Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH FISIKA MEDIS

KONSEP ULTRASOUND KONDISI PATOLOGI VERTEBRA


Dosen Pengampu : Dzikra Nurseptiani,S.Ftr.,M.Fis

Disusun Oleh :
1. Riska Dwi Nandhera (202102050010)
2. Nurul Yunia Taqwa (202102050019)
3. Shislya Bella Febriana (202102050021)

PROGRAM STUDI SARJANA FISIOTERAPI


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PEKAJANGAN PEKALONGAN
2022/2023
LEMBAR PENGESAHAN

Makalah ini berjudul “Konsep Ultrasound Kondisi Patalogi Vertebra” telah disahkan
dan disetujui pada :
Hari :
Tanggal :

Disusun oleh :

1. Riska Dwi Nandhera (202102050010)


2. Nurul Yunia Taqwa (202102050019)
3. Shislya Bella Febriana (202102050021)

Menyetujui,

Dzikra Nurseptiani,S.Ftr.,M.Fis
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah yang telah memberi nikmat serta hidayah, terutama nikmat
kesempatan sehingga dapat menyelesaikan tugas mata kuliah Fisika Medis yang bertema
“Konsep Ultrasound Kondisi Patalogi Vertebra”. Shalawat serta salam tidak lupa haturkan
kepada Nabi besar kita Nabi Muhammad SAW. yang telah memberikan pedoman hidup Al-
Quran dan As-sunnah.
Makalah ini dibuat untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Fisika Medis di
program studi S1 Fisioterapi Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah
Pekajangan Pekalongan. Sebagai penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya
kepada Ibu Dzikra Nurseptiani,S.Ftr.,M.Fis. Selaku dosen mata kuliah Fisika Medis yang
sudah memberikan bimbingan serta arahan selama proses penulisan makalah ini.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan didalam penyusunan makalah. Untuk itu
begitu mengharapkan kritik dan saran bagi pembaca yang membaca makalah ini.

Pekalongan, 2023

Penulis
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL...................................................................................................................i

LEMBAR PENGESAHAN.......................................................................................................ii

KATA PENGANTAR..............................................................................................................iii

DAFTAR ISI.............................................................................................................................iv

BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................................5

Latar Belakang........................................................................................................................5

Tujuan.....................................................................................................................................7

Manfaat...................................................................................................................................7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA................................................................................................8

Definisi, Tujuan, dan Efek Ultrasound..................................................................................8

Indikasi dan Kontraindikasi..................................................................................................10

Dosis Pengaplikasian pada Kondisi Low Back Pain Miogenik............................................14

Pengaplikasian pada Kondisi Low Back Pain Miogenik......................................................16

BAB III PENUTUP..................................................................................................................21

Kesimpulan...........................................................................................................................21

Saran.....................................................................................................................................21

DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................22
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Ultrasound adalah gelombang suara berfrekuensi tinggi yang tidak dapat


