Anda di halaman 1dari 3

NAMA : NUR IKA SARI

NIM : 2022142012

1. Hubungan Renin-Angiotensin-Aldosterone System (RAAS) dengan terapi


hipertensi merupakan bagian perputaran umpan balik kompleks yang
berfungsi dalam homeostasis. Penurunan dalam tekanan darah dan volume
darah akan memicu pembebasan renin dari juxtaglomerular apparatus
(JGA). Selanjutnya tekanan dan volume darah yang disebabkan oleh
berbagai kerja angiotensin II dan aldosteron akan mengurangi pelepasan
renin. Angiotensin II dianggap berperan penting dalam terjadinya
hipertensi. Renin bekerja secara enzimatik pada protein plasma lain, yaitu
suatu globulin yang disebut bahan renin (atau angiotensinogen), untuk
melepaskan peptida asam amino-10, yaitu angiotensin I. Angiotensin I
memiliki sifat vasokonstriktor yang ringan tetapi tidak cukup untuk
menyebabkan perubahan fungsional yang bermakna dalam fungsi
sirkulasi. Renin menetap dalam darah selama 30 menit sampai 1 jam dan
terus menyebabkan pembentukan angiotensin I selama sepanjang waktu
tersebut (Guyton dan Hall, 1997).
2. Guyton AC and Hall JE. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Alih
Bahasa : Irawati setiawan, LMA Ken Ariata Tengadi, Alex Santoso.
Jakarta : EGC
3. Menggunakan fibrat, yang merupakan terapi lini pertama pada pasien
dengan kadar TG >500 mg/dl dengan tujuan utama untuk mencegah
pankreatitis. Terapi fibrat juga bermanfaat untuk pencegahan penyakit
kardiovaskuler pada pasien dengan rasio trigliserid dengan K-HDL tinggi
(TG ≥200 mg/dl dan K-HDL <40 mg/dl.
4. Makbul Andi, dkk. 2019. Pedoman Pengelolaan Dislipidemia di
Indonesia. PB Perkeni
5. Menggunakan antagonis vitamin K (AVK). Telah lima penelitian acak
yang membandingkan AVK dengan plasebo mendapatkan penurunan
insiden stroke iskemik dari 4,5% jadi 1,4% per tahun (relative risk
reduction [RRR] 68%; 95% CI, 50% s/d 79%; P<0.001).
6. Yuniadi Yoga, dkk. 2014. Pedoman Tata Laksana Fibrilasi Atrium.
Centra Communications

7. Tatalaksana Terapi :

.
8. Mazzolai L, Aboyans V, Ageno W, Agnelli G, Alatri A, Bauersachs R, et
al. Diagnosis and management of acute deep vein thrombosis : A Joint
Consensus Document from the European Society of Cardiology Corking
Groups Of Aorta And Peripheral Vascular diseases and Pulmonary
Circulation and Right Ventricular Function. 2018;4208–18
9. Tatalaksana Awal ACS UAP dan NSTEMI
 Oksigen diberikan apabila saturasi turun <90%
 Berikan nitrogliserin (NTG) sublingual 5 mg, dapat diulang 3 kali tiap 5
menit (maksimal 15 mg) bila tidak reda. Apabila sudah 3 kali masih belum
reda, berikan NTG drip IV. Jangan berikan nitrat apabila pasien
mengonsumsi phosphodiesterase inhibitor (contoh: Viagra)
 NTG IV drip juga dapat diberikan apabila pasien gagal jantung dengan
edema paru dan hipertensi
 Analgesik berupa morfin dapat diberikan apabila angina tidak reda
walaupun NTG sudah optimal
 Beta blocker diberikan apabila tidak ada gagal jantung, syok kardiogenik,
bradikardia, atau kontraindikasi lainnya. Berikan sustained-
release metoprolol succinate, carvedilol, atau bisoprolol
 Calcium channel blockers (CCB) dapat diberikan apabila terdapat iskemia
walaupun telah diber nitrat dan beta-blocker. CCB tidak boleh diberikan
apabila terdapat disfungsi LV, syok akrdiogenik, PR interval > 240 ms,
AV blok derajat II atau III tanpa pacemaker. CCB yang diberikan adalah
yang bersifat long acting.
 Statin yang diberikan pada kasus ACS adalah yang bersifat high intensity
statin. Berikut ini adalah jenis-jenis statin dibagi atas intensitasnya.
Perhatikan bahwa tidak selalu meningkatkan dosis akan meningkatkan
intensitas dari statin tersebut.
 ACE-inhibitor atau ARB diberikan pada saat awal dan diberikan
seterusnya.

10.

Anda mungkin juga menyukai