Anda di halaman 1dari 10

Pertanyaan wawancara

Native speakerism ideology dan post humanist dalam pengajaran bahasa


Inggris di Indonesia
Umur :
Jenis kelamin :
Prodi :
Lama mengajar :

1. Bagaimana pengajaran bahasa Inggris di Indonesia dapat membantu siswa


mengembangkan keterampilan-keterampilan post humanist seperti
kreativitas, kolaborasi, dan kritis berpikir?

Berdasarkan implementasi kurikulum merdeka sekarang ini


sebenarnya pembelajaran di Indonesia sudah mengarah ke
pengembangan keterampilan abad 21. Pun Pengajaran bahasa
Inggris di Indonesia dapat membantu siswa mengembangkan
keterampilan post humanist seperti kreativitas, kolaborasi, dan
berpikir kritis dengan beberapa cara:
1. Mendukung pembelajaran yang berbasis proyek atau tugas:
Metode ini melibatkan siswa dalam kegiatan praktis yang
memerlukan kolaborasi dan kreativitas untuk menyelesaikan tugas
yang dihadapi.
2. Memperkenalkan siswa pada kebudayaan dan nilai-nilai yang
berbeda: Melalui pengajaran tentang kebudayaan dan nilai-nilai
yang berbeda, siswa dapat mengembangkan pemahaman yang
lebih luas dan menghargai perspektif yang berbeda.
3. Menggunakan teknologi modern dan media sosial dalam
pengajaran: Penggunaan teknologi dan media sosial dapat
memperkuat keterampilan kreatif dan kolaboratif siswa, sambil juga
membantu mereka memperluas pengetahuan dan pemahaman
tentang dunia.
4. Menyediakan lingkungan belajar yang inklusif: Pengajaran bahasa
Inggris harus menciptakan lingkungan belajar yang inklusif di mana
siswa merasa aman dan nyaman untuk berpartisipasi,
berkolaborasi, dan bereksperimen dengan ide-ide baru.
5. Memperkenalkan aktivitas yang mendorong berpikir kritis: Aktivitas
seperti debat, analisis teks, dan memecahkan masalah dapat
membantu siswa mengembangkan kemampuan berpikir kritis dan
mengevaluasi informasi secara objektif.
Dengan implementasi strategi-strategi ini, pengajaran bahasa
Inggris di Indonesia dapat membantu siswa mengembangkan
keterampilan-keterampilan post humanist seperti kreativitas,
kolaborasi, dan berpikir kritis.

2. Apakah pengajaran bahasa Inggris di Indonesia harus mengintegrasikan


pendekatan interdisipliner dan multikulturalisme dalam rangka
mempersiapkan siswa menghadapi perubahan global dan teknologi yang
semakin canggih? Apa saja kendala yang dihadapi dalam menintegrasikan
ini?
Pengajaran bahasa Inggris di Indonesia sebaiknya mengintegrasikan
pendekatan interdisipliner dan multikulturalisme untuk
mempersiapkan siswa menghadapi perubahan global dan teknologi
yang semakin canggih. Pendekatan interdisipliner dapat membantu
siswa untuk memahami bagaimana bahasa Inggris dapat diterapkan
dalam berbagai bidang studi dan memperkuat keterampilan
berpikir kritis mereka. Sementara multikulturalisme dapat
membantu siswa untuk memahami dan menghargai
keanekaragaman budaya, pandangan, dan nilai dalam masyarakat
global yang semakin terintegrasi.
Namun, ada beberapa kendala dalam mengintegrasikan
pendekatan interdisipliner dan multikulturalisme dalam pengajaran
bahasa Inggris di Indonesia walaupun yang interdisipliner sudah
beberapa yang menggunakan pendekatan tersebut. Masalah yang
ada pada penerapan pendekatan multikultural salah satunya adalah
kurangnya dukungan dari kurikulum dan sarana dan prasarana yang
dibutuhkan, seperti buku teks yang memadai dan akses ke
teknologi yang memadai. Selain itu, kurangnya pelatihan dan
pengembangan profesional untuk guru dalam menerapkan
pendekatan ini juga menjadi kendala. Oleh karena itu, perlu ada
upaya untuk meningkatkan dukungan dan pelatihan bagi guru dan
penyedia sumber daya untuk mendukung pengajaran bahasa
Inggris yang interdisipliner dan multikultural di Indonesia.

3. Bagaimana guru bahasa Inggris di Indonesia dapat memanfaatkan teknologi


dan media sosial dalam pengajaran untuk memperkuat keterampilan-
keterampilan post humanist siswa?

