Anda di halaman 1dari 19

HAKEKAT THOHAROH

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Penilaian Tugas Terstruktur Mata Kuliah AIK (Ibadah)

Dosen Pengampu : Gigih Setianto, M.Pd.I.

Disusun Oleh :

Kelompok 3

1. Izzah Hilmia Putri (202102050001)


2. Luluk Az-Zahrani (202102050022)

PRODI SARJANA FISIOTERAPI

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PEKAJANGAN PEKALON

2021-2022

i
LEMBAR PENGESAHAN

Makalah ini yang berjudul “Hakekat Thoharoh” telah disahkan dan disetujui pada :

Hari :

Tanggal :

Disusun oleh:

1. Izzah Hilmia Putri (202102050001)


2. Luluk Az-Zahrani (202102050022)

Menyetujui,

Gigih Setianto, M. Pd. I.

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa. Atas rahmat dan hidayah-Nya, penulis
dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul "Hakekat Thoharoh” dengan tepat waktu.

Makalah disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah AIK (Ibadah). Selain itu, makalah
ini bertujuan menambah wawasan tentang hakekat thoharoh bagi para pembaca dan juga bagi
penulis.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Gigih Setianto, M. Pd. I selaku dosen


Mata Kuliah AIK (Ibadah). Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada semua pihak yang
telah membantu diselesaikannya makalah ini.

Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh sebab itu, saran dan kritik
yang membangun diharapkan demi kesempurnaan makalah ini.

iii
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN.............................................................................................................ii
KATA PENGANTAR....................................................................................................................iii
DAFTAR ISI..................................................................................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN...............................................................................................................1
Latar Belakang.............................................................................................................................1
Tujuan..........................................................................................................................................1
Manfaat........................................................................................................................................2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.....................................................................................................3
Pengertian Thoharoh....................................................................................................................3
Konsep Hadast.............................................................................................................................3
Konsep Najis................................................................................................................................4
Penggolongan Air........................................................................................................................5
Bersuci dari Hadast dan Najis......................................................................................................7
Hikmah Bersuci (thaharah)........................................................................................................11
Keutamaan Thaharah.................................................................................................................12
BAB III PENUTUP.......................................................................................................................13
Simpulan....................................................................................................................................13
Saran...........................................................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................................15

iv
BAB I
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Islam menganjurkan untuk selalu menjaga kebersihan badani selain rohani.
Kebersihan badani tercermin dengan bagaimana umat muslim selalu bersuci sebelum
mereka melakukan ibadah menghadap Allah SWT. Karena Allah mencintai sesuatu yang
bersih dan suci. Dalam hukum islam terdapat suatu hal dimana segala seluk beluknya
termasuk bagian ilmu dan amalan yang sangat penting yakni bersuci, atau dalam fiqih
disebut dengan Thaharah. Para ulama ahli fiqih (Fuqhaha) membagi thaharah kedalam
empat bagian yaitu: wudhu, mandi junub, tayamum, dan istinja. Lalu bersuci dan segala
seluk beluknya adalah termasuk bagian ilmu dan amalan yang penting terutama karena
diantaranya syarat-syarat sholat telah ditetapkan bahwa seseorang yang akan
melaksanakan sholat, wajib suci dari hadas dan suci pula badan, pakaian dan tempatnya
dari najis.
Dalam kehidupan sehari-hari kita tidak terlepas dari sesuatu (barang) yang kotor
dan najis sehingga thaharah dijadikan sebagai alat dan cara bagaimana mensucikan diri
sendiri agar sah saat menjalankan ibadah. Tetapi thaharah juga berkaitan erat dengan
kebersihan dalam menjaga kesehatan diri dan keindahan lingkungan. Sering kali kita
sebagai manusia lalai dalam hal menjaga kebersihan. Kebersihan merupakan hal yang
sangat penting dalam sebuah kehidupan, dimana dengan kebersihan hidup akan terasa
nyaman dan aman. Kebersihan sendiri juga merupakan wujud nyata dari ibadah thaharah.
Banyak sekali hukmah yang terkandung dalam thaharah. Maka dari itu sangat penting
bagi kita untuk mengetahui lebih dalam lagi mengenai thaharah. Terlebih-lebih kita
adalah sebagai orang muslim, dan di dalam agama kita dikatakan bahwa islam menuntut
pemeluknya untuk senantiasa dalam keadaan suci, baik itu suci secara lahiriyah maupun
suci secara batiniyah. Karena Allah SWT sangat mencintai orang-orang yang memelihara
kesucian dirinya.