terdeteksi oleh telinga manusia. Frekuensi ultrasound medis di AS adalah 500.000
hinges 5.000.000 Hz (0,5 hingga 5 MHz). Gelombang ultrasound dihasilkan oleh
kristal keramik piezoelektrik (biasanya disebut timbal zirkonat titanata) yang dipasang
pada aplikator atau transduser yang menghantarkan gelombang tersebut ke pasien.
Ketika arus bolak-balik dipasangkan pada kristal tersebut, terjadi pemecahan struktur
molekul, lalu molekul bergetar, menghasilkan gelombang mekanis yang serupa
dengan gelombang suara. Frekuensi gelombang ditentukan oleh ukuran kristal dan
frekuensi arus yang dipasang. Gelombang memerlukan media elastik sebagai tempat
berpindah. Ketika berpindah, gelombang menekan (fase kondensasi) dan melepaskan
(fase rarefaksi) molekul pada media secara bergantian, memancarkan energi melalui
molekul. Energi dari gelombang dapat menghasilkan efek termal atau mekanis di
tempat gelombang diserap. (Hayes & Hall, 2016)
Kristal piezoelektrik dapat tersusun dari bahan-bahan keramik atau kuarsa.
Salah satu pengukuran kualitas kristal adalah rasio ketidakseragaman berkas (beam)
nonuniformity ratio, BNR). BNR mengukur keseragaman berkas ultrasound dan
menggambarkan hubungan antara intensitas puncak gelombang (intensitas puncak
spasial) dan intensitas total berkas rata-rata pada area berkas (intensitas rata-rata
spasial). Semakin rendah BNR. semakin seragam medannya. BNR yang masih dapat
diterima adalah 2:1 hingga 6:1. Hubungan antara ukuran kristal dengan ukuran
permukaan transduser disebut area radiasi efektif (effective radiating area, ERA).
Pada hampir semua unit, permukaan transduser lebih besar daripada ERA. Jika luas
arca yang akan diterapi 2-3 kali lebih besar daripada ERA, energi akan terdistribusi
terlalu luas, dan suhu terapeutik pada jaringan target tidak dapat tercapai. (Hayes &
Hall, 2016)
Ultrasound terapeutik dapat digunakan pada frekuensi yang berbeda, biasanya
pada 1 MHz dan 3 MHz. Gelombang suara pada 1 MHz menembus lebih dalam
daripada gelombang 3 MHz (2,5 hingga 5 cm (1 hingga 2 inci)). Gelombang
berfrekuensi tinggi (3 MHz) lebih mudah diserap, lebih cepat meningkatkan suhu, dan
tidak menembus terlalu dalam (1 hingga 2.5 cm [0.4 hingga 1 inci]) seperti
gelombang 1 MHz, walaupun terdapat bukti bahwa gelombang 3 MHz dapat
menembus dan menghasilkan pemanasan jaringan yang hebat pada 2,5 cm (1 inci).
Energi ultrasound dapat dihantarkan secara kontinyu atau denyut. Teori pada
ultrasound denyut adalah bahwa energi dihantarkan dalam paket atau burst dengan
waktu istirahat (waktu "mati") di antara paket. Selama waktu "mati", panas yang telah
dihasilkan pada waktu transmisi energi menghilang. Sehingga ultrasound denyut
mengurangi produksi panas dan meningkatkan efek nontermal atau mekanik yang
diberikan oleh energi. Perbandingan antara waktu penghantaran energi (waktu
"nyala") dengan waktu "mati" disebut: mark: space ratio. Denyut 2 milidetik yang
diikuti dengan waktu istirahat 2 milidetik berarti memiliki mark: space ratio 1:1.
Hubungan waktu "nyala" dengan total waktu "nyala" dan "mati" disebut sebagai
siklus. Kebanyakan peralatan memiliki siklus tugas 10%, 20%, 50%, dan 100%
(kontinu). (Hayes & Hall, 2016)
Intensitas pada intervensi ultrasound harus mencakup karakteristik spasial dan
temporal. Pada penghantaran model kontinyu, intensitas rata-rata spasial (spatial
average intensity, SAI) menggunakan (intensitas total dalam watt/ERA dalam cm³).
Pada model denyut, yang digunakan adalah intensitas rata-rata temporal rata-rata
spasial (spatial average temporal average, SATA). Intensitas SATA adalah intensitas
rata-rata spasial dibagi waktu pengulangan denyut (SAI/ waktu nyala + mati).
Intensitas puncak temporal rata-rata spasial (spatial average temporal peak, SATP)
adalah intensitas rata-rata spasial yang dihantarkan selama denyut SATA sebanding
dengan hasil SATP dan siklus tugas pada ultrasound denyut, serta menunjukkan
intensitas sebanding (dan efek pemanasan) pada ultrasound kontinyu. Sebagai contoh,
jika ultrasound denyut dihantarkan pada SATP 1,0 W/cm² dan siklus tugas 20%,
energi akan sebanding dengan yang dihantarkan oleh ultrasound kontinu pada SAI 0,2
W/cm Persamaan matematika ini telah dikonfirmasi secara klinis. (Hayes & Hall,
2016)
Ultrasound terapeutik dibagi menjadi dua kelas berdasarkan pada tinggi atau
rendahnya intensitas yang digunakan. Ultrasound berintensitas tinggi memiliki
intensitas lebih besar dari 5 W/cm dan digunakan untuk menghancurkan jaringan pada
prosedur bedah. Aplikasi tersebut di luar lingkup bab ini dan tidak akan dibahas lebih
lanjut. Ultrasound berintensitas rendah yang memiliki intensitas kurang dari 3 W/cm
dan digunakan untuk merangsang respons fisiologis atau pada fonoforesis merupakan
fokus pada bab ini. (Hayes & Hall, 2016)
Penerapan ultrasound denyut berintensitas rendah dalam kisaran intensitas
yang mirip dengan yang digunakan untuk mendiagnostik (5 hingga 50 mW/cm²) telah
digunakan secara terapeutik untuk mempercepat penyembuhan fraktur tulang. 9-11
Ultrasound non-kontak, berfrekuensi rendah (40 kHz) yang dihantarkan menggunakan
saline mist yang halus telah berhasil digunakan untuk menyembuhkan luka,
mengurangi jumlah bakteri, dan debridemen. (Hayes & Hall, 2016)
B. Rumusan Masalah
1. Apa itu definisi, tujuan, dan efek ultrasound ?
2. Apa saja indikasi dan kontraindikasi penggunaan ultrasound ?
3. Bagaimana dosis pengaplikasian pada kondisi low back pain ?
4. Bagaimana cara pengaplikasian pada kondisi low back pain ?
C. Tujuan

1. Untuk mengetahui definisi, tujuan, dan efek ultrasound


2. Untuk mengetahui indikasi dan kontraindikasi penggunaan ultrasound
3. Untuk mengetahui dosis pengaplikasian pada kondisi low back pain.
4. Untuk mengetahui pengaplikasian pada kondisi low back pain.
D. Manfaat

Untuk menambah wawasan mengenai konsep pengaplikasian ultrasound pada


vertebra khususnya kondisi low back pain.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi, Tujuan, dan Efek Ultrasound

