasak Dalam Ritual Tegeteng Kajian Masy
arakat Suku Sasak di Desa Barabali Kecamatan Batukliang Kabupaten Lo
mbok Tengah. Prosiding Seminar Nasional Sosiologi (Vol. 2, hlm. 245-25
9). Link: http://eprints.unram.ac .id/id/eprint/26828. Diakses 11 September
2022.

Aini,Adita Masrori. 2020. Sembeq Senggeteng sebagai upaya pencegahan pernika


han dini dalam perspektif 'URF: (Studi Di Desa Wakan, Kecamatan Jerowa
ru, Kabupaten Lombok Timur). (Disertasi Doktor, Universitas Islam Negeri
Maulana Malik Ibrahim). Link:http://etheses.uin-malang.ac.id/2 3462/. Dia
kses pada 18 September 2022.

Daeng, J. 2008. Manusia Kebudayaan dan Lingkungan, Tinjauan Antropologi, yo


gyakarta: Pustaka Pelajar.

Gunawan, E. (2015). Update Hukum Islam dalam Kompilasi Hukum Islam. HUN


AFA: Jurnal Studi Islam , 12 (2), 281-305.

Kridalaksana, Harimurti. 2001. Kamus Linguistik, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka


Mahmud. 2012. Antropologi Pemdidikan. Bandung: CV. Pustaka Setia.
Miles, M. B., Huberman, A.,& Saldana, J. (2014). Qualitaive Data Analysis: A
Methods Sourcebook. Thousand Oaks: SAGE Publications, Inc.

Morissan. 2017. Riset Kualitatif. Jakarta: Prenadamedia Group.


Moleong, Lexy J. 2010. Metodologi Penelitian Kualitatif edisi Revisi. Bandung: P
T. Remaja Karya.

Mulyana, D. 2018. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja


Rosdakarya.

37
Priohutomo. S. 2022l. "  pendewasaan Usia Pernikahan. pbkkbn.go.id https://ww
w.bkkbn.go.id › Dikases pada 10 Oktober 2022

Ritzer, George. 2012. Teori Sosiologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.


Samsul, R. (2019). Makna simbolis baju adat suku sasak desa ganti kabupaten pr
aya timur kabupaten lombok tengah NTB (Disertasi Doktor Universitas Mu
hammadiyah Mataram).

Sugiyono. 2017. Metode Penelitian Kuantitatif, kualitatif dan R and D.


Bandung: CV Alfabeta.

. 2016. Metode Penelitian Kuantitatif, kualitatif dan R and D.


Bandung: CV Alfabeta.

Sumerah. 2019. "Sembeq Senggeteng (jampi pengikat) Sebagai Upaya


Pendewasaan Usia Perkawinan (Studi Kasus Di Desa Wakan
Jerowaru Lombok Timur)". Mataram: Tesis Pascasarjana UIN Mataram, 20
19.

Wirawan, I.B. 2012. Teori-teori Sosial Dalam Tiga Paradigma: Fakta Sosial,
Definisi Sosial, dan Perilaku Sosial. Jakarta: Kencana Prenada Media
Group.

Zainul Majdi. 2015. NTB, Provinsi Pertama Atur Pendewasaan Usia Pernikhan, ht
tps://nasional.tempo.co/read/677284/ntb-provinsi-pertama-atur-pendewasa
an-usia-perkawinan/full&view=ok. Diakses pada 15 September 2022.

38

Anda mungkin juga menyukai