Guru bahasa Inggris di Indonesia dapat memanfaatkan teknologi


dan media sosial dalam pengajaran untuk memperkuat
keterampilan-keterampilan post humanist siswa dengan beberapa
cara berikut:
1. Membuat pengalaman pembelajaran yang berbasis teknologi yang
menantang siswa untuk berkolaborasi dan berkreasi dalam
pembuatan proyek-proyek bahasa Inggris yang berfokus pada topik-
tapik seperti lingkungan, keadilan sosial, dan kesehatan mental.
2. Mendorong siswa untuk mengikuti forum-forum diskusi online dan
menghadiri webinar tentang topik-topik yang terkait dengan bahasa
Inggris dan topik post humanist.
3. Menggunakan media sosial untuk membantu siswa memperluas
pemahaman mereka tentang budaya dan bahasa Inggris yang
berbeda, dengan melibatkan siswa dalam proyek-proyek seperti
membuat video dan blog.
4. Menggunakan platform e-learning seperti Moodle atau Google
Classroom untuk memfasilitasi diskusi dan proyek kolaboratif online
antara siswa, guru, dan penutur bahasa Inggris lainnya.
Namun, ada beberapa kendala yang dihadapi dalam memanfaatkan
teknologi dan media sosial dalam pengajaran bahasa Inggris di
Indonesia, seperti kurangnya akses ke teknologi dan internet yang
memadai di beberapa daerah, masalah privasi dan keamanan
online, dan kurangnya pelatihan dan pengembangan profesional
bagi guru dalam memanfaatkan teknologi dalam pengajaran. Oleh
karena itu, penting bagi pemerintah dan institusi pendidikan untuk
menyediakan sumber daya dan pelatihan yang memadai bagi guru
untuk memanfaatkan teknologi dan media sosial dalam pengajaran
bahasa Inggris.

4. Bagaimana kurikulum pengajaran bahasa Inggris di Indonesia dapat


dirancang untuk membantu siswa mengembangkan pemahaman mereka
tentang perspektif-perspektif post humanist seperti ekologi, gender, dan
ras?
Dalam kurikulum merdeka ada yang namanya profil pemuda
Pancasila dimana Kurikulum merdeka ini Profil Pelajar Pancasila
dibangun dalam keseharian dan dihidupkan dalam diri setiap
pelajar melalui: budaya sekolah, pembelajaran intrakurikuler,
kokurikuler, maupun ekstrakurikuler.

Budaya sekolah
Sebagai bagian dari budaya sekolah, 6 dimensi Profil Pelajar
Pancasila diintegrasikan ke dalam iklim sekolah, kebijakan, pola
interaksi dan komunikasi, serta norma yang berlaku di sekolah.

Pembelajaran intrakurikuler
Sebagai bagian dari pembelajaran intrakurikuler, Capaian
Pembelajaran, tujuan pembelajaran, atau materi/topik
pembelajaran sudah menginkorporasikan 6 dimensi Profil Pelajar
Pancasila di dalamnya.

Pembelajaran kokurikuler (Projek Penguatan Profil Pelajar


Pancasila)
Sebagai bagian dari pembelajaran kokurikuler, 6 dimensi Profil
Pelajar Pancasila dijadikan pilihan untuk menjadi tujuan dan
capaian dalam kegiatan projek dijalankan. Dimensi Profil Pelajar
Pancasila yang dipilih untuk menjadi fokus tujuan kegiatan juga
kemudian menjadi dasar pelaksanaan asesmen projek. Ketahui
lebih lanjut.
Pembelajaran ekstrakurikuler
Sebagai bagian dari pembelajaran ekstrakurikuler, 6 dimensi Profil
Pelajar Pancasila diintegrasikan dalam kegiatan pengembangan
minat dan bakat.
Jadi otomastis pengajaran bahasa Inggris di Indonesia sudah
dirancang dengan memasukkan topik-topik yang relevan dengan
perspektif-perspektif post humanist seperti ekologi, gender, dan
ras. Misalnya, dalam pembelajaran tata bahasa atau grammar, guru
dapat membahas perbedaan gender dalam penggunaan kata ganti,
atau dalam pembelajaran kosa kata, siswa dapat mempelajari
istilah-istilah tentang lingkungan dan ekologi. Selain itu, kurikulum
juga dapat memasukkan pembelajaran tentang budaya dan tradisi
dari berbagai negara dan masyarakat, sehingga siswa dapat
memahami perbedaan dan persamaan antar budaya serta
menghargai keragaman.
Selain itu, kurikulum dalam pembelajaran bahasa Inggris juga sudah
mengintegrasikan pendekatan interdisipliner dengan memasukkan
topik-topik yang terkait dengan perspektif-perspektif post humanist
ke dalam mata pelajaran lain seperti ilmu pengetahuan sosial,
biologi, dan seni. Hal ini dapat membantu siswa mengembangkan
pemahaman yang lebih holistik tentang topik tersebut dan melihat
hubungan antara mata pelajaran yang berbeda.

