Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

FARMASI FISIKA

“Sifat Fisik Dari Molekul Obat”

Disusun Oleh:

Mahasiswa D3 Farmasi Semester 3

PROGRAM STUDI D3 FARMASI

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATANHARAPAN BANGSAJEMBER

TAHUN AJARAN 2021/2022


KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warrohmatullahi Wabarokatuh.


Alhamduliilahi Robbil ‘alamiin, rasa syukur yang tak henti-hentinya selalu terucap dari
lubuk hati atas segala puji dan nikmat yang telah Allah SWT berikan sehingga penulis dapat
menyelesaikan penyusunan tugas makalah ini dengan baik dan lancar. Lantunan sholawat serta
salam semoga senantiasa tercurahkan kepada junjungan kita semua Baginda Nabi Muhammad
SAW, yang telah meneteskan butiran-butiran keteladanan yang baik dan selalu dinantikan
syafa’atnya di Yaumil Qiyamah.
Dengan selesainya penulisan tugas makalah ini, penulis menyampaikan ucapan
terimakasih kepada:
1. Dosen Pengampu Mata Kuliah Farmasi Fisika D3 Farmasi STIKes Harapan Bangsa
Jember Ibu Trias Maharani
2. Semua pihak yang telah memberikan dukungan baik moril maupun materiil yang
tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Penulis tidak dapat memberikan balasan apa-apa selain ucapan terimakasih dan iringan
do’a kepada Allah SWT. Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Kritik
dan saran sangat diharapkan demi kesempurnaan tugas makalah ini. Semoga makalah ini
bermanfaat bagi semua pihak. Aamiin Yaa Robbal ‘Alamiin
Wassalamu’alaikum Warrohmatullahi Wabarokatuh.

Jember, 10 Oktober 2021

Penyusun

ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................................................. i

DAFTAR ISI ............................................................................................................................. ii

BAB I .........................................................................................................................................1

PENDAHULUAN ......................................................................................................................1

1.1 Latar Belakang...................................................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah..............................................................................................................1

1.3 Tujuan ...............................................................................................................................1

1.4 Metode Penulisan ..............................................................................................................1

1.5 Sistematika Penulisan ........................................................................................................1

BAB II ........................................................................................................................................2

PEMBAHASAN .........................................................................................................................2

2.1 Radiasi Elektromagnetik ....................................................................................................2

2.2 Spektrum Atom .................................................................................................................3

2.3 Spektrofotometri Ultraungu ...............................................................................................4

2.4 Fluoresensi dan Fosforisensi ..............................................................................................5

2.5 Tetapan Dielektrik .............................................................................................................7

2.6 Momen Dipole ...................................................................................................................8

2.7 Spektroskopi Inframerah .................................................................................................. 10

2.8 Spektroskopi Resonansi ................................................................................................... 11

2.9 Indeks Bias ...................................................................................................................... 12

2.10 Rotasi Optik ................................................................................................................... 14

2.11 Dispersi Rotasi Optik ..................................................................................................... 14

2.12 Spektrometri Massa ....................................................................................................... 15

BAB III ..................................................................................................................................... 16

PENUTUP ................................................................................................................................ 16

3.1 Kesimpulan...................................................................................................................... 16

3.2 Saran ............................................................................................................................... 16

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................... 17

ii
BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sifat fisik adalah sifat yang dapat diukur dan diteliti tanpa mengubah susunan dari zat
tersebut. Sifat fisik molekul obat memegang peranan penting dalam menentukan metode
yang tepat untuk suatu obat. Sifat fisik molekul obat berkaitan erat dalam pengangkutan obat
untuk mencapai reseptor. Sebelum mencapai reseptor, molekul obat harus melalui
bermacam-macam membrane, berinteraksi dengan senyawa-senyawa dalam tubuh.
Sifat fisika molekul obat berperan dalam proses dalam proses penyerapan dan distribusi
obat sehingga kadar obat pada waktu tertentu mencapai reseptor dalam jumlah yang cukup
besar. Sifat fisika molekul obat ada sifat konsituif, yaitu sifat yang bergantung pada susunan
struktur atom di dalam molekul. Sifat aditif yaitu sifat yang diturunkan dari sifat atom sendiri
atau gugus fungsi di dalam molekul.

1.2 Rumusan Masalah


Rumusan masalah yang digunakan dalam makalah ini adalah:
1. Bagaimana sifat fisik dari molekul obat
1.3 Tujuan
Bedasarkan latar belakang di atas maka tujuan makalah ini adalah :
1. Mengetahui apa saja sifat fisik dari molekul obat
1.4 Metode Penulisan
Dalam penulisan makalah kali ini, penulis menggunakan metode studi pustaka, dan
diskusi.

1.5 Sistematika Penulisan


Makalah ini terdiri dari tiga bab, bab I yaitu bab pendahuluan yang berisi latar belakang,
rumusan masalah, tujuan penulisan, metode penulisan, dan sistematika penulisan; bab II yaitu
bab isi, bab III yaitu bab penutup yang terdiri dari kesimpulan.

1
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Radiasi Elektromagnetik
Energi elektromagnetik dapat digolongkan sebagai suatu radiasi berbentuk
gelombang yang kontinu, suatu bentuk/wujud yang bergantung pada ukuran dan bentuk
dari gelombang. Sebagaimana seluruh bentuk-bentuk radiasi, radiasi elektromagnetik
dapat digambarkan dalam bentuk model gelombang dan suatu medan bervibrasi di sekitar
titik dalam ruang, Di dalam hal lainnya, radiasi mempunyai suatu karakteristik frekuensi,
biasanya suatu jumlah yang besar. Frekuensi, ν, adalah jumlah dari gelombang yang
melewati satu titik tertentu dalam 1 detik, Panjang gelombang, λ, adalah panjang dari
suatu gelombang tunggal radiasi, yaitu jarak antara dua puncak gelombang yang
bersebelahan dan duhubungkan dengan frekuensi oleh :
λν = 𝒸
Di mana bilangan gelombang (dalam cm-1 ) menunjukkan jumlah panjang
gelombang dalam radiasi 1 cm dalam ruang hampa udara.
Spektrum elektromagnetik digolongkan menurut panjang gelombang, atau
bilangan gelombang yang sesuai, seperti dijelaskan dalam Tabel 6-2. Panjang gelombang
menjadi lebih pendek apabilaenergi yang sesuai naik, seperti dijelaskan dalam Bab 3.
Menurut teori kuantum dasar, energi radiasi yang diabsorbsi.