Ultrasound adalah jenis thermotherapy yang bisa menurunkan nyeri akut


maupun kronis, dengan menggunakan arus listrik yang di alirkan melewati transduser
yang bisa mengembang dan kontraksi serta menghasilkan gelombang suara yang
dapat di transmisikan oleh kulit serta ke dalam tubuh. Ultrasound diterapkan pada
gelombang 0,8 - 3 MHz (800-3,000 KHz). (Oktafianti, et al., 2020)
Gelombang suara memiliki kemampuan refleksi, refraksi, penetrasi, dan
absorpsi. Ketika diaplikasikan pada jaringan manusia, penyerapan gelombang oleh
berbagai jaringan menghasilkan produksi panas. Absorpsi terbesar terjadi di jaringan
dengan proporsi protein yang tinggi dan di jaringan yang padat. Ultrasound memiliki
penetrasi terbesar di antara semua modalitas panas, dengan pemanasan yang
signifikan 5 cm (2 inci) di bawah permukaan. Berkat refleksi, pemanasan tertinggi
adalah di antar permukaan jaringan, khususnya yang impedansi akustiknya sangat
berbeda. Sebagai contoh, karena ketidak cocokan dalam impedansi akustik,
ultrasound mampu menghasilkan pemanasan yang signifikan pada kapsul dan
jaringan sinovial di depan tulang. Dengan alasan yang sama, panas banyak dihasilkan
di periosteum. (Hayes & Hall, 2016)
Gelombang ultrasound direfleksikan oleh udara karena itu, ultrasound
memerlukan kontak langsung dalam bentuk media koupling guna memudahkan
perpindahan energi ke jaringan. Media koupling juga mengisi area yang kosong di
antara permukaan lempengan transduser dan kulit. Efek termal yang dihasilkan oleh
ultrasound: (Hayes & Hall, 2016)
a. Peningkatan lokal pada aliran darah, tetapi hasilnya tidak konsisten.
b. Peningkatan metabolisme dalam jaringan tempat panas diserap.
c. Peningkatan ekstensibilitas jaringan ikat, sehingga Latihan Peregangan lebih
efektif.
d. Peningkatan kecepatan konduksi saraf, walaupun beberapa.
Bukti efek nontermal yang dihasilkan dari bergantiannya siklus penekanan dan
rarefaksi. Efek ini meliputi: (Hayes & Hall, 2016)
a. Kavitasi, fenomena ketika gas terlarut membentuk gelembung dan semakin
membesar pada tiap fase rarefaksi. Melalui vibrasi dan penyerapan energinya,
gelembung berpotensi menciptakan area konsentrasi energi atau merobek
jaringan. Kavitasi tidak dihasilkan in vivo kecuali di dalam rongga berisi gas
dan tidak dianggap sebagai risiko serius asalkan menggunakan teknik dan
dosis terapeutik yang tepat.
b. Pemisahan serat kolagen disertai peningkatan ekstensibilitas jaringan ikat,
misalnya di kapsul sendi, ligamen, tendon, perlengketan, dan parut. Walaupun
efek mekanik berperan dalam besarnya ekstensibilitas, sebagian besar
peningkatan terjadi akibat efek termal.
c. Peningkatan permeabilitas membran sehingga terjadi peningkatan pertukaran
ion.
d. Aliran akustik in vitro dapat mengubah permeabilitas membran, memudahkan
difusi metabolit dan mendorong sintesis protein dan kolagen. Secara teori,
efek ini berguna dalam penyembuhan luka, tetapi belum ada cukup bukti
bahwa efek ini terjadi in vivo.
e. Peningkatan regulasi prostaglandin dan leukotrin selama fase cedera akut,
khususnya dengan dosis tinggi. Efek ini dapat memperparah inflamasi akut.

Efek Terapeutik, efek terapeutik insonasi adalah meredakan nyeri, mengatasi


inflamasi dan mempercepat pemulihan. (Khatri, 2018)

a. Meredakan Nyeri
Nyeri dapat diredakan dengan terapi ultrasonik. Insonasi dapat digunakan
untuk meredakan nyeri muskuloskeletal akut, subakut, dan kronik.
Tepatnya, bagaimana terapi ultrasonik meredakan nyeri, tidak diketahui.
Hal ini mungkin disebabkan oleh efek termal dan non-termal. Peredaan
nyeri mungkin terjadi karena pemulihan inflamasi, pengeluaran
produksampah atau perubahan permeabilitas membran sel terhadap
natrium, yang dapat mengubah aktivitas elektrik atau ambang batas nyeri.
(Khatri, 2018)
b. Inflamasi
Insonasi membantu dalam resolusi inflamasi dengan meningkatkan suplai
darah, sel darah putih, dan mengeluarkan produk sampah. Oleh sebab itu,
insonasi dapat digunakan dalam terapi kondisi inflamasi dan kondisi
traumatik untuk mengurangi inflamasi serta mencegah perlekatan jaringan
lunak. (Khatri, 2018)
c. Efek pada Pemulihan atau Perbaikan
Pemulihan dapat terjadi dengan perbaikan atau regenerasi. Perbaikan
adalah penggantian sel yang telah rusak dengan beberapa sel lain, yang
struktur dan fungsinya tidak benar-benar serupa. Regenerasi adalah
pergantian sel yang rusak dengan sel yang sama, yang struktur dan
fungsinya sama. Manusia kehilangan kekuatan regenerasi mereka selama
proses evolusi dan sangat sedikit regenerasi yang terjadi pada manusia.
Ultrasound memfasilitasi pemulihan di ketiga stadium perbaikan. Selama
fase inflamasi, insonasi meningkatkan kerapuhan lisosom. Akibatnya,
terjadi pelepasan enzim autolitik. Enzim autolitik ini membersihkan debris.
Dalam fase proliferatif, ultrasound mening- katkan proliferasi fibroblas,
dan miofibroblas. Miofibroblas adalah sel yang mengandung struktur
seperti fibril. Dalam fase remodeling, ultrasound memfasilitasi remodeling
jaringan yang baru. (Khatri, 2018)
B. Indikasi dan Kontraindikasi