5. Apa tantangan-tantangan yang dihadapi dalam mengintegrasikan perspektif


post humanist dalam pengajaran bahasa Inggris di Indonesia dan
bagaimana cara mengatasinya?

Tantangan dalam mengintegrasikan perspektif post humanist dalam


pengajaran bahasa Inggris di Indonesia dapat bervariasi. Beberapa
tantangan tersebut dapat meliputi kurangnya pemahaman dan
kesadaran tentang konsep post humanist, keterbatasan sumber
daya dan teknologi, serta kecenderungan untuk mempertahankan
status quo dalam pengajaran.
Untuk mengatasi tantangan ini, pendekatan yang terintegrasi dan
holistik dapat digunakan. Guru bahasa Inggris dapat memperluas
pengetahuan mereka tentang perspektif post humanist melalui
pelatihan dan pengembangan profesional, serta bekerja sama
dengan ahli di bidang-bidang terkait seperti ekologi, gender, dan
ras. Mereka juga dapat menggunakan teknologi dan media sosial
yang tersedia untuk meningkatkan pengalaman belajar siswa dan
mendorong kreativitas dan kolaborasi.
Selain itu, kurikulum yang dirancang dengan baik juga dapat
membantu mengatasi tantangan. Kurikulum dapat mencakup
materi yang terkait dengan perspektif post humanist dan
mengintegrasikan pendekatan interdisipliner dan multikulturalisme.
Kurikulum juga harus dapat disesuaikan dengan kebutuhan siswa
dan mengakomodasi kemajuan teknologi dalam pengajaran bahasa
Inggris.

6. Bagaimana menurut Anda definisi native speakerism dan apa dampaknya


dalam pengajaran bahasa Inggris di Indonesia?

Native speakerism adalah keyakinan yang menempatkan penutur


asli bahasa Inggris sebagai model superior dalam pengajaran
bahasa Inggris dan meremehkan penutur non-asli bahasa Inggris.
Dalam konteks pengajaran bahasa Inggris di Indonesia, native
speakerism dapat memengaruhi persepsi guru dan siswa bahwa
penutur asli bahasa Inggris lebih baik dalam pengajaran bahasa
Inggris, meskipun kenyataannya kemampuan bahasa Inggris yang
baik tidak selalu tergantung pada apakah seseorang adalah penutur
asli atau bukan.
Dampak dari native speakerism dalam pengajaran bahasa Inggris di
Indonesia antara lain pengabaian terhadap beragam varietas
bahasa Inggris dan pemaksaan standar bahasa Inggris penutur asli
sebagai acuan tunggal dalam pengajaran, yang dapat menyebabkan
kurangnya apresiasi terhadap kekayaan bahasa dan budaya siswa.
Hal ini juga dapat memicu rasa tidak percaya diri pada siswa yang
merasa tidak mampu menguasai bahasa Inggris karena bukan
penutur asli.
Untuk mengatasi dampak dari native speakerism, pengajaran
bahasa Inggris di Indonesia dapat menekankan pada
keanekaragaman bahasa Inggris dan memperkenalkan siswa pada
berbagai varietas bahasa Inggris. Guru juga dapat memanfaatkan
teknologi dan sumber daya online untuk membuka akses pada
variasi bahasa Inggris yang berbeda dan memperkaya pengalaman
siswa dengan bahasa dan budaya lain. Selain itu, pengajaran bahasa
Inggris dapat memperkuat keterampilan bahasa Inggris siswa tanpa
harus meremehkan varietas bahasa Inggris yang mereka gunakan
sehari-hari.

7. Apakah Anda percaya bahwa hanya native speaker yang bisa memberikan
pengajaran bahasa Inggris yang baik? Mengapa atau mengapa tidak?

pengajaran bahasa Inggris, pengetahuan tentang bahasa dan budaya asli


(native) tentu saja penting, tetapi itu tidak berarti hanya native speaker
yang mampu memberikan pengajaran bahasa Inggris yang baik. Terdapat
banyak faktor yang harus dipertimbangkan dalam menentukan
kemampuan seorang guru bahasa Inggris, termasuk kualifikasi pendidikan
dan pengalaman pengajaran. Selain itu, banyak non-native speaker juga
memiliki kemampuan bahasa Inggris yang sangat baik dan mampu
memberikan pengajaran bahasa Inggris yang efektif. Oleh karena itu,
seleksi guru berdasarkan kemampuan bahasa Inggris dan pengalaman
pengajaran yang terbukti efektif adalah lebih penting daripada status
sebagai native speaker atau non-native speaker.
8. Bagaimana cara mengatasi diskriminasi yang terjadi akibat native
speakerism ideology dalam pengajaran bahasa Inggris di Indonesia?