Daerah Panjang Bilangan


Frekuensi Sumber
Spektrum Gelombang Gelombang
Sinar Gamma 𝜆 (m) 𝒱 (cm⎺1 Hz* Transformasi Inti
13 11 21
{ 10⎺ 10 {3 × 1018
{
3 × 10⎺10 3,3 × 107 1 × 10

Sinar- x 3×10⎺8 3,3×105 1×1016 Transmisi electron


(= 30 nm) kulit terdalam

Ultraungu 2×10⎺7 5×104 1,5×1015 Ionisasi dan


vakum (= 200 nm) transisi electron
valensi

Ultraungu dekat 4×10⎺7 2,5×104 7,5×104

Cahya tampak 7,5×10⎺7 1,3×104 4×1014 Transisi elektron


(= 750 nm) valensi

Inframerah 2,5×10⎺6 4×103 1,2×1013


dekat (daerah
overtone)
Inframerah 2,5×10105 4×102 1,2×1013 Vibrasi molekul
(daerah
fundamental)
Inframerah 10⎺3 101 3×1011 Rotasi atau vibrasi
molekul

2
Microwaves 10⎺1 10⎺1 3×109 Transisi spin
electron

Gelombang 103 10⎺5 3×105 Transisi spin inti


radio

*Hz = herzt = Gelombang/detik.

Oleh suatu bahan kimia mempunyai beberapa nilai yang berbeda sesuai dengan
transisi energi tersendiri yang dapat terjadi dalam sebuat atomatau molekul. Sebagaimana
kita akan bicarakan, panjang gelombang dari sejumlah energy elektromagnetik
menentukan informasi mengenai molekul atau atom yang kita terima dari suatu hasil
spektra.

2.2 Spektrum Atom


Spektrum atom adalah kumpulan semua panjang gelombang dan frekuensi yang
mungkin dari radiasi elektromagnetik. Panjang gelombang tersebut diemisikan atau
diserap selama transisi elektron antara tingkat energi pada suatu atom. Spektrum absorbi
merupakan suatu spektrum yang dihasilkan ketika sebuah electron melompati suatu
tingkatan yang lebih tinggi ketingkatan yang lebih rendah. Spektrum emisi adalah
spektrum yang dihasilkan ketika suatu elektron melompati suatu tingkatan energi yang
rendah ke tingkatan energi yang lebih tinggi.
Foton dipancarkan bila elektron melompat dari suatu tingkat energi yang lebih
rendah. Beberapa macam lintasan suatu orbital dapat berkaitan dengan energi elektron
yang tidak mempunyai persamaan. Energi elekron En dinyatakan dalam jari-jari orbit rn
diberikan sebagai berikut:
𝐸=hcv
Energi ionasi merupakan energi minimum yang dibutuhkan supaya dapat
melepaskan sebuah elektron negatif (𝑒 − ) dari sebuah atom. Spektrum gas hidrogen
menurut Bohr
1 1
v= R∞ (𝑛12 − )
𝑛22

Dimana n1 dan n2 adalah bilangan kuantum utama untuk tingkat orbital yang
terlibat dalam suatu transisi electron atom.
Pada umumnya ,perbedaan antara tingkat energy electron E2 – E1 yang
mempunyai bilangan kuantum n2 dan n1 diberikan dalam persamaan berikut ini:
2𝜋2 𝑍 2 𝑚𝑒 4 1 1
𝐸2 -𝐸1 = (𝑛12 − )
ℎ2 𝑛22

Electron atom hydrogen dalam tingkat dasar mempunyai energy yang terendah (E
paling negative)sementara itu dalam tingkat electron tertinggi berikutnya (n = 2),
mempunyai energy yang lebih tinggi (E kurang negative)
Apabila electron memperoleh cukup energy untuk meninggalkan atom dianggap
sangat jauh dari inti,dan inti dianggap tidak lagi mempengaruhi electron.energi yang
diperlukan untuk proses ini, yang menghasilkan ionisasi dari inti dikenal sebagai

3
potensial ionisasi Jika kita menganggap proses ini terjadi bila n=∞, maka potensial
ionisasi dari tingkat dasar (n = 1) ke n = ∞ adalah
2𝜋2 𝑍 2 𝑚𝑒 4 1 1
𝐸2 -𝐸1 = (1 − )
ℎ2 ∞