2. Tujuan
1. Memaparkan dan menjelaskan hakekat thoharoh
2. Sebagai penambah pengetahuan dan wawasan akan hakekat thoharoh

1
3. Manfaat
Manfaat penulisan makalah ini ada dua, yaitu secara teoritis dan praktis :
1. Secara Teoritis, penulisan ini bermanfaat mampu memberikan sumbangsih
terhadap ilmu pengetahuan khususnya mengenai hakekat thoharoh.
2. Secara Praktis adalah memberikan pengetahuan tentang hakekat thoharoh
sehingga mampu memahami dan mempraktikan tentang macam-macam thoharoh.

2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Thoharoh
Secara bahasa, thaharah berarti suci dan bersih, baik itu suci dari kotoran lahir
maupun dari kotoran batin berupa sifat dan perbuatan tercela. Allah SWT memang sangat
menganjurkan hamba-hamba-Nya agar senantiasa dalam keadaan suci lahir dan batin.
Hal ini tampak dalam firman-Nya dalam (QS. Al-Baqarah/2 /222) :
‫ْال ُمتَطَه ِِّر ْينَ َوي ُِحبُّ التَّوَّابِ ْينَ يُ ِحبُّ هّٰللا َ اِ َّن‬
Artinya : "sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai
orang-orang yang mensucikan diri"
Menurut istilah, thaharah adalah mensucikan diri dari najis dan hadats yang
menghalangi sholat dan ibadah-ibadah sejenisnya dengan air atau tanah, atau batu.
Penyucian diri disini tidak terbatas pada badan saja tetapi juga termasuk pakaian, dan
tempat.
Hukum thaharah (bersuci) ini adalah wajib, khususnya bagi orang yang akan
melaksanakan sholat. Hal ini didasarkan pada firman Allah SWT :
(QS. Al-Ma'idah/5 : 6) :
.. ‫ فَاطَّهَّرُوْ ۗا ُجنُبًا ُك ْنتُ ْم َواِ ْن‬...
Artinya : "... Dan jika kamu junub hendaklah bersuci.. (QS. Al-Maidah : 6).

(QS. Al-Muddatsir/74 : 3-4)


َ‫ َكب ِّۡر َو َربَّك‬,َ‫فَطَه ِّۡر َوثِيَابَك‬
Artinya : dan agungkanlah Tuhanmu, dan bersihkanlah pakaianmu. (QS. Al-Muddatsir/74
: 3-4)

B. Konsep Hadast
1. Definisi
Hadats yakni sesuatu yang diperbuat oleh anggota badan yang menyebabkan
ia tidak boleh untuk melakukan shalat atau juga orang yang tidak dalam keadaan
wudhu.
2. Hadast terbagi menjadi 2 macam :

3
1) Hadats kecil merupakan suatu keadaan dimana seorang muslim tidak dapat
mengerjakan shalat kecuali dalam keadaan wudhu atau tayammum. Yang
termasuk dalam hadats kecil adalah buang air besar dan buang air kecil, kentut,
menyentuh kemaluan tanpa pembatas, dan tidur nyenyak dalam posisi berbaring.
2) Hadast besar merupakan suatu keadaan dimana seorang muslim tidak dapat
mengerjakan shalat kecuali dalam keadaan mandi wajib atau bila tidak
memungkinkan untuk mandi maka cukup berwudhu atau bertayammum. Yang
termasuk dalam hadats besar adalah junub bagi laki-laki dan perempuan, nifas
atau melahirkan, serta haid.

