PENDAHULUAN
Erupsi gigi adalah gerakan gigi secara bertahap dari posisi pembentukannya
melalui tulang alveolar menuju dataran oklusal hingga mencapai posisi
fungsionalnya dalam rongga mulut (Praveenkumar 2012). Sebelum erupsi,
mahkota gigi akan mengalami proses kalsifikasi dalang tulang rahang. Setelah
kalsifikasi mahkota selesai, akar gigi mulai terbentuk dan gigi bergerak melewati
tulang kearah permukaan. Akar akan terus mengalami pembentukan hingga
terbentuk sempurna. Akar gigi desidui berada dalam keadaa sempurna hingga usia
3 Tahun. Setelah 3 Tahun, akar gigi desidui akan mulai mengalami resorpsi.
Resorpsi akar gigi desidui terjadi bersamaan dengan gigi pengganti yang bergerak
mendekati permukaan (Scheid and Weiss 2013).
Pada keadaan umum, gigi desidui akan tanggal beberapa saat sebelum gigi
permanen penggantinya erupsi. Gigi desidui yang tetap bertahan pada lengkung
gigi melebihi waktu normal disebut persistensi gigi sulung atau over retained
primary tooth (Siagian 2008). Waktu erupsi gigi permanen memiliki banyak
variasi. Pada beberapa daerah seperti Afrika dan Amerika, gigi permanen erupsi
1
lebih awal dibanding anak-anak di daerah Asia dan Kaukasia (Almonaitiene et al.
2010). Sedangkan, menurut penelitian yang dilakukan di salah satu daerah di
Indonesia, yaitu Kabupaten Sumedang, Jawa Barat, erupsi gigi permanen biasanya
terjadi pada usia 6 Tahun (Indriayanti 2016).
Erupsi gigi adalah proses yang sangat kompleks dan dapat dipengaruhi oleh
beberapa faktor, yaitu faktor genetik, hormonal, lokal, ras, jenis kelamin, status
ekonomi, gizi, dan pertumbuhan (Kutesa et al. 2013). Gizi merupakan faktor
penting dalam pertumbuhan dan perkembangan gigi serta rahang. Pada tahap awal
proses pertumbuhan gigi dipengaruhi oleh beberapa faktor dan elemen seperti
kalsium (Ca), posfor (P), flour (F), dan vitamin yang terdapat dalam makanan.
Defisiensi gizi seperti karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral akan
memicu gangguan pertumbuhan, pertumbuhan gigi, dan rahang. Hal ini akan
menyebabkan gangguan pada erupsi sehingga erupsi gigi terjadi keterlambatan
(Alhamda 2012).
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Gambar 2.1 Perbedaan morfologi gigi sulung (kanan) dan gigi permanen (kiri)
3
2.2 Pertumbuhan dan Perkembangan Gigi Desidui
Pertumbuhan dan perkembangan gigi desidui sudah dimulai sejak sebelum
lahir. Perkembangan gigi melibatkan sel-sel epithelial rongga mulut dan sel-sel
mesenkimal. Sel-sel epithelial akan membentuk organ enamel yang nantinya
berperan pada pembentukan enamel gigi, sedangkan sel-sel mesenkimal akan
membentuk dental papilla yang berperan dalam pembentukan dentin (Avery &
Cheigeo 2016).
Menurut Hiatt & Gartner (2019) dalam bukunya yang berjudul Textbook of
Head and Neck Anatomy menjelaskan mengenai tahapan pembentukan gigi, yaitu
sebagai berikut:
4
terjadi multiplikasi sel yang lebih lanjut. Maka dari itu, stadium ini juga
disebut dengan stadium proliferasi. Cap stage ini terdiri dari epitel gigi luar
sebagai lapisan luar, retikulum stelatum di bagian tengah, dan epitel gigi
dalam lapisan paling dalam (Hiatt & Gartner 2019).
c. Tahap Bell Stage
Pada tahap bell stage, sel-sel akan mengalami histodiferensiasi dan
morfodiferensiasi. Histodiferensiasi adalah perubahan sel secara histologis.