2.3 Spektrofotometri Ultraungu dan Sinar Tampak


Apabila molekul-molekul organik didalam larutan, atau sebagai cairan yang
dikenakan cahaya dalam daerah-daerah spektrum cahaya tampak dan ultraungu, molekul-
molekul tersebut akan mengabsorbsi cahaya pada panjang gelombang tertentu tergantung
pada jenis transisi elektron yang dihubungkan dengan absorpsi. Macam-macam orbital
elektronik yang ada pada tingkat dasar (ground state) dari suatu molekul menentukan
suatu daerah spektrum dimana absorpsi dapat terjadi. Bagian dari suatu molekul itu yang
dapat langsung berhubungan dengan absorpsi sinar ultraungu atau sinar tampak, seperti
gugus karbonil, disebut sebagai chromophores.
Transisi elektronik dari molekul pada umumnya meliputi perubahan orbital dari
ikatan atau orbital berkaitan, pada tingkat dasar ke orbital antibonding yang tereaksitasi.
Suatu orbital antibonding adalah suatu orbital yang mempunyai energi lebih tinggi
daripada orbital yang berikatan dengan suatu orbital yang mempunyai energi lebih tinggi
daripada orbital yang berikatan dengan suatu bentuk yang meniadakan orbital yang
tumpang tindih. Absorpsi sinar ultraungu atau sinar tampak dari tingkat dasar dinyatakan
sebagai transisi singlet, meliputi suatu perubahan orbital elektronik dimana spin tingkat
dasar.
Besarnya absorpsi sinar pada panjang gelombang tertentu dapat dihitung dengan
menggunakan hukum beer. Persamaan ini menyatakan hubungan antara jumlah sinar
yang di absorpsi (A) dengan konsentrasi zat yang mengabsorpsi (c dalam gram/liter) dan
panjangnya jalan dari sinar yang melewati suatu zat (b dalam cm). Persamaan tersebut
adalah sebagai berikut:
A= abc
Dimana a adalah tetapan yang dikenal sebagai daya serap (absorptivity) untuk
suatu zat pengabsorpsi tertentu. Besarnya A disebut sebagai absorbance.
Panjang gelombang tertentu menjadi lebih mudah diseleksi dengan melewatkan
ya melalui suatu celah yang sesuai. Sinar yang telah diseleksi kemudian membagi dua
menjadi sinar yang terpisah oleh suatu cermin berputar atau pemotong (chopper) satu
sinar untuk perbandingan, yang merupakan perlarut blanko yang digunakan untuk
melarutkan sampel, sedangkan sinar yang lainya untuk sel dari sampel. Setelah masing-
masing sinar melalui masing-masing selnya, kemudian dipantulkan pada sebuah cermin
kedua didalam peralatan pemotong (chopper) yang lain, yang memilih apakah sinar zat
standar atau sinar dikombinasikan untuk memusatkanya pada detektor perbanyakan foto
(photomultiplier detektor).

4
Sinyal perubahan arus yang cepat dari detektor sebanding dengan intensitas sinar
tertentu, dan ini diperkuat didalam amplifier, yang secara elektronik memisahkan sinyal
sinar zat pembanding dari sinar sampel. Perbedaan terakhir dari sinyal sinar secara
otomatis dicatat pada secarik kertas grafik pada recorder rekaman yang didapat
merupakan suatu plot intensitas, biasanya sebagai absorbansi terhadap panjang
gelombang. Larutan standar yang diketahui tetapi dengan bebagai konsetrasi digunakan
dalam analisis kuantitatif sebagai sampel dalam spektrofotometer. Absorbansi dari
masing-masing larutan ditentukan pada satu panjang gelombang yang dipilih (absorpsi
maksimum).
Spektofotometri merupakan suatu alat yang berguna untuk mempelajari
kesimbangan kimia atau untuk menentukan laju reaksi kimia. Laju reaksi dapat diukur
dengan mudah apabila spesies reaksi tertentu mempunyai suatu spektrum absorpsi yang
secara jelas berbeda dengan spektra dari reaktan atau hasil reaksi lainya. Seseorang dapat
mengikuti laju muncul tidaknya spesies yang diseleksi dengan merekam absorbansinya
pada waktu-waktu tertentu selama reaksi berlangsung. Apabila tidak ada spesies reaksi
lain yang mengabsorpsi pada panjang gelombang tertentu yang dipilih untuk penentuan
ini, laju reaksi secara mudah akan sebanding dengan laju perubahan absorpsi dengan
waktu raaksi. Walaupun penggunaan ini sering sangat menolong dalam perhitungan
dibidang farmasi, dewasa ini penggunaan utama dari spektrototometri ada bansi
kromofor.
2.4 Fluoresensi dan Fosforisensi
Suatu molkul yang pada permulaannya mengabsorbsi cahaya ultraviolet untuk
mencapai suatu keadaan tereksitasi dan kemudian memancarkan cahaya ultraviolet atau
cahaya tampak pada waktu Kembali ketingkat dasar, dikatakanmengalami
photoluminescence. Emisi dari cahaya ini dapat digambarkan sebagai flouresensi atau
fosforesensi tergantung pada mekanisme yang mana pada electron akhir nya Kembali ke
keadaan dasar. Keseluruhan mekanisme dapat digambarkan sebagai berikut.

So + Ultraviolet  S*  So + Flouresensi
(Singlet)

T*  So + Fosforesensi
(Triplet)
Selain dari adanya keadaan tereksitasi singlet (S*), kita juga mempunyai triplet
(T*), yang dihubungkan dengan terjadinya fosforesensi. Keadaan triplet dari electron
yang tereksitasi timbul apabila electron singlet yang tereksitasi mengubah spin sehingga
electron tersebut sekarang berada pada spin yang sama seperti pasangan elektronnya
semula di dalam orbital tinkat dasar.