C. Konsep Najis
1. Definisi
Najis adalah segala kotoran (tidak suci) yang menjadi sebab terhalanganya
seseorang melaksanakan ibadah kepada Allah.
2. Najis terbagi menjadi 3 macam :
1) Najis mukhaffafah
Najis mukhafafah yaitu najis yang ringan. Yang termasuk najis ini adalah
air kencing anak laki-laki yang belum berumur dua tahun dan belum makan dan
minum selain air susu ibu. Dengan demikian air kencing anak perempuan yang
belum berumur dua tahun tidak termasuk najis ini meskipun belum makan dan
minum selain air susu ibu. Cara mensucikan najis ini cukup dengan memercikkan
air pada benda yang kena najis ini.
2) Najis mughallazhah
Najis mughallazha yaitu najis yang berat. Yang termasuk ke dalam najis
ini adalah air liur anjing atau babi dan bekas jilatannya. Cara mensucikannya
adalah dengan membasuh bekas jilatan tersebut dengan air yang suci sebanyak
tujuh kali dan salah satunya dicampur dengan tanah yang suci.
3) Najis mutawasithah
Najis mutawasitah yaitu najis pertengahan antara najis yang ringan dan
yang berat. Yang termasuk dalam najis ini adalah
a) Bangkai binatang selain dari binatang laut (ikan) dan binatang darat yang
tidak berdarah seperti belalang.

4
b) Darah baik merah maupun putih selain hati dan limpa.
c) Air kencing selain yang tidak termasuk najis mukhaffafah.
d) Air madzi, yaitu cairan berwarna putih yang keluar dari kemaluan baik laki-
laki maupun perempuan yang tidak disertai tekanan syahwat yang sangat kuat,
misalnya karena berciuman, berangan-angan tentang masalah seksual, dan
yang sejenisnya.
e) Semua yang keluar dari lubang qubul dan dubur, kecuali air mani (cairan
putih yang keluar karena tekanan syahwat yang sangat kuat).
f) Khamer atau minuman keras yang memabukkan.
g) Muntah.
h) Bagian binatang yang diambil dari tubuhnya sewaktu masih hidup.
Kemudian najis mutawasithah terbagi menjadi 2 yaitu:
i. Najis hukmiyah, yaitu najis yang diyakini adanya, tetapi tidak tampak zat
dan warnanya, baunya, atau rasanya, seperti air kecing yang sudah kering.
Cara mensucikannya cukup dengan mengalirkan air pada benda yang kena
najis.
ii. Najis ‘ainiyah, yaitu najis yang masih jelas zat dan warnanya, baunya, atau
rasanya. Cara mensucikannya dengan menghilangkan zat, warna, bau, dan
rasanya

D. Penggolongan Air
1. Air Mutlak
Hukumnya adalah air suci lagi mensucikan, artinya bahwa air suci pada dirinya
dan dapat menyucikan yang lain. Air yang demikian boleh diminum dan dapat
dipakai untuk membersihkan benda lain. Adapun macam-macam air tersebut, yaitu :
a. Air hujan, salju, air es yang sudah hancur kembali. Firman Allah dalam
(QS. Al-Anfal : 11)

..‫ َويُن َِّز ُل َعلَ ْي ُك ْم ِّمنَ ال َّس َم ۤا ِء َم ۤا ًء لِّيُطَهِّ َر ُك ْم بِ ٖه‬...

...dan diturunkan-Nya padamu hujan dari langit untuk mensucikanmu...(QS. Al-


Anfal : 11)

5
b. Air laut, berdasarkan hadits Abu Hurairah, ia berkata :
Seorang laki-laki menanyakan kepada Rasulullah "Ya Rasulullah, kami
bisa berlayar di laut dan hanya membawa sedikit air, jika kami pakai air itu untuk
berwudhu, kami akan kehausan, bolehkah kami berwudhu dengan air laut?", lalu
Rasullullah bersabda :

{ُ‫ ْال ِحلُّ َم ْيتَتُه‬،ُ‫هُ َو الطَّهُوْ ُر َماُؤ ه‬

“Laut itu airnya suci lagi mensucikan, dan bangkainya halal dimakan” (Lima
Imam Hadits).
Al-Tirmidzi berkata, “aku pernah menanyakan hadits ini kepada Muhammad al-
Bukhari , ia menjawab, hadits ini shahih.”
c. Air Telaga
“Diriwayatkan oleh Ali ra. bahwa Rasulullah Saw. pernah meminta satu
ember air zam-zam lalu diminumnya sedikit dan sisanya dipakai untuk berwudhu”
(HR. Ahmad).
d. Air kolam, air sungai, dan air sawah.
Air jenis ini termasuk air yang suci dan menyucikan. Alasannya sebagai
berikut :
“Rasulullah telah bersabda : sesungguhnya air itu suci dan tidak ada sesuatu yang
menajisinya” (HR. Tiga Imam Hadits).