Contohnya, organ enamel menjadi ameloblast yang akan membentuk
enamel gigi. Morfodiferensiasi adalah perubahan sel-sel membentuk garis
luar dari mahkota dan akar sehingga akan menjadi bentuk morfologi dari
tiap-tiap gigi (Hiatt & Gartner 2019).
Gambar 2.2 Tahap perkembangan gigi. A) Bud Stage, B) Cap Stage, C) Bell Stage
5
2.3 Erupsi Gigi
Erupsi gigi mulai terjadi ketika gigi mulai menonjol keluar dari tulang
rahang melalui jaringan lunak dan mukosa epithelial rongga mulut dan menduduki
posisinya di lengkung rahang dan mencapai kontak oklusi hingga bisa digunakan
untuk mastikasi. Erupsi gigi dapat terjadi akibat pertumbuhan akar gigi atau
pertumbuhan tulang di bawah gigi yang secara progresif mendorong gigi ke atas.
Sebelum terjadi erupsi, bantalan maksila dan mandibula akan sering menunjukkan
adanya benjolan yang sesuai dengan lokasi gigi yang hampir erupsi (Avery &
Cheiegeo 2016).
Erupsi gigi susu pada anak terkadang ditandai dengan rasa tidak nyaman
yang hanya dirasakan di lokasi gigi yang hampir erupsi, iritasi pada gingiva
sekitar gigi tersebut, bengkak dan kebiruan akibat hematoma lokal, atau yang
paling jarang adalah bisa terjadi kista erupsi yang tidak memerlukan pengobatan.
Mulainya erupsi gigi susu merupakan pertanda penting bagi perubahan kebiasaan
makan anak. Bertambahnya jumlah gigi menandakan anak mulai siap menerima
asupan makanan yang lebih bervariasi. Erupsi gigi susu pada anak mulai
berlangsung sekitar umur 6 Bulan dan biasanya diawali oleh gigi insisivus
mandibula tengah (Avery & Cheiegeo 2016). Adapun tahap-tahap erupsi gigi
adalah sebagai berikut:
a. Pre-eruptive phase
Pada tahap ini, gigi mengalami perkembangan dan pembentukan
mahkota serta akar di dalam tulang rahang. Gigi belum muncul di dalam
rongga mulut (Avery & Cheiegeo 2016).
b. Pre-functional eruptive
Prefunctional eruptive adalah tahap dimana terjadi pembentukan akar
dan pergerakan gigi ke arah rongga mulut. Akar yang mulai terbentuk
mendorong mahkota gigi untuk berpenetrasi menembus jaringan lunak dan
mukosa rongga mulut sehingga gigi muncul di dalam rongga mulut sampai
mencapai kontak oklusi (Avery & Cheiegeo 2016).
c. Functional eruptive
6
Pada tahap ini, gigi desidui mencapai kontak oklusi dan dapat berfungsi
untuk mastikasi. Atrisi dan abrasi dapat terjadi pada permukaan insisal gigi
sehingga gigi akan terus mengalami erupsi sebagai kompensasi adanya
kehilangan struktur gigi untuk dapat mencapai kontak oklusi (Avery &
Cheiegeo 2016).
Maksila 7,5 9 18 14 24
Mandibula 6 7 16 12 20
Berdasarkan data dari Tabel 1, dapat dihitung berapa jumlah normal yang
seharusnya tumbuh pada saat usia tertentu. Jumlah gigi susu sesuai dengan
usianya dapat dilihat pada Tabel 2.
9-11 4 gigi
12-17 8 gigi
18-24 12 gigi
Adapun beberapa kondisi bisa menyebabkan jumlah gigi desidui anak yang
terlambat menurut usia. Terdapat beberapa penyebab jumlah gigi desidui anak
terlambat menurut usianya, Penyebab tersebut antara lain adalah hipodonsia
7
(kekurangan jumlah gigi) dan erupsi gigi susu yang terlambat (Casamassimo et al.