5
Fluoresensi adalah proses pemancaran radiasi cahaya oleh suatu materi setelah
tereksitasi oleh berkas cahaya berenergi tinggi. Emisi cahaya terjadi karena proses
absorbsi cahaya oleh atom yang mengakibatkan keadaan atom tereksitasi. Keadaan atom
yang tereksitasi akan kembali keadaan semula dengan melepaskan energi yang berupa
cahaya (de-eksitasi). Fluoresensi merupakan proses perpindahan tingkat energi dari
keadaan atom tereksitasi (S1 atau S2) menuju ke keadaan stabil (ground states). Proses
fluoresensi berlangsung kurang lebih 1 nano detik (10−6 − 10−9 detik ) sedangkan
proses fosforesensi berlangung lebih lama, sekitar 1 sampai dengan 1000 mili
(10−4 )detik.
Fluoresensi adalah pendaran sinar pada saat suatu zat dikenai cahaya. Hal ini
karena sifat butir Kristal suatu zat jika mendapat rangsangan berupa cahaya akan
langsung memancarkan cahayanya sendiri dan berhenti memancar jika rangsangan itu
dihilangkan. Contoh rambu-rambu lalu lintas, beberapa jenis cat, dan stiker yang bersifat
fluoresensi. Fluorensensi berarti juga kelihatan bersinar bila kena sinar. Definisi
fluoresensi adalah pendaran sinar pada saat suatu zat dikenai cahaya. Hal ini karena sifat
butir Kristal suatu zat jika mendapat rangsangan berupa cahaya akan langsung
memancarkan cahayanya sendiri dan berhenti memancar jika rangsangan itu dihilangkan.
Contoh rambu-rambu lalu lintas, beberapa jenis cat, dan stiker yang bersifat fluoresensi.
Fluorensensi berarti juga kelihatan bersinar bila kena sinar.
Fluoresensi dapat juga dikatakan sebagai emisi cahaya oleh suatu zat yang telah
menyerap cahaya atau radiasi elektromagnetik dengan perbedaan panjang gelombang.
Fosforesensi, pemancaran kembali sinar oleh molekul yang telah menyerap energi
sinar dalam waktu yang relatif lebih lama sesudah eksitasi dari pada fluoresensi. Jika
penyinaran kemudian dihentikan, pemancaran kembali masih dapat berlangsung.
Fosforesensi berasal dari transisi antara tingkat-tingkat energi elektronik triplet ke singlet
dalam suatu molekul. Fosforesens dapat menyimpan energi lebih lama, sehingga akan
memancarkan cahaya (berpendar) lebih lama dari pada fluorosens. Pada fluorosens,
setelah energi yang digunakan untuk mengeksitasi elektron dihilangkan (biasanya berupa
sinar UV) maka zat fluorosens tidak akan dapat menyala dalam gelap. Dengan kata lain
zat berfluororesensi hanya dapat terlihat menyala apabila dikenai dengan sinar ultraviolet
di dalam gelap, dan tidak dapat berpendar ketika sinar ultravioletnya dimatikan. Hal ini
berkaitan dengan cepat dan lambatnya elektron kembali ke orbital energi tingkat dasar,
semakin cepat elektron kembali ke orbital maka semakin cepat pula hilang berpendarnya.
Fosforesensi khususnya mempunyai Panjang gelombang dari pada flueresensi, karena
perbedaan energi yang timbul dalam persilangan antarsistem seperti juga kehilangan
energi karena konversi dalam pada umur yang lebih lama.
Fotoluminesensi terjadi hanya didalam beberapa molekul yang dapat mengalami
emisi foton yang tertentu setelah terjadi eksitasi yang kemudian kembali kekeadaan

6
dasar. Banyak molekul tidak mempunyai fotoluminesensi, walaupun dapat menyerap
sinar ultraviolet. Pada kasus ini, pengembalian ke keadaan dasar dari keadaan tereksitasi
singlet terjadi melalui konversi internal dari keadaan tereksitasi singlet terjadi melalui
konversi dalam dengan molekul – molekul lain yang menghasilkan perpindahan energi.
Konversi energi ini akhirnya menghasilkan panas bukan fotoluminesensi. Hamper selalu,
suatu molekul yang ber fluoresensi atau ber fosforesensi mengandung paling sedikit satu
cincin aromatis.
Contoh obat – obatan yang berfluoresensi dapat dilihat pada tabel

obat Panjang gelombangeksitasi (nm) Panjang gelombang emisi (nm) pelarut

fenobarbital 255 410 sampai 420 0,1 N NaOH

hidroflumetiazida 333 393 1 N HCl

kuinine 350 450 0,1 N H2SO4

tiamina 365 440 isobutanol stl


oksidasi dg ferisianida

aspirin 280 335 1% Asam Asetat


dlm klorofom

2.5 Tetapan Dielektrik dan Polarisasi Induksi


Banyak molekul tidak mempunyai fotoluminesensi ,walaupun dapat menyerap
sinar ultraviolet. pada kasus ini pengembelian ke keadaan dasar ke keadaan tereksitasi
singlet terjadi melalui konversi internal dari keadaan tereksitasi singlet teradi melalui
konversi dalam molekul molekul lain yang menghasilkan perpindahan energi. Konversi
energi ini akhirnya menghasilkan panas bukan fotoluminensi. Hampir selalu,suatu
molekul yang berfluoresensi atau berfosforesensi mengandungpaling sedikit satu cincin
aromatis. Analisa foto luminesen pada umumnyalebih sensitif dan selektif daripada
spektrofotometri absorpsi. Tetapan dielektrik dan polarisasi induksi. Suatu molekul dapat
mempertahankan suatu pemisaha muatan listrik melalui induksi oleh suatu medan listrik
eksternal atau oleh suatu pemisahan muatan yang permanen di dalam suatu molekul
polar. Untuk memahami konsep pemisahan muatan secara lengkap perlu memahami
konsep tetapan dielektrik.
Kapasitas C (dalam farad),sama dengan jumlah muatan listrik,q (dalam coloumb),
yang tersimpan pada pelat,dibagi dengan beda potensial, F (dalam volt),antara pelat pelat
tersebut :
C = q/V
Kapasitansi dari kondensor yang diisi dengan sesuatu bahan, 𝐶𝑥 , dibagi dengan
baku pembanding 𝐶0 , disebut sebagai tetapan dielektrik, 𝜖.
𝜖 = 𝐶𝑋 /𝐶0