2. Air Musta’mal (yang terpakai)


Air musta’mal ialah air yang telah terpisah dari anggota-anggota badan orang-
orang berwudhu dan mandi. Air yang demikian hukumnya suci dan menyucikan
seperti hukum air mutlak , hal ini dikarenkaan asalnya yang suci sehingga tidak ada
satu alasan apapun yang dapat mengeluarkan air dari kesuciannya. Adapun dasarnya
adalah “Jabir ibn Abdullah meriwayatkan pada suatu hari Rasulullah menjengukku
tatkala sakit dan tidak sadarkan diri , maka Rasulullah berwudhu lalu menuangkan
sisa air wudhunya kepadaku” (HR. Bukhari dan Muslim).

6
3. Air Campur
Yaitu air yang bercampur dengan sabun, tepung dan benda-benda lain yang
biasanya terpisah dari air. Air tersebut hukumnya menyucikan selama kemutlakannya
masih terjaga tapi jika sudah tidak dapat lagi dikatakan air mutlak maka hukumnya
suci pada dirinya, tetapi tidak menyucikan bagi yang lain.
Berdasarkan hadits Umi Athiyyah yang artinya : Rasulullah Saw. masuk ruang
kami ketika wafat putrinya Zainab lalu berkata : "Mandikanlah ia tiga atau lima kali
atau lebih banyak lagi jika kalian mau, dengan air dan daun bidara, dan campurlah
yang penghabisan dengan kapur barus atau sedikit dari padanya” (HR. Jamaah).
Hadits di atas menjelaskan bahwa jenazah tidak boleh dimandikan kecuali dengan
air yang boleh dan syah menyucikan orang yang masih hidup. Dalam hadits tersebut
dijelaskan bahwa di dalam air yang digunakan untuk memandikan mayat terdapat
campuran hanya saja tidak sampai sedemikian rupa yang menyebabkan tidak dapat
lagi disebut air mutlak.

4. Air Najis
Air dalam bagian ini ada dua macam yaitu :
a. Air yang sudah berubah salah satu sifatnya dengan najis, yaitu rasa, warna dan
baunya.Para ulama bersepakat bahwa air itu tidak dapat dipakai untuk bersuci baik
sedikit atau banyak hukumnya seperti najis.
b. Air bernajis tetapi tidak berubah diantara salah satu sifat yang tadi. Hukumnya
adalah suci dan menyucikan baik sedikit atau banyak.
Rasulullah Saw. bersabda : "Air itu suci dan menyucikan, tak satupun yang akan
menajisinya” (HR. Ahmad Syafii, Abu Daud dan Tirmidzi).

E. Bersuci dari Hadast dan Najis


1. Wudhu
Perintah wajib berwudhu bersamaan dengan wajib salat lima waktu yaitu satu
setengah tahun sebelum hijrah nabi ke Madinah. Berwudhu cukup dikenal, yang
maksudnya adalah bersuci dengan air mengenai muka kedua tangan, kepala dan
kedua kaki. Berikut ini akan dibahas beberapa masalah tentang wudhu yaitu :

7
1) Landasan Berwudhu
Berwudhu disyariatkannya berdasarkan tiga macam dalil yaitu :
a. Alquran
Yaitu firman Allah yang artinya : "Hai orang-orang beriman jika kamu
hendak berdiri melakukan salat, basuhlah mukamu dan tanganmu sampai ke
siku, lalu sapulah kepalamu dan basuh kaki mu hingga 2 mata kaki.." (QS.
Al-Maidah : 6).
b. Sunnah.
Diriwayatkan oleh Abu Hurairah bahwa Nabi Saw. bersabda : Allah tidak
menerima salat seseorang diantara kamu bila ia berhadats sehingga ia
berwudhu (HR. Bukhari, Muslim, Abu Daud dan Turmudzi).
c. Ijma'.
Telah terjadi kesepakatan di kalangan kaum muslimin atas disyariatkan
wujud semenjak zaman nabi hingga saat ini. Maka tidak dapat disangkal lagi
bahwa wudhu merupakan ketentuan agama yang harus dikerjakan.
2) Keutamaan berwudhu
Banyak sekali hadits-hadits yang menerangkan tentang keutamaan berwudhu
diantaranya :
a. Hadits Abu Hurairah bahwa nabi bersabda :"Maukah kalian saya tunjukkan hal-
hal yang mana Allah akan menghapus dosa-dosamu serta mengangkat derajatmu?
Mau ya Rasulullah, ujar mereka, Rasulullah bersabda : menyempurnakan wudhu,
menghadapi segala kesusahan, sering melangkah ke masjid dan menunggu salat
setelah salat. Nah itulah perjuangan dan sekali lagi perjuangan" (HR. Malik,
Muslim, turmudzi dan Nasai).
b. Hadits Abu Hurairah bahwa nabi bersabda :"Sesungguhnya umatku pada hari
kiamat akan dikenal dengan cahaya bekas wudhu, di muka, wajah, tangan dan
kaki titik maka siapa di antara kamu yang sanggup memanjangkan cahayanya,
hendaklah ia mengerjakannya (HR. Ahmad, Bukhari dan Muslim).
c. Hadits Hurairah bahwa Rasulullah bersabda yang artinya : “Apabila seorang
hamba muslim atau mukmin berwudhu, kemudian membasuh mukanya dengan
air, maka semua dosa-dosa yang dilakukan oleh penglihatannya keluar bersama