2013).
a. Hipodonsia
Beberapa penyebab terjadinya hipodonsia adalah keturunan (agenesis
soliter), serta oligodonsia dan anodonsia. Hipodonsia pada gigi desidui anak
sangat jarang terjadi (kurang dari 1%). Kejadian hipodonsia pada gigi
desidui anak hampir selalu mengenai gigi insisivus lateral. Agenesis soliter
dapat terjadi jika satu atau beberapa elemen gigi tidak terbentuk. Sangat
jarang terlihat terutama jika tidak mengakibatkan diastema (ruang antargigi)
atau pergeseran dan perputaran gigi yang berada disebelahnya.
Oligodonsia dapat terjadi jika terdapat reduksi multiple pada elemen gigi,
sedangkan anodonsia terjadi bila semua gigi tidak terbentuk akibat dari
agenesis multiple. Yang membedakan antara oligodonsia dan anodonsia
didapatkan hubungan dengan penyakit sistmik yang melibatkan epitel dan
derivatnya (Casamassimo et al. 2013).
b. Erupsi Gigi Desidui Terlambat
Keterlambatan dalam erupsi gigi desidui dapat disebabkan oleh beberapa
faktor seperti kekurangan gizi berat, rubella, gangguan endokrin, faktor
keturunan, dan idiopatik atau tidak diketahui. Disebutkan juga oleh Rudolf
(2016) dalam buku ajarnya, bahwa keterlambatan dalam erupsi gigi desidui
juga dapat terjadi karena sindrom hormonal seperti trisomy 21,
hipotiroidisme dan hipopituitarisme. Selain itu, down syndrome, hyperplasia
gingiva herediter dan distosis kleidokranial juga dapat menyebabkan
keterlambatan erupsi gigi desidui.
8
Maksila
Insisivus Sentral 3-4 Bulan 7-8 Tahun 10 Tahun
Insisivus Lateral 10-12 Bulan 8-9 Tahun 11 Tahun
Caninus 4-5 Bulan 6-7 Tahun 13-15 Tahun
Premolar 1 1,5 Tahun 10-11 Tahun 12-13 Tahun
Premolar 2 2 Tahun 10-12 Tahun 12-14 Tahun
Molar 1 Saat lahir 6-7 Tahun 9-10 Tahun
Molar 2 2-3 Tahun 12-13 Tahun 14-16 Tahun
Molar 3 7-9 Tahun 17-21 Tahun 18-25 Tahun
Mandibula
Insisivus Sentral 3-4 Bulan 6-7 Tahun 9 Tahun
Insisivus Lateral 3-4 Bulan 7-8 Tahun 10 Tahun
Caninus 4-5 Bulan 9-10 Tahun 12-14 Tahun
Premolar 1 1-2 Tahun 10-12 Tahun 12-13 Tahun
Premolar 2 2-2,5 Tahun 11-12 Tahun 13-14 Tahun
Molar 1 0-3 Bulan 6-7 Tahun 9-10 Tahun
Molar 2 2-3 Tahun 11-13 Tahun 14-15 Tahun
Molar 3 8-10 Tahun 17-21 Tahun 18-25 Tahun
Kriteria
Gigi Desidui Gigi Permanen
Perbedaan
Jumlah, Perbedaan jumlahnya: Gigi Perbedaan jumlahnya. Gigi tetap: I
Bentuk, susu: i 2/2 c 1/1 m 2/2 = 10. 2/2 C 1/1 P 2/2 M 3/3.
Warna, Jumlah= 20 Jumlah= 32
dan
Ukuran
9
Ukuran mesio-distal korona gigi
desidui lebih lebar daripada
Ukuran mesio-distal korona gigi
ukuran serviko-insisalnya,
permanen lebih sempit daripada
kecuali incisivus sentral, lateral,
ukuran serviko-insisalnya.
kaninus bawah, dan incisivus
lateral atas.