7
Tetapan dielektrik biasanya tidak mempunyai dimensi,karena dia merupakan
perbandingan dari dua kapasitansi. Tetapan dielektri dapat ditentukan dengan
oscilometri,dimana frekuensi dari suatu sinyal dijaga konstan oleh perubahan listrik pada
kapasitansi antara dua pelat paralel. Cairan yang mempunyai tetapan dielektrik yang
sedang diukur ditempatkan di dalam wadah gelas diantara dua pelat selama
percobaan.metode oscilometri dibahas oleh Reilley. Teapan dielektrik dari campuran
pelarut dapat dihubungkan dengan daya larut obat sebagaimana diterangkan oleh Gorman
dan Hall. Dan 𝜖 untuk zat pembawa obat dihubungkan dengan konsentrasi plasma obat
seperti dialporkan oleh Pagay dan kawan-kawan
2.6 Momen Dipol
Daya Polarisasi
MOLEKUL αp×1024 cm3 /mol

H2O 1.68

N2 1.79

HCl 3.01

HBr 3.5

HI 5.6

HCN 5.9

Momen dipol permanen,µ.Ini adalah suatu gejala nonionik,dan walaupun daerah


dari molekul tersebut dapat memiliki muatan,muatan ini akan seimbang satu sama
lainnya dengan demikian molekul sebagai suatu keseluruhan akan tidak mempunyai
jaringan muatan.Sebagai contoh,molekul air memiliki dipol yang permanen. Besarnya
dipol permanen,µ,tidak bergantung pada setiap dipol induksi dari medanmedan listrik.
Ini di definisikan sebagai jumlah vektor dari momen masing-masing muatan dalam
molekul,termasuk dari ikatan dan pasangan elektron sunyi.Vektor itu bergantung pada
jarak pemisahan antara muatan. Satuan dari µ adalah debye,di mana satu debye sama
dengan 10−18 esu cm. Ini diperoleh dari muatan elektron (kira-kira 10−18 esu) dikalikan
dengan jarak rata-rata antara pusat muatan pada molekul (kira-kira 10−18 cm).
Dalam suatu medan listrik, molekul dengan momen dipole permanen dapat juga
mempunyai dipol induksi. Molekul polar bagaimanapun cenderung mengarahkan dirinya
dengan pusat muatan negatifnya yang terdekat pada pusat muatan positif pada molekul
lainya sebelum digunakan medan listrik, oleh karena itu ketika medan yang digunakan itu
ada, pengarahnya adalah menuju ke medan. Dipol momen maksimum terjadi ketika
molekul diarahkan lebih sempurna. Pengarah yang benar-benar sempurna tidak pernah

8
dapat terjadi karena energi panas dari molekul-molekul yang menyokong pengacauan
terhadap penjajaran molekular. Totak polrisasi molar, P , adalah jumlah darti akibat dipol
induksi dan dipol permanen :
∈−1 M
P = P1 + P0 = (∈ + 2) ρ

Di mana P0 adalah pengarahan polarisasi dari dipol permanenP0 = 4πNμ2 /9kT.,


di mana k adalah tetapan Boltzman 1,38 x 10-23 J0 K-1 . Karena P0 tergantung pada
temperatur T, persamaan dapat ditulis kembali dalam suatu bentuk persamaan garis
sebagai :
1
P = P1 + A
T
di mana keminringan A adalah P0 = 4πNμ2 /9k dan P1, adalah intersip y. Jika P
1
diperoleh pada beberapa temperatur dan diplot terhadap T, kemiringan dari grafik

dgunakan untuk menghitung µ, dan intersep dapat digunakan untuk memperhitungkan


αρ . Harga P dapat diperoleh dari persamaan dengan mengukur tetpan dielektrik dan
kerapatan senyawa polar.
Dalam larutan, dipol permanen dari suatu pelarut seperti air dapat berinteraksi
secara kuat dengan molekulm zat terlarut. Interaksi ini memperbesar pengaruh pelarut
dan dihubungkan , dalam hal air, dengan hidarsi ion dan molekul. Simetri dari molekul
dapat juga dihubungkan dengan momennya dipol. Sebagai contoh, benzen dan p-
diklorobenzen adalahmolekul simetrik planar dan mempunyai momen dipol sama
dengan 0. Turunan meta dan orto dari benzen, bagaimanapun tidak simetri dan
mempunyai momen dipol yang bermakna.
Momen dipol permanen dapat dikorelasikan dengan aktivitas biologi dari
molekul-molekul tertentu untuk memperoleh infromasi yang bernilai tentang hubungan
dari sifat-sifat fisik dan pemisahan muatan dalam suatu kelas senyawa obat. Sebagai
contoh, aktivitas insektisida dari tiga isomer DDT, yang diperlihatkan dalam struktur
berikut ini, dapat dihubungankan dengan momen dipol permanennya. Para isomer, p. P’-
DDT, mempunyai momen dipolyang paling kecil dan aktivitad yang terbesar. Hal ini
sesuai dengan fakta bahwa kelarutan yang besar dalam pelarut nonpolar dapat disebabkan
oleh momen dipol zat terlarut yang kecil. Molekul yang lebih mudah larut paling mudah
menembus mebran lipoid dari serangga dan merusak enzim susunan saraf serangga.
Karena itu,makin rendah momen dipol isomer,makin besar aksi insektisidanya.
Interaksi dipol yang penting tersebut seharusnya tidak diabaikan. Untuk zat
terlarut ionik dan pelarut nonpolar,interaksi dipol induksi-ion memainkan peranan yang
penting dalam gejala kelarutan. Untuk ikatan resptor obat,gaya dipol dipercaya untuk
memperbesar interaksi nonkovalen yang penting ini. Sebagaimana yang diuraikan oleh
kollman? Untuk molekul-molekul senyawa padat dengan momen dipol permanen,gaya
dipol memperbesar susunan kristalin dan smua sifat struktur dari benda padat tersebut.
9
Kristal es dibentuk melalui gaya dipolnya. Interpretasi tambahan dari momen dipol yang
bermakna diberikan oleh Smyths dan Minkin dan kawan-kawan.