Untuk mengatasi diskriminasi yang terjadi akibat native speakerism


ideology dalam pengajaran bahasa Inggris di Indonesia, diperlukan
kesadaran dari semua pihak terutama para guru dan lembaga
pendidikan. Berikut adalah beberapa cara yang dapat dilakukan:
1. Menghilangkan persepsi bahwa hanya native speaker yang mampu
memberikan pengajaran bahasa Inggris yang baik. Guru bahasa
Inggris di Indonesia harus diakui dan dihargai kualitas
pengajarannya berdasarkan kemampuan profesional dan keahlian
mereka, bukan hanya berdasarkan asal-usul bahasa mereka.
2. Mengembangkan program pelatihan dan sertifikasi untuk guru
bahasa Inggris di Indonesia. Dalam program ini, guru harus diuji
kemampuan bahasa Inggris mereka dan diberikan pelatihan yang
tepat untuk memperbaiki kelemahan mereka.
3. Mempromosikan kerjasama antara guru bahasa Inggris asing dan
guru bahasa Inggris lokal. Dengan saling berbagi pengalaman dan
pengetahuan, guru bahasa Inggris di Indonesia dapat meningkatkan
kualitas pengajaran mereka.
4. Mendorong penggunaan sumber daya lokal dalam pengajaran
bahasa Inggris. Ini dapat membantu siswa memahami bahasa dan
budaya Indonesia dengan lebih baik, serta mempromosikan
keanekaragaman bahasa dan budaya.
5. Menyadari pentingnya kesetaraan dan inklusivitas dalam
pengajaran bahasa Inggris di Indonesia. Para guru dan lembaga
pendidikan harus mendorong siswa untuk saling menghargai dan
memahami perbedaan budaya, bahasa, dan latar belakang.
Dengan adanya kesadaran dan tindakan yang tepat dari semua
pihak, diskriminasi yang terjadi akibat native speakerism ideology
dalam pengajaran bahasa Inggris di Indonesia dapat diatasi dan
kualitas pengajaran bahasa Inggris di Indonesia dapat ditingkatkan.
9. Bagaimana Anda melihat peran pengajar non-native speaker dalam
pengajaran bahasa Inggris di Indonesia?

Sebagai sebuah kebijakan yang lebih inklusif dan merata, pengajar


non-native speaker memiliki peran yang sangat penting dalam
pengajaran bahasa Inggris di Indonesia. Pengajar non-native
speaker biasanya memiliki kemampuan bahasa yang sangat baik
dan penguasaan yang mendalam dalam pengajaran bahasa Inggris
sebagai bahasa kedua atau bahasa asing. Mereka juga memiliki
kelebihan dalam pemahaman budaya dan latar belakang siswa,
serta mampu memberikan pengalaman belajar yang lebih relevan
dan terkait dengan kehidupan siswa.
Pengajar non-native speaker juga dapat berperan sebagai model
bagi siswa dalam mengembangkan kemampuan bahasa Inggris
mereka, terutama dalam hal pengucapan dan intonasi yang benar.
Selain itu, mereka juga dapat membantu mengurangi praktik
diskriminasi dalam pengajaran bahasa Inggris, terutama yang
terkait dengan native speakerism ideology.
Namun, untuk menjadi pengajar yang efektif, pengajar non-native
speaker juga harus terus meningkatkan kemampuan bahasa Inggris
mereka dan terus mengikuti perkembangan terbaru dalam bidang
pengajaran bahasa Inggris. Pendidikan dan pelatihan juga dapat
membantu meningkatkan kompetensi pengajar non-native speaker
dan mempersiapkan mereka dalam menghadapi tantangan dalam
pengajaran bahasa Inggris di Indonesia.
10.Apa pendapat Anda tentang upaya untuk meningkatkan kesadaran tentang
native speakerism ideology di kalangan pengajar bahasa Inggris di
Indonesia? Bagaimana cara Anda supaya tidak terjebak dengan native
speakerism ideology ?

secara umum, meningkatkan kesadaran tentang native speakerism


ideology di kalangan pengajar bahasa Inggris di Indonesia dapat
membantu mengurangi diskriminasi dan menghasilkan pengajaran yang
lebih inklusif dan adil. Cara menghindari terjebak dalam native
speakerism ideology adalah dengan tidak memandang tinggi atau
merendahkan keahlian berbahasa Inggris seseorang berdasarkan latar
belakang mereka, dan selalu membuka diri untuk belajar dan
meningkatkan diri sebagai pengajar bahasa Inggris.

Terima kasih atas kesediaan Anda menjawab pertanyaan2 interview, semoga Anda sukses!!!

Anda mungkin juga menyukai