1. Indikasi
Ultrasound cocok untuk menghantarkan panas ke area yang sangat lokal (ukuran
transduser dua kali ukuran ERA) pada jaringan lunak yang dalam (hingga 5 cm),
berikut indikasi penggunaan ultrasound : (Hayes & Hall, 2016)
 Pemendekan jaringan lunak
Ultrasound kontinu menghasilkan pemanasan yang hebat dan dalam
sementara peregangan meningkat kan ekstensibilitas jaringan ikat di otot
Aplikasi harus cukup lama untuk memanaskan jaringan target (lihat dosis).
 Pemendekan jaringan lunak(lanjutan)
Regangan ketika jaringan dipanaskan dan pertahankan regangan
selama 2sampai3 menit setelah aplikasi berakhir. Ultrasound denyut
efektif untuk mengurangi kekakuan sendi pada pasien rheumatoid arthritis
dalam jangka pendek. Tidak berefek pada parut luka bakar dan parut
keloid.
 Kalsifikasi tendinitis
Membantu melarutkan cadangan kalsium dan mengurangi nyeri,
walaupun hasilnya tidak konsisten.
 Osteoartritis
Mengurangi nyeri dengan dosis yang tepat dan dikombinasikan dengan
latihan," yang kemudian dapat meningkat- kan lingkup gerak sendi,
membantu peningkatan kekuatan fungsi, dan gaya berjalan.suatu tinjauan
sistematis menyimpulkan bahwa ultrasound bermanfaat untuk
osteoastrutis sementara.
 Rheomatoid arthritis
Meningkatkan lingkup gerak sendi, mengurangi durasi kekakuan di
pagi hari, jumlah sendi yang bengkak dan nyeri. yang lainnya tidak.
 Epikomdilitis lateral
Meningkatkan metabolisme jaringan dan ekstensibilitas jaringan lunak,
meredakan nyeri, dan meningkatkan relaksasi otot.studi terkontrol tidak
menunjukkan manfaat yang konsisten dan tinjauan terkini menyimpulkan
bahwa tidak ada cukup bukti yang mendukung atau menyangkal kegunaan
ultrasound.
 Inflamasi subakut dan kronik misalnya bursitis
Penurunan nyeri dan perbaikan mobilitas. Hasilnya tidak konsisten.
Tidak menunjukkan efek antiradang. Peninjauan penggunaan ultrasound
pada.
 Carpal tunel syndrome
Ultrasound denyut (15 menit, 1MHz, 1,0 w/cm², denyutan 1:4,
permukaan transduser 5 cm³) menghasilkan penurunan gejala, 109 110
penurunan kelatenan distal dan peningkatan kecepatan sensorik, 109
perbaikan kekuatan cubitan dan pegangan serta pengurangan nyeri,
Pengurangan bengkak karena ultrasound kemungkinan menghasilkan
dekompresi saraf di dalam tunnel.
 Trigger points
Desensitisasi trigger points (baik ultrasound konvensional maupun
ultrasound bertenaga tinggi model kontinyu, 1 MHz, naikkan intensitas
selama 4 detik hingga toleransi nyeri pasien, turunkan separuhnya selama
15 detik, kemudian kembalikan pada tingkat toleransi; ulangi 3 kali dan
lanjutkan dengan peregangan.
 Nyeri pinggang akut karena bergesernya diskus
Penurunan inflamasi lokal menimbulkan penurunan nyeri dan peningkatan
lingkup gerak sendi serta fungsi.
2. Kontraindikasi
 Kondisi vaskular
Kondisi area yang mengalami masalah vaskular seperti hemoragi,
hematoma, hemartrosis, hemofilia, thrombosis, tromboflebilitis,
embolisme, arteriosclerosis dan iskemia menjadi kontraindikasi karena
insonasi tidak boleh diaplikasikan ke area infeksi karena terdapat
kemungkinan penyebaran infeksi ke area yang lebih dalam atau ke pasien
lain melalui kontaminasi silang. (Khatri, 2018) (Singh, 2012)
 Sepsis akut
Area yang menunjukkan sepsis akut harus ditangani secara hati-hati
dengan ultrasonografi karena bahaya penyebaran infeksi, atau dalam
beberapa kasus pecahnya emboli septik. Jika pengobatan melewati daerah
yang terinfeksi (seperti dalam pengobatan herpes zoster) harus disterilkan
dengan larutan yang tepat sebelum pengobatan pasien berikutnya. (Singh,
2012)
 Radioterapi
Radioterapi memiliki efek mematikan pada jaringan, oleh karena itu
ultrasound tidak diterapkan pada area yang diradiasi setelah enam bulan
penyinaran, karena dapat menyebabkan lebih banyak devitalisasi jaringan.
(Khatri, 2018)
 Tumor
Tumor tidak terinsonasi karena dapat terstimulasi atau bermetastasis.
(Khatri, 2018)
 Kehamilan
Rahim yang hamil tidak diobati karena insonasi dapat menyebabkan
kerusakan pada janin. Akibatnya selama kehamilan punggung dan perut
tidak boleh dirawat. (Singh, 2012)
 Penyakit jantung
Pasien yang pernah mengalami penyakit jantung diobati dengan
intensitas rendah untuk menghindari rasa sakit yang tiba-tiba, dan area
seperti ganglion serviks dan saraf vagus dihindari karena risiko stimulasi
jantung. Pasien yang dipasangi alat pacu jantung biasanya tidak diobati
dengan ultrasonografi di area dada, karena generator ultrasonografi
mungkin memiliki efek pada laju stimulasi alat pacu jantung. (Singh,
2012)
 Perdarahan
Bila perdarahan masih terjadi atau baru saja dikontrol, seperti
hemarthrosis atau hematoma yang membesar atau hemofilia yang tidak
terkontrol, ultrasonografi kontraindikasi. (Singh, 2012)
 Jaringan iskemik parah
Transfer panas yang buruk dan kemungkinan risiko trombosis arteri
yang lebih besar karena statistik dan kerusakan endotel, ultrasonografi
dikontraindikasikan. (Singh, 2012)
 Sistem saraf
Dosis ultrasonografi normal telah diterapkan selama bertahun-tahun
jaringan di sekitar sumsum tulang belakang tanpa efek buruk. Infact
pengobatan tulang belakang akar saraf dan di atas sendi apophyseal sangat
umum. Karena SSP adalah terkubur dalam-dalam di bawah otot-otot tebal
dan yang lebih penting jaringan tulang, tampaknya masuk akal untuk
menganggap bahwa hanya energi dalam jumlah kecil yang dapat
mencapainya. Dimana jaringan saraf terbuka, mis. selama spina bifida atau
setelah laminektomi, ultrasonografi adalah dihindari. (Singh, 2012)
 Jaringan khusus
Mata berisi cairan menawarkan transmisi ultrasonografi yang sangat
baik dan kerusakan retina dapat terjadi. Perawatan pada gonad, yaitu testis
dan ovarium juga tidak dianjurkan. (Singh, 2012)
 Implan
Implan logam di jaringan akan memantulkan ultrasound pada mereka
antarmuka dan dengan demikian menyebabkan lebih banyak penyerapan
energi di daerah ini, hal ini tidak menyebabkan kenaikan suhu yang besar
di daerah tersebut karena jumlah panas yang dihasilkan daerah kerah
mudah dilakukan. Namun, efeknya mungkin berbeda dengan implan yang
lebih kecil dan lebih dangkal seperti pin pengencang tulang logam yang
ditempatkan secara subkutan; sebagai tindakan pencegahan dosis rendah
digunakan di area ini. Plastik yang digunakan dalam operasi penggantian
sebagai polietilen intensitas tinggi dan akrilik juga harus dihindari karena
efeknya pada penyerapan ultrasound tidak diketahui. (Singh, 2012)
 Area anestesi
Ultrasonik diberikan ke area anestesi, tidak akan ada jenis apapun rasa
sakit atau panas yang dialami oleh pasien yang dapat menyebabkan luka
bakar. (Singh, 2012)
C. Dosis Pengaplikasian pada Kondisi Low Back Pain Miogenik