2.7 Spektroskopi Inframerah


Spektroskopi inframerah merupakan suatu cara yang mengamati interaksi molekul
dengan radiasi elektromagnetik dengan resonansi vibrasi atau rotasi. Pada umumnya
radiasi inframerah dalam daerah sekitar 2,5 sampai dengan 50 µm, yang setara dengan
bilangan gelombang 4000 sampai dengan 200cm-1 . Massa atom yang bervibrasi atau
berotasi atau gugus fungsi itu sendiri, seperti juga kuat ikatan dan kesimetrisan molekul
menentukan frekuensi (juga panjang gelombang) dari absorbsi inframerah. Absorpsi dari
radiasi inrframerah terjadi hanya jika momen dipol permanen dari molekul berubah
dengan suatu resonansi vibrasi atau rotasi. Kesimetrisan molekul secara langsung
mempengaruhi momen dipol permanen, sebagaimana telah dibicarakan terdahulu.
Jenis vibrasi molekul :
1. Vibrasi ulur ( Stretching Vibration ), yaitu vibrasi yang mengakibatkan
perubahan panjang ikatan suatu ikatan.
2. Vibrasi tekuk ( Bending Vibration ), yaitu vibrasi yang mengakibatkan
perubahan sudut ikatan selang dua ikatan.
Resonansi yang menggeser momen dipol dapat memperbesar absorpsi inframerah
molekul-molekul, bahkan dianggap tidak mempunyai momen dipol yang permanen
seperti benzene atau CO2. Frekuensi dari pita absorpsi inframerah erat hubungannya
dengan vibrasi dari bagian tertentu molekul. Disamping pita absorpsi fundamental,
masing-masing berhubungan dengan resonansi vibrasi atau resonansi vibrasi-rotasi dan
suatu perubahan dalam momen dipol, pita overtone yang lebih lemah dapat diamati untuk
perkalian dari masing-masing frekuensi (dalam bidang gelombang). Sebagai contoh,
suatu pita overtone mungkin terlihat untuk asetaldehide pada 3460 𝑐𝑚−1 , yang dapat
disamakan dengan dua kali frekuensi (2 x 1730 𝑐𝑚−1 ) untuk pita stretching karbonil.
Overtone mungkin dianggap sebagai perkalian yang sederhana yang tepat setingkat
dengan frekuensi fundamental dan oleh karena itu sesuai dengan vibrasi resonansi yang
sama didalam molekul.
Karena resonansi secara vibrasi dari molekul kompleks, seringkali dapat
dihubungkan dengan ikatan atau gugus tertentu, resonansi ini berlaku seolah-olah mereka
dihasilkan dari vibrasi dalam molekul diatomik. Ini berarti bahwa vibrasi yang dihasilkan
oleh ikatan dan atom yang sama dihubungkan dengan pita inframerah di atas daerah
frekuensi yang kecil, walaupun vibrasi ini mungkin terjadi di dalam molekul yang
samasekali berbeda. Spectrum inframerah dari sebuah molekul dapat digunakan untuk
identifikasi struktural. Penggunaan secara kualitatif ini adalah penerapan yang utama dari
spektroskopi inframerah di dalam bidang famasi. Suatu obat mempunyai suatu spectrum

10
spesifik dan memberikan suatu metode tertentu dalam pemeriksaan senyawa tersebut.
Pita-pita itu sendiri dapat dihubungkan dengan gugus-gugus tertentu.

Spektrum inframerah dapat menjadi rumit dan karakteristik dapat berubah-ubah


tergantung kepada keadaan fisik dari molekul yang diperiksa. Sebagai contoh, ikatan
hydrogen antara molekul-molekul sampel mungkin mengubah spektra. Untuk alkohol
dalam larutan karbon tetraklorida encer, terdapat sedikit ikatan hydrogen intermolekular,
dan vibrasi stretchingdari hidroksil terjadi pada kira-kira 3600𝑐𝑚−1 . Posisi dan bentuk
pita inframerah yang tepat dari gugus hidroksil bergantung pada konsentrasi alkohol dan
derajat ikatan hidrogen.

2.8 Spektroskopi Resonansi Spin


Radiasi elektromagnetik mempunyai sifat sebagai gelombang yang mempunyai
sebuah vektor listrik dan vektor magnet pada 90% terhadap satu dengan yang
lainnya.Suatu zat dengan sejumlah bilangan ganjil (atau tidak berpasangan) elektron yang
di tempatkan dalam suatu medan magnetik eksternal dapat menghasilkan resonansi
diantar tingkat – tingkat energi suatu momen magnetik elektron tidak berpasangan pada
satu frekuensi dalam daerah microwave dari spektrum elektromagnetik.Resonansi yang
berhubungan dengan spin dari elektron tidak berpasangan, dan penelitian terhadap efek
disebut Resonansi Spin Elektron (ESR) atau dengan kata lain Spektroskopi paramagnetik
elektron (EPR).
∆E = hv = gB,H
Dimana:
V= Frekuensi resonansi
B= Tetapan yang di kenal sebagai Bohr magneton dengan suatu harga 9,27x1024
joule/tesla
H= Medan magnet yang digunakan
G= Faktor spiliting spektroskopik
Spektroskopi ESR sudah digunakan untuk suatu penyelidikan proses radikal
bebas.Hal tersebut memungkinkan penyelidikan lingkungan struktural yang dekat,dengan
spin label melalui perubahan pola spektrum ESR di uraikan oleh Swartz et al.
Interaksi radiasi elektromagnetik dari daerah gelombang radio dari spektrum
dengan spin dari inti dalam medan magnet di selidiki dengan spektroskopi resonansi
magneti inti (NMR).
Kedua kasus terakhir ini memberikan kenaikan momen magnetik pada
inti,akibatnya demikian juga pada sinyal NMR.Contohnya adalah 1 H,13 C,15 N, dan 19
F, yang mempunyai I=1/2, dan 2 H dan 14 N, yang mempunyai I=1.
Keadaan spin ini inti dipisahkan oleh perbedaan energi delta E, maka rumus