8
air dari wajahnya, atau bersama air yang terakhir menetes. Dan apabila ia
membasuh tangan Nya maka semua dosa yang dilakukan oleh tangannya keluar
bersama-sama air atau bersama-sama tetesan air wudhu yang terakhir. Dan
apabila ia membasuh kakinya maka semua dosa yang dilakukan oleh kakinya
keluar bersama-sama air wudhu atau bersama-sama tetesan air terakhir. Sehingga
ia bersih dari dosa sama sekali” (HR. Muslim).

2. Tayamum
Tayamum menurut bahasa adalah sengaja, sedangkan menurut syara' adalah
sengaja menggunakan tanah atau debu untuk mengusap muka dan kedua tangan
maksudnya dapat dilakukan salat dan lain-lainnya.
1) Landasan Tayammum
Tayamum disyariatkan berdasarkan kitab sunnah dan ijma berikut ini :
a. Al-Qur'an yaitu firman Allah :
‫ضى اَوْ ع َٰلى َسفَ ٍر اَوْ َج ۤا َء اَ َح ٌد ِّم ْن ُك ْم ِّمنَ ْالغ َۤا ِٕى ِط اَوْ ٰل َم ْستُ ُم النِّ َس ۤا َء فَلَ ْم تَ ِج ُدوْ ا َم{ ۤ{ا ًء فَتَيَ َّم ُم{{وْ ا‬
ٓ ٰ ْ‫َواِ ْن ُك ْنتُ ْم َّمر‬
‫ص ِع ْيدًا طَيِّبًا فَا ْم َسحُوْ ا بِ ُوجُوْ ِه ُك ْم َواَ ْي ِد ْي ُك ْم ۗ اِ َّن هّٰللا َ َكانَ َعفُ ًّوا َغفُوْ رًا‬ َ

Artinya : "Dan jika kamu sakit atau sedang dalam perjalanan atau sehabis
buang air atau kamu telah menyentuh perempuan, sedangkan kamu tidak
mendapat air, maka bertayamumlah kamu dengan debu yang baik (suci);
usaplah wajahmu dan tanganmu dengan (debu) itu. Sungguh, Allah Maha
Pemaaf, Maha Pengampun" (QS. An-Nisa' : 43).
b. Al-Sunnah
Berdasarkan hadits abu Umamah yang artinya: Rasulullah saw bersabda :
"seluruh bumi dijadikan bagiku dan bagi umatku sebagai masjid dan alat
bersuci" (HR. Ahmad).
c. Ijma'
Ijma’ iyalah kaum muslimin telah bersepakat bahwa tayamum
disyariatkan sebagai pengganti wudhu dan mandi dalam hal-hal tertentu.
2) Sebab-sebab bertayamum