Daya ultrasound adalah total energi/detik yang disediakan oleh mesin dan
diukur dalam Watt. Intensitas yang diterapkan sesuai dengan sifat lesi. Untuk pasca-
trauma akut dan segera: 0,1 hingga 0,25 W/cm² Untuk jaringan kronis dan bekas luka
0,25 hingga 1 W/cm². (Singh, 2012)
a. Durasi Perawatan Jumlah energi tergantung pada intensitas dan durasi
pengobatan. Ukuran area menentukan waktu perawatan Banyak kepala
transduser memiliki luas 5 cm² dan telapak tangan kecil sekitar 50cm : (Singh,
2012)
 minimal (1-2mnt)
 maksimum (8mnt)
 rata² (5mnt)
 kronis ( waktu perawatan lebih lama)
 akut (waktu perawatan lebih sedikit)
b. Dosis pada lesi atau kondosi akut. Dalam setiap kondisi Akut pengobatan
diterakan dengan hati² untuk mencegah eksaserbasi gejala.
 Tahap awal ( dosis rendah) 0,25 hingga 0,5wcm Waktu 2-3
menit,kemajuan tidak diperlukan jika kondisi membaik
 Kasus kegagalan 0.25 hingga wcm Waktu 4-5 mnt, atau 0,8 Wcm 2
Waktu 2-3 menit.

Kejengkelan gejala tidak selalu merupakan pertanda buruk karena dapat


mengindikasikan proses perbaikan sedang berlangsung. Selama situasi itu
pengurangan dosis dalam waktu dan intensitas dapat diindikasikan (atau)
pengobatan dengan USG dapat ditunda (untuk menunda atau menunda)
sampai gejala mereda ke tingkat semula. Dimungkinkan juga untuk memilih
rasio pulse M: S yang berbeda dan menggunakan 1:7 untuk sangat akut 1:1
untuk kurang akut. (Singh, 2012)

c. Dosis dalam Kondisi Kronis


Kondisi kronis dapat diobati dengan mode berdenyut atau terus menerus.
Intensitas maksimum ultrasound yang harus digunakan adalah yang
menghasilkan kehangatan yang sedikit terlihat. Ini biasanya terjadi sekitar 2
W/cm². Awalnya dosis rendah dicoba. Intensitas 0,8 W/cm², waktu: 4 menit
Jika perbaikan terjadi pengobatan diulang. Jika tidak terjadi perbaikan,
dosis ditingkatkan secara bertahap.
 Dosis maksimum ultrasound: 2 Watt/cm2 selama 8 menit.
 Jika tidak ada perbaikan yang terjadi setelah 6 kali duduk, pengobatan
ultrasound harus dihentikan. Perkembangan dan pengaturan waktu:
Frekuensi pengobatan.
 Cedera baru-baru ini dan kondisi akut: sekali atau dua kali sehari.
 Kondisi kronis: Setiap hari alternatif. (Singh, 2012)