11
∆E = hv = hH ( 1 - o )/I
Dimana
V = Suatu frekuensi radio
H = kuat medan magnet eksternal
o = Tetapan untuk perlindungan tertentu
Tetrametilsilan ( TMS ) seringkali digunakan sebagai zat pembanding dalam
proton NMR karena frekuensi satu signal proton dari keempat gugus metil yang sama.
Jadi untuk TMS, kerapatan elektron tinggi dari atom SI menghasilkan
perlindungan yang di pertinggi,oleh karena itu frekuensi resonansi lebih
rendah.Perbedaan relatif antara suatu sinyal NMR tertentu dan sinyal pembanding ( biasa
dari TMS untuk proton NMR) di sebut sebagai geseran kimia ( chemical shift ).
NMR adalah suatu alat yang serbaguna dalam penelitian di bidang
farmasi.Spektra dapat memberikan petunjuk yang kuat untuk suatu konformasi molekul
obat tertentu, termasuk perbedaan di antara struktur - struktur isomer yang erat
hubungannya.
Penggunaan dari NMR di dalam penelitian di bidang farmasi dengan pembanding
tertentu untuk masalah analisis telah di tinjau kembali oleh Rackham.
Apabila cahaya memasuki suatu zat yang lebih rapat,gelombang-gelombang yang
di teruskan pada antar permukaan dimodifikasi menjadi saling mendekat karena
kecepatannya lebih lambat dan panjang gelombang yang lebih pendek.

2.9 Indeks Bias dan Indeks Bias molar


Cahaya berjalan lebih lambat melalui suatu zat di bandingkan melalui ruang
hampa . apabila cahaya memasuki suatu zat yang lebih rapat , gelombang – gelombang
yang di teruskan pada antar permukaan dimodifikasi menjadi saling mendekat karena
kecepatannya yang lebih lambat dan Panjang gelombang yang lebih pendek, apabila
cahaya memasuki suatu zat yang lebih rapat pada suatu sudut , seperti di perlihatkan
melewati antar muka dan menghasilkan penekukan gelombang menuju antar muka dan
menghasilkan penekukan gelombang menuju antarmuka , gejala ini di sebut pembiasan .
apabila cahaya memasuki suatu zat yang kurang rapat , cajhaya itu akan di biaskan
menjauhi anatar muka dan tidak mengarah kepadanya . nilai relative dari efek antara
kedua zat ini di nyatakan oleh indeks bias , n :

𝑘𝑒𝑐𝑒𝑝𝑎𝑡𝑎𝑛 𝑐𝑎ℎ𝑎𝑦𝑎 𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝑧𝑎𝑡 𝑝𝑒𝑟𝑡𝑎𝑚𝑎


n=
𝑘𝑒𝑐𝑒𝑝𝑎𝑡𝑎𝑛 𝑐𝑎ℎ𝑎𝑦𝑎 𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝑧𝑎𝑡 𝑘𝑒𝑑𝑢𝑎

12
Zat yang kurang rapat

Antar muka

Zat yang lebih rapat

Gambar gelombang cahaya yang melewati suatu antar muka antara dua zat
dengan kerapatan yang berbeda .
Di mana sin i adalah sinus sudut sinar datang dari cahaya dan sina r adalah sudut
sinar yang di biasakan .indeks bias dengan konvensi ini adalah lebih besar dari 1 untuk
zat – zat yang lebih rapat dari pada udara , secara teoretis , seharusnya berjalan melalui
ruang hampa , udara hanya sebgai pembanding menghasilkan perbedaan n hanya 0,03 %
dan ini lebih umum di gunakan .
Indek bias berubah ubah dengan berubahnya Panjang gelombang cara dan
temperature , pada umumnya sebagai contoh ; n20 berarti indeks bias menggunakan suatu
garis emisi D dari natrium pada 589 nm , pada temperature 20˚c tekanan harus di jaga
ketat saat pengukuran , indek bias dapat di gunakan identifikasisuatu zat untuk mengukur
kemurnian , khususnya suatu refractometer di gunakan untuk menentukan indeks bias.
Bias molar Rm berhubungan dengan indkes bias dan sidfat sifat molekul dari
senyawa yang di periksa , ini di nyatakan sebagai :

n2−1 m
Rm = ( ρ)
n2 + 2

M = berat molekul
𝜌 = kerapatan dari senyawa nilai
Rm = dari suatu senyawa seringkali dapat di perkirakan dari ciri ciri struktur
molekul .
Indeks bias cahaya dengan panajang gelombang yang Panjang , n∞ di
hubungkan dengan tetapan dielektrik untuk suatu molekul non polar , ὲ oleh persamaan :