Gigi geligi desidui lebih putih Gigi geligi permanen lebih kuning
Jaringan
10
Mahkota Ket: Mahkota Gigi (Nasution MI. Morfologi gigi desidui dan gigi
Gigi permanen. Medan: USU Press, 2010 Nasution MI. Morfologi gigi
desidui dan gigi permanen. Medan: USU Press, 2010)
Servikal
11
Ket: Perbedaan Servikal gigi (Nasution MI. Morfologi gigi desidui dan
gigi permanen. Medan: USU Press, 2010 Nasution MI. Morfologi gigi
desidui dan gigi permanen. Medan: USU Press, 2010)
Akar dan
Servikal
12
imperfekta, sindrom Hurler, mucopolysaccharidosis VI) dan kelaianan yang
menganggu aktivitas osteoklastik (displasia cleidocranial, osteopetrosis)
(Almonaitience et al. 2015). Daftar sindrom genetik yang dapat memengaruhi
erupsi gigi:
Tabel 5. Kelainan genetik yang dapat memengaruhi erupsi gigi permanen
13
darah dan kejang otot lebih banyak ditemukan pada bayi yang mendapatkan susu
formula dibandingkan bayi yang mendapatkan ASI (Variani 2018).
Berdasarkan hasil penelitian Variani (2018) secara deskriptif rata-rata waktu
erupsi gigi susu insisivus pertama pada bayi yang diberi ASI lebih cepat
dibandingkan waktu erupsi gigi insisivus pertama pada bayi yang diberi susu
formula, dimana pada bayi yang diberi ASI erupsi pada usia 4-5 Bulan sedangkan
pada bayi yang diberi susu formula erupsi pada usia 6-7 Bulan. Akan tetapi secara
statistic tidak terdapat perbedaan yang signifikan terhadap waktu erupsi gigi
insisivus pertama pada bayi yang diberi ASI dan yang diberi susu formula (Variani
2018).
2.5.4 Faktor Sosial Ekonomi
Berdasarkan hasil penelitian Clements et al (2017) ditemukan bawah anak-
anak dari latar belakang sosial ekonomi yang lebih tinggi menunjukkan terjadinya
erupsi gigi lebih awal daripada anak-anak dari kelas sosial ekonomi rendah.
Diperkirakan bahwa anak-anak dari kelas sosial ekonomi yang lebih tinggi
mendapatkan perawatan kesehatan yang lebih baik, nutrisi, dan faktor-faktor ini
memengaruhi perkembangan gigi. Clements et al. (2017) juga menemukan bahwa
urutan erupsi ggii permanen memiliki perbedaan antara anak-anak dari kelas
sosial ekonomi yang berbeda. Gigi permanen pertama yang muncul dari rongga
mulut anak berlatar belakang sosial ekonomi tinggi adalah gigi insisivus
mandibula, hal ini berlawanan dengan anak-anak dari latar belakang kelas sosial
ekonomi bawah yang awal erupsi giginya terjadi pada molar pertama mandibula.
14
b. Gigi yang masih kuat tertanam di dalam tulang, tetapi gigi penggantinya
sudah keluar
c. Gigi yang sudah waktunya tanggal, tetapi masih persistensi. Bila pada
rontgen foto tampak penggantinya sudah akan keluar
d. Gigi desidui yang akarnya meninggalkan ulcus decubitus
e. Gigi desidui yang seringkali menimbulkan abses
f. Gigi desidui yang merupakan fokal infeksi
g. Gigi desidui yang merupakan penyebab infeksi jaringan sekitarnya
2.6.3 Kategori Derajat Kegoyangan Gigi
Kegoyangan gigi adalah pergeseran gigi yang berubah dari posisi yang
sebenarnya di dalam lengkung rahang yang dapat disebabkan adanya kelainan
pada jaringan pendukungnya, trauma, ataupun bersifat fisiologis. Menurut Rose