Keluhan nyeri yang dirasakan oleh penderita nyeri punggung bawah miogenik
terjadi karena nosiseptor pada daerah tersebut terpicu oleh rangsangan kimia,
mekanik maupun termal. Pemberian ultrasound dapat mempengaruhi aktifitas
nosiseptor tersebut. Hal tersebut sesuai dengan teori bahwa ultrasound dengan
intensitas 1 sampai 2 watt/cm2 akan mengurangi kecepatan hantaran serabut saraf
tipe C penghantar nyeri, karena serabut saraf ini mudah dipengaruhi oleh energi
ultrasonic. (K, Wiguna, & Aritama, 2019)

Selain nyeri pada penderita nyeri punggung bawah miogenik juga ditemukan
adanya spasme otot-otot punggung bawahnya. Hal itu terjadi karena impuls nyeri
yang mencapai medula spinalis, akan memicu reflek spinal segmental yang
menyebabkan spasme otot dan vasokontriksi. Ultrasound mempunyai efek biologis
yang terbagi efek termal dan non termal. Efek termal yang menghasilkan panas
dapat meningkatkan aktivitas metabolik aliran darah dan efek analgesik pada saraf,
serta dapat meningkatkan ekstensibilitas jaringan kolagen. Efek ultrasound, setiap
10C peningkatan suhu dari jaringan meningkatkan rata-rata metabolisme dalam
jaringan, dan peningkatan 20C - 30C dapat mengurangi spasme otot, pemberian
ultrasound baik untuk penurunan nyeri pada kasus nyeri punggung bawah miogenik
ditunjukkan dengan hasil nilai probabilitas pada uji komparasi antar kedua kelompok
setalah perlakuan yaitu p=0,005 (p<0,05). Metode telah digunakan untuk meng
inaktivasi trigger point dan mereleksasikan taut band. Ultrasound merupakan
modalitas pengobatan noninvasif yang dapat menghasilkan efek thermal dan non
termal. (K, Wiguna, & Aritama, 2019)

Frekuensi yang digunakan untuk menghasilkan efek teraputik dari ultrasound


yakni frekuensi 3 MHz untuk area superficial dan frekuensi 1 MHz untuk area yang
lebih dalam. Dalam penelitian ini menggunakan frekuensi 1 MHz untuk menjangkau
otot yang lebih dalam. Efek thermal menghasikan peningkatan suhu permukaan kulit
yang meningkatan metabolisme, melancarkan aliran darah, mengurangi peradangan
ringan, mengurangi kejang otot, mengurangi rasa nyeri dan meningkatkan lingkup
gerak sendi. Efek mekanik dari ultrasound dapat menghasilkan micromassage yang
akan menurunkan sensitivitas reseptor (mechanoreseptor dan muscle spindle) dan
mengubah viscoelastisitas otot, sehingga akan menurunkan ketegangan otot,
meningkatkan lingkup gerak sendi dan memberikan efek sedatif pada saraf, sehingga
nyeri menurun pada kasus nyeri punggung bawah miogenik. (K, Wiguna, &
Aritama, 2019)

Penelitian yang berjudul Short-term effects of highintensity laser therapy


versus ultrasoud therapy in the treatment of low back pain : a randomized
controlled trial sebanyak 15 kali selama 3 minggu. Pada penelitian ini didapatkan
pengurangan nyeri yang di ukur dengan VAS dengan hasil p<0,001 (p <0,05),akhir
penelitian terapi ultrasound efektif dalam mengurangi intensitas nyeri. (K, Wiguna,
& Aritama, 2019)