9
Dibolehkan tayamum bagi orang berhadas ke baik kecil maupun besar, baik
dalam keadaan mukim (menetap) maupun dalam keadaan musafir (bepergian) jika
mengalami salah satu sebab-sebab berikut ini :
a. Jika seseorang tidak mendapat air atau ada tetapi tidak cukup untuk bersuci.
Tetapi sebelum bertayamum hendaklah ia mencari air terlebih dahulu dari
teman-temannya atau dari tempat yang menurut kebiasaan tidak jauh dari
tempat tersebut. Jika ia yakin bahwa air tidak ada atau tempatnya jauh, maka
tidak wajib ia mencarinya.
b. Jika seseorang mempunyai luka atau ditimpa sakit dan ia khawatir dengan
menggunakan air penyakitnya tak bertambah atau lama sembuhnya, baik hal
ini sebagai pengalaman atau nasehat dokter yang dapat dipercaya.
c. Jika sangat dingin dan keras juga hanya akan timbul bahaya disebabkan ia
menggunakan air dengan syarat tidak sanggup memanaskannya.
d. Jika air berada dekat seseorang tetapi ia khawatir atas keselamatan dirinya,
kehormatan, harta dan lain-lain atau air terhalang oleh musuh yang ditakuti,
baik manusia maupun yang lain atau tidak mampu mengeluarkan air karena
tidak memiliki alat seperti tali dan ember. Keadaan air seperti ini sama dengan
tidak ada. Untuk itu boleh bertayamum.
e. Bila seseorang memiliki air yang sedikit hanya cukup untuk minum dan
masak dan keperluan lainnya. Maka boleh bertayamum.
f. Jika seseorang sanggup menggunakan air tetapi ia khawatir akan habis
waktu salat, bila ia berwudhu atau mandi. Maka hendaklah ia tayamum dan
salat titik serta tidak wajib mengulanginya.

3. Mandi
Mandi artinya ialah meratakan air ke seluruh tubuh titik adapun dalil disyariatkan
adalah firman Allah SWT :
... ‫ َواِ ْن ُك ْنتُ ْم ُجنُبًا فَاطَّهَّرُوْ ۗا‬...
Artinya : "... Dan jika kamu junub hendaklah bersuci.. (QS. Al-Maidah : 6).
Dan firman Allah :

ْ َ‫ْض َواَل تَ ْق َربُوْ ه َُّن َح ٰتّى ي‬ ۤ


َ‫طهُرْ ن‬ ِ ۙ ‫ْض ۗ قُلْ ه َُو اَ ًذ ۙى فَا ْعت َِزلُوا النِّ َسا َء فِى ْال َم ِحي‬
ِ ‫ك ع َِن ْال َم ِحي‬
َ َ‫ۚ َويَ ْسـَٔلُوْ ن‬

10
Artinya : ”Dan mereka menanyakan kepadamu (Muhammad) tentang haid.
Katakanlah, “Itu adalah sesuatu yang kotor.” Karena itu jauhilah istri pada waktu
haid; dan jangan kamu dekati mereka sebelum mereka suci” (QS. Al-Baqarah : 222).
Berikut ini beberapa hal yang berkaitan dengan mandi diantaranya :
1) Sebab-sebab mandi
Mandi diwajibkan karena lima perkara yaitu :
a. Keluar mani
b. Hubungan kelamin
c. Terhentinya haid dan nifas
d. Meninggal dunia (mayat)
e. Orang kafir masuk Islam.

F. Hikmah Bersuci (thaharah)


1) Bersuci
Merupakan bentuk pengakuan Islam terhadap fitrah manusia. Manusia memiliki
kecenderungan alamiah untuk hidup bersih dan menghindari sesuatu yang kotor dan
jorok. Karena Islam adalah agama fitrah, maka ia pun memerintahkan hal-hal yang
selaras dengan fitrah manusia.
2) Menjaga kemuliaan dan wibawa umat Islam
Orang yang kotor dan berbau busuk akan membuat orang lain tidak nyaman dan
menjauhinya. Islam tidak menginginkan umatnya tersingkir dari pergaulan karena
persoalan kebersihan. Dengan bersuci, kewibawaan umat Islam akan terjaga dan
kehidupan bermasyarakat menjadi aman dan nyaman.
3) Menjaga kesehatan
Thaharah dapat meningkatkan kesehatan jasmani. Membersihkan badan,
membasuh wajah, kedua tangan, hidung, dan kedua kaki, berkali-kali setiap hari
relevan dengan kondisi dan aktivitas manusia. Sebab, anggota-anggota tubuh itu
termasuk yang paling sering terpapar kotoran.
4) Menyiapkan diri dalam kondisi yang baik ketika menghadap Allah SWT

11
Allah menyukai hal-hal yang suci. Jika kita hendak menghadap Allah, maka
pakaian dan tempat ibadah harus suci, bersih dan rapi karena ini merupakan bentuk
pengagungan kepada Allah SWT.