ὲ = n∞2

13
kepolarisasi suatu molekul non polar dapat di peroleh dari pengukuran indeks
bias untuk tujuan prakstis indeks bias di gunakan pada suatu Panjang gelombang yang
terbatas hal ini hanya memebrikan suatu kesalahan yang relative kecil dalam perhitungan
yaitu mendekati 5 % .
2.10 Rotasi optic
Melewatkan cahaya melalui suatu prisma polarisasi, seperti prisma nikol, vibrasi
dan radiasi yang secara random terdistribusi dipilih sedemikian rupa sehungga hanya
vibrasi yang terjadi pada suatu bidang tunggal saja yang dipancarkan. Kecepatam cahaya
yang di polarisasikan ke bidang ini dapat menjadi lebih lambat atau cepat apabila cahaya
tersebut melalui suatu zat, seperti cahaya pembiasan yang baru saja dibicarakan.
Perubahan kecepatan menyebabkan pembiasan dari cahaya yang terpolarisasi dalam arah
tertentu untuk suatu zat optis aktif. Putaran yang searah jarum jam, pada pemeriksaan
sinar dari cahaya yang terpolarisasi, menyatakan zat tersebut memutar ke kanan.
Sedangkan, putaran yang berlawanan dengan jarum jam menyatakan suatu zat memutar
ke kiri. Zat memutar ke kanan, yaitu yang memutar sinar ke kanan, menghasilkan sudut
rotasi α, yang dinyatakan dengan tanda positif (+). Sedang pada zat memutar ke kiri sinar
akan berputar ke kiri, mempunyai α, yang dinyatakan dengan tanda (-).
Aktivitas optik dapat dianggap sebagai interaksi dari radiasi bidang yang
dipolarisasikan dengan electron di dalam suatu molekul untuk menghasilkan polarisasi
elektronik. Interaksi ini memutar arah getaran radiasi dengan mengubah medan listrik.
Polarimeter dipakai untuk mengukur aktivitas optik. Rotasi optik (∝) bergantung pada
kerapatan dari zat optis aktif, di mana setiap molekul memberikan andilyang sama untuk
rotasi walaupun kecil.

2.11 Circular dichroism


Bidang cahaya yang terpolarisasi digambar kan sebagai jumlah vektor dari dua
komponen yang terpolarisasi secara sirkular. Cahaya yang terpolarisasi secara sirkular
mem punyai vektor listrik yang berbentuk spiral mengelilingi arah pe rambatan.
Dalam bidang-cahaya yang terpolarisasi terdapat dua vektor seperti itu yang masing-
masing membentuk spiral dalam arah yang berlawanan. Untuk zat optis aktif, nilai-
nilai indeks bias dari dua vektor tidak dapat sama. Perbedaan ini mengubah ke
cepatan relatif di mana cahaya yang terpolarisasi membentuk spiral sekitar arah
perambatan.
Demikian pula, kecepatan dari dua komponen cahaya yang terpolarisasi menjadi
tidak sama pada waktu mereka melewati suatu zat optis aktif. Hal ini sama seperti
mengatakan bahwa dua komponen dari cahaya yang terpolarisasi mempunyai
absorptivitas yang berbeda pada panjang-gelombang cahaya tertentu. Efek ini
menyebabkan cahaya yang terpolarisasi secara sirkular menjadi terpolarisasi secara
eliptik, dan ini dinyatakan sebagai circular dichroism (CD). Efek Katun merupakan
absorbsi cahaya yang tidak sama oleh dua komponen cahaya yang terpolarisasi secara
sirkular di dalam daerah panjang-gelombang dekat pita absorpsi.

14
Spektra CD adalah plot dari eliptisitas molar ([8]) yang sebanding dengan
perbedaan absorptivitas antara dua komponen dari cahaya yang terpolarisasi-secara
sirkular terhadap panjang-gelombang dari cahaya. Eliptisitas molar diberikan oleh
persamaan:
[𝜓]𝑀
[𝜃 ] = = 3300 (∈𝐿 - ∈𝑅 )
100
di mana [𝜓] adalah eliptisitas spesifik yang analog dengan rotasspesifik, M adalah
berat molekul, dan ∈𝐿 dan ∈𝑅 sorptivitas molar untuk komponen kiri dan komponen
kanan dan cahaya yang terpolarisasi secara sirkular pada suatu panjang lombang yang
dipilih

2.12 Spektrometri massa


Pembentukan zat bermuatan dari suat sampel oleh tumbukan dengan elektron
berenergi tinggi at molekul gas yang bermuatan dalam suatu bagian vakum merupkan
proses utama yang digunakan dalam spektrometri massa (MS). Zat bermuatan dapat
berupa salah satu ion molekul atau ion framen dari sampel sebagaimana diuraikan
kemudian. Setelah pembentukan, ion molekul atau ion fragmen tersebut dipercepat
oleh perbedaan potensial melalui suatu tabung analisis ke detektor. Tabu analisis ini
dapat ditempatkan di antara kutub sebuah magnet. penyimpangan ion terjadi, menurut
persmaan:
𝑚𝑣 2
= 𝐻𝑒𝑣
𝑟
Di mana m adalah massa dan e adalah muatan ion, r adalah jari-jari lengkungan
ion ketika ion melalui medan magnet yang seragam, H.dan v adalah kecepatan ion-
ion. Energi kinetik ion-ion dalam tegangan yang mempercepat (V) dari tabung
analisis adalah:
1
m𝑣 2 = eV
2

15
BAB III

PENUTUP

1.1 Kesimpulan
Berdasarkan hal-hal yang telah dimuat pada bab pembahasan, maka dapat disimpulkan hal-
hal sebagai berikut:
Sifat fisik adalah sifat yang dapat diukur dan diteliti tanpa mengubah susunan dari zat
tersebut. Sifat fisik molekul obat memegang peranan penting dalam menentukan metode
yang tepat untuk suatu obat.
Sifat fisika molekul obat ada sifat konsituif, yaitu sifat yang bergantung pada susunan
struktur atom di dalam molekul. Sifat aditif yaitu sifat yang diturunkan dari sifat atom
sendiri atau gugus fungsi di dalam molekul
1.2 Saran
Makalah ini masih memiliki banyak kekurangan, oleh sebab itu masih dibutuhkan
tambahan dan perbaikan untuk menambah informasi yang dapat diberikan kepada pembaca.

16
DAFTAR PUSTAKA

Martin, A.N., Bustamante, P., Chun, A.H.C,. 1993, Physical Pharmachy: Physical
chemical Principles in the Pharmaceutical Sciences, 4 th edition, Lea and Febiger,
Philadelphia

17

Anda mungkin juga menyukai