Anda di halaman 1dari 2

Wanita Tak Boleh Jadi Budak Kebodohan

Siapa yang tak mengenal sosok Kartini? Sosoknya begitu dikenal masyarakat
karena kegigihannya menaikkan derajat wanita. Para wanita dulu yang begitu sulit
bahkan tidak tersentuh pendidikan membuatnya bertekad untuk mencerdaskan
kehidupan para wanita. Buku hingga film terbit untuk menceritakan sosoknya,
salah satu film berjudul “Kartini” yang diproduksi oleh Robert Ronny dari rumah
prduksi Screenplay film, legacy pictures pada tahun 2017 dengan durasi 2 jam ini
berhasil diperankan oleh Dian Sastrowardoyo sebagai RA. Kartini, Ayushita
Nugraha sebagai RA. Kardinah, Acha Septriasa sebagai RA. Roekmini, Deddy
Sutowo sebagai RM. Sosroningrat, Christine Hakim sebagai Yu Ngasirah dan
banyak actor hebat lainnya. Beberapa wanita masa kini banyak yang telah
berhasil membawa perubahan layaknya sosok kartini. Sebagai contoh salah satu
sosok yang dikenali semua orang, Najwa Shihab. Beliau merupakan peraih Full
Scholarship for Australian Leadership Awards dan mendalami bidang hukum
media dan menjadi lawan debat dari politisi Partai NasDem Johnny G Plate
mengenai tanggapan partainya terhadap penerbitan Peraturan Pengganti
Undang-Undang (Perppu) Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (UU
KPK). Prestasinya membuktikan bahwa wanita juga bisa menjadi sosok yang luar
biasa. Namun, berbeda dengan kasus lain masa kini yang justru menjatuhkan
martabat wanita. Kenakalan remaja wanita, seks bebas, pernikahan dini yang
sampai sekarang masih menjadi budaya turun-temurun. Salah satu alasan
terbanyak adalah karena kemiskinan. Hal itu yang membuat maraknya pernikahan
dini dan berhentinya para wanita dari bangku pendidikan demi menyambung
hidup. Menurut saya film ini bisa dijadikan bahan edukasi bagi para penonton,
film yang dilatar belakangi tahun 1883-1903 ini membuat kita merasakan nuansa
jaman dulu dan melihat kondisi para wanita yang diperlakukan seenaknya hanya
karena tradisi. Pernikahan yang dilakukan dengan paksaan saat mereka masih
kecil bahkan pria yang telah menikah dengan bebas menikah lagi hingga berkali-
kali. Padahal, banyak dari mereka ingin melanjutkan pendidikan, dan
mendapatkan kasih sayang sepenuhnya dari sang suami. Hal itulah yang membuat
RA. Kartini ingin merubah kondisi wanita pada masa itu. Film ini membuat para
penonton termasuk saya bisa belajar banyak bahwa wanita juga berhak
mendapatkan pendidikan dan perlakuan baik. Film ini memiliki kualitas video,
pengambilan gambar, hingga nuansa jaman dulu yang berhasil membuat
penonton terbawa suasana, dalam film ini juga pesan-pesan dan banyak pelajaran
yang bisa diambil. Hal itu dapat menjadi contoh bagi wanita masa kini, agar
perjuangan kartini dulu tidak sampai masa itu saja. Totalitas penggunaan Bahasa
Jawa yang kental dalam film tersebut membuat film ini terasa hidup. Namun,
masih terasa kurang untuk menceritakan seluruh hidup Kartini. Saya tertarik
untuk mengetahui kisah hidupnya, terutama bagaimana kehidupannya setelah
menikah hingga meninggal.Aada banyak adegan yang kurang narasi sejarah
sehingga tokoh-tokoh yang selintas selintas munculnya itu, tidak diketahui jati
dirinya. Padahal mereka ini juga ikut menentukan sejarah. Baik sosok orang
Belanda maupun Indonesia. Misalnya, ketika Kartini dititipi kunci lemari buku oleh
kakaknya, sebagian penonton yang kurang punya pengetahuan sejarah, mungkin
menganggap salah satu kakak Kartini yang baik hati dan tidak sombong. Padahal
kakak Kartini yang menanamkan minat baca dan pengetahuan pada adiknya itu
adalah Raden Mas Sostrokartono, yang cukup jenius pada zamannya dan
mengapa Kartini begitu akrab dengan yang namanya Nyonya Ovienk Soer atau
sahabat penanya yang bernama Stella Zaehndlaar.

Anda mungkin juga menyukai