G. Keutamaan Thaharah
1) Memperoleh cinta Allah Swt.
Di antara keutamaan thaharah sebagai sarana bersuci, ia menjadi sarana untuk
mencapai cinta Allah I.
2) Syarat Sahnya Shalat
Thaharah merupakan salah satu syarat sahnya shalat, ibadah nomor wahid dalam
Islam. Tanpa thaharah, shalat tidaklah sah. Dalam hal ini, secara khusus wudhu
mewakili thaharah yang kita lakukan setiap hari.
3) Diampuninya Dosa
Apabila wudhu (salah satu bentuk thaharah) kita lakukan dengan sempurna, ia
akan membersihkan diri kita dari seluruh dosa yang telah lalu.
4) Tanda Umat Nabi Muhammad Saw.
Wudhu merupakan salah satu keistimewaan umat Nabi Muhammad r. Pada hari
kiamat nanti, Nabi Muhammad r akan mengenali umatnya dari bagian tubuh yang
bersinar karena bekas air wudhu.

12
BAB III
PENUTUP

A. Simpulan
1. Thaharah adalah mensucikan diri dari najis dan hadats yang menghalangi sholat
dan ibadah-ibadah sejenisnya dengan air atau tanah, atau batu.
2. Hadats yakni sesuatu yang diperbuat oleh anggota badan yang menyebabkan ia
tidak boleh untuk melakukan shalat atau juga orang yang tidak dalam keadaan
wudhu.
3. Hadast terbagi menjadi 2 macam, yaitu hadats kecil dan hadats besar.
4. Najis adalah segala kotoran (tidak suci) yang menjadi sebab terhalanganya
seseorang melaksanakan ibadah kepada Allah.
5. Najis terbagi menjadi 3 macam, yaitu najis mukhaffafah, najis mughallazhah, dan
najis mutawasithah.
6. Penggolongan air, yaitu air mutlak, air musta'mal (yang terpakai), air campur, dan
air najis.
7. Cara bersuci dari hadats dan najis yaitu wudhu, tayammum, dan mandi.
8. Terdapat beberapa hikmah bersuci, diantaranya :
a. Bersuci merupakan bentuk pengakuan Islam terhadap fitrah manusia.
b. Menjaga kemuliaan dan wibawa umat Islam.
c. Menjaga kesehatan.
d. Menyiapkan diri dalam kondisi yang baik ketika menghadap Allah SWT.
9. Keutamaan-keutamaan thaharah, yaitu :
a. Memperoleh cinta Allah Swt
b. Syarat Sahnya Shalat
c. Diampuninya Dosa
d. Tanda Umat Nabi Muhammad Saw

B. Saran
1. Diharapkan kepada mahasiswa dapat memahami mengenai Bab Thaharah yang
dimulai dari definisi, penggolongan air, konsep hadast dan najis serta bersuci dari
hadast dan najis

13
2. Diharapkan kepada masyarakat dari semua lapisan sosial untuk memahami
mengenai Bab Thaharah ini sehingga dapat menerapkan dalam kehidupan sehari-
hari dengan baik dan benar.

14
DAFTAR PUSTAKA

1. Jamaluddin, Syakir. 2010. Kuliah Fiqh Ibadah. Yogyakarta : LPPI UMY


2. Pimpinan Pusat Muhammadiyah Majelis Tarjih. 2009. Himpunan Putusan Tarjih
Muhammadiyah. Yogyakarta : Suara Muhammadiyah
3. Syarafuddin, dkk. 2005. Studi Islam 2. LPID, Universitas Muhammadiyah
Surakarta
4. Kurnianto, Kevin. 2021. 4 Hikmah Thaharah yang Perlu Diketahui Umat Islam.
Diakses pada tanggal 3 Maret 2021 dari https://kumparan.com/berita-hari-ini/4-
hikmah-thaharah-yang-perlu-diketahui-umat-islam-1vUD5BsJK0N
5. Rifan, Aditya. 2020. Macam-macam Najis dalam Islam dan Cara Mensucikan
Diri. Dikutip pada tanggal 3 Maret 2022 dari
https://www.suara.com/news/2020/12/15/133425/macam-macam-najis-dalam-
islam-dan-cara-mensucikan-diri

15

Anda mungkin juga menyukai