D. Pengaplikasian pada Kondisi Low Back Pain Miogenik

1. Lakukan pemeriksaan pasien yang tepat sebelum intervensi, termasuk sensasi


kulit pasien. (Hayes & Hall, 2016)
2. Periksa peralatan. Unit ultrasound perlu dikalibrasi secara rutin untuk
memastikan bahwa output yang dihasilkan sesuai dengan yang ditunjukkan
pada pengukur. Kalibrasi pada kebanyakan unit menurun seiring waktu, dan
output mungkin tidak sesuai standar yang ditetapkan, 394 bergantung pada
intensitas yang dipilih, model penghantaran,42 dan frekuensi. Walau output
total pada peralatan baru biasanya sesuai standar yang ditetapkan, kesalahan
besar dalam pengukuran ERA dapat menyebabkan variabel SAI yang tinggi.
Bahkan peralatan yang dikalibrasi dengan baik dapat menghasilkan
variabilitas yang signifikan pada SAI. (Hayes & Hall, 2016)
3. Jelaskan pada pasien tentang terapi dan tujuannya. Beri tahu pasien tentang
rasa gerakan transduser pada kulit dan sensasi hangat yang seharusnya terasa
nyaman. Sensasi lainnya harus segera dilaporkan. (Hayes & Hall, 2016)
4. Posisikan dan tutupi pasien demi kenyamanan, kesopanan, dan kemudahan
akses, biarkan area yang hendak diterapi tetap terbuka. Posisikan alat sehingga
dapat digunakan dengan kedua tangan secara nyaman. (Hayes & Hall, 2016)
5. Identifikasi area yang akan diterapi. Karena gelombang bersifat lokal, maka
arahkan secara spesifik pada area patologi, dan areanya harus kecil. Metode
yang baik untuk menentukan ukuran area terapi adalah dengan menerapi area
yang besarnya tidak lebih dari 2 hingga 3 kali ukuran ERA. 3.45-47. (Hayes &
Hall, 2016)
6. Gelombang suara meninggalkan transduser dalam bentuk kolumnar, maka
harus difokuskan pada jaringan spesifik. Untuk mendapatkan akses ke area,
mungkin posisi bagian tubuh harus diatur sedemikian rupa sehingga jaringan
target keluar dari bawah jaringan yang ada di atasnya. Sebagai contoh, jika
Anda ingin mengenai tendon supraspinatus, posisikan bahu pasien pada
ekstensi, internal rotasi, dan adduksi untuk membawa tendon keluar dari
bawah akromion. (Hayes & Hall, 2016)
7. Jika tersedia pada generator, pilih rentang frekuensi yang tepat. Gelombang 3
MHz lebih sesuai untuk target yang lebih dangkal, sementara gelombang MHz
lebih sesuai untuk target yang lebih dalam. (Hayes & Hall, 2016)
8. Jika tersedia, pilih transduser dengan ukuran yang sesuai. Ukuran transduser
sebenarnya dapat berkisar dari 1 hingga 10 cm² (bukan ukuran ERA yang
mungkin lebih kecil dari sebenarnya).Transduser yang lebih kecil dirancang
untuk area yang sangat Jokal. (Hayes & Hall, 2016)
9. Karena gelombang suara pada frekuensi ultrasonik tidak berpindah melalui
udara," maka dibutuhkan media koupling. Media ini harus memiliki
karakteristik berikut: (Hayes & Hall, 2016)
a) Memiliki impedansi akustik yang mirip dengan yang ada pada
jaringan.
b) Memancarkan gelombang dengan efisien daripada menyerap atau
merefleksikannya. Minyak mineral menyerap gelombang ultrasound
dan hanya memancarkan sebagian kecil. Gas terlarut merefleksikan
gelombang dan mencegah pemancaran.
c) Tidak aktif; molekulnya tidak dapat dipindahkan ke dalam jaringan
pasien (lihat fonoforesis).
d) Memiliki kekentalan yang cukup agar tidak mengalir dari area terapi.
10. Tersedia dua metode koupling menggunakan media yang berbeda : (Hayes &
Hall, 2016)
a) Koupling kontak gel konduktif atau gliserol.
 Oleskan gel konduktif atau gliserol pada kulit yang bersih
dengan jumlah yang cukup agar dapat bertahan hingga akhir
terapi. Hindari jumlah media yang berlebihan, karena
pemancaran berkurang seiring meningkatnya ketebala lapisan
media.
 Tempelkan permukaan transduser langsung ke media koupling,
dengan kuat, tetapi jangan menekan, kontak harus
dipertahankan selama terapi. Pastikan tidak ada celah udara.
Metode ini bekerja paling baik pada permukaan yang rata.
b) Koupling air. Untuk permukaan yang tidak beraturan, bagian yang
diterapi dapat dicelupkan ke dalam air bersuhu sedang.
 Pilih air yang tidak memiliki gas. Air boleh direbus dan
didinginkan atau dibiarkan sebentar sehingga gelembung udara
tidak menempel pada pasien dan menyebabkan distribusi energi
yang tidak merata. Keefektifan terapi subakua dipertanyakan
karena tidak tercapainya subu terapeutik, terutama jika air
memiliki gas.
 Tahan permukaan transduser 1 sampai 2 cm (0,5 sampai 1,0
inci) dari permukaan kulit dan sejajar dengan kulit. Tanpa dosis
kompensasi, ultrasound subakua tidak meningkatkan suhu
jaringan sebanyak ultrasound kontak, dan kenaikan suhu berapa
pun akan berkurang seiring meningkatnya jarak permukaan
transduser dari kulit. Ketika melakukan terapi di bawah air,
tambahkan 0,5 W/ cm² untuk mengompensasi penyerapan oleh
air.
 Pemanasan terbaik adalah dengan ultrasound 1 MHz,khususnya
jika menggunakan wadah logam daripada plastic
11. Untuk memastikan keamanan pada tipe koupling apapun, selalu gerakkan
transduser saat mengaplikasikan ultrasound pada pasien. Hati-hati jangan
sampai berdiam di satu area. Gerakan transduser penting untuk mencegah titik
panas, dan kemungkinan luka bakar, akibat kurangnya keseragaman pada
medan. Gerakan transduser dengan BNR rendah (mis., 2:1) dapat lebih lambat
daripada BNR tinggi (mis., 8:1). Baru-baru ini telah diperkenalkan unit
ultrasound inovatif yang memungkinkan transduser menempel pada pasien
tanpa perlu digerakkan. Transduser berisi banyak kristal yang diaktifkan
secara berurutan, memungkinkan gelombang suara untuk bergerak di atas
permukaan kulit pada kecepatan yang konsisten. (Hayes & Hall, 2016)
12. Gunakan gerakan melingkar, buat pola ritmis pada kecepatan yang nyaman
sekitar 4 cm (1,6 inci) per detik: walaupun kecepatan hingga 8 cm/detik (3,2
inci/detik) telah terbukti menghasilkan pemanasan jaringan dalam
dibandingkan kecepatan yang lebih lambat. Setiap lingkaran harus mencakup
sekitar setengah area dari lingkaran sebelumnya. (Hayes & Hall, 2016)
13. Pertahankan kontak dan tahan transduser sejajar terhadap kulit untuk
meminimalkan refraksi dan mengoptimalkan koupling serta penetrasi. (Hayes
& Hall, 2016)
14. Tentukan dosis yang tepat (lihat bagian Dosis). Berdasarkan pada tujuan
intervensi, tentukan pemanasan yang sesuai; ringan, sedang, atau berat.
Gunakan panduan dalam Tabel 5-4 untuk mempertimbangkan laju
peningkatan suhu, tentukan jumlah waktu yang diperlukan untuk menaikkan
suhu jaringan hingga derajat yang tepat pada kedalaman yang diinginkan.
Waktu tambahan dapat diberikan untuk memungkinkan peregangan. Beberapa
peralatan yang lebih baru memiliki pengaturan untuk memasukkan waktu
yang dibutuhkan ketika praktisi mengatur suhu dan kedalaman yang
diinginkan. (Hayes & Hall, 2016)
15. Atur intensitas dan segera tempelkan transduser pada permukaan tubuh. Jika
transduser ditahan di udara dalam jangka waktu tertentu, gelombang akan
memantul kembali ke kristal. Dulu, kristal dapat pecah. Perlengkapan
sekarang memiliki prosesor untuk memantau impedansi dalam kristal, dan
akan mematikan daya secara otomatis jika mendeteksi kelebihan impedansi.
(Hayes & Hall, 2016)
16. Selama digunakan, pertahankan transduser tetap bergerak pada kulit.
Walaupun pada intensitas yang sangat rendah mungkin aman untuk
menggunakan teknik diam; kebanyakan kondisi klinis memerlukan distribusi
puncak dalam berkas takseragam dengan menggerakkan transduser pada kulit.
(Hayes & Hall, 2016)
17. Pada kondisi apa pun, begitu penilaian dosis target sudah dibuat, toleransi
subjektif pasien merupakan penentu utama. (Hayes & Hall, 2016)
18. Pada akhir terapi, matikan daya. Bersihkan atau keringkan pasien. Lalu
bersihkan transduser sebelum mengembalikannya ke tempat semula. (Hayes &
Hall, 2016)
19. Lakukan semua evaluasi pascaterapi secara tepat, termasuk inspeksi kulit dan
memeriksa respons fisiologis umum. (Hayes & Hall, 2016)
20. Dokumentasikan frekuensi ultrasound, ukuran transduser (dan ERA), model,
siklus tugas jika digunakan, intensitas, durasi, frekuensi intervensi, ukuran dan
lokasi area terapi, serta semua respons pasien. (Hayes & Hall, 2016)
BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan

Ultrasound adalah jenis thermotherapy yang bisa menurunkan nyeri akut


maupun kronis, dengan menggunakan arus listrik yang di alirkan melewati transduser
yang bisa mengembang dan kontraksi serta menghasilkan gelombang suara yang
dapat di transmisikan oleh kulit serta ke dalam tubuh.
Gelombang ultrasound direfleksikan oleh udara karena itu, ultrasound
memerlukan kontak langsung dalam bentuk media koupling guna memudahkan
perpindahan energi ke jaringan. Media koupling juga mengisi area yang kosong di
antara permukaan lempengan transduser dan kulit. Efek termal yang dihasilkan oleh
ultrasound.
Selain nyeri pada penderita nyeri punggung bawah miogenik juga ditemukan
adanya spasme otot-otot punggung bawahnya. Hal itu terjadi karena impuls nyeri
yang mencapai medula spinalis, akan memicu reflek spinal segmental yang
menyebabkan spasme otot dan vasokontriksi. Ultrasound mempunyai efek biologis
yang terbagi efek termal dan non termal. Efek termal yang menghasilkan panas dapat
meningkatkan aktivitas metabolik aliran darah dan efek analgesik pada saraf, serta
dapat meningkatkan ekstensibilitas jaringan kolagen.
Frekuensi yang digunakan untuk menghasilkan efek teraputik dari ultrasound
yakni frekuensi 3 MHz untuk area superficial dan frekuensi 1 MHz untuk area yang
lebih dalam. Dalam penelitian ini menggunakan frekuensi 1 MHz untuk menjangkau
otot yang lebih dalam. Efek thermal menghasikan peningkatan suhu permukaan kulit
yang meningkatan metabolisme, melancarkan aliran darah, mengurangi peradangan
ringan, mengurangi kejang otot, mengurangi rasa nyeri dan meningkatkan lingkup
gerak sendi.

B. Saran

Diharapkan kepada mahasiswa mendapatkan tambahan ilmu pengetahuan dan


wawasan mengenai konsep pengaplikasian ultrasound pada vertebra khususnya
kondisi low back pain.
DAFTAR PUSTAKA

Hayes, K., & Hall, K. (2016). AGENS MODALITAS untuk Praktik Fisioterapi (Manual for
Physical Agents) Edisi 6. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran.
K, D., Wiguna, I., & Aritama, I. (2019). PEMBERIAN ULTRASOUND LEBIH BAIK
DARIPADA INFRARED TERHADAP PENURUNAN NYERI PADA KASUS
NYERI PUNGGUNG BAWAH MIOGENIK. BALI HEALTH JOURNAL.
Khatri, S. (2018). ELEKTROTERAPI (Basics of Electrotheraphy) Edisi 2. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran.
Oktafianti, E., Sundari, L., Imron, M., Tirtayasa, K., Griadhi, I. P., Made, L., & Adiputra, I.
(2020). TERAPI ULTRASOUND DENGAN LATIHAN HOLD RELAX DAN
PASSIVE STRETCHING SAMA EFEKTIFNYA DALAM MENINGKATKAN
FLEKSIBILITAS OTOT HAMSTRING PADA PASIEN OSTEOARTHRITIS GENU
DI RSUP SANGLAH DENPASAR BALI. Sport and Fitness Journal, VIII.
Singh, J. (2012). TEXTBOOK OF ELECTROTHERAPY. Bangladesh: Jaypee Brothers
Medical Publishers.

Anda mungkin juga menyukai