dkk. (2014) terdapat system klasifikasi sederhana untuk mengetahui derajat
kegoyangan gigi, yaitu:
a. Derajat 1: apabila gigi dapat digerakkan (tetap pada aksisnya) pada
pergerakan bukolingual atau mesiodistal kurang dari 1 mm
b. Derajat 2: apabila gigi dapat digerakkan 1 mm atau lebih pada gerakan
abnormal ke arah oklusoapikal
c. Derajat 3: apabila gigi dapat digerakkan 1 mm lebih ke kedua arah, baik
bukolingual maupun mesiodistal dan oklusoapikal
Sedangkan menurut Miller (2011) terdapat klasifikasi kegoyangan gigi yang
tidak jauh berbeda dan diukur berdasar indeks Miller, yaitu:
a. Derajat 1: apabila kegoyangan gigi sampai 1 mm pada arah horizontal
b. Derajat 2: apabila kegoyangan gigi antara 1-2 mm pada arah horizontal
c. Derajat 3: apabila kegoyangan gigi lebih dari 2 mm dan dapat disertai
dengan vertical displacement
15
BAB III
LAPORAN KASUS
3.2 Anamnesis
a. Keluhan Utama : Goyang fisiologis gigi 81
b. Perjalanan Penyakit : Pasien laki-laki berusia 6 Tahun datang ingin
melakukan pencabutan pada gigi depan bawah
kanannya yang goyang
c. Gambaran Klinis :
Gambar 3.1 Gambaran klinis rongga mulut pasien sebelum dilakukan pencabutan
16
3.3 Status Generalis
3.3.1 Keadaan Umum
a. Kesadaran : Compos mentis
b. Tekanan Darah : 83/62 mmHg
c. Denyut Nadi : 72 x/menit
d. Respirasi : 20 x/menit
e. Suhu : 360C
3.3.2 Keadaan Gizi
a. Tinggi Badan : 114 cm
b. Berat Badan : 19 Kg
c. Lingkar Perut : 49 cm
d. IMT : 14.62 (gizi baik)
3.3.3 Riwayat Penyakit Dahulu
a. TAK
3.3.4 Riwayat Penggunaan Obat
a. TAK
3.4 Diagnosis
Goyang Fisiologis Gigi 81
3.5 Tatalaksana Pencabutan Kegoyangan Fisiologis
a. Persiapan Alat dan Bahan:
1) Dental Unit
2) Gelas Kumur
3) Satu set alat oral diagnostic (kaca mulut, sonde, ekskavator, pinset)
4) Tang cabut mahkota anak rahang bawah anterior
5) Cotton pellet
6) Povidone iodine
7) Chlor ethyl (CE)
8) APD (Masker, handscoon, nurse cap)
b. Lakukan pemeriksaan subjektif:
S: Pasien laki-laki berusia 6 Tahun datang dengan keluhan ingin
melakukan pencabutan pada gigi depan bawahnya yang goyang.
c. Dilakukan pemeriksaan objektif:
17
O: Perkusi (-), Druk (-), Palpasi (-), Kegoyangan 03
A: Goyang fisiologis gigi 81
P: Ekstraksi gigi 81 dengan chlor ethyl (CE) dan KIE pasca pencabutan
18
9) Instruksikan pasien untuk menggigit tampon yang sudah ditetesi
povidone iodine selama 30 menit
10) Berikan KIE pasca pencabutan pada pasien:
a) Gigit tampon selama 30 menit-1 jam hingga darah tidak keluar
lagi
b) Jangan memainkan bekas pencabutan dengan lidah
c) Jangan berkumur-kumur terlalu keras
d) Makan dan minum yang dingin
19
DAFTAR PUSTAKA
Casamassimo, Paul S., Fields, Henry W., Mctigue Dennis J., & Nowak, Arthur J.
2013. Pediatric Dentistry Infancy Through Adolesence. 5th edition.
Missouri: Elsevier Inc.
Howe, Geoffrey L., 1999, Pencabutan Gigi Geligi Ed. II, Jakarta: EGC.
Mc Donald, Ralph E. 2008. Dentistry for the Child and Adolescent. 8th edition.
USA: Mosby.
Nasution, Minasari Imran. 2008. Morfologi Gigi Desidui dan Gigi Permanen.
Medan: USU Press
Pedersen, G.W., 1996, Buku Ajar Praktis Bedah Mulut (terj.), Penerbit Buku
Kedokteran EGC, Jakarta, 29-100
20
21